BAB
I
PENDAHULUAN
Penyakit
polio merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus polio golongan
vicornapiridae, yang mempunyai tiga tipe yaitu P1, P2 dan P3, tipe P1 merupakan
tipe yang paling paralitogenik. Pada umumnya menyerang anak-anak, 50 – 70 % di
antaranya anak usia < 3 tahun. Eradikasi polio Global diharapkan dapat
dicapai pada tahun 2008. Ada 4 strategi dalam pemberantasan polio yaitu 1).
Imunisasi yang meliputi peningkatan imunisasi rutin polio, PIN dan Mop-up, 2).
Surveilans AFP, 3). Sertifikasi bebas polio, dan 4). Pengamanan virus polio di
laboratorium.
Setelah PIN
dilaksanakan pada tahun 1995, 1996, 1997 dan 2002, melalui kegiatan surveilans
AFP yang sensitif, virus polio liar indigenous Indonesia tidak ditemukan selama
10 tahun terakhir. Karena masih banyaknya negara di dunia yang mempunyai virus
polio liar, mengharuskan negara-negara yang sudah berstatus polio free seperti
Indonesia untuk tetap melaksanakan surveilans AFP secara ketat dan
mempertahankan cakupan imunisasi tetap tinggi.
Ditemukan virus polio
di Sukabumi menunjukkan keberhasilan surveilans AFP dalam menemukan penderita
polio sedini mungkin. Rendahnya tingkat imunitas masyarakat, buruknya sanitasi
dan mudahnya transportasi telah menyebabkan virus menyebar ke beberapa daerah
yaitu Banten, Lampung dan Jawa Tengah. Sampai tanggal 15 Juli 2005, jumlah
penderita AFP yang dilaporkan dari wilayah KLB, 259 orang dengan 150 positif
virus polio liar, 90 % di antara penderita positif tersebut tidak mendapat
imunisasi polio lengkap (>4 kali). Jumlah tersebut telah menempatkan
Indonesia pada posisi ke 3 urutan jumlah virus polio terbesar di dunia setelah
Yaman dan Nigeria.
Upaya mencegah
agar tidak terus bertambahnya jumlah anak yang lumpuh dan segera menghentikan
penyebaran virus dilakukan kegiatan ORI (Outbreak Respond Imunisation) dan
Moping up. Diharapkan 1 bulan (1 masa inkubasi) setelah pelaksanaan mop-up
putaran kedua (28 Juni) penderita polio baru tidak ditemukan lagi di Jabar, DKI
dan Banten. Walaupun Mop-up sudah dilaksanakan di 3 propinsi tersebut, risiko
penularan ke propinsi yang tidak melaksanakan mop-up masih ada sampai 2 bulan
setelah penderita terakhir ditemukan. Hal ini didasarkan karena faktanya
penderita masih mengeluarkan virus polio dari tubuhnya sampai 2 bulan setelah
lumpuh.
Berdasarkan latar
belakang dan masalah tersebut di atas, kami sangat tertarik untuk menyusun
makalah mengenai polio dan sejauhmana polio dapat berpengaruh terhadap
kesehatan dalam tubuh.
BAB II
I S
I
A. DEFINISI
Polio
merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus polio golongan
vicornapiridae, yang mempunyai tiga tipe yaitu P1, P2 dan P3, tipe P1 merupakan
tipe yang paling paralitogenik (Depkes RI, 2005).
B. ETIOLOGI
Virus
Poliomielitis
C.
PATOFISIOLOGI
v
Virus masuk melalui rongga orofaring, berkembang
biak dalam saluran gastrointestinal, kelenjar getah bening regional dan sistem
retikulendotelial
v
Virus berkembang dan tubuh mengadakan reaksi
dengan membentuk antibodi, maka akan timbul uremia dan gelajala klinis, dan
virus akan terdapat dalam tinja untuk beberapa minggu lamanyal.
v
Tidak semua sel neuron yang terkena oleh virus
mengalami kerusakan, bila ringan fungsi neuron dapat sembuh kembali dalam 3 – 4
minggu sesudah timbul gejala.
Daerah yang biasa
terkena adalah medula spinalis terutama kornu anterior
2. MANIFESTASI
KLINIS
vSilent
infection
Tidak terdapat gejala sama sekali,
karena daya tahan tubuh baik
v
Poliomielitis abortif
Timbul
mendadak, berlangsung beberapa jam sampai beberapa har, gejala berupa infeksi
virus malaise anoreksia, mual, muntah, nyeri kepala, nyeri tenggorokan,
konstipasi, demam, nyeri abdomen.
v
Poliomielitis non paralitik
Sama dengan poliomielitis abortif, hanya nyeri kepala, mual, muntah lebih
berat dan disertai nyeri otot dan kaku kuduk.
v
Poliomielitis paralitik
Kekumpulan
otot-otot dan tidak pulih kembali
3. KOMPLIKASI
v
Kontraktur
v
Paralitis atau kelumpuhan
v
Atrupi otot
4. EPIDEMIOLOGI
Virus
polio liar dari Nigeria (Afrika Barat) telah menyebar ke beberapa negara di
sekitarnya, seperti Mali, Guenia, Yaman, Sudan, Saudi Arabia, dan Indonesia
merupakan transmisi yang paling jauh. Hampir semua virus yang beredar di dunia
pada saat ini adalah virus yang induk semangnya berasal dari Afrika Barat.
Karena masih banyaknya negara di dunia yang masih mempunyai virus polio liar,
mengharuskan negara-negara yang sudah berstatus polio free seperti Indonesia
untuk tetap melaksanakan surveilans AFP secara ketat dan mempertahankan cakupan
imunisasi polio tetap tinggi.
5. GAMBARAN
KLINIK
Dapat berupa
asimtomatis, poliomielitis abortif, poliomielitis, non paralitik, dan
poliomielitis paralitik:
a. Poliomielitis
asimtomatik
Setelah
masa inkubasi 7-10 hari, karena daya tahan tubuh maka tidak terdapat gejala
klinik sama sekali. Pada suatu epidemi diperkirakan terdapat 90-95% penduduk
dan menyebabkan imunitas terhadap virus tersebut.
b. Poliomielitis
abortif
Diduga
secara klinik hanya pada daerah yang terserang epidemi terutama yang diketahui
kontak dengan pasien poliomielitis yang jelas. Diperkirakan beberapa jam sampai
beberapa hari. Gejala berupa infeksi virus seperti malaise, anoreksia, nausea,
muntah, nyeri kepala, nyeri tenggorok, konstipasi dan nyeri abdomen. Diagnosis
pasti hanya dapat dibuat dengan menemukan virus dibiakkan jaringan. Diagnosis
banding: influenza atau infeksi bakteri daerah nasofaring.
c. Poliomielitis
non-paralitik
Gejala
klinik sama dengan poliomielitis abortif, hanya nyeri kepala, nausea dan muntah
lebih hebat. Gejala ini timbul 1-2 hari kadang-kadang diikuti penyembuhan
sementara untuk kemudian remisi demam atau masuk ke dalam fase kedua dengan
nyeri otot. Khas unuk penyakit ini ialah nyeri dan kaku otot belakang leher,
tubuh dan tungkai dengan hipertonia, mungkin disebabkan oleh lesi pada batang
otak, ganglion spinal dan kolumna posterior. Bila anak berusaha duduk dan sikap
tidur, ia akan menekuk kedua lutut keatas sedangkan kedua lengan menunjang ke
belakang pada tempat tidur (tanpa tripod) dan terlihat kekakuan otot spinal
oleh spasem. Kuduk kaku terlihat secara pasif dengan Kerning dan Brudzinsky
yang positif.
d. Poliomielitis
paralitik
Gejala
sama pada poliomielitis non-paralitik disertai kelemahan satu atau lebih
kumpulan otot skelet atau kranial. Timbul paralisis akut. Pada bayi ditemukan
paralisis vesika urinaria dan atonia uterus.
Bentuk spinal
Gejala
kelemahan/paralisis/paresis otot leher, abdomen, tubuh diafragma, toraks dan
terbanyak ekstremitas bawah. Tersering otot besar, pada tungkai bawah otot
kuadriseps femoris; pada lengan otot deltoideus. Sifat paralisis asimetris.
Refleks tendon mengurang/menghilang. Tidak terdapat gangguan sensibilitas.
6.
PENATALAKSANAAN
v
Istirahat total
v
Mengurangi aktifitas fisik
7. STRATEGI
ERADIKASI POLIO
Ada
4 strategi dalam upaya pemberantasan polio yaitu 1). Imunisasi yang meliputi
peningkatan imunisasi rutin polio, PIN dan Mop-up, 2). Surveilans AFP, 3).
Sertifikasi bebas polio, dan 4). Pengamanan virus polio di laboratorium.
a. Imunisasi Polio
Indonesia
melaksanakan Imunisasi polio rutin secara nasional pada tahun 1982, dengan
tujuan untuk memberikan perlindungan pada anak yaitu kekebalan intestinal yang
bersifat sementara (selama 100 hari setelah imunisasi) dan kekebalan humoral
seumur hidup. Vaksin yang dipakai Indonesia yaitu Oral Polio Vaccine (OPV)
Shabin produksi PT Biofarma, yaitu 2 tetes shabin setiap dosisnya,
b. Imunisasi rutin
Adalah
pemberian imunisasi Oral Polio Vaccine (OPV) yaitu virus polio yang sudah
dilemahkan, pada bayi minimal 4 kali pemberian sebanyak 2 tetes vaksin shabin
setiap kali pemberian sesuai dengan jadwal. Cakupan diharapkan > 80 % bayi
berusia satu tahun di setiap desa. Tujuannya adalah memberikan perlindungan
(kekebalan humoral) pada setiap anak.
c. Pekan Imunisasi
Nasional (PIN)
Berbeda
dengan strategi imunisasi rutin, PIN adalah pemberian imunisasi polio (OPV)
pada anak usia balita tanpa melihat status imunisasi anak sebelumnya , usia
ditetapkan berdasarkan kajian epidemiologi. Dilaksanakan secara masal dan
serentak pada saat transmisi terendah yaitu pada bulan Oktober dan November,
dilaksanakan 2 kali putaran dengan interval 4 minggu.
Tujuan PIN dan
Mop-up selain memberikan perlindungan pada anak-anak balita tapi lebih
ditujukan kepada upaya pemutusan penularan virus polio, sehingga harus
dilaksanakan secara serentak agar pada saat yang bersamaan usus semua anak
terisi dengan vaksin polio yang berfungsi memberikan kekebalan intestinal
selama 100 hari setelah pemberian vaksin. Apabila virus polio masuk ke tubuh
anak yang baru diberi vaksin tersebut, selama 100 hari virus tidak dapat
berkembang biak dan akan dieksresi ke luar tubuh. Karena sifat virus polio
sangat rentan terhadap ultra violet dan tidak dapat bertahan lama di lingkungan
(hanya 1-2 hari) pada suhu tropis, maka virus akan mati dan musnah.
Indonesia telah
melaksanakan PIN sebanyak 4 kali yaitu pada tahun 1995, 1996, 1997 dan 2002,
telah berhasil memutus transmisi virus polio liar indigenous Indonesia,
sehingga 10 tahun terakhir sejak tahun 1996 virus polio liar indigenous
Indonesia tidak ditemukan lagi. Pelaksanaan PIN didasarkan pada adanya
kecurigaan silent transmission di wilayah Indonesia, atau transmisi virus
diketahui telah menyebar ke beberapa wilayah Indonesia.
d. Sub-PIN
Yaitu
kegiatan imunisasi masal yang hampir sama dengan kegiatan PIN, dilakukan pada
daerah yang dicurigai sebagai daerah resiko tinggi adanya penyebaran virus
polio liar. Penetapan Sub-PIN didasarkan pada :
1) Cakupan
imunisasi rutin < 80 %
2) Kinerja
Surveilans AFP rendah
3) Ancaman adanya
penularan virus polio tinggi.
e. Mop-up
Yaitu
kegiatan imunisasi masal yang hampir sama dengan kegiatan PIN, yang bertujuan
untuk segera memutus penyebaran virus polio liar. Perbedaan dengan PIN adalah
dilakukan sesegera mungkin setelah virus dapat diidentifikasi di suatu wilayah
yang penyebaran virusnya masih diyakini terlokalisir. Sasaran berdasarkan hasil
kajian epidemiologis.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Penyakit polio
merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus polio golongan
vicornapiridae, yang mempunyai tiga tipe yaitu P1, P2 dan P3, tipe P1 merupakan
tipe yang paling paralitogenik. Ditemukan virus polio di Sukabumi menunjukkan
keberhasilan surveilans AFP dalam menemukan penderita polio sedini mungkinUpaya
mencegah agar tidak terus bertambahnya jumlah anak yang lumpuh dan segera
menghentikan penyebaran virus dilakukan kegiatan ORI (Outbreak Respond
Imunisation) dan Moping up.
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI, 2005. Polio
Masalah dan Penanganannya. Seminar “Polio, Masalah dan Penanggulangannya”
Tanggal 21 Juli 2005 di Ruang “Dr. J. Leimena” Gedung Departemen Kesehatan RI
oleh Direktur Jenderal PP & PL. Jakarta.
Ngastiah, 1996. Perawatan
Anak Sakit Penerbit Bukut Kedokteran EGC, Jakarta.
Suriadi dan Yuliani, 2001. Buku Pegangan Praktik Klinik: Asuhan
Keperawatan Pada Anak Edisi 2. Sagung Seto. Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar