KATA PENGANTAR
Puji
syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmad dan hidayahnya,
sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Labioskizis dan
Labiopalatoskizis dengan baik dan tepat waktu. Kami menyadari bahwa
penyusunan makalah ini tidak lepas dari bimbingan dan dukungan dari semua
pihak, maka dalam kesempatan ini penyusun mengucapkan terima kasih kepada dosen
pembimbing dan semua pihak yang telah membantu penyusun dalam menyelesaikan
makalah ini.
Penyusun
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurnah untuk itu penyusun
mengharapkan saran dan kritik yang
membangun. Akhir kata teriring dengan Do’a semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat bagi mahasiswa, khususnya maupun para pembaca
umumnya.
Penulis
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................
DAFTAR ISI.................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................
1.1 Latar Belakang...............................................................................
1.2 Tujuan............................................................................................
BAB II ISI.....................................................................................................
2.1 Defenisi..........................................................................................
2.2 Klasifikasi......................................................................................
2.3 Etiologi...........................................................................................
2.4 Faktor Resiko................................................................................
2.5 Patofisiologi....................................................................................
2.6 Risiko
Kejadian Sumbing Pada Keluarga........................................
2.7 Komplikasi.....................................................................................
2.8
Penatalaksanaan.............................................................................
2.9 Syarat Labioplasti (Rule of Ten)......................................................
2.10 Syarat Palatoplasti........................................................................
BAB II PENUTUP........................................................................................
3.1 Kesimpulan....................................................................................
3.2 Saran.............................................................................................
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Asuhan kebidanan
adalah perawatan yang diberikan oleh bidan. Jadi asuhan kebidanan pada
neonatus, bayi, dan balita adalah perawatan yang diberikan oleh bidan pada bayi
baru lahir, bayi, dan balita. Neonatus, bayi, dan balita dengan kelainan bawaan
adalah suatu penyimpangan yang dapat menyebabkan gangguan pada neonatus, bayi,
dan balita apabila tidak diberikan asuhan yang tepat dan benar. Ada beberapa
kelainan bawaan diantaranya adalah labioskizis, labiopalatoskizis, atresia
esofagus, atersia rekti dan ani, obstruksi biliaris, omfalokel, hernia
diafragmatika, atresia duodeni, meningokel, ensefalokel, hidrosefalus, fimosis,
dan hipospadia. Salah satu kelainan bawaan yang akan di jelaskan lebih jauh
disini adalah labioskizis dan labiopalatoskizis.
Labioskizis dan Labiopalatoskizis Merupakan deformitas daerah mulut
berupa celah atau sumbing atau pembentukan yang kurangsempurna semasa embrional
berkembang, bibir atas bagian kanan dan bagian kiri tidak
tumbuhbersatu. Belahnya belahan dapat sangat bervariasi, mengenai salah
satu bagian atau semua bagian daridasar cuping hidung, bibir, alveolus dan
palatum durum serta molle. Suatu klasifikasi bergunamembagi struktur-struktur
yang terkena menjadi :Palatum primer meliputi bibir, dasar hidung, alveolus dan
palatum durum dibelahan foramenincisivumPalatum sekunder meliputi palatum durum
dan molle posterior terhadap foramen.Suatu belahan dapat mengenai salah satu
atau keduanya, palatum primer dan palatum sekunder dan dapat unilateral
atau bilateral.Kadang-kadang terlihat suatu belahan submukosa, dalam kasus ini
mukosanya utuh denganbelahan mengenai tulang dan jaringan otot palatum.
1.2 Tujuan
a. Mengetahui salah satu kelainan bawaan yang
terjadi pada Bayi Baru Lahir yaitu Labioskizis dan labiopalatosskizis
b. Memahami asuhan yang diberikan pada
neonatus dengan kelainan bawaan dan penatalaksanaannya.
c. Merupakan salah satu tugas mata kuliah
Asuhan Kebidanan Bayi Baru Lahir.
BAB II
ISI
2.1
Definisi
Labioskizis
adalah kelainan congenital sumbing yang terjadi akibat kegagalan fusi atau
penyatuan prominen maksilaris dengan prominen nasalis medial yang dilikuti
disrupsi kedua bibir, rahang dan palatum anterior. Sedangkan
Palatoskizis adalah kelainan congenital sumbing akibat kegagalan fusi palatum
pada garis tengah dan kegagalan fusi dengan septum nasi. (sumber : Asuhan
Kebidanan Neonatu, Bayi, dan Anak Balita, 2010)
Labioskizis dan labiopalatoskizis
merupakan deformitas daerah mulut berupa celah atau sumbing atau pembentukan
yang kurang sempurna semasa perkembangan embrional di mana bibir atas bagian
kanan dan bagian kiri tidak tumbuh bersatu. (sumber : )
2.2 Klasifikasi
Jenis belahan pada labioskizis atau
labiopalatoskizis dapat sangat bervariasi, bisa mengenai salah satu bagian atau
semua bagian dari dasar cuping hidung, bibir, alveolus dan palatum durum, serta
palatum molle. Suatu klasifikasi membagi struktur-struktur yang terkena menjadi
beberapa bagian berikut.
- Palatum primer meliputi bibir, dasar hidung, alveolus, dan palatum durum di belahan foramen insisivum.
- Palatum sekunder meliputi palatum durum dan palatum molle posterior terhadap foramen.
- Suatu belahan dapat mengenai salah satu atau keduanya, palatum primer dan palatum sekunder dan juga bisa berupa unilateral atau bilateral.
- Terkadang terlihat suatu belahan submukosa. Dalam kasus ini mukosanya utuh dengan belahan mengenai tulang dan jaringan otot palatum.
2.3 Etiologi
Penyebab terjadinya labioskizis dan labiopalatoskizis adalah sebagai berikut.
·
Kelainan-kelainan
yang dapat menimbulkan hipoksia.
·
Obat-obatan
yang dapat merusak sel muda (mengganggu mitosis), misalnya sitostatika dan
radiasi.
·
Obat-obatan
yang mempengaruhi metabolisme, misalnya defisiensi vitamin B6, asam folat, dan
vitamin C.
·
Faktor
keturunan.
·
Syndrome atau
malformasi yang disertai adanya sumbing bibir, sumbing palatum atau keduanya
disebut kelompok syndrome cleft dan kelompok sumbing yang berdiri sendiri non
syndromik clefts.
·
Beberapa
syndromik cleft adalah sumbing yang terjadi pada kelainan kromosom (trysomit
13, 18 atau 21) mutasi genetik atau kejadian sumbing yang berhubungan dengan
akibat toksikosis selama kehamilan (kecanduan alkohol, terapi fenitoin, infeksi
rubella, sumbing yang ditemukan pada syndrome peirrerobin.
·
Penyebab non
syndromik clefts dapat bersifat multifaktorial seperti masalah genetik dan
pengaruh lingkungan.
2.4 Faktor
Resiko
Angka kejadian kelalaian kongenital
sekitar 1/700 kelahiran dan merupakan salah satu kelainan kongenital yang
sering ditemukan, kelainan ini berwujud sebagai labioskizis disertai
palatoskizis 50%, labioskizis saja 25% dan palatoskizis saja 25%. Pada 20% dari
kelompok ini ditemukan adanya riwayat kelainan sumbing dalam keturunan. Kejadian
ini mungkin disebabkan adanya faktor toksik dan lingkungan yang mempengaruhi
gen pada periode fesi ke-2 belahan tersebut; pengaruh toksik terhadap fusi yang
telah terjadi tidak akan memisahkan lagi belahan tersebut.
2.5
Patofisiologi
Labioskizis terjadi akibat kegagalan
fusi atau penyatuan frominem maksilaris dengan frominem medial yang diikuti
disrupsi kedua bibir rahang dan palatum anterior. Masa krisis fusi tersebut
terjadi sekitar minggu keenam pascakonsepsi. Sementara itu, palatoskizis terjadi
akibat kegagalan fusi dengan septum nasi. Gangguan palatum durum dan palatum
molle terjadi pada kehamilan minggu ke-7 sampai minggu ke-12.
2.6 Risiko
Kejadian Sumbing Pada Keluarga
Risiko
sumbing pada anak berikutnya
|
Risiko
labioskizis dengan atau tanpa palatoskizis (%)
|
Risiko
palatoskizis (%)
|
- bila ditemukan satu anak menderita sumbing
|
||
- Suami istri dan dalam keturunan tidak ada yang
sumbing.
|
2-3
|
2
|
- dalam keturunan ada yang sumbing
|
4-9
|
3-7
|
- Bila ditemukan dua anak menderita sumbing
|
14
|
13
|
-
salah satu orangtuanya menderita sumbing
|
12
|
13
|
-
Kedua orangtuanya menderita sumbing.
|
30
|
20
|
2.7 Komplikasi
Komplikasi yang
bisa terjadi pada kelainan ini adalah :
·
Otitis media
·
Faringitis
·
Kekurangan gizi.
·
10% penderita
palatoskizis akan Menderita masalah bicara, misalnya suara sengau.
2.8
Penatalaksanaan
1. Pemberian ASI
secara langsung dapat pula diupayakan jika ibu mempunyai refleks mengeluarkan
air susu dengan baik yang mungkin dapat dicoba dengan sedikit menekan payudara.
2. Bila anak sukar
mengisap sebaiknya gunakan botol peras (squeeze bottles). Untuk mengatasi
gangguan mengisap, pakailah dot yang panjang dengan memeras botol maka susu
dapat didorong jatuh di belakang mulut hingga dapat diisap. Jika anak tidak
mau, berikan dengan cangkir dan sendok.
3. Dengan bantuan ortodontis dapat pula
dibuat okulator untuk menutup sementara celah palatum agar memudahkan pemberian
minum, dan sekaligus mengurangi deformitas palatum sebelum dapat dilakukan
tindakan bedah.
4. Tindakan bedah,
dengan kerja sama yang baik antara ahli bedah, ortodontis, dokter anak, dokter
THT, serta ahli wicara.
2.9 Syarat Labioplasti (Rule of Ten)
· umur 3 bulan atau > 10 minggu.
· Berat badan kira-kira 4,5 kg/10 pon
· Hemoglobin > 10 gram/dl
· Hitung jenis leukosit < 10.000
2.10 Syarat Palatoplasti
Palatoskizis ini biasanya ditutup pada umur 9-12 bulan
menjelang anak belajar bicara, yang penting dalam operasi ini adalah harus
memperbaiki lebih dulu bagian belakangnya agar anak bisa dioperasi umur 2
tahun. Untuk mencapai kesempurnaan suara, operasi dapat saja dilakukan
berulang-ulang. Operasi dilakukan jika berat badan normal, penyakit lain tidak
ada, serta memiliki kemampuan makan dan minum yang baik. Untuk mengetahui
berhasil tidaknya operasi harus ditunggu sampai anak tersebut belajar bicara
antara 1-2 th.
1. Jika
sengau harus dilakukan tetapi bicara (fisioterapi otot-otot bicara)
2. Jika
terapi bicara tidak berhasil dan suara tetap sengau, maka harus dilakukan
faringoplasti saat anak berusia 8 tahun.
Faringoplasti ialah suatu pembebasan
mukosa dan otot-otot yang kemudian didekatkan satu sama lain. Pada
faringoplasti hubungan antara faring dan hidung dipersempit dengan membuat
klep/memasang klep dari dinding belakang faring ke palatum molle. Tujuan
pembedahan ini adalah untuk menyatukan celah segmen-segmen agar pembicaraan
dapat dimengerti.
Perawatan yang dilakukan pasca
dilakukannya faringoplasti adalah sebagai berikut.
·
Menjaga agar
garis-garis jahitan tetap bersih
·
Bayi diberi
makan atau minum dengan alat penetes dengan menahan kedua tangannya.
·
Makanan yang
diberikan adalah makanan cair atau setengah cair atau bubur saring selama 3 minggu
dengan menggunakan alat penetes atau sendok.
·
Kedua tangan
penderita maupun alat permainan harus dijauhkan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Labioskizis dan labiopalatoskizis
merupakan kelainan congenital atau bawaan yang terjadi akibat kegagalan fusi
atau penyatuan frominem maksilaris dengan frominem medial yang diikuti disrupsi
kedua bibir rahang dan palatum anterior. Masa krisis fusi tersebut terjadi
sekitar minggu keenam pascakonsepsi. Sementara itu, palatoskizis terjadi akibat
kegagalan fusi dengan septum nasi. Gangguan palatum durum dan palatum molle
terjadi pada kehamilan minggu ke-7 sampai minggu ke-12.
Penanganan
yang dilakukan adalah dengan tindakan bedah efektif yang melibatkan beberapa
disiplin ilmu untuk penanganan selanjutnya. Penutupan labioskizis biasanya
dilakukan pada usia 3 bulan, sedangkan palatoskizis biasanya ditutup pada usia
9-12 bulan menjelang anak belajar bicara.
3.2 Saran
Untuk Labioskizis dan Labiopalatoskizis
sangat penting diperlukan pendekatan kepada orang tua agar mereka mengetahui
masalah tindakan yang diperlukan untuk perawatan anaknya.
DAFTAR PUSTAKA
Sudarti, M.Kes, Khoirunnisa Endang, SST.Keb, Asuhan
Kebidanan Neonatus, Bayi, dan Anak Balita.
Betz, Cecily, dkk. 2002. Buku Saku
Keperawatan Pedriatik. Jakarta ; EEC.
Hidayat, Aziz Alimul. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta : Salemba Medika.
Nelson. 1993. Ilmu Kesehatan Anak bagian 2. Jakarta; Fajar Interpratama.
Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EEC.
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EEC.
Wong, Dona L.2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pedriatik. Jakarta : EEC.
Hidayat, Aziz Alimul. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta : Salemba Medika.
Nelson. 1993. Ilmu Kesehatan Anak bagian 2. Jakarta; Fajar Interpratama.
Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EEC.
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EEC.
Wong, Dona L.2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pedriatik. Jakarta : EEC.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar