Pengelolaan
standar menyarankan untuk pemeriksaan genetik amniosentesis pada semua
ibu hamil dengan usia lanjut, yaitu di atas 35 tahun. Risiko ibu terkena
aneploidi adalah 1 : 80, pada usia di atas 35 tahun karena ngka
kejadian kelainan kromosom/trisomi akan meningkat setelah usia 35 tahun.
Kealainan
lain biasanya berhubungan dengan fertilisasi abnormal (etraploisi,
triploidi). Kelainan ini tidak bisa dihubungkan dengan kelangsungan
kehamilan. Tetraploidi terjadi pada 8% kejadian abortus karena kelainan
kromosom, dimana terjadinya kelaian pada fase sangat awal sebelum proses
pembelahan.
Struksut
kromosom merupakan kelainan kromosom ketiga. Kelainan struktur terjadi
pada 3% kelainan sitogenetik pada abortus. Ini menunjukan bahwa kelainan
struktur kromosom sering diturunkan dari ibunya. Kelainan struktur
kromosom pada pria berdampak pada rendahnya konsentrasi sperma,
infertilitas, dan bisa mengurangi peluang kehamilan dan terjadinya
keguguran.
Kelainan
sering juga berupa gen yang abnormal, mungkin karena adanya mutasi gen
yang bisa menganggu proses implantasi bahkan menyebabkan abortus
berulang adalah miotonis distriphy, yang berupa autosom dominan dengan
penetrasi yang tinggi, kelainan ini progresif dan penyebab abortusnya
mungkin karena kombinasi gen yang abnormal dan mengganggu fungsi uterus.
Gangguan
jaringan konektif lain, misalnya sindroma Marfan, sindroma
Ehlers-Danlos, homosisteinuri dan pseudoxanthoma elasticcum. Juga
pada perempuan dengan sicle cell anemia berisiko tinggi mengalami
abortus. Hal ini karena mioinfark pada plasenta. Kelainan hematologik
lan menyebabkan abortus misalnya disfibrinogenemi, defisiensi faktor
XIII dan hipofibrinogenemi afibrinogenemi kongenital.
Abortus
abnormal bisa disebabkan oleh penyatuan dari 2 kromosom yang abnormal
dimana bila kelainannya hanya pada salah satu orangtua, faktor tersebut
tidak diturunkan. Studi yang pernah dilakukan menunjukan bahwa bila
didapatkan kelainan kariotipe pada kejadian abortus, maka kehamilan
berikutnya juga berisiko abortus.
Penyebab anatomik
Defek
anatomi uterus diketahui sebagaui penyebab komplikasi obstetrik,
seperti abrtus berulang, prematuritas serta malpresentasi janin. Insiden
kelainan bentuk uterus berkisar 1/200 sampai 1/600 perempuan. Pada
perempuan dengan riwayat abortus, ditemukan anomali uterus pada 27% .
penyebab abortus terbanyak karena kelainan anatomik uterus adalah septum
uterus kemudian uterus bikornis atau uterus didelfis atau unikornis.
Mioma uteri bisa menyebabkan infertilitas maupun abortus berulang.
Sebagian mioma tidak memberikan gejala, hanya berukuran bersar atau
memasuki kavum uteri yang akan menimbulkan gangguan.
Sindroma
asherman bisa menyebabkan gangguan gangguan tempat implantasi serta
pasokan darah permukaan endometrium. Risiko abortus antara 25-0%
bergantung pada berat atau ringannya gangguan. Untuk mendiagnosis ini dapat digunakan histerosalpingografi (HSG) dan USG.
Penyebab autoimun
Terdapat hubungan yang nyata antara abortus berulang dengan penyakit autoimun, misalnya Sistematic Lupus Erithematosus (SLE) dan Antiphospolipid Antibodies
(aPA). aPA merupakan antibodi yang akan berikatan dengan sisi negatif
dari fosfolipid. Paling sedikt ada 3 bentuk aPA yang diketahui mempunyai
arti klinis yang penting, yaitu Lupus Anticoagulant (LAC), Anticardiolipin Antibodies (aCLs), dan Biologokally False-positive untuk syphilis (FP-STS). APS (Antiphospholipid syndrome) sering
juga ditemukan pada beberapa keadaan obstetri misalnya pada preeklamsi,
IUGR, dan prematuritas. Beberapa keadaan lain yang berhubungan dengan
APS yaitu trombosis arteri-vena, trombositopeni autoimun, anemia
hemolitik, dan hipertensi pulmonum.
The International Consensus Workshop pada 1998 mengajukan klasifikasi kriteria untuk APS, yaitu meliputi:
1. Trombosis vaskular
- satu
atau lebih episode trombosis arteri, venosa atau kapilar yang
dibuktikan dengan gambaran Doppler, pencitraan, atau histopatologi.
- Pada histopatologi, trombosisnya tanpa disertai gambaran inflamasi.
2. Komplikasi kehamilan
- tiga atau lebih kejadian abortus dengan sebab yang tidak jelas, tanpa kelainan anatomik, genetik, atau hormonal
- satu atau lebih kematian janin dimana gambaran morfologi secara sonografi normal
- satu
atau lebih persalinan prematur dengan gambaran janin normal dan
berhubungan dengan preeklamsi berat atau insufisiensi plasenta yang
berat.
3. kriteria laboratorium
- aCL
: IgG atau IgM dengan akdar yang sedang atau tinggi pada 2 kali atau
lebih pemeriksaan dengan jarak lebih dari atau sama dengan6 minggu.
- aCL diukur dengan metode ALISA standar.
4. Fosfolpid / antikoagulan
- Pemanjangan
tes skrining koagulasi fosfolipid (misalnya aPTT, CT). Kegagalan untuk
memperbaiki tes skrining yang memanjang dengan penambahan plasma
platelet normal.
- Adanya perbaikan tes yang memanjang dengan penambahan fospolipid
- Singkirkan dulu kelainan pembekuan darah yang lain dan pemakaian heparin.
Penyebab infeksi
· bakteri
- Listerisa monositogenesis
- Klamidia trachomatis’
- Ureaplasma urealitikum
- Mikoplasma hominis
- Bakterial baginosis
· Virus
- Sitomegalovirus
- Rubella
- HSV
- HIV
- Parvovirus
· Parasit
- Toksoplasmosis gondii
- Plasmodium falsiparum
· Spirokaeta
- Treponema pallidum
· Adanya metabolik toksis, endotoksin, eksotoksin, dan sitokin yang berdampak langsung pada janin atau unit fetoplasenta.
· Infeksi janin yang bisa berakibat pada kematian janin atau cacat berat sehingga janin sulit untuk bertahan hidup.
· Infeksi plasenta yang berakibat pada insufisiensi plasenta dan bisa berlanjut pada kematian janin.
· Infeksi kronis endometrium dari penyebaran kuman genitalia bawah ; mikroplasma hominis, Klamidia, ureaplasma urealitikum, HSV) yang bisa mengganggu proses implantasi.
· Amnionitis ; kuman Gram positif dan negatif, Listeria monositogenes.
· Memacu
perubahan genetik dan anatomik embrio, umumnya oleh karena virus selama
kehamilan awal ; Rubella, parvovirus B19, sitomegalovirus,
koksakieuvirus B, varisela-zoster, kronik setomegalovirus CMV, HSV.
Faktor lingkungan
Diperkirakan
1-10% malformasi janin akibat dari paparan obat, bahan kimia, atau
radiasi dan umumnya berakhir dengan abortus, misalnya paparan terhadap
buangan gas anastesi dan tembakau. Rokok diketahui mengandung ratusan
unsur toksik, antara lain nikotin yang telah diketahui mempunyai efek
vasoaktif sehingga menghambat sirkulasi uteroplasenta. Karbon monoksida
juga menurunkan pasokan oksigen ibu dan janin serta memacu neurotoksin.
Dengan adanya gangguanpada sistem sirkulasi fetoplasenta dapayt terjadi
gangguan pertumbuhan janin yang berakibat terjadinya abortus.
Faktor Hormonal
Ovulasi, implantasi serta kehamilan dini bergantung pada kordinasi yang baik dengan sistem
pengaturan hormon maternal, oleh karena itu, perlu perhatian langsung
terhadap sistem hormon secara keseluruhan, fase luteal, dan gambaran
hormon setelah konsepsi terutama kadar progesteron.
- Diabetes melitus
Perempuan
dengan diabetes yang dikelola dengan baik risiko abortus tidak lebih
jelek jika dibandingkan dengan perempouan yang tanpa diabetes. Akan
tetapi perempuan diabetes dengan kadar HbA1c tinggi pada trimester
pertama, risiko abortus dan malformasi janin meningkat signifikan.
Diabetes jenis dependen-insulin dengan kontrol glukosa tidak adekuat
punya peluang 2-3 kali lipat mengalami abortus.
- Kadar progesteron yang rendah
Progesteron
punya peran penting dalam mempengaruhi reseptivitas endometrium
terhadap implantasi embrio. Proses fisiologi korpus luteum diduga bahwa
kadar progesteron yang rendah berhubungan dengan risiko abortus. Suport
fase luteal punya peran kritis pada kehamilan sekitar 7 minggu, yaitu
saat dimana trofoblas harus menghasilkan cukup steroid untuk menunjang
kehamilan. Pengangkatan korpus luteum sebelum 7 minggu akan menyebabkan
abortus. Dan bila progesteron diberikan pada pasien ini, kehamilan bisa
diselamatkan.
- Defek fase luteal
Konsep
insufisiensi korpus luteum saat fase luteal 23-60% perempuan dengan
abortus berulang. Sayangnya belum ada metode yang bisa dipercaya untuk
mendiagnosa gangguan ini. Penelitian terhadap perempuan yang mengalami
abortus ≥
3 kali didapatkan 17% kejadian defek fase luteal dan 50% perempuan
dengan histologi defek fase luteal punya gambaran progesteron yang
normal.
- Pengaruh hormonal terhadap imunitas desidua
Perubahan
endometrium jadi desidua mengubah semua sel pada mukosa uterus.
Perubahan morfologi dan fungsional ini mendukung proses implantasi juga
proses migrasi trofoblas dan mencegah invasi yang berlebihan pada
jaringan ibu. Di sini berperan penting interaksi antara infiltrasi
leukosit pada mukosa uterus sebagian besar sel ini berupa Large Granular Limfositis (LAL) dan
makrofag, dengan sedikit sel T dan sel B. Sel NK dijumpai dalam jumlah
banyak, terutama pada endometrium yang terpapar progesteron. Peningkatan
sel NK pada tempat implantasi saat trimester pertama mempunyai peran
penting dalam kelangsungan proses kehamilan karena ia akan mendahului
membunuh sel target dengan sedikit atau tanpa ekspresi HLA. Trofoblas
ekstrafillous (dengan pembentukan cepat HLA1 ) tidak bisa dihancurkan
oleh sel NK desidua, sehingga memungkinkan terjadinya invasi optimal
untuk plasentasi yang normal.
C. Faktor Predisposisi
a. Usia
- 12% pada wanita berusia <20 tahun dan meningkat 26% pada mereka yang berusia > 40 tahun.
b. Paritas
- semakin tinggi paritas, semakin besar kejadian abortus.
c. Ekonomi
- Keterbatasan
ekonomi menyebabkan ketidakcukupan dalam memenuhi kebutuhan nutrisi
janin, sehingga menyebabkan janin kurang berkembang dan berkomplikasi
menjadi abortus.
D. Patofisiologi
Pada
permulaan terjadi perdarahan dalam desidua basalis, diikuti oleh
nekrosis jaringan sekitarnya, kemudian sebagian atau seluruh hasil
konsepsi terlepas. Karena dianggap benda asing, maka uterus akan
berkontraksi untuk mengeluarkannya. Pada kehamilan di bawah 8 minggu,
hasil konsepsi dikeluarkan seluruhnya, karena vili korialis belum
menembus desidua terlalu dalam.
sedangkan pada kehamilanlan 8-14 minggu, telah masuk agak dalam,
sehingga sebagian keluar dan sebagian lagi akan tertingga atau melekat
pada uterus. Hilangnya kontraksi yang dihasilkan dari aktivitas
kontraksi dan retraksi miometrium menyebabkan banyak terjadi perdarahan.
Fetus
dan plasenta keluar bersamaan pada saat aborsi yang terjadi sebelum
minggu ke sepuluh, tetapi terpisah kemudian. Ketika plasenta, seluruh
atau sebagian tertinggal didalam uterus, perdarahan terjadi dengan cepat
atau kemudian.
Abortus
biasanya disertai oleh perdarahan ke dalam desidua basalis dan nekrosis
di jaringan dekat tempat perdarahan. Ovum menjadi terlepas, hal ini
memicu kontraksi uterus yang menyebabkan ekspulsi. Apabila kantung di
buka biasanya di jumpai janin kecil yang mengalami maserasi dan
dikelilingi oleh cairan, atau mungkin tidak tampak janin di dalam
kantung dan di sebut blighted ovum.
E. Klasifikasi Abortus spontan
Abortus
spontan juga di kenal dengan istilah keguguran, terjadi alami, tanpa
perlu di induksi. Kurang lebih 10-15% kehamilan yang telah di diagnosa
secara klinis berakhir dengan keguguran. Alasan utama terjadinya
keguguran pada awal kehamilan ini ialah kelainan genetik mencapai 75-90%
total keguguran, alasan lain tejadinya kadar progesteron yang tidak
normal, kelainan pada kelenjar thyroid, diabetes yang tidak terontrol,
kelainan pada rahim, infeksi dan penyakit autoimun lain. Diagnosa abors
spontan terjadi dalam berbagai bentuk diantaranya aborsi iminen, aborsi
insipien, missed abortion, dan abortus inkomplit.
1. Abortus Iminens
Ditandai
dengan perdarahan pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu, ibu
mungkin mengalami mulas atau tidak sama sekali. Pada abortus jenis ini,
hasil konsepsi atau janin masih berada di dalam, dan tidak disertai
pembukaan (dilatasi serviks). Kehamilan dipertimbangkan terancam setiap
kali terjadi perdarahan pervaginam selama pertengahan pertama kehamilan.
Abortus iminens dapat disertai nyeri akibat kram pada abdomen bawah
atau nyeri pada punggung bawah tetapi bisa juga tidak.
Prognosis
untuk kelanjutan kehamilan bisa buruk jiKa seorang wanita mengalami
kombinasi perdarahan dan nyeri. Untuk menentukan sumber perdarahan dan
memulai terapi, jiKa memang diperlukan kehamilan perlu evaluasi dengan
melakukan pemerilksaan fisik, serum B- HCG dan progesteron serta USG.
Tanda dan gejala
- Perdarahan :sedikit
- Nyeri/mules :tidak ada
- pembukaan ostium :tertutup
Penanganan
a. Istirahat baring agar aliran darah ke uterus bertambah dan rangsang mekanik berkurang.
b. Periksa denyut nadi dan suhu badan dua kali sehari.
c. Tes kehamilan dan pemeriksaan USG untuk menentukan keadaan janin.
2. Abortus Insipiens
Abortus
insipiens ialah peristiwa perdarahan uterus pada kehamilan kurang dari
20 minggu dengan adanya dilatasi serviks yang meningkat, tetapi hasil
konsepsi masih dalam uterus. Dalam hal ini rasa mules menjadi lebih
sering dan kuat, perdarahan bertambah.
Ketika
abortus spontan hampir dapat dipastiKan akan terJadi dan tidak dapat
dihentikan, maka abortus tersebut termasuk dalam golongan abortus
insipien. Terjadi perdarahan pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu
dan disertai mulas yang sering dan kuat. Pada abortus jenis ini terjadi
pembukaan atau dilatasi serviks tetapi hasil konsepsi masih di dalam
rahim apabila wanita tersebut berada pada trimester pertama kehamilan,
tidak ditemukan perdarahan atau nyeri berlebihan, tanda-tanda vital
dalam batas normal, tidak mengalami distress dalam batas normal, dan
kadar hematokrit terakhir mencapai 30%.
Tanda dan gejala
- Perdarahan :sedikit
- Nyeri/mules :ringan
- pembukaan ostium :terbuka
Penanganan
- Pilihan yang pertama adalah cónsultasi dengan dokter untuk membantu mengakhiri kehamilan dengan cara penyedotan/suction.
- pilihan lain adalah beristirahat di rumah dan menunggu sampai terjadi abortus spontan. Apapun yang menjadi pilihan jangan lupa menjelaskan situasi yang dihadapi Kepada dokter.
- Bila janin sudah keluar tetapi plasenta masih tertinggal, lakukan pengeluaran plasenta secara manual.
3. Abortus Inkomplet
Terjadi
pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada usia kehamilan kurang dari 20
minggu, sementara sebagian masih berada di dalam rahim. Terjadi dilatasi
serviks atau pembukaan, jaringan janin dapat diraba dalam rongga uterus
atau sudah menonjol dari os uteri eksternum. Perdarahan tidak akan
berhenti sebelum sisa hasil konsepsi dikeluarkan, sehingga harus
dikuret.
Abortus
inkomplit terjadi ketika placenta tidak keluar bersama janin pada saat
terjadi aborsi. Placenta (sebagian/semuanya) yang tertinggal pada
akhirnya akan menyebabkan perdarahan yang akan bertambah parak/infeksi.
Tanda dan gejala
- Perdarahan :banyak
- Nyeri/mules :berat/hebat
- pembukaan ostium :terbuka
Penanganan
· Terutama
jika aborsi terjadi saat trimester kedua. Bidan dianjurkan untuk
melibatkan dokter, consultan dalam penatalaksanaan infeksi dan evakuasi
uterus secara komplit.
· Bila disertai syok karena perdarahan, berikan infus cairan NaCl fisiologis atau RL dan selekas mungkin ditransfusi darah.
· Setelah syok teratasi, lakukan kuretase lalu suntikkan ergometrin 0,2 mg IM.
· Bila janin sudah keluar tetapi plasenta masih tertinggal,lakukan pengeluaran plasenta secara manual.
· Berikan antibiotik untuk mencegah infeksi.
4. Abortus komplet
Pada abortus jenis ini, semua hasil konsepsi dikeluarkan sehingga
rahim kosong. Biasanya terjadi pada awal kehamilan saat plasenta belum
terbentuk. Perdarahan mungkin sedikit dan os uteri menutup dan rahim
mengecil. Pada wanita yang mengalami abortus ini, umumnya tidak
dilakukan tindakan apa-apa, kecuali jika datang ke rumah sakit masih
mengalami perdarahan dan masih ada sisa jaringan yang tertinggal, harus
dikeluarkan dengan cara dikuret.
Tanda dan gejala
- Perdarahan :sedikit
- Nyeri/mules :tidak ada
- pembukaan ostium :tertutup
Penanganan
· Bila kondisi pasien baik, berikan ergometrin 3 x 1 tablet selama 3-5 hari.
· Bila pasien anemia berikan hematinik.
· Berikan antibiotik untuk mencegah infeksi.
· Anjurkan pasien untuk diet tinggi protein,vitamin dan mineral
5. Missed abortion
pada
missed abortion janin telah meninggal tetapi hasil konsepsi masih ada
di dalam rahim selama beberapa jangka waktu yang lebih panjang (2 minggu
atau lebih).
Tanda dan gejala
- Perdarahan :terdapat bercak
- Nyeri/mules :terdapat nyeri abdomen/punggung (bisa ada/bisa tidak)
- pembukaan ostium :tertutup
- kondisi pada awal kehamilan normal tanpa disertai tanda kemunkinan dan dugaan kehamilan.
- penambahan
tinggi fundus uteri bukan saja terhenti, tetapi tidak berapa lama
kemudian rahim pun akan menjadi kecil ( akibat maserasi janin dan
penyerapan cairan amnion.
- kelenjar susu yang sebelumnya mengalami perubahan kembali ke keadaan semula.
- wanita tertentu mengalami penurunan berat badan.
- amenore menetap.
- tidak ada denyut jantung.
Penanganan
· Bila kadar fibrinogen normal, segera keluarkan hasil konsepsi dengan cunam ovum lalu dengan kuret tajam.
· Bila kadar fibrinogen rendah, berikan fibrinogen kering atau segar sesaat sebelum atau ketika mengeluarkan hasil konsepsi.
6. Abortus habitualis
Abortus
habitualis adalah istilah yang diberikan ketika seorang wanita
mengalami abortus spontan sebanyak tiga kali atau lebih secara
berurutan. Apabila wanita tersebut sudah berulang kali mengalami aborsi,
maka ia perlu dipertimbangkan untuk mendapat konseling genetik dan
pemeriksaan endokrinologi. Kelainan perkembangan saluran alat reproduksi
(uterus bikornis dua tonjolan dan septum vagina) harus disingkirkan
untuk wanita yang berulangkali mengalami abortus spontan atau keguguran
pada trimester kedua.
Perawatan
lanjutan pada wanita yang dilakukan oleh tim dokter/bidan antara lain :
memberi dukungan selama proses berduka, konseling tentang penggunaan
alat kontrasepsi dan kembali melakukan hubungan seksual dalam kurun
waktu dua hingga empat minggu, serta konseling mengenai kehamilan di
masa mendatang.
Tanpa
memperhatikan tipe abortus spontan, semua ibu dengan Rh-negative harus
mendapat immuniglobulin Rh (RhoGAM) dalam waktu 72 jam setelah abortus
berlangsung.
Penanganan
· Konseling genetik dan pemeriksaan endokrinologi
· Semuan ibu dengan Rh-negative harus mendapatkan immunoglobulin Rh (RhoGAM) dalam waktu 72 jam setelah abortus berlangsung.
· Dokter
boleh memberikan oksitosin atau prostaglandin per infuse untuk
terminasi kehamilan atau untuk mengeluarkan hasil konsepsi.
· Darah diambil untuk dilihat kecocokan golongan darah dan dihitung jumlah perdarahannya.
· Pemeriksaan USG.
F. Komplikasi
1. Perdarahan
Perdarahan
dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil konsepsi
dan jika perlu pemberian transfusi darah. Kematian karena perdarahan
dapat terjadi apabila pertolongan tidak diberikan pada waktunya.
2. Perforasi
Perforasi
uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam posisi
hiperretrofleksi. Terjadi robekan pada rahim, misalnya abortus
provokatus kriminalis. Dengan adanya dugaan atau kepastian terjadinya
perforasi, laparatomi harus segera dilakukan untuk menentukan luasnya
perlukaan pada uterus dan apakah ada perlukan alat-alat lain.
3. Syok
Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan (syok hemoragik) dan karena infeksi berat.
4. Infeksi
Sebenarnya
pada genitalia eksterna dan vagina dihuni oleh bakteri yang merupakan
flora normal. Khususnya pada genitalia eksterna yaitu staphylococci,
streptococci, Gram negatif enteric bacilli, Mycoplasma, Treponema
(selain T. paliidum), Leptospira, jamur, Trichomonas vaginalis,
sedangkan pada vagina ada lactobacili,streptococci, staphylococci, Gram
negatif enteric bacilli, Clostridium sp., Bacteroides sp, Listeria dan
jamur. Umumnya pada abortus infeksiosa, infeksi terbatas padsa desidua.
Pada abortus septik virulensi bakteri tinggi dan infeksi menyebar ke
perimetrium, tuba, parametrium, dan peritonium. Organisme-organisme yang
paling sering bertanggung jawab terhadap infeksi paska abortus adalah
E.coli, Streptococcus non hemolitikus, Streptococci anaerob,
Staphylococcus aureus, Streptococcus hemolitikus, dan Clostridium
perfringens. Bakteri lain yang kadang dijumpai adalah Neisseria
gonorrhoeae, Pneumococcus dan Clostridium tetani. Streptococcus pyogenes
potensial berbahaya oleh karena dapat membentuk gas.
5. Kematian
Abortus
terkomplikasi berkontribusi terhadap kematian ibu sekitar 15%. Data
tersebut seringkali tersembunyi di balik data kematian ibu akibat
perdarahan atau sepsis. Data lapangan menunjukkan bahwa sekitar 60-70%
kematian ibu disebabkan oleh perdarahan, dan sekitar 60% kematian akibat
perdarahan tersebut, atau sekitar 35-40% dan seluruh kematian ibu,
disebabkan oleh perdarahan postpartum. Sekitar 15-20% kematian ibu disebabkan oleh sepsis.
G. Peran bidan
1. Deteksi dini
a. Kenali riwayat penyakit pada ibu
- Kapan abortus terjadi
- Mencari kemungkinan adanya toksin, lingkungan dan pecandu obat (naza).
- Infeksi ginekologi dan obstetri.
- Penyakit genetika antara suami istri
- Riwayat keluarga yang pernah mengalami terjadinya abortus
b. lakukan pemeriksaan fisik secara umum
c. anjurkan
ibu untuk melakukan pemeriksaan USG, pemeriksaan darah lengkap termasuk
trombosit, kultur cairan serviks (mycoplasma, ureaplasma,chlamdia) bila
diperlukan.
- Penanganan secara umum
Penanganan tergantung kondisi pasien.
Prinsip manajemen :
· Memperkirakan kondisi ibu
· Memperkirakan kondisi janin
· Memberikan support emosional pada ibu dan keluarganya
· Memberikan edukasi pada anggota keluarga
· Memberikan ketenangan dan dukungan dan mengizinkan pasien mengutarakan masalahnya dan untuk menerima kenyataan yang terjadi
· Menjalankan pengobatan dokter
Perawatan secara psikologis
Hal
ini sangat penting bahwa bidan harus mengetahui kondisi emosional
pasien pada saat itu. Aborsi bisa menjadi suatu kejadian yang
menyedihkan pada kehidupan wanita. Dapat juga menjadi sebuah pengalaman
dengan perasaan yang ambivalen seperti depresi, gelisah, malu, perasaan
gagal dan keputusasaan, dan dia mungkin merasakan ketidakmampuan
memberikan anak pada suaminya. Wanita tersebut membutuhkan konseling dan
dukungan dan bidan yang mengetahui masalah tersebut harus dapat
memberikan dorongan dan dukungan, mengerti dan empati. Bidan
jarus menjadi seorang pendengar yang baik dan mengizinkan pasien untuk
megutarakan perasaan ketakutan dan kegelisahannya. Bidan juga harus
memberikan dukungan emosional pada keluarganya apabila memungkinkan.
Perawatan secara fisik
- Perawatan segera
v Mengambil data yang lengkap, ringkas, dan akurat dari kejadian yang menyebabkan wanita tersebut masuk rumah sakit.
v Bed rest total.
v perhatikan Kondisi umum pasien : warna kulit, hidrasi dan tanda-tanda syok.
v Semua tanda-tanda vital dimonitoring dan dicatat : suhu badan, nadi, respirasi, tekanan darah.
v Pemberian infuse intravena ketika kondisi pasien tidak baik
- Perawatan lanjutan pasca operasi
Perawatan pasien setelah kembali dari ruang operasi :
§ Jaga diet dan kesehatan pasien
§ Pantau intake output setiap 4 jam sedikitnya selama 24 jam pertama sampai dia mampu ke toilet sendiri.
§ Pesonal hygiene dan personal toilet dibantu selama pasien belum mampu melakukannya sendiri.
3. Pencegahan:
Ø Mengikuti
pola hidup sehat seperti makan makanan bergizi, tidur teratur,
melakukan aktivitas yang tidak berlebihan serta menghindari rokok,
minuman beralkohol, makanan yang kurang masak/mentah dll.
Ø Sebaiknya
hubungan seks pada kehamilan trimester I dibatasi dan harus hati-hati,
karena sperma mengandung zat yang disebut prostaglandin yang dapat
menyebabkan kontraksi rahim.
2. Mola hidatidosa atau Hamil Anggur
A. Definisi
Mola Hidatidosa (MH) disebut juga Hydatidiform Mole, Vesicular Mole, Hydatid Mole, Hydatidiform Degeneration of the Chorion
Adalah
jonjot-jonjot korion (chorionic villi) yang tumbuh berganda berupa
gelemung-gelembung kecil yang mengandung banyak cairan sehingga
menyerupai buah anggur atau mata ikan. Kelainan ini merupakan neoplasma
trofoblas yang jinak (benigna). ( Mochtar, Rustam, dkk, Sinopsis
Obstetri Jilid 1).
Mola
hidatidosa adalah perubahan abnormal dari villi korionik menjadi
sejumlah kista yang menyerupai anggur yang dipenuhi dengan cairan.
Embrio mati dan mola tumbuh dengan cepat, membesarnya uterus dan
menghasilkan sejumlah besar human chorionic gonadotropin (hCG)
(Hamilton, C. Mary, 1995).
Mola
hidatidosa adalah kelainan villi chorialis yang terdiri dari berbagai
tingkat proliferasi tropoblast dan edema stroma villi. (Jack A.
Pritchard, dkk, 1991).
B. Etiologi
Mola hidatidosa berasal dari plasenta
dan/atau jaringan janin sehingga hanya mungkin terjadi pada awal
kehamilan. Massa biasanya terdiri dari bahan-bahan plasenta yang tumbuh
tak terkendali.
Pada
kehamilan normal, seharusnya kadar serum betaHCG mulai menghilang pada
usia kehamilan 14 minggu. Sedangkan pada MH komplit, level betaHCG terus
meningkat setelah usia kehamilan 14 minggu.
Penyebab mola hidatidosa tidak diketahui secara pasti, namun faktor penyebabnya adalah :
a. Faktor ovum : ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi terlambat dikeluarkan.
b. Imunoselektif dari tropoblast
c. Keadaan sosio-ekonomi yang rendah
d. Paritas tinggi
e. Defisiensi protein (teori Acosta Sison)
Sel
telur kosong bisa disebabkan oleh rendahnya kadar protein dalam tubuh
ibu hamil, sehingga sel telur normal yang siap dibuahi tidak pernah
terbentuk.
f. Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas
C. Klasifikasi
Mola hidatidosa dapat terbagi menjadi :
1. Mola hidatidosa komplet (klasik), jika tidak terdapatnya mudigah (embrio) ataupun janin (fetus), maupun tali pusat, dan selaput amnion
Villi
korion berubah menjadi massa vesikel dengan ukuran bervariasi dari
sulit terlihat sehingga diameter beberapa centimeter. Histologinya
memiliki karekteristik, yaitu :
· Terdapat degenerasi hidrofik & pembengkakan stroma villi
· Tidak ada pembuluh pada villi yang membengkak
· Proliferasi dari epitel trofoblas dengan bermacam-macam ukuran
· Tidak adanya mudigah (embrio) ataupun janin (fetus), maupun tali pusat, dan selaput amnion
2. Mola hidatidosa inkomplet (parsial), jika terdapat mudigah atau janin baik hidup ataupun mati, tali pusat dan selaput amnion.
Masih
tampak gelembung yang disertai janin atau bagian dari janin. Umumnya
janin masih hidup dalam bulan pertama. Tetapi ada juga yang hidup sampai
aterm. Pada pemeriksaan histopatologik tampak dibeberapa tempat villi
yang edema dengan sel trofoblas yang tidak begitu berproliferasi,
sedangkan tempat lain masih banyak yang normal.
D. Faktor predisposisi
- Faktor umur
Resiko MH paling rendah pada umur 20-35 tahun. Resiko
MH naik pada kehamilan remaja < 20 tahun. Naik sangat tinggi pada
kehamilan remaja < 15 tahun, kira-kira 20 x lebih besar. Lebih tinggi pada umur > 40 tahun.
- Faktor alat reproduksi
Defek pada ovarium, abnormalitas pada uterus.
- Faktor riwayat kehamilan mh sebelumnya
Wanita MH sebelumnya, punya risiko lebih besar naiknya kejadian MH berikutnya.
- Faktor kehamilan ganda
Mempunyai risiko yang meningkat untuk terjadinya MH.
- Faktor kebangsaan / etnik
Wanita
kulit hitam meningkat, dibanding wanita lainnya. Euroasian turun dua
kali lipat dibanding wanita Cina, India atau Malaysia.
- Faktor makanan dan minuman
Angka
kejadian MH tinggi diantara wanita miskin, diet yang defisiensi nutrisi
antara lain defisiensi protein, asam folat, karoten.
- Faktor sosial ekonomi
Resiko MH tinggi pada sosial ekonomi rendah (kontroversi).
- Faktor lain
Faktor hubungan keluarga/consanguinity, faktor merokok, faktor toksoplasmosis.
E. Pathofisiologi
Ada beberapa teori yang diajukan untuk menerangkan patogenesis dari penyakit trofoblast :
1. Teori missed abortion.
Mudigah
mati pada kehamilan 3 – 5 minggu karena itu terjadi gangguan peredarah
darah sehingga terjadi penimbunan cairan masenkim dari villi dan
akhirnya terbentuklah gelembung-gelembung.
2. Teori neoplasma dari Park.
Sel-sel
trofoblast adalah abnormal dan memiliki fungsi yang abnormal dimana
terjadi reabsorbsi cairan yang berlebihan ke dalam villi sehigga timbul
gelembung.
Studi
dari Hertig lebih menegaskan lagi bahwa mola hidatidosa semata-mata
akibat akumulasi cairan yang menyertai degenerasi awal atau tidak adanya
embrio komplit pada minggu ke 3 dan ke 5. Adanya sirkulasi maternal
yang terus menerus dan tidak adanya fetus menyebabkan trofoblast
berproliferasi dan melakukan fungsinya selama pembentukan
cairan.(Silvia, Wilson, 2000).
F. Tanda dan gejala
- Amenore/tidak haid
· Derajat keluhan mual muntah lebih hebat (10%)
· Uterus lebih besar dari usia kehamilan
· Terjadi pada bulan 1-7, rata-rata usia kehamilan 12-14 minggu
- Tidak ditemukan tanda kehamilan pasti seperti balotemen dan bunyi jantung janin.
- Pembesaran rahim yang terkadang diikuti perdarahan pervaginam (gejala utama, sekitar 90%), dan bercak berwarna merah darah atau coklat, pada keadaan lanjut dapat keluar materi seperti anggur pada pakaian dalam.
- β-hCG dalam darah atau urin (> 14 hari).
G. Komplikasi
· Perdarahan hebat sampai syok .
· Anemia akibat perdarahan berulang.
· Infeksi sekunder.
· Perforasi karena keganasan dan tindakan.
· Menjadi ganas pada 18-20% kasus, menjadi kariokarsinoma.
H. Diagnosa Banding
Kehamilan dengan mioma, abortus, hidramnion, dan gemeli.
I. Penatalaksanaan
v Deteksi dini
Anamnesa
- Terdapat gejala hamil muda yang kadang lebih nyata dari hamil biasa
- Terdapat perdarahan yang sedikit atau banyak, tidak teratur, warna merah atau kecoklatan seperti bumbu rujak.
- Pembesaran uterus tidak sesuai (lebih besar) dengan tua kehamilan seharusnya.
- Keluar jaringan mola seperti buah anggur atau mata ikan (tidak selalu ada), yang merupakan diagnosa pasti.
Inspeksi
- Muka dan terkadang badan telihat pucat kekuningan yang disebut muka mola (mola face).
- Jika gelembung mola keluar dapat dilihat jelas.
Palpasi
- Teraba uterus membesar tidak sesuai dengan tuanya kehamilan, tidak teraba bagian janin, gerakan janin, balotemen.
- Teraba lembek
- Adanya
fenomena harmonika, yaitu darah dan gelembung mola keluar, dan fundus
uteri turun, lalu naik lagi karena terkumpulnya darah baru.
Auskultasi
- Tidak terdengar djj
- Terdengar bising dan bunyi khas
Periksa dalam
- Vagina uterus membesar
- Bagian bawah uterus lembut dan tipis
- Serviks terbuka dapat diketemukan gelembung MH
- Perdarahan
- Terdapat jaringan dalam kanalis servikalis dan vagina
- Evaluasi keadaan serviks
- Sering disertai adanya Kista Teka Lutein Ovarium (KTLO)
Tes Diagnostik
1. Pemeriksaan kadar β-hCG
Pada mola terdapat peningkatan kadar β-hCG darah atau urin
2. Uji Sonde (Acosta Sison)
Sonde
(penduga rahim) dimasukkan pelan-pelan dan hati-hati ke dalam kanalis
servikalis dan kavum uteri. Bila tidak ada tahanan, sonde diputar
setelah ditarik sedikit, bila tetap tidak ada tahanan, kemungkinan mola.
(cara Acosta-Sison)
3. Foto rontgen abdomen
Tidak terlihat tulang-tulang janin
4. Foto thoraks
Ada gambaram emboli udara.
5. Ultrasonografi
Akan terlihat badai salju (snow flake pattern) dan tidak terlihat janin.
(Arif Mansjoer, dkk, 2001)
v Penanganan Awal
Ø Tangani keadaan umum
Ø Pengeluaran jaringan mola (Evakuasi)
Ada 2 cara:
a. Dilatasi & kuretase
Didilatasi
batang laminaria atau dengan dilatator hegar, evakuasi memakai cunam
abortus, dilanjutkan dengan memakai sendok kuret atau vakum kuret
(suction curettage).
Sambil diberikan uterotonika (oksitosin atau prostaglandin, 20-40 unit oksitosin dalam 250 cc darah atau 50 unit oksitosin dalam 500 cc NaCl 0,9%) untuk memperbaiki kontraksi, sedia darah untuk antisipasi jika terjadi perdarahan.
Pada penderita MH komplit seharusnya dilakukan kuret beberapa kali, sampai rahim benar-benar bersih dari sel trofoblast yang abnormal.
Pemeriksaan tindak lanjut (Follow up)
Setelah prosedur tersebut, dilakukan pengukuran kadar HcG darah
dan air seninya secara teratur selama 1 tahun untuk memastikan hormon
HcG kembali normal dan tidak ada pertumbuhan jaringan plasenta lagi. Jika seluruh mola telah terbuang, maka dalam waktu 8 minggu kadar HcG akan kembali normal.
Wanita
yang pernah menjalani pengobatan untuk mola sebaiknya tidak hamil dulu
dalam waktu 1 tahun pertama untuk menghindari keganasan atau
kariokarsinoma.
b. Histerektomi Abdominal
Tindakan
pengosongan isi kavum uteri dengan sayatan pada korpus uteri bagian
depan. Pengeluaran gelembung MH dengan histerektomi dikerjakan pada
wanita yang sudah mendekati menopause (≥ 35 tahun), dan sudah mempunyai
jumlah anak yang cukup (≥3 anak), wanita menopause meskipun belum
mempunyai anak, perforasi uterus, Perdarahan pervaginam yang hebat. Jadi pengangkatan rahim bukan terapi mola secara langsung.
Ø Terapi Profilaksis
Kasus
mola dengan resiko tinggi (seperti umur tua dan paritas) akan terjadi
keganasan, atau pada pemeriksaan Patologi Anatomi ditemukan mencurigakan
tanda keganasan.
Sitostatika Methotrexate atau actinomycin D dapat menghindarkan keganasan dengan metastasis, mengurangi koriokarsinoma diuterus sebanyak 3x
Sitostatika Methotrexate atau actinomycin D dapat menghindarkan keganasan dengan metastasis, mengurangi koriokarsinoma diuterus sebanyak 3x
2-3% kasus mola bisa berkembang menjadi keganasan (koriokarsinoma). Pada koriokarsinoma diberikan kemoterapi yaitu metotreksat, daktinomisin atau kombinasi kedua obat tersebut.
Hampir 20% pada mola komplit terjadi kariokarsinoma.
v Penanganan Lanjut
Lakukan
pemeriksaan ginekologi, radiologi, dan kadar β-hCG untuk mendeteksi
keganasan yang mungkin terjadi. Proses keganasan terjadi dari 7 hari
sampai 3 tahun pasca mola (kebanyakan pada 6 bulan pertama).
Periksa
kadar β-hCG setiap minggu selama 3 minggu sampai kadarnya negatif.
Dilanjutkan setiap bulan selama 6 bulan. Juga foto thoraks setiap bulan
sampai kadar β-hCG negatif.
J. Upaya pencegahan
Karena
pengertian dan penyebab dari mola masih belum diketahui secara pasti
maka kejadian mola hidatidosa sulit untuk dicegah. Bagaimanapun juga,
nutrisi ibu yang baik dapat menurunkan risiko terjadinya mola.
3. Kehamilan Ektopik Terganggu
A. Definisi
Kehamilan
ektopik ialah kehamilan dengan ovum yang dibuahi, berimplantasi dan
tumbuh tidak di tempat yang normal yakni dalam endometrium kavum uteri.
Istilah ektopik berasal dari bahasa Inggris, yaitu ectopic, dengan asal kata dari bahasa Yunani, yaitu topos
yang berarti tempat. Jadi istilah ektopik dapat diartikan “berada di
luar tempat yang semestinya”. Apabila pada kehamilan ektopik terjadi
abortus atau pecah, hal ini dapat berbahaya bagi wanita hamil sehingga
kehamilan ini disebut kehamilan ektopik terganggu. Kehamilan ektopik
merupakan keadaan emergensi yang menjadi penyebab kematian maternal
selama kehamilan trimester pertama.
Kehamilan ektopik paling sering terjadi di daerah tuba falopi (98%), meskipun begitu kehamilan ektopik juga dapat terjadi di ovarium (indung telur), rongga abdomen (perut), atau serviks (leher rahim).
Add caption |
Gambar. Lokasi Kehamilan Ektopik
Kehamilan
ektopik terjadi pada 1 dari 50 kehamilan. Hal yang menyebabkan besarnya
angka kematian ibu akibat kehamilan ektopik adalah kurangnya deteksi
dini dan pengobatan setelah diketahui mengalami kehamilan ektopik.
Resiko
kehamilan ektopik sangat besar karena kehamilan ini tidak bisa menjadi
normal. Bila telur tersebut tetap tumbuh dan besar di saluran tuba maka
suatu saat tuba tersebut akan pecah dan dapat menyebabkan perdarahan
yang sangat hebat dan mematikan. Apabila seseorang mengalami kehamilan
ektopik maka kehamilan tersebut harus cepat diakhiri karena besarnya
risiko yang ditanggungnya.
B. Etiologi
Etiologi
pasti dari kehamilan ektopik ini belum diketahui. Implantasi ovum yang
sudah dibuahi hanya berlangsung setelah sebagian atau seluruh zona pellucida menghilang. Implantasi berlangsung terlalu awal bila terdapat hambatan perjalanan ovum yang sudah dibuahi dalam tuba falopii.
Gambar. Lokasi implantasi kehamilan ektopik berikut prosentasi angka kejadiannya
Implantasi yang menyebabkan kehamilan ektopik, dapat terjadi di :
· Ujung fimbriae tuba falopii (17%)
· Ampula tubae ( 55%)
· Isthmus tuba falopii (25%)
· Pars interstitsialis tuba falopii (2%)
C. Faktor Predisposisi
1. Faktor tuba, diantaranya yaitu:
a. Kehamilan ektopik , 5 – 10 kali lipat pada pasien dengan riwayat salfingitis
b. Perlekatan lumen tuba
c. Kelainan anatomi tuba akibat ekspose Diethyl Stilbesterol - DES intrauterine
d. Riwayat operasi pada tuba falopii termasuk pasca tubektomi
e. Pasca terapi konservatif pada kehamilan ektopik
f. Tumor yang mengubah bentuk tuba
g. Kehamilan ektopik sebelumnya
Merupakan
risiko paling besar untuk kehamilan ektopik. Angka kekambuhan sebesar
15% setelah kehamilan ektopik pertama dan meningkat sebanyak 30% setelah
kehamilan ektopik kedua.
2. Kelainan zigot, yaitu kelainan kromosom dan malformasi
3. Faktor
ovarium, yaitu migrasi luar ovum (perjalanan ovum dari ovarium kanan ke
tuba kiri atau sebaliknya), pembesaran ovarium, dan unextruded ovum
4. Penggunaan kontrasepsi spiral dan pil progesteron
Kehamilan
ektopik meningkat apabila ketika hamil, masih menggunakan kontrasepsi
spiral (3 – 4%). Pil yang mengandung hormon progesteron juga
meningkatkan kehamilan ektopik karena pil progesteron dapat mengganggu
pergerakan sel rambut silia di saluran tuba yang membawa sel telur yang
sudah dibuahi untuk berimplantasi ke dalam rahim.
5. Kerusakan dari saluran tuba
Telur
yang sudah dibuahi mengalami kesulitan melalui saluran tersebut
sehingga menyebabkan telur melekat dan tumbuh di dalam saluran tuba.
Beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan gangguan
saluran tuba diantaranya adalah :
Merokok
: kehamilan ektopik meningkat sebesar 1,6 – 3,5 kali dibandingkan
wanita yang tidak merokok. Hal ini disebabkan karena merokok menyebabkan
penundaan masa ovulasi (keluarnya telur dari indung telur), gangguan
pergerakan sel rambut silia di saluran tuba, dan penurunan kekebalan
tubuh.
Penyakit
Radang Panggul : menyebabkan perlekatan di dalam saluran tuba, gangguan
pergerakan sel rambut silia yang dapat terjadi karena infeksi kuman
TBC, klamidia, gonorea.
Endometriosis : dapat menyebabkan jaringan parut di sekitar saluran tuba.
Tindakan
medis : seperti operasi saluran tuba atau operasi daerah panggul,
pengobatan infertilitas, seperti bayi tabung yang dapat menyebabkan
parut pada rahim dan saluran tuba.
6. Faktor lain antara lain:
a. Pemakaian AKDR atau alat kontrasepsi dalam rahim ( IUD )
b. Merokok
c. Usia tua
d. Riwayat abortus yang sering terjadi
D. Patofisiologi
Kehamilan
ektopik dapat berupa kehamilan tuba, kehamilan ovarial, kehamilan
intralagementer, kehamilan servikal, dan kehamilan intraabdominal. Yang
paling sering terjadi pada pars interstisial, pars ismika, pars
ampularis, dan infundibulum tuba.
Kehamilan
intrauterine dapat terjadi bersamaan dengan kehamilan ektopik. Disebut
combined ectopic pregnancy bila terjadi bersamaan dan compound ectopic
pregnancy bila kehamilan ektopik terjadi lebih dahulu dengan janin sudah
mati dan menjadi litopedion.
Hasil konsepsi bernidasi kolumnar atau interkolumnar dan biasanya akan terganggu pada kehamilan 6-10 minggu, berupa:
- Hasil konsepsi mati dan diresorpsi
- Abortus ke dalam lumen tuba
- Rupture dinding tuba
Uterus
menjadi besar dan lembek; endometrium dapat berubah menjadi desidua
karena pengaruh estrogen dan progesterone dari korpus luteum
graviditatis dan trofoblas. Pada endometrium juga dapat ditemukan
fenomena Arias-Stella.
E. Tanda dan Gejala
Pada
minggu-minggu awal, kehamilan ektopik memiliki tanda-tanda seperti
kehamilan pada umumnya, yaitu terlambat haid, mual dan muntah, mudah
lelah, dan perabaan keras pada payudara.
Sejumlah penyakit menunjukkan gejala dan tanda yang mirip dengan kehamilan ektopik antara lain:
a. Abortus iminen – insipien atau inkompletus
b. Ruptura kista ovarium
c. Torsi kista ovarium
d. Gastroenteritis
e. Apendisitis
Oleh
karena menegakkan diagnosa dini adalah hal yang tidak mudah maka dugaan
keras terjadinya kehamilan ektopik ditegakkan bila pada kehamilan
trimester pertama terjadi perdarahan pervaginam dan atau nyeri abdomen
yang bersifat akut serta keadaaan umum pasien yang memburuk (renjatan
atau anemia ).
15 – 20% kasus kehamilan ektopik merupakan kasus emergensi yang memerlukan tindakan pembedahan.
Berikut tanda-tanda dan gejala yang harus diperhatikan pada kehamilan ektopik adalah :
v Gejala
1. Nyeri
Nyeri panggul atau abdomen hampir selalu terdapat. Nyeri dapat bersifat unilateral atau bilateral ; terlokalisir atau menyebar.
Nyeri subdiafragma atau nyeri bahu tergantung ada atau tidaknya perdarahan intra-abdominal.
2. Perdarahan
Perdarahan
uterus abnormal (biasanya berupa bercak perdarahan) terjadi pada 75%
kasus yang merupakan akibat dari lepasnya sebagian desidua.
3. Amenorea
Amenorea
sekunder tidak selalu terdapat dan 50% penderita KE mengeluhkan adanya
spotting pada saat haid yang dinanti sehingga tak jarang dugaan
kehamilan hampir tidak ada.
4. Sinkope
Pusing, pandangan berkunang-kunang dan atau sinkope terjadi pada 1/3 sampai setengah kasus KET.
5. “Desidual cast”
5 – 10% kasus kehamilan ektopik mengeluarkan ”desidual cast” yang sangat menyerupai hasil konsepsi.
v Tanda
1. Ketegangan abdomen
Rasa tegang abdomen yang menyeluruh atau terlokalisir terdapat pada 80% kasus kehamilan ektopik terganggu.
2. Nyeri goyang servik (dan ketegangan pada adneksa) terdapat pada 75% kasus kehamilan ektopik. bila serviks digerakkan, nyeri pada perabaan dan kavum douglasi menonjol karena ada bekuan darah.
3. Masa adneksa
Masa
unilateral pada adneksa dapat diraba pada sepertiga sampai setengah
kasus kehamilan ektopik. Kadang-kadang dapat ditemukan adanya masa pada
cavum Douglassi (hematocele).
4. Perubahan pada uterus
Terdapat perubahan-perubahan yang umumnya terjadi pada kehamilan normal.
5. Perdarahan
pervaginam berwarna coklat tua. Perdarahan vagina bisa bervariasi,
dapat berupa bercak atau banyak seperti menstruasi.
6. Nyeri
perut bagian bawah. Pada rupture tuba uteri mula-mula pada satu sisi,
menjalar ke tempat lain. Nyeri bertambah hebat bila bergerak. Bila darah
sampai ke diafragma bisa menyebabkan nyeri bahu dan bila terjadi
hematokel retrouterina terdapat nyeri defekasi.
Apabila
seorang wanita dengan kehamilan ektopik mengalami gejala diatas, maka
dikatakan bahwa wanita tersebut mengalami Kehamilan Ektopik Terganggu.
F. Komplikasi
Komplikasi
yang utama adalah akibat yang ditimbulkan oleh perdarahan yaitu anemia,
syok, dan kematian. Perdarahan intraabdominal yang berlangsung cepat
dan dalam jumlah yang banyak dapat menyebabkan syok bahkan kematian
dengan segera.
Gambar 2. Komplikasi Kehamilan Ektopik (perdarahan).
G. Penatalaksanaan
1. Pencegahan
Berhenti
merokok akan menurunkan risiko kehamilan ektopik. Wanita yang merokok
memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk mengalami kehamilan ektopik.
Berhubungan seksual secara aman seperti menggunakan kondom akan
mengurangi risiko kehamilan ektopik dalam arti berhubungan seks secara
aman akan melindungi seseorang dari penyakit menular seksual yang pada
akhirnya dapat menjadi penyakit radang panggul. Penyakit radang panggul
dapat menyebabkan jaringan parut pada saluran tuba yang akan
meningkatkan risiko terjadinya kehamilan ektopik.
2. Deteksi dini
Bidan terlebih dahulu dapat melakukan anamnesis terhadap pasien.
Biasanya
ibu mengeluh amenorhea dan kadang terdapat gejala subyektif kehamilan,
kadang terdapat nyeri perut bagian bawah, perdarahan biasanya terjadi
setelah nyeri perut bagian bawah.
Deteksi dini dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan penunjang, diantaranya adalah:
a. Pemeriksaan
air seni dapat dilakukan untuk mengetahui kehamilan seseorang,
sedangkan untuk mengetahui kehamilan ektopik seorang dokter dapat
melakukan:
· Pemeriksaan panggul
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengkonfirmasi ukuran rahim dalam masa kehamilan dan merasakan perut yang keras.
· Pemeriksaan darah
Pemeriksaan
ini untuk mengecek hormon ß-hCG. Pemeriksaan ini diulangi 2 hari
kemudian. Pada kehamilan muda, level hormon ini meningkat sebanyak dua
kali setiap dua hari. Kadar hormon yang rendah menunjukkan adanya suatu
masalah seperti kehamilan ektopik.
· Pemeriksaan ultrosonografi (USG).
Pemeriksaan
ini dapat menggambarkan isi dari rahim seorang wanita. Pemeriksaan USG
dapat melihat dimana lokasi kehamilan seseorang, baik di rahim, saluran
tuba, indung telur, maupun di tempat lain.
3. Penanganan lanjut
Kehamilan
ektopik dapat mengancam nyawa, maka deteksi dini dan pengakhiran
kehamilan adalah tatalaksana yang disarankan. Pengakhiran kehamilan
dapat dilakukan melalui :
a. Obat-obatan
Dapat diberikan apabila kehamilan ektopik diketahui sejak dini. Obat yang digunakan adalah methotrexate (obat anti kanker).
b. Operasi
Untuk
kehamilan yang sudah berusia lebih dari beberapa minggu, operasi adalah
tindakan yang lebih aman dan memiliki angka keberhasilan lebih besar
daripada obat-obatan. Apabila memungkinkan, akan dilakukan operasi
laparaskopi.
DAFTAR PUSTAKA
Ø A.Mansjoer, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius
Ø Mochtar, Rustam.,M.PH. 1998. Sinopsis Obstetri, Obstetri Fisiologi Obstetri Patologi. Jakarta: EGC
Ø Prawirohardjo, Sarwono. 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Bina Pustaka sarwono Prawirohardjo
Ø Prawirohardjo, Sarwono. 2005. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Ø Sastrawinata, Sulaeman, dkk. 2004. Obstetri Patologi Ilmu Kesehatan Reproduksi. Jakarta: EGC
Ø Obstetric Williams
Ø Seller
Ø Varney, Helen at al. 2004. Buku-Ajar Asuhan Kebidanan. Jakarta: EGC.
Ø http://reproduksiumj.blogspot.com/2009/09/kehamilan-ektopik.html
Ø http://adulgopar.files.wordpress.com/2009/12/kehamilan-ektopik.pdf
Ø http://digilib.unsri.ac.id/download/Kehamilan%20Ektopik.pdf
Ø http://doctorology.net/?p=152
Ø http://myother-world.blogspot.com/2008/07/kehamilan-ektopik-terganggu-ket.html
Ø http://widiantopanca.blogdetik.com/obgin/mola-hidatidosa/
Ø http://www.sukmamerati.com/hamil-anggur-atau-mola-hidatidosa-ditandai-dengan-pembesaran-uterus-yang-abnormal
Ø http://medicastore.com/penyakit/893/Mola_Hidatidosa_Hamil_Anggur.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar