BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Para
ahli melaporkan, bahwa minum secangkir kopi setiap hari dapat
mengurangi risiko terjadinya sirosis hepatis akibat mengkonsumsi alkohol
hingga 22%. Laporan ini disampaikan oleh Kaiser Permanente Medical Care
Program, Oakland, California dimana mereka telah mempelajari data
125.580 pasien. Data-data
tersebut didukung oleh hipotesis yang mengatakan bahwa kandungan dari
kopi tersebut dapat melindungi hati atau melawan terjadinya sirosis,
khususnya sirosis akibat alkohol. Meski demikian apa yang menyebabkan
adanya perlindungan terhadap hati tidak diketahui, mereka mengatakan.
Kopi mengandung berbagai kumpulan bahan biologikal aktif, para ahli
tersebut menjelaskan. Seringkali pula pada kopi tersebut ditambahkan
krim, susu dan gula atau substansi lain yang kemungkinan besar memiliki
efek kesehatan yang tinggi.
Ahli
lain mengatakan bahwa kandungan cafein yang terdapat pada kopi yang
memiliki peranan sebagai bahan protektif terhadap hati, meski demikian
efek protektif tersebut tidak ditemukan pada mereka yang rutin
mengkonsumsi teh. Bila benar efek protektif terhadap hati dapat
diperoleh dari kopi, risiko peningkatan terjadinya sirosis akibat
alkohol dapat ditekan dengan cara yang mudah. Namun sampai saat ini
masih dilakukan penelitian yang lebih besar lagi untuk mengetahui
kandungan apa yang memiliki efek protektif terhadap hati tersebut.
Sekarang,
kita bertanya, Apa sih Sirosis Hepatis itu?? Dengan melihat dari uraian
latar belakang diatas, maka penulis tertarik menulis makalah yang
berjudul, Sirosis Hepatis disertai dengan Asuhan Keperawatannya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas maka masalah yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut :
1. Apa pengertian dari Meconium Sirosi Hepatis ?
2. Bagaimana Etiologi dari Sirosi Hepatis?
3. Bagaimana patofisiologi dari Sirosi Hepatis?
4. Bagaimana manifestasi klinis dari Sirosi Hepatis?
5. Apa komplikasi dari Sirosi Hepatis?
6. Bagaimana pemeriksaan diagnostik dari Sirosi Hepatis ?
7. Bagaimana terapi / penatalaksanaan dari Sirosi Hepatis?
8. Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan Sirosi Hepatis?
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui konsep penyakit yang berhubungan dengan Sirosis Hepatis seta Asuhan Keperawatan Sirosis Hepatis.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui pengertian dari Sirosi Hepatis?
b. Untuk mengetahui Etiologi dari Sirosi Hepatis?
c. Untuk mengetahui patofisiologi Sirosi Hepatis?
d. Untuk mengetahui manifestasi klinis Sirosi Hepatis?
e. Untuk mengetahui komplikasi dari Meconium Aspiration Syndrom?
f. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik dari Sirosi Hepatis?
g. Untuk mengetahui terapi / penatalaksanaan dari Sirosi Hepatis?
h. Untuk mengetahui asuhan keperawatan dari Meconium Aspiration Syndrom?
BAB II
SIROSIS HEPATIS
A. Pengertian
Sirosis
hepatis adalah penyakit hati menahun yang ditandai dengan adanya
pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya
proses peradangan nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan
ikat dan usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan
menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur
akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut (Suzanne C. Smeltzer
dan Brenda G. Bare, 2001).
B. Etiologi
Ada 3 tipe sirosis hepatis :
1. Sirosis
portal laennec (alkoholik nutrisional), dimana jaringan parut secara
khas mengelilingi daerah portal. Sering disebabkan oleh alkoholis
kronis.
2. Sirosis
pasca nekrotik, dimana terdapat pita jaringan parut yang lebar sebagai
akibat lanjut dari hepatitis virus akut yang terjadi sebelumnya.
3. Sirosis
bilier, dimana pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati di sekitar
saluran empedu. Terjadi akibat obstruksi bilier yang kronis dan infeksi
(kolangitis).
C. Patofisiologi
Konsumsi
minuman beralkohol dianggap sebagai faktor penyebab yang utama. Sirosis
terjadi paling tinggi pada peminum minuman keras. Meskipun defisiensi
gizi dengan penurunan asupan protein turut menimbulkan kerusakan hati
pada sirosis, namun asupan alkohol yang berlebihan merupakan faktor
penyebab utama pada perlemakan hati dan konsekuensi yang ditimbulkannya.
Namun demikian, sirosis juga pernah terjadi pada individu yang tidak
memiliki kebiasan minum dan pada individu yang dietnya normal tapi
dengan konsumsi alkohol yang tinggi.
Faktor
lain diantaranya termasuk pajanan dengan zat kimia tertentu (karbon
tetraklorida, naftalen, terklorinasi, arsen atau fosfor) atau infeksi
skistosomiastis dua kali lebih banyak daripada wanita dan mayoritas
pasien sirosis berusia 40 – 60 tahun.
Sirosis
laennec merupakan penyakit yang ditandai oleh nekrosis yang melibatkan
sel-sel hati dan kadang-kadang berulang selama perjalanan penyakit
sel-sel hati yang dihancurkan itu secara berangsur-angsur digantikan
oleh jaringan parut yang melampaui jumlah jaringan hati yang masih
berfungsi. Pulau-pulau jaringan normal yang masih tersisa dan jaringan
hati hasil regenerasi dapat menonjal dari bagian-bagian yang
berkonstriksi sehingga hati yang sirotik memperlihatkan gambaran mirip
paku sol sepatu berkepala besar (hobnail appearance) yang khas.Sirosis
hepatis biasanya memiliki awitan yang insidus dan perjalanan penyakit
yang sangat panjang sehingga kadang-kadang melewati rentang waktu 30
tahun/lebih.
D. Manifestasi Klinis
Penyakit ini mencakup gejala ikterus dan febris yang intermiten.
Pembesaran hati. Pada awal perjalanan sirosis, hati cenderung membesar dan sel-selnya dipenuhi oleh lemak. Hati tersebut menjadi keras dan memiliki tepi tajam yang dapat diketahui melalui palpasi. Nyeri abdomen dapat terjadi sebagai akibat dari pembesaran hati yang cepat dan baru saja terjadi sehingga mengakibatkan regangan pada selubung fibrosa hati (kapsula Glissoni). Pada perjalanan penyakit yang lebih lanjut, ukuran hati akan berkurang setelah jaringan parut menyebabkan pengerutan jaringan hati. Apabila dapat dipalpasi, permukaan hati akan teraba benjol-benjol (noduler).
Pembesaran hati. Pada awal perjalanan sirosis, hati cenderung membesar dan sel-selnya dipenuhi oleh lemak. Hati tersebut menjadi keras dan memiliki tepi tajam yang dapat diketahui melalui palpasi. Nyeri abdomen dapat terjadi sebagai akibat dari pembesaran hati yang cepat dan baru saja terjadi sehingga mengakibatkan regangan pada selubung fibrosa hati (kapsula Glissoni). Pada perjalanan penyakit yang lebih lanjut, ukuran hati akan berkurang setelah jaringan parut menyebabkan pengerutan jaringan hati. Apabila dapat dipalpasi, permukaan hati akan teraba benjol-benjol (noduler).
Obstruksi
Portal dan Asites. Manifestasi lanjut sebagian disebabkan oleh
kegagalan fungsi hati yang kronis dan sebagian lagi oleh obstruksi
sirkulasi portal. Semua darah dari organ-organ digestif praktis akan
berkumpul dalam vena portal dan dibawa ke hati. Karena hati yang sirotik
tidak memungkinkan pelintasan darah yang bebas, maka aliran darah
tersebut akan kembali ke dalam limpa dan traktus gastrointestinal dengan
konsekuensi bahwa organ-organ ini menjadi tempat kongesti pasif yang
kronis; dengan kata lain, kedua organ tersebut akan dipenuhi oleh darah
dan dengan demikian tidak dapat bekerja dengan baik. Pasien dengan
keadaan semacam ini cenderung menderita dispepsia kronis atau diare.
Berat badan pasien secara berangsur-angsur mengalami penurunan.
Cairan
yang kaya protein dan menumpuk di rongga peritoneal akan menyebabkan
asites. Hal ini ditunjukkan melalui perfusi akan adanya shifting
dullness atau gelombang cairan. Splenomegali juga terjadi. Jaring-jaring
telangiektasis, atau dilatasi arteri superfisial menyebabkan jaring
berwarna biru kemerahan, yang sering dapat dilihat melalui inspeksi
terhadap wajah dan keseluruhan tubuh.
Varises
Gastrointestinal. Obstruksi aliran darah lewat hati yang terjadi akibat
perubahan fibrofik juga mengakibatkan pembentukan pembuluh darah
kolateral sistem gastrointestinal dan pemintasan (shunting) darah dari
pernbuluh portal ke dalam pernbuluh darah dengan tekanan yang lebih
rendah. Sebagai akibatnya, penderita sirosis sering memperlihatkan
distensi pembuluh darah abdomen yang mencolok serta terlihat pada
inspeksi abdomen (kaput medusae), dan distensi pembuluh darah di seluruh
traktus gastrointestinal. Esofagus, lambung dan rektum bagian bawah
merupakan daerah yang sering mengalami pembentukan pembuluh darah
kolateral. Distensi pembuluh darah ini akan membentuk varises atau
temoroid tergantung pada lokasinya. Karena fungsinya bukan untuk
menanggung volume darah dan tekanan yang tinggi akibat sirosis, maka
pembuluh darah ini dapat mengalami ruptur dan menimbulkan perdarahan.
Karena itu, pengkajian harus mencakup observasi untuk mengetahui
perdarahan yang nyata dan tersembunyi dari traktus gastrointestinal.
Kurang lebih 25% pasien akan mengalami hematemesis ringan; sisanya akan
mengalami hemoragi masif dari ruptur varises pada lambung dan esofagus.
Edema
Gejala lanjut lainnya pada sirosis hepatis ditimbulkan oleh gagal hati
yang kronis. Konsentrasi albumin plasma menurun sehingga menjadi
predisposisi untuk terjadinya edema. Produksi aldosteron yang berlebihan
akan menyebabkan retensi natrium serta air dan ekskresi kalium.
Defisiensi Vitamin dan Anemia. Karena pembentukan, penggunaan dan
penyimpanan vitamin tertentu yan tidak memadai (terutama vitamin A, C
dan K), maka tanda-tanda defisiensi vitamin tersebut sering dijumpai,
khususnya sebagai fenomena hemoragik yang berkaitan dengan defisiensi
vitamin K. Gastritis kronis dan gangguan fungsi gastrointestinal
bersama-sama asupan diet yang tidak adekuat dan gangguan fungsi hati
turut menimbulkan anemia yang sering menyertai sirosis hepatis. Gejala
anemia dan status nutrisi serta kesehatan pasien yang buruk akan
mengakibatkan kelelahan hebat yang mengganggu kemampuan untuk melakukan
aktivitas rutinsehari-hari.
Kemunduran
Mental. Manifestasi klinik lainnya adalah kemunduran fungsi mental
dengan ensefalopati dan koma hepatik yang membakat. Karena itu,
pemeriksaan neurologi perlu dilakukan pada sirosis hepatis dan mencakup
perilaku umum pasien, kemampuan kognitif, orientasi terhadap waktu serta
tempat, dan pola bicara.
E. Komplikasi
1. Hematemesis melena
2. Koma hepatikum
F. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pada
Darah dijumpai HB rendah, anemia normokrom normositer, hipokrom
mikrositer / hipokrom makrositer, anemia dapat dari akibat
hipersplemisme dengan leukopenia dan trombositopenia, kolesterol darah
yang selalu rendah mempunyai prognosis yang kurang baik.
2. Kenaikan
kadar enzim transaminase – SGOT, SGPT bukan merupakan petunjuk berat
ringannya kerusakan parenkim hati, kenaikan kadar ini timbul dalam serum
akibat kebocoran dari sel yang rusak, pemeriksaan bilirubin,
transaminase dan gamma GT tidak meningkat pada sirosis inaktif.
3. Albumin
akan merendah karena kemampuan sel hati yang berkurang, dan juga
globulin yang naik merupakan cerminan daya tahan sel hati yang kurang
dan menghadapi stress.
4. Pemeriksaan
CHE (kolinesterase). Ini penting karena bila kadar CHE turun, kemampuan
sel hati turun, tapi bila CHE normal / tambah turun akan menunjukan
prognasis jelek.
5. Kadar
elektrolit penting dalam penggunaan diuretic dan pembatasan garam dalam
diet, bila ensefalopati, kadar Na turun dari 4 meg/L menunjukan
kemungkinan telah terjadi sindrom hepatorenal.
6. Pemanjangan
masa protrombin merupakan petunjuk adanya penurunan fungsi hati.
Pemberian vit K baik untuk menilai kemungkinan perdarahan baik dari
varises esophagus, gusi maupun epistaksis.
7. Peningggian kadar gula darah. Hati tidak mampu membentuk glikogen, bila terus meninggi prognosis jelek.
8. Pemeriksaan
marker serologi seperti virus, HbsAg/HbsAb, HbcAg/ HbcAb, HBV DNA, HCV
RNA., untuk menentukan etiologi sirosis hati dan pemeriksaan AFP (alfa
feto protein) penting dalam menentukan apakah telah terjadi transpormasi
kearah keganasan.
G. Terapi / Penatalaksanaan
1. Istrahat ditempat tidur sampai terdapat perbaikan ikterus, asites, dan demam.
2. Diet
rendah protein. Bila ada asites diberikan diet rendah garam II, dan
bila proses tidak aktif, diperlukan diet tinggi protein.
3. Mengatasi infeksi dengan antibiotik.
4. Memperbaiki keadaan gizi, bila perlu dengan pemberian asam amino essensial berantai cabang dan glukosa.
5. Roboansia. Vitamin B kompleks. Dilarang makan dan minum bahan yang mengandung alkohol.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
SIROSIS HEPATIS
A. PENGKAJIAN
1. Identitas klien
a. Nama lengkap
b. Suku
c. Agama
d. Tanggal lahir
2. Riwayat Kesehatan Sekarang
Mengapa
pasien masuk Rumah Sakit dan apa keluahan utama pasien, sehingga dapat
ditegakkan prioritas masalah keperawatan yang dapat muncul.
3. Riwayat Kesehatan Sebelumnya
Apakah
pasien pernah dirawat dengan penyakit yang sama atau penyakit lain yang
berhubungan dengan penyakit hati, sehingga menyebabkan penyakit Sirosis
hepatis. Apakah pernah sebagai pengguna alkohol dalam jangka waktu yang
lama disamping asupan makanan dan perubahan dalam status jasmani serta
rohani pasien.
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah
penyakit-penyakit yang dalam keluarga sehingga membawa dampak berat
pada keadaan atau yang menyebabkan Sirosis hepatis, seperti keadaan
sakit DM, hipertensi, ginjal yang ada dalam keluarga. Hal ini penting
dilakukan bila ada gejala-gejala yang memang bawaan dari keluarga
pasien.
5. Riwayat Tumbuh Kembang
Kelainan-kelainan
fisik atau kematangan dari perkembangan dan pertumbuhan seseorang yang
dapat mempengaruhi keadaan penyakit, seperti ada riwayat pernah icterus
saat lahir yang lama, atau lahir premature, kelengkapan imunisasi, pada
form yang tersedia tidak terdapat isian yang berkaitan dengan riwayat
tumbuh kembang.
6. Riwayat Sosial Ekonomi
Apakah
pasien suka berkumpul dengan orang-orang sekitar yang pernah mengalami
penyakit hepatitis, berkumpul dengan orang-orang yang dampaknya
mempengaruhi perilaku pasien yaitu peminum alcohol, karena keadaan
lingkungan sekitar yang tidak sehat.
7. Riwayat Psikologi
Bagaimana
pasien menghadapi penyakitnya saat ini apakah pasien dapat menerima,
ada tekanan psikologis berhubungan dengan sakitnya. Kita kaji tingkah
laku dan kepribadian, karena pada pasien dengan sirosis hepatis
dimungkinkan terjadi perubahan tingkah laku dan kepribadian, emosi
labil, menarik diri, dan depresi. Fatique dan letargi dapat muncul
akibat perasaan pasien akan sakitnya. Dapat juga terjadi gangguan body
image akibat dari edema, gangguan integument, dan terpasangnya alat-alat
invasive (seperti infuse, kateter). Terjadinya perubahan gaya hidup,
perubaha peran dan tanggungjawab keluarga, dan perubahan status
financial (Lewis, Heitkemper, & Dirksen, 2000).
8. Pemeriksaan Fisik
a. Kesadaran dan keadaan umum pasien
Perlu dikaji tingkat kesadaran pasien dari sadar – tidak sadar (composmentis – coma) untuk mengetahui berat ringannya prognosis penyakit pasien, kekacuan fungsi dari hepar salah satunya membawa dampak yang tidak langsung terhadap penurunan kesadaran, salah satunya dengan adanya anemia menyebabkan pasokan O2 ke jaringan kurang termasuk pada otak.
Perlu dikaji tingkat kesadaran pasien dari sadar – tidak sadar (composmentis – coma) untuk mengetahui berat ringannya prognosis penyakit pasien, kekacuan fungsi dari hepar salah satunya membawa dampak yang tidak langsung terhadap penurunan kesadaran, salah satunya dengan adanya anemia menyebabkan pasokan O2 ke jaringan kurang termasuk pada otak.
b. Tanda – tanda vital dan pemeriksaan fisik Kepala – kaki
TD, Nadi, Respirasi, Temperatur yang merupakan tolak ukur dari keadaan umum pasien / kondisi pasien dan termasuk pemeriksaan dari kepala sampai kaki dan lebih focus pada pemeriksaan organ seperti hati, abdomen, limpa dengan menggunakan prinsip-prinsip inspeksi, auskultasi, palpasi, perkusi), disamping itu juga penimbangan BB dan pengukuran tinggi badan dan LLA untuk mengetahui adanya penambahan BB karena retreksi cairan dalam tubuh disamping juga untuk menentukan tingakat gangguan nutrisi yanag terjadi, sehingga dapat dihitung kebutuhan Nutrisi yang dibutuhkan.
TD, Nadi, Respirasi, Temperatur yang merupakan tolak ukur dari keadaan umum pasien / kondisi pasien dan termasuk pemeriksaan dari kepala sampai kaki dan lebih focus pada pemeriksaan organ seperti hati, abdomen, limpa dengan menggunakan prinsip-prinsip inspeksi, auskultasi, palpasi, perkusi), disamping itu juga penimbangan BB dan pengukuran tinggi badan dan LLA untuk mengetahui adanya penambahan BB karena retreksi cairan dalam tubuh disamping juga untuk menentukan tingakat gangguan nutrisi yanag terjadi, sehingga dapat dihitung kebutuhan Nutrisi yang dibutuhkan.
1) Hati
: perkiraan besar hati, bila ditemukan hati membesar tanda awal adanya
cirosis hepatis, tapi bila hati mengecil prognosis kurang baik,
konsistensi biasanya kenyal / firm, pinggir hati tumpul dan ada nyeri
tekan pada perabaan hati. Sedangkan pada pasien Tn.MS ditemukan adanya
pembesaran walaupun minimal (USG hepar). Dan menunjukkan sirosis hati
dengan hipertensi portal.
2) Limpa: ada pembesaran limpa, dapat diukur dengan 2 cara :
a) Schuffner, hati membesar ke medial dan ke bawah menuju umbilicus (S-I-IV) dan dari umbilicus ke SIAS kanan (S V-VIII)
b) Hacket, bila limpa membesar ke arah bawah saja.
3) Pada
abdomen dan ekstra abdomen dapat diperhatikan adanya vena kolateral dan
acites, manifestasi diluar perut: perhatikan adanya spinder nevi pada
tubuh bagian atas, bahu, leher, dada, pinggang, caput medussae dan tubuh
bagian bawah, perlunya diperhatikan adanya eritema palmaris,
ginekomastia dan atropi testis pada pria, bias juga ditemukan hemoroid.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Perubahan status nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia dan gangguan gastrointestinal.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan dan penurunan berat badan.
3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan pembentukan edema.
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Diagnosa Keperawatan 1 :
Perubahan status nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat (anoreksia, nausea, vomitus)
Tujuan : Status nutrisi baik
Intervensi :
Perubahan status nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat (anoreksia, nausea, vomitus)
Tujuan : Status nutrisi baik
Intervensi :
a. Kaji intake diet, Ukur pemasukan diit, timbang BB tiap minggu.
Rasional: Membantu dalam mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan diet. Kondisi fisik umum, gejala uremik (mual, muntah, anoreksia, dan ganggguan rasa) dan pembatasan diet dapat mempengaruhi intake makanan, setiap kebutuhan nutrisi diperhitungan dengan tepat agar kebutuhan sesuai dengan kondisi pasien, BB ditimbang untuk mengetahui penambahan dan penuruanan BB secara periodik.
Rasional: Membantu dalam mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan diet. Kondisi fisik umum, gejala uremik (mual, muntah, anoreksia, dan ganggguan rasa) dan pembatasan diet dapat mempengaruhi intake makanan, setiap kebutuhan nutrisi diperhitungan dengan tepat agar kebutuhan sesuai dengan kondisi pasien, BB ditimbang untuk mengetahui penambahan dan penuruanan BB secara periodik.
b. Berikan makanan sedikit dan sering sesuai dengan diet.
Rasional: Meminimalkan anoreksia dan mual sehubungan dengan status uremik.
Rasional: Meminimalkan anoreksia dan mual sehubungan dengan status uremik.
c. Tawarkan
perawatan mulut (berkumur/gosok gigi) dengan larutan asetat 25 %
sebelum makan. Berikan permen karet, penyegar mulut diantara makan.
Rasional: Membran mukosa menjadi kering dan pecah. Perawatan mulut menyejukkan, dan membantu menyegarkan rasa mulut, yang sering tidak nyaman pada uremia dan pembatasan oral. Pencucian dengan asam asetat membantu menetralkan ammonia yang dibentuk oleh perubahan urea (Black, & Hawk, 2005).
Rasional: Membran mukosa menjadi kering dan pecah. Perawatan mulut menyejukkan, dan membantu menyegarkan rasa mulut, yang sering tidak nyaman pada uremia dan pembatasan oral. Pencucian dengan asam asetat membantu menetralkan ammonia yang dibentuk oleh perubahan urea (Black, & Hawk, 2005).
d. Identifikasi makanan yang disukai termasuk kebutuhan kultural.
Rasional: Jika makanan yang disukai pasien dapat dimasukkan dalam perencanaan makan, maka dapat meningkatkan nafsu makan pasien.
Rasional: Jika makanan yang disukai pasien dapat dimasukkan dalam perencanaan makan, maka dapat meningkatkan nafsu makan pasien.
e. Motivasi pasien untuk menghabiskan diet, anjurkan makan-makanan lunak.
Rasional: Membantu proses pencernaan dan mudah dalam penyerapan makanan, karena pasien mengalami gangguan sistem pencernaan.
Rasional: Membantu proses pencernaan dan mudah dalam penyerapan makanan, karena pasien mengalami gangguan sistem pencernaan.
f. Berikan bahan penganti garam pengganti garam yang tidak mengandung amonium.
Rasional: Garam dapat meningkatkan tingkat absorsi dan retensi cairan, sehingga perlu mencari alternatif penganti garam yang tepat.
Rasional: Garam dapat meningkatkan tingkat absorsi dan retensi cairan, sehingga perlu mencari alternatif penganti garam yang tepat.
g. Berikan diet 1700 kkal (sesuai terapi) dengan tinggi serat dan tinggi karbohidrat.
Rasional: Pengendalian asupan kalori total untuk mencapai dan mempertahankan berat badan sesuai dan pengendalian kadar glukosa darah
Rasional: Pengendalian asupan kalori total untuk mencapai dan mempertahankan berat badan sesuai dan pengendalian kadar glukosa darah
h. Berikan obat sesuai dengan indikasi : Tambahan vitamin, thiamin, besi, asam folat dan Enzim pencernaan.
Rasional: Hati yang rusak tidak dapat menyimpan Vitamin A, B kompleks, D dan K, juga terjadi kekurangan besi dan asam folat yang menimbulkan anemia. Dan Meningkatkan pencernaan lemak dan dapat menurunkan diare.
Rasional: Hati yang rusak tidak dapat menyimpan Vitamin A, B kompleks, D dan K, juga terjadi kekurangan besi dan asam folat yang menimbulkan anemia. Dan Meningkatkan pencernaan lemak dan dapat menurunkan diare.
i. Kolaborasi pemberian antiemetik
Rasional: untuk menghilangkan mual / muntah dan dapat meningkatkan pemasukan oral
Rasional: untuk menghilangkan mual / muntah dan dapat meningkatkan pemasukan oral
2. Diagnosa Keperawatan 2 :
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan dan penurunan berat badan.
Tujuan : Peningkatan energi dan partisipasi dalam aktivitas.
Intervensi :
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan dan penurunan berat badan.
Tujuan : Peningkatan energi dan partisipasi dalam aktivitas.
Intervensi :
a. Tawarkan diet tinggi kalori, tinggi protein (TKTP).
Rasional : Memberikan kalori bagi tenaga dan protein bagi proses penyembuhan.
Rasional : Memberikan kalori bagi tenaga dan protein bagi proses penyembuhan.
b. Berikan suplemen vitamin (A, B kompleks, C dan K)
Rasional : Memberikan nutrien tambahan.
Rasional : Memberikan nutrien tambahan.
c. Motivasi pasien untuk melakukan latihan yang diselingi istirahat
Rasional : Menghemat tenaga pasien sambil mendorong pasien untuk melakukan latihan dalam batas toleransi pasien.
Rasional : Menghemat tenaga pasien sambil mendorong pasien untuk melakukan latihan dalam batas toleransi pasien.
d. Motivasi dan bantu pasien untuk melakukan latihan dengan periode waktu yang ditingkatkan secara bertahap.
Rasional : Memperbaiki perasaan sehat secara umum dan percaya diri.
Rasional : Memperbaiki perasaan sehat secara umum dan percaya diri.
3. Diagnosa Keperawatan 3 :
Gangguan integritas kulit berhubungan dengan pembentukan edema.
Tujuan : Integritas kulit baik
Intervensi :
Gangguan integritas kulit berhubungan dengan pembentukan edema.
Tujuan : Integritas kulit baik
Intervensi :
a. Batasi natrium seperti yang diresepkan.
Rasional : Meminimalkan pembentukan edema.
Rasional : Meminimalkan pembentukan edema.
b. Berikan perhatian dan perawatan yang cermat pada kulit.
Rasional : Jaringan dan kulit yang edematus mengganggu suplai nutrien dan sangat rentan terhadap tekanan serta trauma.
Rasional : Jaringan dan kulit yang edematus mengganggu suplai nutrien dan sangat rentan terhadap tekanan serta trauma.
c. Ubah posisi tidur pasien dengan sering.
Rasional : Meminimalkan tekanan yang lama dan meningkatkan mobilisasi edema.
Rasional : Meminimalkan tekanan yang lama dan meningkatkan mobilisasi edema.
d. Timbang berat badan dan catat asupan serta haluaran cairan setiap hari.
Rasional : Memungkinkan perkiraan status cairan dan pemantauan terhadap adanya retensi serta kehilangan cairan dengan cara yang paling baik
Rasional : Memungkinkan perkiraan status cairan dan pemantauan terhadap adanya retensi serta kehilangan cairan dengan cara yang paling baik
e. Lakukan latihan gerak secara pasif, tinggikan ekstremitas edematus.
Rasional : Meningkatkan mobilisasi edema.
Rasional : Meningkatkan mobilisasi edema.
f. Letakkan bantalan busa yang kecil dibawah tumit, maleolus dan tonjolan tulang lainnya.
Rasional : Melindungi tonjolan tulang dan meminimalkan trauma jika dilakukan dengan benar.
Rasional : Melindungi tonjolan tulang dan meminimalkan trauma jika dilakukan dengan benar.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sirosis
hepatis adalah penyakit hati menahun yang ditandai dengan adanya
pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya
proses peradangan nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan
ikat dan usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan
menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur
akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut
Ada 3 tipe sirosis hepatis :
1. Sirosis
portal laennec (alkoholik nutrisional), dimana jaringan parut secara
khas mengelilingi daerah portal. Sering disebabkan oleh alkoholis
kronis.
2. Sirosis
pasca nekrotik, dimana terdapat pita jaringan parut yang lebar sebagai
akibat lanjut dari hepatitis virus akut yang terjadi sebelumnya.
3. Sirosis
bilier, dimana pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati di sekitar
saluran empedu. Terjadi akibat obstruksi bilier yang kronis dan infeksi
(kolangitis).
Penatalkasanaan sirosis hepatis adalah :
1. Istrahat ditempat tidur sampai terdapat perbaikan ikterus, asites, dan demam.
2. Diet
rendah protein. Bila ada asites diberikan diet rendah garam II, dan
bila proses tidak aktif, diperlukan diet tinggi protein.
3. Mengatasi infeksi dengan antibiotik.
4. Memperbaiki keadaan gizi, bila perlu dengan pemberian asam amino essensial berantai cabang dan glukosa.
5. Roboansia. Vitamin B kompleks. Dilarang makan dan minum bahan yang mengandung alkohol.
B. Saran
1. Bagi para pembaca (mahasiswa) diharapkan dapat memetik pemahaman dari uraian yang dipaparkan diatas yaitu Sirosis Hepatis,
dan dapat mengaplikasikannya dalam lingkungan masyarkat khususnya dalam
pemberian penyuluhan untuk pencegahan/ atau pengurangan faktor
predisposisi sirosis hepatis tersebut.
2. Bagi mahasiswa, diharapkan agar terus menambah wawasan khususnya dalam bidang keperawatan.
3. Bagi
dosen pembimbing, diharapkan dapat memberi masukan, baik dalam proses
penyusunan maupun dalam pemenuhan referensi untuk membantu kelancaran
dan kesempurnaan pembuatan makalah kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA
Danis, Difa. Kamus Istilah Kedokteran. Gitamedia Press
Doenges, E Marilynn.1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC
Mansjoer, Arief. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi ketiga, Jilid 2. Jakarta: Media Aesculaplus.
Posted by : Hidayat2, pada Mei/ 12/ 2009. Askep Sirosis Hepatis. (Diakses tanggal 8 januari 2011).
www. google. com/ infeksi peurpuralis, (online). (Diakses tanggal 6 januari 2011).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar