Senin, 28 November 2011

ASKEB perdarahan pada kehamilan muda





Pengelolaan standar menyarankan untuk pemeriksaan genetik amniosentesis pada semua ibu hamil dengan usia lanjut, yaitu di atas 35 tahun. Risiko ibu terkena aneploidi adalah 1 : 80, pada usia di atas 35 tahun karena ngka kejadian kelainan kromosom/trisomi akan meningkat setelah usia 35 tahun.
Kealainan lain biasanya berhubungan dengan fertilisasi abnormal (etraploisi, triploidi). Kelainan ini tidak bisa dihubungkan dengan kelangsungan kehamilan. Tetraploidi terjadi pada 8% kejadian abortus karena kelainan kromosom, dimana terjadinya kelaian pada fase sangat awal sebelum proses pembelahan.
Struksut kromosom merupakan kelainan kromosom ketiga. Kelainan struktur terjadi pada 3% kelainan sitogenetik pada abortus. Ini menunjukan bahwa kelainan struktur kromosom sering diturunkan dari ibunya. Kelainan struktur kromosom pada pria berdampak pada rendahnya konsentrasi sperma, infertilitas, dan bisa mengurangi peluang kehamilan dan terjadinya keguguran.
Kelainan sering juga berupa gen yang abnormal, mungkin karena adanya mutasi gen yang bisa menganggu proses implantasi bahkan menyebabkan abortus berulang adalah miotonis distriphy, yang berupa autosom dominan dengan penetrasi yang tinggi, kelainan ini progresif dan penyebab abortusnya mungkin karena kombinasi gen yang abnormal dan mengganggu fungsi uterus.
Gangguan jaringan konektif lain, misalnya sindroma Marfan, sindroma Ehlers-Danlos, homosisteinuri dan pseudoxanthoma elasticcum. Juga pada perempuan dengan sicle cell anemia berisiko tinggi mengalami abortus. Hal ini karena mioinfark pada plasenta. Kelainan hematologik lan menyebabkan abortus misalnya disfibrinogenemi, defisiensi faktor XIII dan hipofibrinogenemi afibrinogenemi kongenital.
Abortus abnormal bisa disebabkan oleh penyatuan dari 2 kromosom yang abnormal dimana bila kelainannya hanya pada salah satu orangtua, faktor tersebut tidak diturunkan. Studi yang pernah dilakukan menunjukan bahwa bila didapatkan kelainan kariotipe pada kejadian abortus, maka kehamilan berikutnya juga berisiko abortus.

Penyebab anatomik
Defek anatomi uterus diketahui sebagaui penyebab komplikasi obstetrik, seperti abrtus berulang, prematuritas serta malpresentasi janin. Insiden kelainan bentuk uterus berkisar 1/200 sampai 1/600 perempuan. Pada perempuan dengan riwayat abortus, ditemukan anomali uterus pada 27% . penyebab abortus terbanyak karena kelainan anatomik uterus adalah septum uterus kemudian uterus bikornis atau uterus didelfis atau unikornis. Mioma uteri bisa menyebabkan infertilitas maupun abortus berulang. Sebagian mioma tidak memberikan gejala, hanya berukuran bersar atau memasuki kavum uteri yang akan menimbulkan gangguan.
Sindroma asherman bisa menyebabkan gangguan gangguan tempat implantasi serta pasokan darah permukaan endometrium. Risiko abortus antara 25-0% bergantung pada berat atau ringannya gangguan. Untuk mendiagnosis ini dapat digunakan histerosalpingografi (HSG) dan USG.

Penyebab autoimun
Terdapat hubungan yang nyata antara abortus berulang dengan penyakit autoimun, misalnya Sistematic Lupus Erithematosus (SLE) dan Antiphospolipid Antibodies (aPA). aPA merupakan antibodi yang akan berikatan dengan sisi negatif dari fosfolipid. Paling sedikt ada 3 bentuk aPA yang diketahui mempunyai arti klinis yang penting, yaitu Lupus Anticoagulant (LAC), Anticardiolipin Antibodies (aCLs), dan Biologokally False-positive untuk syphilis (FP-STS). APS (Antiphospholipid syndrome) sering juga ditemukan pada beberapa keadaan obstetri misalnya pada preeklamsi, IUGR, dan prematuritas. Beberapa keadaan lain yang berhubungan dengan APS yaitu trombosis arteri-vena, trombositopeni autoimun, anemia hemolitik, dan hipertensi pulmonum.
The International Consensus Workshop pada 1998 mengajukan klasifikasi kriteria untuk APS, yaitu meliputi:
1. Trombosis vaskular
- satu atau lebih episode trombosis arteri, venosa atau kapilar yang dibuktikan dengan gambaran Doppler, pencitraan, atau histopatologi.
- Pada histopatologi, trombosisnya tanpa disertai gambaran inflamasi.
2. Komplikasi kehamilan
- tiga atau lebih kejadian abortus dengan sebab yang tidak jelas, tanpa kelainan anatomik, genetik, atau hormonal
- satu atau lebih kematian janin dimana gambaran morfologi secara sonografi normal
- satu atau lebih persalinan prematur dengan gambaran janin normal dan berhubungan dengan preeklamsi berat atau insufisiensi plasenta yang berat.
3. kriteria laboratorium
- aCL : IgG atau IgM dengan akdar yang sedang atau tinggi pada 2 kali atau lebih pemeriksaan dengan jarak lebih dari atau sama dengan6 minggu.
- aCL diukur dengan metode ALISA standar.
4. Fosfolpid / antikoagulan
- Pemanjangan tes skrining koagulasi fosfolipid (misalnya aPTT, CT). Kegagalan untuk memperbaiki tes skrining yang memanjang dengan penambahan plasma platelet normal.
- Adanya perbaikan tes yang memanjang dengan penambahan fospolipid
- Singkirkan dulu kelainan pembekuan darah yang lain dan pemakaian heparin.

Penyebab infeksi
· bakteri
- Listerisa monositogenesis
- Klamidia trachomatis’
- Ureaplasma urealitikum
- Mikoplasma hominis
- Bakterial baginosis
· Virus
- Sitomegalovirus
- Rubella
- HSV
- HIV
- Parvovirus
· Parasit
- Toksoplasmosis gondii
- Plasmodium falsiparum
· Spirokaeta
- Treponema pallidum

· Adanya metabolik toksis, endotoksin, eksotoksin, dan sitokin yang berdampak langsung pada janin atau unit fetoplasenta.
· Infeksi janin yang bisa berakibat pada kematian janin atau cacat berat sehingga janin sulit untuk bertahan hidup.
· Infeksi plasenta yang berakibat pada insufisiensi plasenta dan bisa berlanjut pada kematian janin.
· Infeksi kronis endometrium dari penyebaran kuman genitalia bawah ; mikroplasma hominis, Klamidia, ureaplasma urealitikum, HSV) yang bisa mengganggu proses implantasi.
· Amnionitis ; kuman Gram positif dan negatif, Listeria monositogenes.
· Memacu perubahan genetik dan anatomik embrio, umumnya oleh karena virus selama kehamilan awal ; Rubella, parvovirus B19, sitomegalovirus, koksakieuvirus B, varisela-zoster, kronik setomegalovirus CMV, HSV.

Faktor lingkungan
Diperkirakan 1-10% malformasi janin akibat dari paparan obat, bahan kimia, atau radiasi dan umumnya berakhir dengan abortus, misalnya paparan terhadap buangan gas anastesi dan tembakau. Rokok diketahui mengandung ratusan unsur toksik, antara lain nikotin yang telah diketahui mempunyai efek vasoaktif sehingga menghambat sirkulasi uteroplasenta. Karbon monoksida juga menurunkan pasokan oksigen ibu dan janin serta memacu neurotoksin. Dengan adanya gangguanpada sistem sirkulasi fetoplasenta dapayt terjadi gangguan pertumbuhan janin yang berakibat terjadinya abortus.

Faktor Hormonal
Ovulasi, implantasi serta kehamilan dini bergantung pada kordinasi yang baik dengan sistem pengaturan hormon maternal, oleh karena itu, perlu perhatian langsung terhadap sistem hormon secara keseluruhan, fase luteal, dan gambaran hormon setelah konsepsi terutama kadar progesteron.
  • Diabetes melitus
Perempuan dengan diabetes yang dikelola dengan baik risiko abortus tidak lebih jelek jika dibandingkan dengan perempouan yang tanpa diabetes. Akan tetapi perempuan diabetes dengan kadar HbA1c tinggi pada trimester pertama, risiko abortus dan malformasi janin meningkat signifikan. Diabetes jenis dependen-insulin dengan kontrol glukosa tidak adekuat punya peluang 2-3 kali lipat mengalami abortus.

  • Kadar progesteron yang rendah
Progesteron punya peran penting dalam mempengaruhi reseptivitas endometrium terhadap implantasi embrio. Proses fisiologi korpus luteum diduga bahwa kadar progesteron yang rendah berhubungan dengan risiko abortus. Suport fase luteal punya peran kritis pada kehamilan sekitar 7 minggu, yaitu saat dimana trofoblas harus menghasilkan cukup steroid untuk menunjang kehamilan. Pengangkatan korpus luteum sebelum 7 minggu akan menyebabkan abortus. Dan bila progesteron diberikan pada pasien ini, kehamilan bisa diselamatkan.

  • Defek fase luteal
Konsep insufisiensi korpus luteum saat fase luteal 23-60% perempuan dengan abortus berulang. Sayangnya belum ada metode yang bisa dipercaya untuk mendiagnosa gangguan ini. Penelitian terhadap perempuan yang mengalami abortus 3 kali didapatkan 17% kejadian defek fase luteal dan 50% perempuan dengan histologi defek fase luteal punya gambaran progesteron yang normal.

  • Pengaruh hormonal terhadap imunitas desidua
Perubahan endometrium jadi desidua mengubah semua sel pada mukosa uterus. Perubahan morfologi dan fungsional ini mendukung proses implantasi juga proses migrasi trofoblas dan mencegah invasi yang berlebihan pada jaringan ibu. Di sini berperan penting interaksi antara infiltrasi leukosit pada mukosa uterus sebagian besar sel ini berupa Large Granular Limfositis (LAL) dan makrofag, dengan sedikit sel T dan sel B. Sel NK dijumpai dalam jumlah banyak, terutama pada endometrium yang terpapar progesteron. Peningkatan sel NK pada tempat implantasi saat trimester pertama mempunyai peran penting dalam kelangsungan proses kehamilan karena ia akan mendahului membunuh sel target dengan sedikit atau tanpa ekspresi HLA. Trofoblas ekstrafillous (dengan pembentukan cepat HLA1 ) tidak bisa dihancurkan oleh sel NK desidua, sehingga memungkinkan terjadinya invasi optimal untuk plasentasi yang normal.


C. Faktor Predisposisi
a. Usia
- 12% pada wanita berusia <20 tahun dan meningkat 26% pada mereka yang berusia > 40 tahun.

b. Paritas
- semakin tinggi paritas, semakin besar kejadian abortus.

c. Ekonomi
- Keterbatasan ekonomi menyebabkan ketidakcukupan dalam memenuhi kebutuhan nutrisi janin, sehingga menyebabkan janin kurang berkembang dan berkomplikasi menjadi abortus.


D. Patofisiologi

Pada permulaan terjadi perdarahan dalam desidua basalis, diikuti oleh nekrosis jaringan sekitarnya, kemudian sebagian atau seluruh hasil konsepsi terlepas. Karena dianggap benda asing, maka uterus akan berkontraksi untuk mengeluarkannya. Pada kehamilan di bawah 8 minggu, hasil konsepsi dikeluarkan seluruhnya, karena vili korialis belum menembus desidua terlalu dalam. sedangkan pada kehamilanlan 8-14 minggu, telah masuk agak dalam, sehingga sebagian keluar dan sebagian lagi akan tertingga atau melekat pada uterus. Hilangnya kontraksi yang dihasilkan dari aktivitas kontraksi dan retraksi miometrium menyebabkan banyak terjadi perdarahan.
Fetus dan plasenta keluar bersamaan pada saat aborsi yang terjadi sebelum minggu ke sepuluh, tetapi terpisah kemudian. Ketika plasenta, seluruh atau sebagian tertinggal didalam uterus, perdarahan terjadi dengan cepat atau kemudian.
Abortus biasanya disertai oleh perdarahan ke dalam desidua basalis dan nekrosis di jaringan dekat tempat perdarahan. Ovum menjadi terlepas, hal ini memicu kontraksi uterus yang menyebabkan ekspulsi. Apabila kantung di buka biasanya di jumpai janin kecil yang mengalami maserasi dan dikelilingi oleh cairan, atau mungkin tidak tampak janin di dalam kantung dan di sebut blighted ovum.

E. Klasifikasi Abortus spontan
Abortus spontan juga di kenal dengan istilah keguguran, terjadi alami, tanpa perlu di induksi. Kurang lebih 10-15% kehamilan yang telah di diagnosa secara klinis berakhir dengan keguguran. Alasan utama terjadinya keguguran pada awal kehamilan ini ialah kelainan genetik mencapai 75-90% total keguguran, alasan lain tejadinya kadar progesteron yang tidak normal, kelainan pada kelenjar thyroid, diabetes yang tidak terontrol, kelainan pada rahim, infeksi dan penyakit autoimun lain. Diagnosa abors spontan terjadi dalam berbagai bentuk diantaranya aborsi iminen, aborsi insipien, missed abortion, dan abortus inkomplit.

1. Abortus Iminens
Ditandai dengan perdarahan pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu, ibu mungkin mengalami mulas atau tidak sama sekali. Pada abortus jenis ini, hasil konsepsi atau janin masih berada di dalam, dan tidak disertai pembukaan (dilatasi serviks). Kehamilan dipertimbangkan terancam setiap kali terjadi perdarahan pervaginam selama pertengahan pertama kehamilan. Abortus iminens dapat disertai nyeri akibat kram pada abdomen bawah atau nyeri pada punggung bawah tetapi bisa juga tidak.
Prognosis untuk kelanjutan kehamilan bisa buruk jiKa seorang wanita mengalami kombinasi perdarahan dan nyeri. Untuk menentukan sumber perdarahan dan memulai terapi, jiKa memang diperlukan kehamilan perlu evaluasi dengan melakukan pemerilksaan fisik, serum B- HCG dan progesteron serta USG.

Tanda dan gejala
- Perdarahan :sedikit
- Nyeri/mules :tidak ada
- pembukaan ostium :tertutup
Penanganan
a. Istirahat baring agar aliran darah ke uterus bertambah dan rangsang mekanik berkurang.
b. Periksa denyut nadi dan suhu badan dua kali sehari.
c. Tes kehamilan dan pemeriksaan USG untuk menentukan keadaan janin.


2. Abortus Insipiens
Abortus insipiens ialah peristiwa perdarahan uterus pada kehamilan kurang dari 20 minggu dengan adanya dilatasi serviks yang meningkat, tetapi hasil konsepsi masih dalam uterus. Dalam hal ini rasa mules menjadi lebih sering dan kuat, perdarahan bertambah.
Ketika abortus spontan hampir dapat dipastiKan akan terJadi dan tidak dapat dihentikan, maka abortus tersebut termasuk dalam golongan abortus insipien. Terjadi perdarahan pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu dan disertai mulas yang sering dan kuat. Pada abortus jenis ini terjadi pembukaan atau dilatasi serviks tetapi hasil konsepsi masih di dalam rahim apabila wanita tersebut berada pada trimester pertama kehamilan, tidak ditemukan perdarahan atau nyeri berlebihan, tanda-tanda vital dalam batas normal, tidak mengalami distress dalam batas normal, dan kadar hematokrit terakhir mencapai 30%.

Tanda dan gejala
- Perdarahan :sedikit
- Nyeri/mules :ringan
- pembukaan ostium :terbuka

Penanganan
  • Pilihan yang pertama adalah cónsultasi dengan dokter untuk membantu mengakhiri kehamilan dengan cara penyedotan/suction.
  • pilihan lain adalah beristirahat di rumah dan menunggu sampai terjadi abortus spontan. Apapun yang menjadi pilihan jangan lupa menjelaskan situasi yang dihadapi Kepada dokter.
  • Bila janin sudah keluar tetapi plasenta masih tertinggal, lakukan pengeluaran plasenta secara manual.


3. Abortus Inkomplet
Terjadi pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu, sementara sebagian masih berada di dalam rahim. Terjadi dilatasi serviks atau pembukaan, jaringan janin dapat diraba dalam rongga uterus atau sudah menonjol dari os uteri eksternum. Perdarahan tidak akan berhenti sebelum sisa hasil konsepsi dikeluarkan, sehingga harus dikuret.
Abortus inkomplit terjadi ketika placenta tidak keluar bersama janin pada saat terjadi aborsi. Placenta (sebagian/semuanya) yang tertinggal pada akhirnya akan menyebabkan perdarahan yang akan bertambah parak/infeksi.

Tanda dan gejala
- Perdarahan :banyak
- Nyeri/mules :berat/hebat
- pembukaan ostium :terbuka

Penanganan
· Terutama jika aborsi terjadi saat trimester kedua. Bidan dianjurkan untuk melibatkan dokter, consultan dalam penatalaksanaan infeksi dan evakuasi uterus secara komplit.
· Bila disertai syok karena perdarahan, berikan infus cairan NaCl fisiologis atau RL dan selekas mungkin ditransfusi darah.
· Setelah syok teratasi, lakukan kuretase lalu suntikkan ergometrin 0,2 mg IM.
· Bila janin sudah keluar tetapi plasenta masih tertinggal,lakukan pengeluaran plasenta secara manual.
· Berikan antibiotik untuk mencegah infeksi.


4. Abortus komplet
Pada abortus jenis ini, semua hasil konsepsi dikeluarkan sehingga rahim kosong. Biasanya terjadi pada awal kehamilan saat plasenta belum terbentuk. Perdarahan mungkin sedikit dan os uteri menutup dan rahim mengecil. Pada wanita yang mengalami abortus ini, umumnya tidak dilakukan tindakan apa-apa, kecuali jika datang ke rumah sakit masih mengalami perdarahan dan masih ada sisa jaringan yang tertinggal, harus dikeluarkan dengan cara dikuret.

Tanda dan gejala
- Perdarahan :sedikit
- Nyeri/mules :tidak ada
- pembukaan ostium :tertutup

Penanganan
· Bila kondisi pasien baik, berikan ergometrin 3 x 1 tablet selama 3-5 hari.
· Bila pasien anemia berikan hematinik.
· Berikan antibiotik untuk mencegah infeksi.
· Anjurkan pasien untuk diet tinggi protein,vitamin dan mineral

5. Missed abortion
pada missed abortion janin telah meninggal tetapi hasil konsepsi masih ada di dalam rahim selama beberapa jangka waktu yang lebih panjang (2 minggu atau lebih).
Tanda dan gejala
- Perdarahan :terdapat bercak
- Nyeri/mules :terdapat nyeri abdomen/punggung (bisa ada/bisa tidak)
- pembukaan ostium :tertutup
- kondisi pada awal kehamilan normal tanpa disertai tanda kemunkinan dan dugaan kehamilan.
- penambahan tinggi fundus uteri bukan saja terhenti, tetapi tidak berapa lama kemudian rahim pun akan menjadi kecil ( akibat maserasi janin dan penyerapan cairan amnion.
- kelenjar susu yang sebelumnya mengalami perubahan kembali ke keadaan semula.
- wanita tertentu mengalami penurunan berat badan.
- amenore menetap.
- tidak ada denyut jantung.
Penanganan
· Bila kadar fibrinogen normal, segera keluarkan hasil konsepsi dengan cunam ovum lalu dengan kuret tajam.
· Bila kadar fibrinogen rendah, berikan fibrinogen kering atau segar sesaat sebelum atau ketika mengeluarkan hasil konsepsi.

6. Abortus habitualis
Abortus habitualis adalah istilah yang diberikan ketika seorang wanita mengalami abortus spontan sebanyak tiga kali atau lebih secara berurutan. Apabila wanita tersebut sudah berulang kali mengalami aborsi, maka ia perlu dipertimbangkan untuk mendapat konseling genetik dan pemeriksaan endokrinologi. Kelainan perkembangan saluran alat reproduksi (uterus bikornis dua tonjolan dan septum vagina) harus disingkirkan untuk wanita yang berulangkali mengalami abortus spontan atau keguguran pada trimester kedua.
Perawatan lanjutan pada wanita yang dilakukan oleh tim dokter/bidan antara lain : memberi dukungan selama proses berduka, konseling tentang penggunaan alat kontrasepsi dan kembali melakukan hubungan seksual dalam kurun waktu dua hingga empat minggu, serta konseling mengenai kehamilan di masa mendatang.
Tanpa memperhatikan tipe abortus spontan, semua ibu dengan Rh-negative harus mendapat immuniglobulin Rh (RhoGAM) dalam waktu 72 jam setelah abortus berlangsung.

Penanganan
· Konseling genetik dan pemeriksaan endokrinologi
· Semuan ibu dengan Rh-negative harus mendapatkan immunoglobulin Rh (RhoGAM) dalam waktu 72 jam setelah abortus berlangsung.
· Dokter boleh memberikan oksitosin atau prostaglandin per infuse untuk terminasi kehamilan atau untuk mengeluarkan hasil konsepsi.
· Darah diambil untuk dilihat kecocokan golongan darah dan dihitung jumlah perdarahannya.
· Pemeriksaan USG.


F. Komplikasi
1. Perdarahan
Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil konsepsi dan jika perlu pemberian transfusi darah. Kematian karena perdarahan dapat terjadi apabila pertolongan tidak diberikan pada waktunya.
2. Perforasi
Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam posisi hiperretrofleksi. Terjadi robekan pada rahim, misalnya abortus provokatus kriminalis. Dengan adanya dugaan atau kepastian terjadinya perforasi, laparatomi harus segera dilakukan untuk menentukan luasnya perlukaan pada uterus dan apakah ada perlukan alat-alat lain.
3. Syok
Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan (syok hemoragik) dan karena infeksi berat.
4. Infeksi
Sebenarnya pada genitalia eksterna dan vagina dihuni oleh bakteri yang merupakan flora normal. Khususnya pada genitalia eksterna yaitu staphylococci, streptococci, Gram negatif enteric bacilli, Mycoplasma, Treponema (selain T. paliidum), Leptospira, jamur, Trichomonas vaginalis, sedangkan pada vagina ada lactobacili,streptococci, staphylococci, Gram negatif enteric bacilli, Clostridium sp., Bacteroides sp, Listeria dan jamur. Umumnya pada abortus infeksiosa, infeksi terbatas padsa desidua. Pada abortus septik virulensi bakteri tinggi dan infeksi menyebar ke perimetrium, tuba, parametrium, dan peritonium. Organisme-organisme yang paling sering bertanggung jawab terhadap infeksi paska abortus adalah E.coli, Streptococcus non hemolitikus, Streptococci anaerob, Staphylococcus aureus, Streptococcus hemolitikus, dan Clostridium perfringens. Bakteri lain yang kadang dijumpai adalah Neisseria gonorrhoeae, Pneumococcus dan Clostridium tetani. Streptococcus pyogenes potensial berbahaya oleh karena dapat membentuk gas.
5. Kematian
Abortus terkomplikasi berkontribusi terhadap kematian ibu sekitar 15%. Data tersebut seringkali tersembunyi di balik data kematian ibu akibat perdarahan atau sepsis. Data lapangan menunjukkan bahwa sekitar 60-70% kematian ibu disebabkan oleh perdarahan, dan sekitar 60% kematian akibat perdarahan tersebut, atau sekitar 35-40% dan seluruh kematian ibu, disebabkan oleh perdarahan postpartum. Sekitar 15-20% kematian ibu disebabkan oleh sepsis.

G. Peran bidan

1. Deteksi dini

a. Kenali riwayat penyakit pada ibu

- Kapan abortus terjadi
- Mencari kemungkinan adanya toksin, lingkungan dan pecandu obat (naza).
- Infeksi ginekologi dan obstetri.
- Penyakit genetika antara suami istri
- Riwayat keluarga yang pernah mengalami terjadinya abortus
b. lakukan pemeriksaan fisik secara umum
c. anjurkan ibu untuk melakukan pemeriksaan USG, pemeriksaan darah lengkap termasuk trombosit, kultur cairan serviks (mycoplasma, ureaplasma,chlamdia) bila diperlukan.

  1. Penanganan secara umum
Penanganan tergantung kondisi pasien.
Prinsip manajemen :
· Memperkirakan kondisi ibu
· Memperkirakan kondisi janin
· Memberikan support emosional pada ibu dan keluarganya
· Memberikan edukasi pada anggota keluarga
· Memberikan ketenangan dan dukungan dan mengizinkan pasien mengutarakan masalahnya dan untuk menerima kenyataan yang terjadi
· Menjalankan pengobatan dokter

Perawatan secara psikologis
Hal ini sangat penting bahwa bidan harus mengetahui kondisi emosional pasien pada saat itu. Aborsi bisa menjadi suatu kejadian yang menyedihkan pada kehidupan wanita. Dapat juga menjadi sebuah pengalaman dengan perasaan yang ambivalen seperti depresi, gelisah, malu, perasaan gagal dan keputusasaan, dan dia mungkin merasakan ketidakmampuan memberikan anak pada suaminya. Wanita tersebut membutuhkan konseling dan dukungan dan bidan yang mengetahui masalah tersebut harus dapat memberikan dorongan dan dukungan, mengerti dan empati. Bidan jarus menjadi seorang pendengar yang baik dan mengizinkan pasien untuk megutarakan perasaan ketakutan dan kegelisahannya. Bidan juga harus memberikan dukungan emosional pada keluarganya apabila memungkinkan.

Perawatan secara fisik
- Perawatan segera
v Mengambil data yang lengkap, ringkas, dan akurat dari kejadian yang menyebabkan wanita tersebut masuk rumah sakit.
v Bed rest total.
v perhatikan Kondisi umum pasien : warna kulit, hidrasi dan tanda-tanda syok.
v Semua tanda-tanda vital dimonitoring dan dicatat : suhu badan, nadi, respirasi, tekanan darah.
v Pemberian infuse intravena ketika kondisi pasien tidak baik
- Perawatan lanjutan pasca operasi
Perawatan pasien setelah kembali dari ruang operasi :
§ Jaga diet dan kesehatan pasien
§ Pantau intake output setiap 4 jam sedikitnya selama 24 jam pertama sampai dia mampu ke toilet sendiri.
§ Pesonal hygiene dan personal toilet dibantu selama pasien belum mampu melakukannya sendiri.

3. Pencegahan:
Ø Mengikuti pola hidup sehat seperti makan makanan bergizi, tidur teratur, melakukan aktivitas yang tidak berlebihan serta menghindari rokok, minuman beralkohol, makanan yang kurang masak/mentah dll.
Ø Sebaiknya hubungan seks pada kehamilan trimester I dibatasi dan harus hati-hati, karena sperma mengandung zat yang disebut prostaglandin yang dapat menyebabkan kontraksi rahim.




2. Mola hidatidosa atau Hamil Anggur



A. Definisi
Mola Hidatidosa (MH) disebut juga Hydatidiform Mole, Vesicular Mole, Hydatid Mole, Hydatidiform Degeneration of the Chorion
Adalah jonjot-jonjot korion (chorionic villi) yang tumbuh berganda berupa gelemung-gelembung kecil yang mengandung banyak cairan sehingga menyerupai buah anggur atau mata ikan. Kelainan ini merupakan neoplasma trofoblas yang jinak (benigna). ( Mochtar, Rustam, dkk, Sinopsis Obstetri Jilid 1).
Mola hidatidosa adalah perubahan abnormal dari villi korionik menjadi sejumlah kista yang menyerupai anggur yang dipenuhi dengan cairan. Embrio mati dan mola tumbuh dengan cepat, membesarnya uterus dan menghasilkan sejumlah besar human chorionic gonadotropin (hCG) (Hamilton, C. Mary, 1995).
Mola hidatidosa adalah kelainan villi chorialis yang terdiri dari berbagai tingkat proliferasi tropoblast dan edema stroma villi. (Jack A. Pritchard, dkk, 1991).

B. Etiologi
Mola hidatidosa berasal dari plasenta dan/atau jaringan janin sehingga hanya mungkin terjadi pada awal kehamilan. Massa biasanya terdiri dari bahan-bahan plasenta yang tumbuh tak terkendali.
Pada kehamilan normal, seharusnya kadar serum betaHCG mulai menghilang pada usia kehamilan 14 minggu. Sedangkan pada MH komplit, level betaHCG terus meningkat setelah usia kehamilan 14 minggu.
Penyebab mola hidatidosa tidak diketahui secara pasti, namun faktor penyebabnya adalah :
a. Faktor ovum : ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi terlambat dikeluarkan.
b. Imunoselektif dari tropoblast
c. Keadaan sosio-ekonomi yang rendah
d. Paritas tinggi
e. Defisiensi protein (teori Acosta Sison)
Sel telur kosong bisa disebabkan oleh rendahnya kadar protein dalam tubuh ibu hamil, sehingga sel telur normal yang siap dibuahi tidak pernah terbentuk.
f. Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas


C. Klasifikasi
Mola hidatidosa dapat terbagi menjadi :
1. Mola hidatidosa komplet (klasik), jika tidak terdapatnya mudigah (embrio) ataupun janin (fetus), maupun tali pusat, dan selaput amnion
Villi korion berubah menjadi massa vesikel dengan ukuran bervariasi dari sulit terlihat sehingga diameter beberapa centimeter. Histologinya memiliki karekteristik, yaitu :

· Terdapat degenerasi hidrofik & pembengkakan stroma villi
· Tidak ada pembuluh pada villi yang membengkak
· Proliferasi dari epitel trofoblas dengan bermacam-macam ukuran
· Tidak adanya mudigah (embrio) ataupun janin (fetus), maupun tali pusat, dan selaput amnion
2. Mola hidatidosa inkomplet (parsial), jika terdapat mudigah atau janin baik hidup ataupun mati, tali pusat dan selaput amnion.
Masih tampak gelembung yang disertai janin atau bagian dari janin. Umumnya janin masih hidup dalam bulan pertama. Tetapi ada juga yang hidup sampai aterm. Pada pemeriksaan histopatologik tampak dibeberapa tempat villi yang edema dengan sel trofoblas yang tidak begitu berproliferasi, sedangkan tempat lain masih banyak yang normal.


D. Faktor predisposisi
  1. Faktor umur
Resiko MH paling rendah pada umur 20-35 tahun. Resiko MH naik pada kehamilan remaja < 20 tahun. Naik sangat tinggi pada kehamilan remaja < 15 tahun, kira-kira 20 x lebih besar. Lebih tinggi pada umur > 40 tahun.
  1. Faktor alat reproduksi
Defek pada ovarium, abnormalitas pada uterus.
  1. Faktor riwayat kehamilan mh sebelumnya
Wanita MH sebelumnya, punya risiko lebih besar naiknya kejadian MH berikutnya.
  1. Faktor kehamilan ganda
Mempunyai risiko yang meningkat untuk terjadinya MH.
  1. Faktor kebangsaan / etnik
Wanita kulit hitam meningkat, dibanding wanita lainnya. Euroasian turun dua kali lipat dibanding wanita Cina, India atau Malaysia.
  1. Faktor makanan dan minuman
Angka kejadian MH tinggi diantara wanita miskin, diet yang defisiensi nutrisi antara lain defisiensi protein, asam folat, karoten.
  1. Faktor sosial ekonomi
Resiko MH tinggi pada sosial ekonomi rendah (kontroversi).
  1. Faktor lain
Faktor hubungan keluarga/consanguinity, faktor merokok, faktor toksoplasmosis.

E. Pathofisiologi
Ada beberapa teori yang diajukan untuk menerangkan patogenesis dari penyakit trofoblast :
1. Teori missed abortion.
Mudigah mati pada kehamilan 3 – 5 minggu karena itu terjadi gangguan peredarah darah sehingga terjadi penimbunan cairan masenkim dari villi dan akhirnya terbentuklah gelembung-gelembung.
2. Teori neoplasma dari Park.
Sel-sel trofoblast adalah abnormal dan memiliki fungsi yang abnormal dimana terjadi reabsorbsi cairan yang berlebihan ke dalam villi sehigga timbul gelembung.
Studi dari Hertig lebih menegaskan lagi bahwa mola hidatidosa semata-mata akibat akumulasi cairan yang menyertai degenerasi awal atau tidak adanya embrio komplit pada minggu ke 3 dan ke 5. Adanya sirkulasi maternal yang terus menerus dan tidak adanya fetus menyebabkan trofoblast berproliferasi dan melakukan fungsinya selama pembentukan cairan.(Silvia, Wilson, 2000).




F. Tanda dan gejala
  • Amenore/tidak haid
· Derajat keluhan mual muntah lebih hebat (10%)
· Uterus lebih besar dari usia kehamilan
· Terjadi pada bulan 1-7, rata-rata usia kehamilan 12-14 minggu
  • Tidak ditemukan tanda kehamilan pasti seperti balotemen dan bunyi jantung janin.
  • Pembesaran rahim yang terkadang diikuti perdarahan pervaginam (gejala utama, sekitar 90%), dan bercak berwarna merah darah atau coklat, pada keadaan lanjut dapat keluar materi seperti anggur pada pakaian dalam.
  • β-hCG dalam darah atau urin (> 14 hari).

G. Komplikasi

· Perdarahan hebat sampai syok .
· Anemia akibat perdarahan berulang.
· Infeksi sekunder.
· Perforasi karena keganasan dan tindakan.
· Menjadi ganas pada 18-20% kasus, menjadi kariokarsinoma.


H. Diagnosa Banding
Kehamilan dengan mioma, abortus, hidramnion, dan gemeli.

I. Penatalaksanaan
v Deteksi dini
Anamnesa
- Terdapat gejala hamil muda yang kadang lebih nyata dari hamil biasa
- Terdapat perdarahan yang sedikit atau banyak, tidak teratur, warna merah atau kecoklatan seperti bumbu rujak.
- Pembesaran uterus tidak sesuai (lebih besar) dengan tua kehamilan seharusnya.
- Keluar jaringan mola seperti buah anggur atau mata ikan (tidak selalu ada), yang merupakan diagnosa pasti.
Inspeksi
- Muka dan terkadang badan telihat pucat kekuningan yang disebut muka mola (mola face).
- Jika gelembung mola keluar dapat dilihat jelas.


Palpasi
- Teraba uterus membesar tidak sesuai dengan tuanya kehamilan, tidak teraba bagian janin, gerakan janin, balotemen.
- Teraba lembek
- Adanya fenomena harmonika, yaitu darah dan gelembung mola keluar, dan fundus uteri turun, lalu naik lagi karena terkumpulnya darah baru.
Auskultasi
- Tidak terdengar djj
- Terdengar bising dan bunyi khas
Periksa dalam
- Vagina uterus membesar
- Bagian bawah uterus lembut dan tipis
- Serviks terbuka dapat diketemukan gelembung MH
- Perdarahan
- Terdapat jaringan dalam kanalis servikalis dan vagina
- Evaluasi keadaan serviks
- Sering disertai adanya Kista Teka Lutein Ovarium (KTLO)
Tes Diagnostik
1. Pemeriksaan kadar β-hCG
Pada mola terdapat peningkatan kadar β-hCG darah atau urin
2. Uji Sonde (Acosta Sison)
Sonde (penduga rahim) dimasukkan pelan-pelan dan hati-hati ke dalam kanalis servikalis dan kavum uteri. Bila tidak ada tahanan, sonde diputar setelah ditarik sedikit, bila tetap tidak ada tahanan, kemungkinan mola. (cara Acosta-Sison)
3. Foto rontgen abdomen
Tidak terlihat tulang-tulang janin
4. Foto thoraks
Ada gambaram emboli udara.
5. Ultrasonografi
Akan terlihat badai salju (snow flake pattern) dan tidak terlihat janin.
(Arif Mansjoer, dkk, 2001)
v Penanganan Awal
Ø Tangani keadaan umum
Ø Pengeluaran jaringan mola (Evakuasi)
Ada 2 cara:
a. Dilatasi & kuretase
Didilatasi batang laminaria atau dengan dilatator hegar, evakuasi memakai cunam abortus, dilanjutkan dengan memakai sendok kuret atau vakum kuret (suction curettage).
Sambil diberikan uterotonika (oksitosin atau prostaglandin, 20-40 unit oksitosin dalam 250 cc darah atau 50 unit oksitosin dalam 500 cc NaCl 0,9%) untuk memperbaiki kontraksi, sedia darah untuk antisipasi jika terjadi perdarahan.
Pada penderita MH komplit seharusnya dilakukan kuret beberapa kali, sampai rahim benar-benar bersih dari sel trofoblast yang abnormal.
Pemeriksaan tindak lanjut (Follow up)
Setelah prosedur tersebut, dilakukan pengukuran kadar HcG darah dan air seninya secara teratur selama 1 tahun untuk memastikan hormon HcG kembali normal dan tidak ada pertumbuhan jaringan plasenta lagi. Jika seluruh mola telah terbuang, maka dalam waktu 8 minggu kadar HcG akan kembali normal.
Wanita yang pernah menjalani pengobatan untuk mola sebaiknya tidak hamil dulu dalam waktu 1 tahun pertama untuk menghindari keganasan atau kariokarsinoma.

b. Histerektomi Abdominal
Tindakan pengosongan isi kavum uteri dengan sayatan pada korpus uteri bagian depan. Pengeluaran gelembung MH dengan histerektomi dikerjakan pada wanita yang sudah mendekati menopause (≥ 35 tahun), dan sudah mempunyai jumlah anak yang cukup (≥3 anak), wanita menopause meskipun belum mempunyai anak, perforasi uterus, Perdarahan pervaginam yang hebat. Jadi pengangkatan rahim bukan terapi mola secara langsung.
Ø Terapi Profilaksis
Kasus mola dengan resiko tinggi (seperti umur tua dan paritas) akan terjadi keganasan, atau pada pemeriksaan Patologi Anatomi ditemukan mencurigakan tanda keganasan.
Sitostatika Methotrexate atau actinomycin D dapat menghindarkan keganasan dengan metastasis, mengurangi koriokarsinoma diuterus sebanyak 3x
2-3% kasus mola bisa berkembang menjadi keganasan (koriokarsinoma). Pada koriokarsinoma diberikan kemoterapi yaitu metotreksat, daktinomisin atau kombinasi kedua obat tersebut.
Hampir 20% pada mola komplit terjadi kariokarsinoma.

v Penanganan Lanjut
Lakukan pemeriksaan ginekologi, radiologi, dan kadar β-hCG untuk mendeteksi keganasan yang mungkin terjadi. Proses keganasan terjadi dari 7 hari sampai 3 tahun pasca mola (kebanyakan pada 6 bulan pertama).
Periksa kadar β-hCG setiap minggu selama 3 minggu sampai kadarnya negatif. Dilanjutkan setiap bulan selama 6 bulan. Juga foto thoraks setiap bulan sampai kadar β-hCG negatif.

J. Upaya pencegahan
Karena pengertian dan penyebab dari mola masih belum diketahui secara pasti maka kejadian mola hidatidosa sulit untuk dicegah. Bagaimanapun juga, nutrisi ibu yang baik dapat menurunkan risiko terjadinya mola.


3. Kehamilan Ektopik Terganggu

A. Definisi
Kehamilan ektopik ialah kehamilan dengan ovum yang dibuahi, berimplantasi dan tumbuh tidak di tempat yang normal yakni dalam endometrium kavum uteri.
Istilah ektopik berasal dari bahasa Inggris, yaitu ectopic, dengan asal kata dari bahasa Yunani, yaitu topos yang berarti tempat. Jadi istilah ektopik dapat diartikan “berada di luar tempat yang semestinya”. Apabila pada kehamilan ektopik terjadi abortus atau pecah, hal ini dapat berbahaya bagi wanita hamil sehingga kehamilan ini disebut kehamilan ektopik terganggu. Kehamilan ektopik merupakan keadaan emergensi yang menjadi penyebab kematian maternal selama kehamilan trimester pertama.
Kehamilan ektopik paling sering terjadi di daerah tuba falopi (98%), meskipun begitu kehamilan ektopik juga dapat terjadi di ovarium (indung telur), rongga abdomen (perut), atau serviks (leher rahim).
Add caption

Gambar. Lokasi Kehamilan Ektopik

Kehamilan ektopik terjadi pada 1 dari 50 kehamilan. Hal yang menyebabkan besarnya angka kematian ibu akibat kehamilan ektopik adalah kurangnya deteksi dini dan pengobatan setelah diketahui mengalami kehamilan ektopik.
Resiko kehamilan ektopik sangat besar karena kehamilan ini tidak bisa menjadi normal. Bila telur tersebut tetap tumbuh dan besar di saluran tuba maka suatu saat tuba tersebut akan pecah dan dapat menyebabkan perdarahan yang sangat hebat dan mematikan. Apabila seseorang mengalami kehamilan ektopik maka kehamilan tersebut harus cepat diakhiri karena besarnya risiko yang ditanggungnya.


B. Etiologi
Etiologi pasti dari kehamilan ektopik ini belum diketahui. Implantasi ovum yang sudah dibuahi hanya berlangsung setelah sebagian atau seluruh zona pellucida menghilang. Implantasi berlangsung terlalu awal bila terdapat hambatan perjalanan ovum yang sudah dibuahi dalam tuba falopii.
Gambar. Lokasi implantasi kehamilan ektopik berikut prosentasi angka kejadiannya
Implantasi yang menyebabkan kehamilan ektopik, dapat terjadi di :
· Ujung fimbriae tuba falopii (17%)
· Ampula tubae ( 55%)
· Isthmus tuba falopii (25%)
· Pars interstitsialis tuba falopii (2%)

C. Faktor Predisposisi
1. Faktor tuba, diantaranya yaitu:
a. Kehamilan ektopik , 5 – 10 kali lipat pada pasien dengan riwayat salfingitis
b. Perlekatan lumen tuba
c. Kelainan anatomi tuba akibat ekspose Diethyl Stilbesterol - DES intrauterine
d. Riwayat operasi pada tuba falopii termasuk pasca tubektomi
e. Pasca terapi konservatif pada kehamilan ektopik
f. Tumor yang mengubah bentuk tuba
g. Kehamilan ektopik sebelumnya
Merupakan risiko paling besar untuk kehamilan ektopik. Angka kekambuhan sebesar 15% setelah kehamilan ektopik pertama dan meningkat sebanyak 30% setelah kehamilan ektopik kedua.
2. Kelainan zigot, yaitu kelainan kromosom dan malformasi
3. Faktor ovarium, yaitu migrasi luar ovum (perjalanan ovum dari ovarium kanan ke tuba kiri atau sebaliknya), pembesaran ovarium, dan unextruded ovum
4. Penggunaan kontrasepsi spiral dan pil progesteron
Kehamilan ektopik meningkat apabila ketika hamil, masih menggunakan kontrasepsi spiral (3 – 4%). Pil yang mengandung hormon progesteron juga meningkatkan kehamilan ektopik karena pil progesteron dapat mengganggu pergerakan sel rambut silia di saluran tuba yang membawa sel telur yang sudah dibuahi untuk berimplantasi ke dalam rahim.
5. Kerusakan dari saluran tuba
Telur yang sudah dibuahi mengalami kesulitan melalui saluran tersebut sehingga menyebabkan telur melekat dan tumbuh di dalam saluran tuba. Beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan gangguan
saluran tuba diantaranya adalah :
Merokok : kehamilan ektopik meningkat sebesar 1,6 – 3,5 kali dibandingkan wanita yang tidak merokok. Hal ini disebabkan karena merokok menyebabkan penundaan masa ovulasi (keluarnya telur dari indung telur), gangguan pergerakan sel rambut silia di saluran tuba, dan penurunan kekebalan tubuh.
Penyakit Radang Panggul : menyebabkan perlekatan di dalam saluran tuba, gangguan pergerakan sel rambut silia yang dapat terjadi karena infeksi kuman TBC, klamidia, gonorea.
Endometriosis : dapat menyebabkan jaringan parut di sekitar saluran tuba.
Tindakan medis : seperti operasi saluran tuba atau operasi daerah panggul, pengobatan infertilitas, seperti bayi tabung yang dapat menyebabkan parut pada rahim dan saluran tuba.
6. Faktor lain antara lain:
a. Pemakaian AKDR atau alat kontrasepsi dalam rahim ( IUD )
b. Merokok
c. Usia tua
d. Riwayat abortus yang sering terjadi


D. Patofisiologi
Kehamilan ektopik dapat berupa kehamilan tuba, kehamilan ovarial, kehamilan intralagementer, kehamilan servikal, dan kehamilan intraabdominal. Yang paling sering terjadi pada pars interstisial, pars ismika, pars ampularis, dan infundibulum tuba.
Kehamilan intrauterine dapat terjadi bersamaan dengan kehamilan ektopik. Disebut combined ectopic pregnancy bila terjadi bersamaan dan compound ectopic pregnancy bila kehamilan ektopik terjadi lebih dahulu dengan janin sudah mati dan menjadi litopedion.
Hasil konsepsi bernidasi kolumnar atau interkolumnar dan biasanya akan terganggu pada kehamilan 6-10 minggu, berupa:
- Hasil konsepsi mati dan diresorpsi
- Abortus ke dalam lumen tuba
- Rupture dinding tuba
Uterus menjadi besar dan lembek; endometrium dapat berubah menjadi desidua karena pengaruh estrogen dan progesterone dari korpus luteum graviditatis dan trofoblas. Pada endometrium juga dapat ditemukan fenomena Arias-Stella.





E. Tanda dan Gejala
Pada minggu-minggu awal, kehamilan ektopik memiliki tanda-tanda seperti kehamilan pada umumnya, yaitu terlambat haid, mual dan muntah, mudah lelah, dan perabaan keras pada payudara.
Sejumlah penyakit menunjukkan gejala dan tanda yang mirip dengan kehamilan ektopik antara lain:
a. Abortus iminen – insipien atau inkompletus
b. Ruptura kista ovarium
c. Torsi kista ovarium
d. Gastroenteritis
e. Apendisitis
Oleh karena menegakkan diagnosa dini adalah hal yang tidak mudah maka dugaan keras terjadinya kehamilan ektopik ditegakkan bila pada kehamilan trimester pertama terjadi perdarahan pervaginam dan atau nyeri abdomen yang bersifat akut serta keadaaan umum pasien yang memburuk (renjatan atau anemia ).
15 – 20% kasus kehamilan ektopik merupakan kasus emergensi yang memerlukan tindakan pembedahan.
Berikut tanda-tanda dan gejala yang harus diperhatikan pada kehamilan ektopik adalah :
v Gejala
1. Nyeri
Nyeri panggul atau abdomen hampir selalu terdapat. Nyeri dapat bersifat unilateral atau bilateral ; terlokalisir atau menyebar.
Nyeri subdiafragma atau nyeri bahu tergantung ada atau tidaknya perdarahan intra-abdominal.
2. Perdarahan
Perdarahan uterus abnormal (biasanya berupa bercak perdarahan) terjadi pada 75% kasus yang merupakan akibat dari lepasnya sebagian desidua.
3. Amenorea
Amenorea sekunder tidak selalu terdapat dan 50% penderita KE mengeluhkan adanya spotting pada saat haid yang dinanti sehingga tak jarang dugaan kehamilan hampir tidak ada.
4. Sinkope
Pusing, pandangan berkunang-kunang dan atau sinkope terjadi pada 1/3 sampai setengah kasus KET.
5. “Desidual cast”
5 – 10% kasus kehamilan ektopik mengeluarkan ”desidual cast” yang sangat menyerupai hasil konsepsi.

v Tanda
1. Ketegangan abdomen
Rasa tegang abdomen yang menyeluruh atau terlokalisir terdapat pada 80% kasus kehamilan ektopik terganggu.
2. Nyeri goyang servik (dan ketegangan pada adneksa) terdapat pada 75% kasus kehamilan ektopik. bila serviks digerakkan, nyeri pada perabaan dan kavum douglasi menonjol karena ada bekuan darah.
3. Masa adneksa
Masa unilateral pada adneksa dapat diraba pada sepertiga sampai setengah kasus kehamilan ektopik. Kadang-kadang dapat ditemukan adanya masa pada cavum Douglassi (hematocele).
4. Perubahan pada uterus
Terdapat perubahan-perubahan yang umumnya terjadi pada kehamilan normal.
5. Perdarahan pervaginam berwarna coklat tua. Perdarahan vagina bisa bervariasi, dapat berupa bercak atau banyak seperti menstruasi.
6. Nyeri perut bagian bawah. Pada rupture tuba uteri mula-mula pada satu sisi, menjalar ke tempat lain. Nyeri bertambah hebat bila bergerak. Bila darah sampai ke diafragma bisa menyebabkan nyeri bahu dan bila terjadi hematokel retrouterina terdapat nyeri defekasi.
Apabila seorang wanita dengan kehamilan ektopik mengalami gejala diatas, maka dikatakan bahwa wanita tersebut mengalami Kehamilan Ektopik Terganggu.

F. Komplikasi
Komplikasi yang utama adalah akibat yang ditimbulkan oleh perdarahan yaitu anemia, syok, dan kematian. Perdarahan intraabdominal yang berlangsung cepat dan dalam jumlah yang banyak dapat menyebabkan syok bahkan kematian dengan segera.

Gambar 2. Komplikasi Kehamilan Ektopik (perdarahan).


G. Penatalaksanaan
1. Pencegahan
Berhenti merokok akan menurunkan risiko kehamilan ektopik. Wanita yang merokok memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk mengalami kehamilan ektopik. Berhubungan seksual secara aman seperti menggunakan kondom akan mengurangi risiko kehamilan ektopik dalam arti berhubungan seks secara aman akan melindungi seseorang dari penyakit menular seksual yang pada akhirnya dapat menjadi penyakit radang panggul. Penyakit radang panggul dapat menyebabkan jaringan parut pada saluran tuba yang akan meningkatkan risiko terjadinya kehamilan ektopik.

2. Deteksi dini
Bidan terlebih dahulu dapat melakukan anamnesis terhadap pasien.
Biasanya ibu mengeluh amenorhea dan kadang terdapat gejala subyektif kehamilan, kadang terdapat nyeri perut bagian bawah, perdarahan biasanya terjadi setelah nyeri perut bagian bawah.
Deteksi dini dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan penunjang, diantaranya adalah:
a. Pemeriksaan air seni dapat dilakukan untuk mengetahui kehamilan seseorang, sedangkan untuk mengetahui kehamilan ektopik seorang dokter dapat melakukan:
· Pemeriksaan panggul
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengkonfirmasi ukuran rahim dalam masa kehamilan dan merasakan perut yang keras.
· Pemeriksaan darah
Pemeriksaan ini untuk mengecek hormon ß-hCG. Pemeriksaan ini diulangi 2 hari kemudian. Pada kehamilan muda, level hormon ini meningkat sebanyak dua kali setiap dua hari. Kadar hormon yang rendah menunjukkan adanya suatu masalah seperti kehamilan ektopik.
· Pemeriksaan ultrosonografi (USG).
Pemeriksaan ini dapat menggambarkan isi dari rahim seorang wanita. Pemeriksaan USG dapat melihat dimana lokasi kehamilan seseorang, baik di rahim, saluran tuba, indung telur, maupun di tempat lain.

3. Penanganan lanjut
Kehamilan ektopik dapat mengancam nyawa, maka deteksi dini dan pengakhiran kehamilan adalah tatalaksana yang disarankan. Pengakhiran kehamilan dapat dilakukan melalui :
a. Obat-obatan
Dapat diberikan apabila kehamilan ektopik diketahui sejak dini. Obat yang digunakan adalah methotrexate (obat anti kanker).
b. Operasi
Untuk kehamilan yang sudah berusia lebih dari beberapa minggu, operasi adalah tindakan yang lebih aman dan memiliki angka keberhasilan lebih besar daripada obat-obatan. Apabila memungkinkan, akan dilakukan operasi laparaskopi.


DAFTAR PUSTAKA


Ø A.Mansjoer, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius
Ø Mochtar, Rustam.,M.PH. 1998. Sinopsis Obstetri, Obstetri Fisiologi Obstetri Patologi. Jakarta: EGC
Ø Prawirohardjo, Sarwono. 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Bina Pustaka sarwono Prawirohardjo
Ø Prawirohardjo, Sarwono. 2005. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Ø Sastrawinata, Sulaeman, dkk. 2004. Obstetri Patologi Ilmu Kesehatan Reproduksi. Jakarta: EGC
Ø Obstetric Williams
Ø Seller
Ø Varney, Helen at al. 2004. Buku-Ajar Asuhan Kebidanan. Jakarta: EGC.
Ø http://reproduksiumj.blogspot.com/2009/09/kehamilan-ektopik.html
Ø http://adulgopar.files.wordpress.com/2009/12/kehamilan-ektopik.pdf
Ø http://digilib.unsri.ac.id/download/Kehamilan%20Ektopik.pdf
Ø http://doctorology.net/?p=152
Ø http://myother-world.blogspot.com/2008/07/kehamilan-ektopik-terganggu-ket.html
Ø http://widiantopanca.blogdetik.com/obgin/mola-hidatidosa/
Ø http://www.sukmamerati.com/hamil-anggur-atau-mola-hidatidosa-ditandai-dengan-pembesaran-uterus-yang-abnormal
Ø http://medicastore.com/penyakit/893/Mola_Hidatidosa_Hamil_Anggur.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar