Epidemiologi dan peranannya didalam pemecahan
masalah kesehatandi masyarakat
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Telah diketahui bahwa untuk dapat
memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan, mencegah, dan mengobati
penyakit serta memulihkan kesehatan masyarakat perlulah disediakan dan
diselenggarakan pelayanan kesehatan masyarakat (public health services) yang sebaik-baiknya.
Untuk dapat menyediakan dan
menyelenggarakan pelayanan kesehatan tersebut, banyak yang harus
diperhatikan. Yang paling penting adalah pelayanan masyarakat yang
dimaksud harus sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Namun sekalipun
terdapat kesesuaian yang seperti ini telah menjadi kesepakatan semua
pihak, namun dalam praktek sehari-hari tidaklah mudah dalam menyediakan
dan menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang dimaksud.
Untuk mengatasinya, telah diperoleh
semacam kesepakatan bahwa perumusan kebutuhan kesehatan dapat dilakukan
jika diketahui masalah kesehatan dimasyarakat. Dengan kesepakatan yang
seperti ini diupayakanlah menemukan masalah kesehatan yang ada
dimasyarakat tersebut. Demikianlah, berpedoman pada kesepakatan yang
seperti ini, dilakukan berbagai upaya untuk menemukan serta merumuskan
masalah kesehatan dimasyarakat. Upaya tersebut dikaitkan dengan
menentukan frekuensi, penyebaran serta faktor-faktor yang mempengaruhi
frekuansi dan penyebaran disuatu masalah kesehatan dimasyarakat tercakup
dalam suatu cabang ilmu khusus yang disebut dengan nama Epidemiologi.
Subjek dan objek epidemiologi adalah
tentang masalah kesehatan. Ditinjau dari sudut epidemiologi, pemahaman
tentang masalah kesehatan berupa penyakit amatlah penting. Karena
sebenarnya berbagai masalah kesehatan yang bukan penyakit hanya akan
mempunyai arti apabila ada hubungannya dengan soal penyakit. Apabila
suatu masalah kesehatan tidak sangkut pautnya dengan soal penyakit.,
maka pada lazimnya masalah kesehatan tersebut tidak terlalu
diperioritaskan penanggulangannya.
Demikianlah karena pentingnya soal
penyakit ini, maka perlulah dipahami dengan sebaik-baiknya hal ikhwal
yang berkaitan dengan penyakit tersebut. Kepentingan dalam epidemiologi
paling tidak untuk mengenal ada atau tidaknya suatu penyakit di
masyarakat sedemikian rupa sehingga ketika dilakukan pengukuran tidak
ada yang sampai luput atau tercampur dengan penyakit lainnya yang
berbeda.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Epidemiologi
Jika ditinjau dari asal kata,
epidemiologi berarti ilmu yang memepelajari tentang penduduk (yunani:
epi = pada atau tentang, demos = penduduk, logos = ilmu). Pada saat ini
epidemiologi diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang frekuensi
dan penyebaran masalah kesehatan pada sekelompok manusia serta
faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Beberapa pengertian secara umum dan setengah awam, dapat dibaca dalam kamus atau ensiklopedia umum antara lain sebagai berikut:
- Webster’s New World Dictionary of the American Languange, Epidemiologi adalah cabang ilmu kedokteran yang menyelidiki penyebab-penyebab dan cara pengendalian wabah-wabah.
- Kamus Besar Bahasa Indonesia terbtan Balai Pustaka, Dep Dik Bud 1990: Epidemiologi adalah ilmu tentang penyebaran penyakit menular pada manusia dan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi penyebarannya.
- Ensiklopedia Nasional Indonesia terbitan PT Cipta Adi Pustaka , Jakrta 1989 : Epidemiologi adalah suatu cara untuk meneliti penyebaran penyakit atau kondisi kesehatan penduduk termasuk faktor – faktor yang menyebabkannya.
B. Penelitian Epidemiologi
Secara sederhana, studi epidemiologi dapat dibagi menjadi dua kelompok sebagai berikut :
- Epidemiologi deskriptif, yaitu Cross Sectional Study/studi potong lintang/studi prevalensi atau survei.
- Epidemiologi analitik terdiri dari :
1. Non eksperimental :
- Studi kohort / follow up / incidence / longitudinal / prospektif studi. Kohort diartikan sebagai sekelompok orang. Tujuan studi mencari akibat (penyakitnya).
- Studi kasus kontrol/case control study/studi retrospektif. Tujuannya mencari faktor penyebab penyakit.
- Studi ekologik. Studi ini memakai sumber ekologi sebagai bahan untuk penyelidikan secara empiris fakto resiko atau karakteristik yang berada dalam keadaan konstan di masyarakat. Misalnya, polusi udara akibat sisa pembakaran BBM yang terjadi di kota-kota besar.
2. Eksperimental. Dimana
penelitian dapat melakukan manipulasi/mengontrol faktor-faktor yang
dapat mempengaruhi hasil penelitian dan dinyatakan sebagai tes yang
paling baik untuk menentukan cause and effect relationship serta tes
yang berhubungan dengan etiologi, kontrol, terhadap penyakit maupun
untuk menjawab pertanyaan masalah ilmiah lainnya. Studi eksperimen
dibagi menjadi 2 (dua) yaitu :
1) Clinical Trial. Contoh :
- Pemberian obat hipertensi pada orang dengan tekanan darah tinggi untuk mencegah terjadinya stroke.
- Pemberian Tetanus Toxoid pada ibu hamil untuk menurunkan frekuensi Tetanus Neonatorum.
2) Community Trial. Contoh : Studi Pemberian zat flourida pada air minum.
C. Batasan Epidemiologi
Pada saat ini epidemiologi diartikan
sebagai ilmu yang mempelajari tentang frekwensi dan penyebaran masalah
kesehatan pada sekelompok menusia serta faktor-faktor yang
mempengaruhinya. Dari batasan yang seperti ini, segera terlihat bahwa
dalam pengertian epidemiologi terdapat tiga hal yang bersifat pokok
yakni:
a) Frekuensi masalah kesehatan
Frekuensi masalah kesehatan dini
dimaksudkan untuk menunjuk kepada besarnya masalah kesehatan yang
terdapat pada sekelompok manusia. Untuk dapat mengetahui frekuensi suatu
masalah kesehatan dengan tepat ada dua hal pokok yang harus dilakukan
yakni menemukan masalah kesehatan yang dimaksud untuk kemudian
dilanjutkan dengan melakukan pengukuran atas masalah kesehatan yang
ditemukan tersebut.
b) Penyebaran masalah kesehatan
Yang dimaksud dengan penyebaran masalah
kesehatan disini ialah menunujuk kepada pengelompokkan masalah kesehatan
menurut suatu keadaan tertentu. Keadaan tertentu yang dimaksudkan
banyak macamnya, yang dalam epidemiologi dibedakan atas tiga macam yakni
menurut ciri-ciri manusia (man), menurut tempat (place), dan menurut
waktu (time)
c) Faktor-faktor yang memepengaruhi
Yang dimaksud dengan faktor-faktor yang
mempengaruhi disini ialah menunujuk kepada faktor penyebab dari suatu
masalah kesehatan, baik yang menerangkan frekuensi, penyebaran dan
ataupun yang menerangkan penyebab munculnya masalah kesehatan itu
sendiri. Untuk itu ada tiga langkah pokok yang lazim dilakukan yakni
merumuskan hipotesa tentang penyebab yang dimaksud, melakukan pengujian
terhadap rumusan hipotesa yang telah disusun dan setelah itu menarik
kesimpulan terhadapnya. Dengan diketahuinya penybab suatu masalah
kesehatan, dapatlah disusun langkah-langkah penanggulangan selanjutnya
dari masalah kesehatan tersebut.
D. Ruang Lingkup Epidemiologi
Seperti berbagai cabang ilmu lainnya,
epidemiologi juga mempunyai ruang lingkup kegiatan tersendiri. Ruang
lingkup yang dimaksud secara sederhana dapat dibedakan atas tiga macam
yakni:
1. Masalah kesehatan sebagai subjek dan objek epidemiologi
Epidemiologi tidak hanya sekedar
mempelajari masalah-masalah penyakit-penyakit saja, tetapi juga mencakup
masalah kesehatan yang sangat luas ditemukan di masyarakat. Diantaranya
masalah keluarga berencana, masalah kesehatan lingkungan, pengadaan
tenaga kesehatan, pengadaan sarana kesehatan dan sebagainya. Dengan
demikian, subjek dan objek epidemiologi berkaitan dengan masalah
kesehatan secara keseluruhan.
2. Masalah kesehatan pada sekelompok manusia
Pekerjaan epidemiologi dalam mempelajari
masalah kesehatan, akan memanfaatkan data dari hasil pengkajian terhadap
sekelompok manusia, apakah itu menyangkut masalah penyakit, keluarga
berencana atau kesehatan lingkungan. Setelah dianalisis dan diketahui
penyebabnya dilakukan upaya-upaya penanggulangan sebagai tindak
lanjutnya.
3. Pemanfaatan data tentang frekuensi dan
penyebaran masalah kesehatan dalam merumuskan penyebab timbulnya suatu
masalah kesehatan.
Pekerjaan epidemiologi akan dapat
mengetahui banyak hal tentang masalah kesehatan dan penyebab dari
masalah tersebut dengan cara menganalisis data tentang frekuensi dan
penyebaran masalah kesehatan yang terjadi pada sekelompok manusia atau
masyarakat. Dengan memanfaatkan perbedaan yang kemudian dilakukan uji
statistik, maka dapat dirumuskan penyebab timbulnya masalah kesehatan.
E. Manfaat Epidemiologi
dari batasan dan ruang lingkup
pengertiannya , maka epidemiologi sebagai kumpulan metoda pengamatan
yang mencakup berbagai bidang ilmu juga mempunyai manfaat yang cukup
luas, terutama dalam ilmu kesehatan masyarakat maupun ilmu kedokteran
pada umumnya. Meskipun demikian manfaat utama epidemiologi pada
hakekatnya secara garis besarnya dapat epidemiologi pada hakekatnya
secara garis besarnya dapat dikelompokkan antara lain sebagai berikut:
1) Untuk mengenali dan memahami
penyakit dan masalah kesehatan lainnya. Sesuai dengan batasannya ,maka
epidemiologi bermanfaat untuk dapat menguraikan dan memahami proses
terjadinya dan penyebarannya penyakit dan masalah kesehatan, serta
faktor-faktor yang mempengaruhinya.
2) Untuk melengkapi ‘body of
knowledge’ dan ‘riwayat ilmiah penyakit’. Suatu pengamatan epidemiologis
hendaknya selalu merupakan upaya ‘penelitian’ yang hasilnya diharapkan
akan dapat lebih melengkapi ‘ riwayat alamiah penyakit’ yang sekaligus
juga merupakan ‘body of knowledge’ dari penyakit atau masalah kesehatan
yang bersangkutan.
3) Untuk dapat diaplikasikan dalam
upaya pengendalian dan penanggulangan penyakit atau maslah kesehatan.
Segala upaya untuk selalu lebih melengkapi pemahaman kita tentang
‘riwayat alamiah penyakit’ tidak lain maksudnya adalah agar kita dapat
menemukan jalan keluar dalam upaya menanggulangi masalah penyakit tadi.
F. Peranannya dalam pemecahan masalah kesehatan di masyarakat
Meninjau dari penjelasan tentang
pengertian epidemiologi, serta ruang lingkupnya, seorang ahli
epidemiologi atau epidemiolog memiliki peran-peran penting dalam
kesehatan masyarakat. Ada beberapa peranan epidemiolog dalam kesehatan
masyarakat, diantaranya adalah:
- Mencari / mengidentifikasi faktor yang mempengaruhi timbulnya gangguan kesehatan atau penyakit dalam suatu masyarakat tertentu dalam usaha mencari data untuk penanggulangan serta cara pencegahannya.
- Menyiapkan data / informasi untuk keperluan program kesehatan dengan menilai status kesehatan dalam masyarakat serta memberikan gambaran tentang kelompok penduduk yang terancam.
- Membantu menilai beberapa hasil program kesehatan.
- Mengembangkan metodologi dalam menganalisis penyakit serta cara mengatasinya, baik penyakit perorangan ( tetapi dianalisis dalam kelompok ) maupun kejadian luar biasa ( KLB ) / wabah dalam masyarakat.
Epidemiologi juga memiliki manfaat
penting dalam menyelesaikan masalah kesehatan masyarakat yaitu
memberikan gambaran (deskripsi) tentang penyebaran (distribusi), besar
dan luasnya masalah kesehatan dan lainnya ,menjelaskan interaksi
faktor-faktor agent, host and environment ,menguraikan kelompok Penduduk
yang dalam risiko dan risiko tinggi terhadap kelompok Penduduk yang
tidak mempunyai Risiko ,mengevaluasi efektivitas dan efisiensi serta
keberhasilan kegiatan , membantu pekerjaan administratif kesehatan yaitu
planning (perencanaan) ,monitoring (pengamatan) ,dan evaluation
(evaluasi) , menerangkan penyebab masalah kesehatan sehingga dapat
disusun langkah-langkah penanggulangannya, Dapat menerangkan
perkembangan alamiah suatu penyakit, Dapat menerangkan keadaan suatu
masalah kesehatan yaitu: Epidemi, Pandemi, Endemi, dan Sporadik.
BAB III
PENUTUP
A. kesimpulan
Epidemiologi diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang
frekuensi dan penyebaran masalah kesehatan pada sekelompok manusia serta
faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Secara sederhana, studi epidemiologi dapat dibagi menjadi dua kelompok sebagai berikut :
- Epidemiologi deskriptif, yaitu Cross Sectional Study/studi potong lintang/studi prevalensi atau survei.
- Epidemiologi analitik terdiri dari :
- Non eksperimental
- Eksperimental.
Pada saat ini epidemiologi diartikan
sebagai ilmu yang mempelajari tentang frekwensi dan penyebaran masalah
kesehatan pada sekelompok menusia serta faktor-faktor yang
mempengaruhinya. Dari batasan yang seperti ini, segera terlihat bahwa
dalam pengertian epidemiologi terdapat tiga hal yang bersifat pokok
yakni:
a) Frekuensi masalah kesehatan
b) Penyebaran masalah kesehatan
c) Faktor-faktor yang memepengaruhi
Ada beberapa peranan epidemiolog dalam kesehatan masyarakat, diantaranya adalah:
- Mencari / mengidentifikasi faktor yang mempengaruhi timbulnya gangguan kesehatan atau penyakit dalam suatu masyarakat tertentu dalam usaha mencari data untuk penanggulangan serta cara pencegahannya.
- Menyiapkan data / informasi untuk keperluan program kesehatan dengan menilai status kesehatan dalam masyarakat serta memberikan gambaran tentang kelompok penduduk yang terancam.
- Membantu menilai beberapa hasil program kesehatan.
- Mengembangkan metodologi dalam menganalisis penyakit serta cara mengatasinya, baik penyakit perorangan ( tetapi dianalisis dalam kelompok ) maupun kejadian luar biasa ( KLB ) / wabah dalam masyarakat.
Epidemiologi juga memiliki manfaat penting dalam menyelesaikan masalah kesehatan masyarakat yaitu:
- memberikan gambaran (deskripsi) tentang penyebaran (distribusi), besar dan luasnya masalah kesehatan dan lainnya.
- menjelaskan interaksi faktor-faktor agent, host and environment.
- menguraikan kelompok Penduduk yang dalam risiko dan risiko tinggi terhadap kelompok Penduduk yang tidak mempunyai Risiko.
- mengevaluasi efektivitas dan efisiensi serta keberhasilan kegiatan.
- membantu pekerjaan administratif kesehatan yaitu planning (perencanaan) ,monitoring (pengamatan) ,dan evaluation (evaluasi).
- menerangkan penyebab masalah kesehatan sehingga dapat disusun langkah-langkah penanggulangannya.
- Dapat menerangkan perkembangan alamiah suatu penyakit.
- Dapat menerangkan keadaan suatu masalah kesehatan yaitu: Epidemi, Pandemi, Endemi, dan Sporadik.
DAFTAR PUSTAKA
Azwar, asrul.dr.m.ph.1988. Pengantar Epidemiologi. Jakarta: PT. Binarupa Aksara
Sutrisna, Bambang.dr.M.H.Sc.1986.Pengantar Metoda Epidemiologi. Jakarta: PT. Dian Rakyat.
Modul Materi Dasar Epidemiologi FKM UNDIP 2010.
Budioro.B.2007.Pengantar Epidemiologi Edisi II. .Semarang : Badan Penerbit Undip
MAKALAH EPIDEMIOLOGI PENYAKIT MENULAR
A. Pengantar
Pengertian Epidemiologi menurut asal kata, jika ditinjau dari asal kata Epidemiologi berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari 3 kata dasar yaitu Epi yang berarti pada atau tentang, Demos yang berarti penduduk dan kata terakhir adalah Logos yang berarti ilmu pengetahuan. Jadi Epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang penduduk. Sedangkan dalam pengertian modern pada saat ini adalah ilmu yang mempelajari tentang frekuensi dan distribusi (penyebaran) serta determinant masalah kesehatan pada sekelompok orang atau masyarakat serta determinasinya (faktor-faktor yang mempengaruhinya).
B. Tiga Kelompok utama penyakit menular
1. Penyakit yang sangat berbahaya karena angka kematian sangat tinggi
2. penyakit menular tertentu yang dapat menimbulkan kematian dan cacat, walaupun akibatnya lebih ringan dari yang pertama
3. Penyakit menular yang jarang menimbulkan kematian dan cacat tetapi dapat mewabah yang menimbulkan kerugian materi.
C. Tiga Sifat Utama Aspek Penularan Penyakit Dari Orang Ke Orang
1. Waktu Generasi (Generation Time)
Masa antara masuknya penyakit pada pejamu tertentu sampai masa kemampuan maksimal pejamu tersebut untuk dapat menularkan penyakit. Hal ini sangat penting dalam mempelajari proses penularan. Perbedaan masa tunas ditentukan oleh masuknya unsur penyebab sampai timbulnya gejala penyakit sehingga tidak dapat ditentukan pada penyakit dengan gejala yang terselubung, sedangkan waktu generasi untuk waktu masuknya unsur penyebab penyakit hingga timbulnya kemampuan penyakit tersebut untuk menularkan kepada pejamu lain walau tanpa gejala klinik / terselubung.
2. Kekebalan Kelompok (Herd Immunity)
Kekebalan kelompok adalah kemampuan atau daya tahan suatu kelompok penduduk tertentu terhadap serangan/penyebaran unsur penyebab penyakit menular tertentu didasarkan tingkat kekebalan sejumlah tertentu anggota kelompok tersebut.
Herd immunity merupakan factor utama dalam poses kejadian wabah di masyarakat serta kelangsungan penyakit pada suatu kelompok penyakit tertentu.
Wabah terjadi karena 2 keadaan
a. Keadaan kekebalan populasi yakni suatu wabah besar dapat terjadi jika agent penyakit infeksi masuk ke dalam suatu populasi yang tidak pernah terpapar oleh agen tersebut / kemasukan suatu agen penyakit menular yang sudah lama absent dalam populasi tersebut.
b. Bila populasi tertutup seperti asrama, barak dimana keadaan sangat tertutup dan mudah terjadi kontak langsung masuknya sejumlah orang-orang yang peka terhadap penyakit tertentu dalam populasi tersebut.
3. Angka Serangan (Attack Rate)
Adalah sejumlah kasus yang berkembang atau muncul dalam satu satuan waktu tertentu dikalangan anggota kelompok yang mengalami kontak serta memiliki resiko / kerentanan terhadap penyakit tersebut.
Angka serangan ini bertunjuan untuk menganalisis tingkat penularan dan tingkat keterancaman dalam keluarga, dimana tata cara dan konsep keluarga, system hubungan keluarga dengan masyarakat serta hubungan individu dalam kehidupan sehari-hari pada kelompok populasi tertentu merupakan unit Epidemiologi tempat penularan penyakit berlangsung.
D. Manisfestasi Klinik Secara Umum
1. Spektrum penyakit menular
Pada proses penyakit menular secara umum dijumpai berbagai manifestasi klinik, mulai dari gejala klinik yang tidak tampak sampai keadaan yang berat disertai komplikasi dan berakhir cacat / meninggal dunia.
Akhir dari proses penyakit adalah sembuh, cacat atau meninggal
2. Infeksi terselubung (tanpa gejala klinis)
Adalah keadaan suatu penyakit yang tidak menampakan secara jelas dan nyata dalam bentuk gejala klinis yang jelas sehingga tidak dapat di diagnosa tanpa cara tertentu seperti tes tuberkolin, kultur tenggorokan, pemeriksaan antibody dalam tubuh dan lain-lain.
E. Gambar Penyebaran Karakteristik Manistestasi Klinik
Dari 3 jenis penyakit menular
1. Lebih banyak dengan tanpa gejala klinik (terselubung) contoh: tubekulosis, poliomyelitis, hepatitis A
2. Lebih banyak dengan gejala klinik jelas contoh: measles, chiceplax
3. Penyakit yang umumnya berakhir dengan kematian contoh: rabies
F. Komponen Proses Penyakit Menular
1. Faktor penyebab Penyakit Menular
Pada proses perjalanan penyakit menular di dalam masyarakat sektor yang memegang peranan pentingya adalah:
a. Faktor penyebab / agent yaitu organisme penyebab penyakit menular
b. Sumber penularan yaitu reservoir maupun resources
c. Cara penularan khusus melalui mode of transmission
Unsur penyebab dikelompokan dalam:
1. Kelompok arthropoda (serangga) seperti scabies, pediculosis dll
2. Kelompok cacing / helminth baik cacing darah maupun cacing perut
3. Kelompok protozoa seperti plasmodium, amuba, dll
4. Fungus / jamur baik ini maupun multiseluler
5. Bakteri termasuk spirochaeta maupun ricketsia
6. Virus dengan kelompok penyebab yang paling sederhana
Sumber penularan:
1. Penderita
2. Pembawa kuman
3. Binatang sakit
4. tumbuhan / benda
Cara penularan:
1. Kontak langsung
2. Melalui udara
3. Melalui makanan / minuman
4. Melalui vector
Keadaan penderita
1. Keadaan umum
2. Kekebalan
3. Status gizi
4. Keturunan
Cara keluar dari sumber dan cara masuk ke penderita melalui
1. Mukosa / kulit
2. Saluran Pencernaan
3. Saluran Pernapasan
4. Saluran Urogenitalia
5. Gigitan suntikan, luka
6. Plasenta
Interaksi penyakit dengan penderita
1. Infektivitas
Adalah kemampuan unsur penyebab / agent untuk masuk dan berkembang biak serta menghasilkan infeksi dalam tubuh pejamu
2. Patogenesis
Adalah kemampuan untuk menghasilkan penyakit dengan segala klinis yang jelas
3. Virulensa
Adalah nilai proporsi penderita dengan gejala klinis yang jelas terhadap seluruh penderita dengan gejala klinis jelas
4. Imunogenisitas
Adalah suatu kemampuan menghasilkan kekabalan / imunitas
Mekanisme potogenesis
1. Inuasi jaringan secara langsung
2. Produk toksin
3. Rangsangan imunologis / reaksi alergi yang menyebabkan kerusakan pada tubuh pejamu
4. Infeksi yang menetap (infeksi paten)
5. Merangsang kerentanan penjamu terhadap obat dalm menetralinsa toksisitas
6. Ketidakmampuan membentuk daya tangan
Sumber penularan
1. Manusia sebagai reservoir
2. Reservoir binatang / benda lain
Penyakit utama dan reservoir utamanya untuk
- Pes tikus
- Rabies
- Leptospirosis tikus
- Virus encephlitides kuda
- Trichnosis babi dll
Melihat perjalanan penyakit pada penjamu, bentuk pembawa kuman (carrier) dapat dibagi dalam beberapa jenis.
1. Healthy carrier (inapparent)
2. Incubatory carrier(masa tunas)
3. Convalescent carrier (baru sumber klinis)
4. Chronis carrier (menahun)
Manusia dalam kedudukannya sebagai reservoir penyalur menular di bagi dalam 3 kategori utama yaitu:
1. Reservoir yang umumnya selalu muncul sebagai penderita
2. Reservoir yang dapat sebagai penderita maupun sebagai carrier
3. Reservoir yang umumnya selalu bersifat penderita akan tetapi dapat menularkan langsung penyakitnya ke penderita potensial lainnya, tetapi harus melalui perantara hidup
KESIMPULAN
Epidemiologi untuk ilmu yang mempelajari tentang penduduk. Sedangkan epideminologi dalam arti modern untuk ilmu yang mempelajari: tentang frekuensi dan distribusi (penyebaran) serta determinant masalah kesehatan pada sekelompok orang / masyarakat serta determinannya (faktor-faktor yang mempelajari)
Contoh penyakit menular dapat tertular melalui 2 cara yaitu dengan cara kontak langsung dan lewat factor. Contoh penyakit yang melalui kontak langsung yaitu penyakit TBC. ISPA Kusta dan Campak. Sedangkan yang melalui factor yaitu penyakit Malaria, filiariasis, dan DHF.
DAFTAR PUSTAKA
1. Budiarto, Eko. 2003, Pengantar Epidemiologi. Jakarta: penerbit buku kedokteran egc.
2. Bustan Mn. 2002. Pengantar epidemiologi. Jakarta Rineka Cipta
3. Nasry, Nur Dasar-Dasar Epidemiologi
4. Arsip Mata Kuliah FKM Unhas 2006
MAKALAH KONSEP DASAR EPIDEMIOLOGI
DASAR E P I D E M I O L O G I
A. Pengertian, definisi, peranan dan ruang lingkup epidemiologi
1. Pengertian
Epidemilogi
berasal dari bahasa Yunani, yaitu (Epi=pada, Demos=penduduk, logos =
ilmu), dengan demikian epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari hal-hal
yang berkaitan dengan masyarakat.
2. Definisi
Banyak definisi tentang Epidemiologi, beberapa diantaranya :
a. W.H. Welch
Suatu
ilmu yang mempelajari timbulnya, perjalanan, dan pencegahan penyakit,
terutama penyakit infeksi menular. Dalam perkembangannya, masalah yang
dihadapi penduduk tidak hanya penyakit menular saja, melainkan juga
penyakit tidak menular, penyakit degenaratif, kanker, penyakit jiwa,
kecelakaan lalu lintas, dan sebagainya. Oleh karena batasan epidemiologi
menjadi lebih berkembang.
b. Mausner dan Kramer
Studi tentang distribusi dan determinan dari penyakit dan kecelakaan pada populasi manusia.
c. Last
Studi
tentang distribusi dan determinan tentang keadaan atau kejadian yang
berkaitan dengan kesehatan pada populasi tertentu dan aplikasi studi
untuk menanggulangi masalah kesehatan.
d. Mac Mahon dan Pugh
Epidemiologi
adalah sebagai cabang ilmu yang mempelajari penyebaran penyakit dan
faktor-faktor yang menentukan terjadinya penyakit pada manusia.
e. Omran
Epidemiologi
adalah suatu studi mengenai terjadinya distribusi keadaan kesehatan,
penyakit dan perubahan pada penduduk, begitu juga determinannya dan
akibat-akibat yang terjadi pada kelompok penduduk.
f. W.H. Frost
Epidemiologi adalah suatu ilmu yang mempelajari timbulnya, distribusi, dan jenis penyakit pada manusia menurut waktu dan tempat.
g. Azrul Azwar
Epidemiologi
adalah ilmu yang mempelajari tentang frekuensi dan penyebaran masalah
kesehatan pada sekelompok manusia serta faktor-faktor yang mempengaruhi
masalah kesehatan.
Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa ada 3 komponen penting yang ada dalam epidemiologi, sebagai berikut :
1) Frekuensi masalah kesehatan
2) Penyebaran masalah kesehatan
3) Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya masalah kesehatan.
3. Peranan
Dari
kemampuan epidemiologi untuk mengetahui distribusi dan faktor-faktor
penyebab masalah kesehatan dan mengarahkan intervensi yang diperlukan
maka epidemiologi diharapkan mempunyai peranan dalam bidang kesehatan
masyarakat berupa :
a. Mengidentifikasi faktor-faktor yang berperan dalam terjadinya penyakit atau masalah kesehatan dalam masyarakat.
b. Menyediakan data yang diperlukan untuk perencanaan kesehatan dan mengambil keputusan.
c. Membantu melakukan evaluasi terhadap program kesehatan yang sedang atau telah dilakukan.
d. Mengembangkan metodologi untuk menganalisis keadaan suatu penyakit dalam upaya untuk mengatasi atau menanggulanginya.
e. Mengarahkan intervensi yang diperlukan untuk menanggulangi masalah yang perlu dipecahkan.
4. Ruang lingkup
a. Masalah kesehatan sebagai subjek dan objek epidemiologi
Epidemiologi
tidak hanya sekedar mempelajari masalah-masalah penyakit-penyakit saja,
tetapi juga mencakup masalah kesehatan yang sangat luas ditemukan di
masyarakat. Diantaranya masalah keluarga berencana, masalah kesehatan
lingkungan, pengadaan tenaga kesehatan, pengadaan sarana kesehatan dan
sebagainya. Dengan demikian, subjek dan objek epidemiologi berkaitan
dengan masalah kesehatan secara keseluruhan.
b. Masalah kesehatan pada sekelompok manusia
Pekerjaan
epidemiologi dalam mempelajari masalah kesehatan, akan memanfaatkan
data dari hasil pengkajian terhadap sekelompok manusia, apakah itu
menyangkut masalah penyakit, keluarga berencana atau kesehatan
lingkungan. Setelah dianalisis dan diketahui penyebabnya dilakukan
upaya-upaya penanggulangan sebagai tindak lanjutnya.
c.
Pemanfaatan data tentang frekuensi dan penyebaran masalah kesehatan
dalam merumuskan penyebab timbulnya suatu masalah kesehatan.
Pekerjaan
epidemiologi akan dapat mengetahui banyak hal tentang masalah kesehatan
dan penyebab dari masalah tersebut dengan cara menganalisis data
tentang frekuensi dan penyebaran masalah kesehatan yang terjadi pada
sekelompok manusia atau masyarakat. Dengan memanfaatkan perbedaan yang
kemudian dilakukan uji statistik, maka dapat dirumuskan penyebab
timbulnya masalah kesehatan.
B. Natural history of deseases
Riwayat alamiah suatu penyakit dapat digolongkan dalam 5 tahap :
1. Pre Patogenesis
Tahap
ini telah terjadi interaksi antara penjamu dengan bibit penyakit,
tetapi interaksi ini terjadi di luar tubuh manusia, dalam arti bibit
penyakit berada di luar tubuh manusia dan belum masuk ke dalam tubuh.
Pada keadaan ini belum ditemukan adanya tanda-tanda penyakit dan daya
tahan tubuh penjamu masih kuat dan dapat menolak penyakit. Keadaan ini
disebut sehat.
2. Tahap inkubasi (sudah masuk Patogenesis)
Pada
tahap ini biit penyakit masuk ke tubuh penjamu, tetapi gejala-gejala
penyakit belum nampak. Tiap-tiap penyakit mempunyai masa inkubasi yang
berbeda. Kolera 1-2 hari, yang bersifat menahun misalnya kanker paru,
AIDS dll.
3. Tahap penyakit dini
Tahap
ini mulai dihitung dari munculnya gejala-gejala penyakit, pada tahap
ini penjamu sudah jatuh sakit tetapi masih ringan dan masih bisa
melakukan aktifitas sehari-hari. Bila penyakit segera diobati, mungkin
bisa sembuh, tetapi jika tidak, bisa bertambah parah. Hal ini terganting
daya tahan tubuh manusia itu sendiri, seperti gizi, istirahat dan
perawatan yang baik di rumah (self care).
4. Tahap penyakit lanjut
Bila
penyakit penjamu bertambah parah, karena tidak diobati/tidak
tertur/tidak memperhatikan anjuran-anjuran yang diberikan pada penyakit
dini, maka penyakit masuk pada tahap lanjut. Penjamu terlihat tak
berdaya dan tak sanggup lagi melakukan aktifitas. Tahap ini penjamu
memerlukan perawatan dan pengobatan yang intensif.
5. Tahap penyakit akhir
Tahap akhir dibagi menjadi 5 keadaan :
a. Sembuh sempurna (bentuk dan fungsi tubuh penjamu kembali berfungsi seperti keadaan sebelumnya/bebeas dari penyakit)
b.
Sembuh tapi cacat ; penyakit penjamu berakhir/bebas dari penyakit, tapi
kesembuhannya tak sempurna, karena terjadi cacat (fisik, mental maupun
sosial) dan sangat tergantung dari serangan penyakit terhadap
organ-organ tubuh penjamu.
c. Karier : pada
karier perjalanan penyakit seolah terhenti, karena gejala penyakit tak
tampak lagi, tetapi dalam tubuh penjamu masih terdapat bibit penyakit,
yang pada suatu saat bila daya tahan tubuh penjamu menurun akan dapat
kembuh kembali. Keadaan ini tak hanya membahayakan penjamu sendiri, tapi
dapat berbahaya terhadap orang lain/masyarakat, karena dapat menjadi
sumber penularan penyakit (human reservoir)
d.
Kronis ; pada tahap ini perjalanan penyakit tampak terhenti, tapi
gejala-gejala penyakit tidak berubah. Dengan kata lain tidak bertambah
berat maupun ringan. Keadaan ini penjamu masih tetap berada dalam
keadaan sakit.
e.
Meninggal ; Apabila keadaan penyakit bertambah parah dan tak dapat
diobati lagi, sehingga berhentinya perjalanan penyakit karena penjamu
meninggal dunia. Keadaan ini bukanlah keadaan yang diinginkan.
C. Upaya pencegahan dan ukuran frekuensi penyakit.
Dalam kesehatan masyarakat ada 5 (lima) tingkat pencegahan penyakit menurut Leavell and Clark. Pada point 1 dan 2 dilakukan pada masa sebelum sakit dan point 3,4,5 dilakukan pada masa sakit.
1. Peningkatan kesehatan (health promotion)
a. Penyediaan makanan sehat dan cukup (kualitas maupun kuantitas)
b. Perbaikan hygiene dan sanitasi lingkungan, misalnya penyediaan air bersih, pembuangan sampah, pembuangan tinja dan limbah.
c.
Pendidikan kesehatan kepada masyarakat. Misal untuk kalangan menengah
ke atas di negara berkembang terhadap resiko jantung koroner.
d. Olahraga secara teratur sesuai kemampuan individu.
e. Kesempatan memperoleh hiburan demi perkembangan mental dan sosial.
f. Nasihat perkawinan dan pendidikan seks yang bertanggung jawab.
2. Perlindungan umum dan khusus terhadap penyakit-penyakit tertentu (general and specific protection)
a. Memberikan immunisasi pada golongan yang rentan untuk mencegah penyakit
b. Isolasi terhadap penderita penyakit menular, misal yang terkena flu burung.
c. Pencegahan terjadinya kecelakaan baik di tempat umum maupun tempat kerja.
d. Perlindungan terhadap bahan-bahan yang bersifat karsinogenik, bahan-bahan racun maupun alergi.
e. Pengendalian sumber-sumber pencemaran.
3. Penegakkan diagnosa secara dini dan pengobatan yang cepat dan tepat (early diagnosis and prompt treatment)
a. Mencari kasus sedini mungkin.
b. Mencari penderita dalam masyarakat dengan jalan pemeriksaan . Misalnya pemeriksaan darah, rontgent paru.
c.
Mencari semua orang yang telah berhubungan dengan penderita penyakit
menular (contact person) untuk diawasi agar bila penyakitnya timbul
dapat segera diberikan pengobatan.
d. Meningkatkan keteraturan pengobatan terhadap penderita.
e. Pemberian pengobatan yang tepat pada setiap permulaan kasus.
4. Pembatasan kecacatan (dissability limitation)
a. Pengobatan dan perawatan yang sempurna agar penderita sembuh dan tak terjadi komplikasi.
b. Pencegahan terhadap komplikasi dan kecacatan.
c. Perbaikan fasilitas kesehatan sebagai penunjang untuk dimungkinkan pengobatan dan perawatan yang lebih intensif.
5. Pemulihan kesehatan (rehabilitation)
a. Mengembangkan lembaga-lembaga rehabilitasi dengan mengikutsertakan masyarakat.
b.
Menyadarkan masyarakat untuk menerima mereka kembali dengan memberikan
dukungan moral setidaknya bagi yang bersangkutan untuk bertahan.
c. Mengusahakan perkampungan rehabilitasi sosial sehingga setiap penderita yang telah cacat mampu mempertahankan diri.
d. Penyuluhan dan usaha-usaha kelanjutan yang harus tetap dilakukan seseorang setelah ia sembuh dari suatu penyakit.
Beaglehole (WHO, 1993) membagi upaya pencegahan menjadi 3 bagian : primordial prevention (pencegahan awal) yaitu pada pre patogenesis, primary prevention (pencegahan pertama) yaitu health promotion dan general and specific protection , secondary prevention (pencegahan tingkat kedua) yaitu early diagnosis and prompt treatment dan tertiary prevention (pencegahan tingkat ketiga) yaitu dissability limitation.
Ukuran frekuensi penyakit
menunjukkan kepada besarnya masalah kesehatan yang terdapat pada
kelompok manusia/masyarakat. Artinya bila dikaitkan dengan masalah
penyakit menunjukkan banyaknya kelompok masyarakat yang terserang
penyakit. Untuk mengetahui frekuensi masalah kesehatan yang terjadi pada
sekelompok orang/masyarakat dilakukan langkah-langkah :
1)
Menemukan masalah kesehatan, melalui cara : penderita yang datang ke
puskesmas, laporan dari masyarakat yang datang ke puskesmas.
2) Research/survei kesehatan. Misal : Survei Kesehatan Rumah Tangga
3) Studi kasus. Misal : kasus penyakit pasca bencana tsunami.
D. Penelitian epidemiologi
Secara sederhana, studi epidemiologi dapat dibagi menjadi dua kelompok sebagai berikut :
1. Epidemiologi deskriptif, yaitu Cross Sectional Study/studi potong lintang/studi prevalensi atau survei.
2. Epidemiologi analitik : terdiri dari :
a. Non eksperimental :
1)
Studi kohort / follow up / incidence / longitudinal / prospektif studi.
Kohort diartiakan sebagai sekelompok orang. Tujuan studi mencari akibat
(penyakitnya).
2) Studi kasus kontrol/case control study/studi retrospektif. Tujuannya mencari faktor penyebab penyakit.
3)
Studi ekologik. Studi ini memakai sumber ekologi sebagai bahan untuk
penyelidikan secara empiris faktor resiko atau karakteristik yang berada
dalam keadaan konstan di masyarakat. Misalnya, polusi udara akibat sisa
pembakaran BBM yang terjadi di kota-kota besar.
b. Eksperimental.
Dimana penelitian dapat melakukan manipulasi/mengontrol faktor-faktor
yang dapat mempengaruhi hasil penelitian dan dinyatakan sebagai tes yang
paling baik untuk menentukan cause and effect relationship serta tes
yang berhubungan dengan etiologi, kontrol, terhadap penyakit maupun
untuk menjawab pertanyaan masalah ilmiah lainnya. Studi eksperimen
dibagi menjadi 2 (dua) yaitu :
1) Clinical Trial. Contoh :
a) Pemberian obat hipertensi pada orang dengan tekanan darah tinggi untuk mencegah terjadinya stroke.
b) Pemberian Tetanus Toxoid pada ibu hamil untuk menurunkan frekuensi Tetanus Neonatorum.
2) Community Trial. Contoh : Studi Pemberian zat flourida pada air minum.
E. Epidemiologi keperawatan
Dalam ilmu keperawatan dikenal istilah community health nursing
(CHN) atau keperawatan kesehatan masyarakat, dimana ilmu pengetahuan
epidemiologi digunakan CHN sebagai alat meneliti dan mengobservasi pada
pekerjaan dan sebagai dasar untuk intervensi dan evaluasi literatur
riset epidemiologi. Metode epidemiologi sebagai standard kesehatan,
disajikan sebagai alat untuk memperkirakan kebutuhan masyarakat.
Monitoring perubahan status kesehatan masyarakat dan evaluasi pengaruh
program pencegahan penyakit, dan peningkatan kesehatan. Riset/studi
epidemiologi memunculkan badan pengetahuan (body of knowledge) termasuk
riwayat asal penyakit, pola terjadinya penyakit, dan faktor-faktor
resiko tinggi terjadinya penyakit, sebagai informasi awal untuk CHN.
Pengetahuan ini memberi kerangka acuan untuk perencanaan dan evaluasi
program intervensi masyarakat, mendeteksi segera dan pengobatan
penyakit, serta meminimalkan kecacatan. Program utama pencegahan
difokuskan pada menjaga jarak perantara penyakit dari host/tuan rumah
yang rentan, pengurangan kelangsungan hidup agent, penambahan resistensi
host dan mengubah kejadian hubungan host, agent, dan lingkungan. Kedua,
program mengurangi resiko dan screening, ketiga : strategi mencegah
pada pribadi perawat dengan body of knowlwdge
yang berasal dari riset epidemiologi, sebagai dasar untuk pengkajian
individu dan kebutuhan kesehatan keluarga dan intervensi perencanaan
perawatan.
1. Konsep Dasar Terjadinya Penyakit
Suatu
penyakit timbul akibat dari beroperasinya berbagai faktor baik dari
agen, induk semang atau lingkungan. Bentuk ini tergambar didalam istilah
yang dikenal luas dewasa ini. Yaitu penyebab majemuk (multiple
causation of disease) sebagai lawan dari penyebab tunggal (single
causation).
Didalam
usaha para ahli untuk mengumpulkan pengetahuan mengenai timbulnya
penyakit, mereka telah membuat model-model timbulnya penyakit dan atas
dasar model-model tersebut dilakukan eksperimen terkendali untuk menguji
sampai dimana kebenaran dari model-model tersebut.
Tiga
model yang dikenal dewasa ini ialah 1) segitiga epidemiologi (the
epidemiologic triangle) 2) jaring-jaring sebab akibat (the web of
causation) dan 3) roda (the wheel).
1.1 Segitiga Epidemiologi (lihat gambar)
1.2 Jaring-Jaring Sebab Akibat
Menurut
model ini perubahan dari salah satu faktor akan mengubah keseimbangan
antara mereka, yang berakibat bertamba atau berkurangnya penyakit yang
bersangkutan. (lihat gambar)
Menurut
model ini, suatu penyakit tidak bergantung pada satu sebab yang berdiri
sendiri melainkan sebagai akibat dari serangkaian proses sebab dan
akibat. Dengan demikian maka timbulnya penyakit dapat dicegah atau
dihentikan dengan memotong mata rantai pada berbagai titik.
1.3 Roda
Seperti
halnya dengan model jaring-jaring sebab akibat, model roda memerlukan
identifikasi dari berbagai faktor yang berperan dalam timbulnya penyakit
dengan tidak begitu menekankan pentingnya agen. Disini dipentingkan
hubungan antara manusia dengan lingkungan hidupnya. Besarnya peranan
dari masing-masing lingkungan bergantung pada penyakit yang
bersangkutan.
Sebagai
contoh peranan lingkungan sosial lebih besar dari yang lainnya pada
stress mental, peranan lingkungan fisik lebih besar dari lainnya pada
sunburn, peranan lingkungan biologis lebih besar dari lainnya pada
penyakit yang penularannya melalui vektor (vektor borne disease) dan
peranan inti genetik lebih besar dari lainnya pada penyakit keturunan.
Dengan
model-model tersebut diatas hendaknya ditunjukkan bahwa pengetahuan
yang lengkap mengenai mekanisme-mekanisme terjadinya penyakit tidaklah
diperuntukkan bagi usaha-usaha pemberantasan yang efektif.
Oleh
karena banyaknya interaksi-interaksi ekologis maka seringkali kita
dapat mengubah penyebaran penyakit dengan mengubah aspek-aspek tertentu
dari interaksi manusia dengan lingkungan hidupnya tanpa intervensi
langsung pada penyebab penyakit.
2. Penyakit Menular
Yang
dimaksud penyakit menular adalah penyakit yang dapat ditularkan
(berpindah dari orang yang satu ke orang yang lain, baik secara langsung
maupun melalui perantara). Penyakit menular ini ditandai dengan adanya
(hadirnya) agen atau penyebab penyakit yang hidup dan dapat berpindah.
Suatu penyakit dapat menular dari orang yang satu kepada yang lain ditentukan oleh 3 faktor tersebut diatas, yakni :
a. Agen (penyebab penyakit)
b. Host (induk semang)
c. Route of transmission (jalannya penularan)
Apabila
diumpamakan berkembangnya suatu tanaman, dapat diumpamakan sebagai biji
(agen), tanah (host) dan iklim (route of transmission).
2.1 Agen-Agen Infeksi (Penyebab Infeksi)
Makhluk
hidup sebagai pemegang peranan penting didalam epidemiologi yang
merupakan penyebab penyakit dapat dikelompokkan menjadi :
a. Golongan virus, misalnya influenza, trachoma, cacar dan sebagainya.
b. Golongan riketsia, misalnya typhus.
c. Golongan bakteri, misalnya disentri.
d. Golongan protozoa, misalnya malaria, filaria, schistosoma dan sebagainya.
e. Golongan jamur, yakni bermacam-macam panu, kurap dan sebagainya.
f. Golongan cacing, yakni bermacam-macam cacing perut seperti ascaris (cacing
gelang), cacing kremi, cacing pita, cacing tambang dan sebagainya.
Agar supaya agen atau penyebab penyakit menular ini tetap hidup (survive) maka perlu persyaratan-persyaratan sebagai berikut :
a. Berkembang biak
b. Bergerak atau berpindah dari induk semang
c. Mencapai induk semang baru
d. Menginfeksi induk semang baru tersebut.
Kemampuan
agen penyakit ini untuk tetap hidup pada lingkungan manusia adalah
suatu faktor penting didalam epidemiologi infeksi. Setiap bibit penyakit
(penyebab penyakit) mempunyai habitat sendiri-sendiri sehingga ia dapat
tetap hidup.
Dari
sini timbul istilah reservoar yang diartikan sebagai berikut 1) habitat
dimana bibit penyakit tersebut hidup dan berkembang 2) survival dimana
bibit penyakit tersebut sangat tergantung pada habitat sehingga ia dapat
tetap hidup. Reservoar tersebut dapat berupa manusia, binatang atau
benda-benda mati.
Reservoar didalam Manusia
Penyakit-penyakit
yang mempunyai reservoar didalam tubuh manusia antara lain campak
(measles), cacar air (small pox), typhus (typhoid), miningitis,
gonoirhoea dan syphilis. Manusia sebagai reservoar dapat menjadi kasus
yang aktif dan carrier.
Carrier
Carrier
adalah orang yang mempunyai bibit penyakit didalam tubuhnya tanpa
menunjukkan adanya gejala penyakit tetapi orang tersebut dapat
menularkan penyakitnya kepada orang lain. Convalescant carriers adalah
orang yang masih mengandung bibit penyakit setelah sembuh dari suatu
penyakit.
Carriers
adalah sangat penting dalam epidemiologi penyakit-penyakit polio,
typhoid, meningococal meningitis dan amoebiasis. Hal ini disebabkan
karena :
a. Jumlah (banyaknya carriers jauh lebih banyak daripada orang yang sakitnya
sendiri).
b. Carriers maupun orang yang ditulari sama sekali tidak tahu bahwa mereka
menderita / kena penyakit.
c. Carriers tidak menurunkan kesehatannya karena masih dapat melakukan
pekerjaan sehari-hari.
d. Carriers mungkin sebagai sumber infeksi untuk jangka waktu yang relatif lama.
Reservoar pada Binatang
Penyakit-penyakit
yang mempunyai reservoar pada binatang pada umumnya adalah penyakit
zoonosis. Zoonosis adalah penyakit pada binatang vertebrata yang dapat
menular pada manusia. Penularan penyakit-penyakit pada binatang ini
melalui berbagai cara, yakni :
a. Orang makan daging binatang yang menderita penyakit, misalnya cacing pita.
b. Melalui gigitan binatang sebagai vektornya, misalnya pes melalui pinjal tikus,
malaria, filariasis, demam berdarah melalui gigitan nyamuk.
c. Binatang penderita penyakit langsung menggigit orang misalnya rabies.
Benda-Benda Mati sebagai Reservoar
Penyakit-penyakit
yang mempunyai reservoar pada benda-benda mati pada dasarnya adalah
saprofit hidup dalam tanah. Pada umumnya bibit penyakit ini berkembang
biak pada lingkungan yang cocok untuknya. Oleh karena itu bila terjadi
perubahan temperatur atau kelembaban dari kondisi dimana ia dapat hidup
maka ia berkembang biak dan siap infektif. Contoh clostridium tetani
penyebab tetanus, C. botulinum penyebab keracunan makanan dan
sebagainya.
2.2 Sumber Infeksi dan Penyebaran Penyakit
Yang
dimaksud sumber infeksi adalah semua benda termasuk orang atau binatang
yang dapat melewatkan / menyebabkan penyakit pada orang. Sumber
penyakit ini mencakup juga reservoar seperti telah dijelaskan
sebelumnya.
Macam-Macam Penularan (Mode of Transmission)
Mode
penularan adalah suatu mekanisme dimana agen / penyebab penyakit
tersebut ditularkan dari orang ke orang lain atau dari reservoar kepada
induk semang baru. Penularan ini melalui berbagai cara antara lain :
2.2.1 Kontak (Contact)
Kontak
disini dapat terjadi kontak langsung maupun kontak tidak langsung
melalui benda-benda yang terkontaminasi. Penyakit-penyakit yang
ditularkan melalui kontak langsung ini pada umumnya terjadi pada
masyarakat yang hidup berjubel. Oleh karena itu lebih cenderung terjadi
di kota daripada di desa yang penduduknya masih jarang.
2.2.2 Inhalasi (Inhalation)
Yaitu
penularan melalui udara / pernapasan. Oleh karena itu ventilasi rumah
yang kurang, berjejalan (over crowding) dan tempat-tempat umum adalah
faktor yang sangat penting didalam epidemiologi penyakit ini. Penyakit
yang ditularkan melalui udara ini sering disebut air borne infection
(penyakit yang ditularkan melalui udara).
2.2.3 Infeksi
Penularan melalui tangan, makanan dan minuman.
2.2.4 Penetrasi pada Kulit
Hal
ini dapat langsung oleh organisme itu sendiri. Penetrasi pada kulit
misalnya cacing tambang, melalui gigitan vektor misalnya malaria atau
melalui luka, misalnya tetanus.
2.2.5 Infeksi Melalui Plasenta
Yakni
infeksi yang diperoleh melalui plasenta dari ibu penderita penyakit
pada waktu mengandung, misalnya syphilis dan toxoplasmosis.
2.3 Faktor Induk Semang (Host)
Terjadinya
suatu penyakit (infeksi) pada seseorang ditentukan pula oleh
faktor-faktor yang ada pada induk semang itu sendiri. Dengan perkataan
lain penyakit-penyakit dapat terjadi pada seseorang tergantung /
ditentukan oleh kekebalan / resistensi orang yang bersangkutan.
2.4 Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Menular
Untuk pencegahan dan penanggulangan ini ada 3 pendekatan atau cara yang dapat dilakukan :
2.4.1 Eliminasi Reservoir (Sumber Penyakit)
Eliminasi reservoir manusia sebagai sumber penyebaran penyakit dapat dilakukan dengan :
a. Mengisolasi penderita (pasien), yaitu menempatkan pasien di tempat yang
khusus untuk mengurangi kontak dengan orang lain.
b. Karantina adalah membatasi ruang gerak penderita dan menempatkannya
bersama-sama penderita lain yang sejenis pada tempat yang khusus didesain
untuk itu. Biasanya dalam waktu yang lama, misalnya karantina untuk penderita
kusta.
2.4.2 Memutus Mata Rantai Penularan
Meningkatkan
sanitasi lingkungan dan higiene perorangan adalah merupakan usaha yang
penting untuk memutus hubungan atau mata rantai penularan penyakit
menular.
2.4.3 Melindungi Orang-Orang (Kelompok) yang Rentan
Bayi
dan anak balita adalah merupakan kelompok usia yang rentan terhadap
penyakit menular. Kelompok usia yang rentan ini perlu lindungan khusus
(specific protection) dengan imunisasi baik imunisasi aktif maupun
pasif. Obat-obat profilaksis tertentu juga dapat mencegah penyakit
malaria, meningitis dan disentri baksilus.
Pada
anak usia muda, gizi yang kurang akan menyebabkan kerentanan pada anak
tersebut. Oleh sebab itu, meningkatkan gizi anak adalah juga merupakan
usaha pencegahan penyakit infeksi pada anak.
MAKALAH EPIDEMIOLOGI PENYAKIT TIDAK MENULAR LANSIA
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Tercapainya
tujuan pembinaan kesehatan bagi masyarakat lanjut usia ( lansia )
adalah untuk mewujudkan derajat kesehatan dan mutu kehidupan lansia
dalam mencapai masa tua yang bahagia dan berdaya guna dalam kehidupan
keluarga dan masyarakat. Berdasarkan keputusan menteri Kesehatan RI
Nomor 128/MENKES/SK/II/2004 tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan
Masyarakat, bahwa upaya kesehatan lanjut usia merupakan pelayanan
penunjang yang kegiatanya di selenggarakan oleh puskesmas dan merupakan
upaya kesehatan pengembangan dengan indikator standar pelayanan minimal
70%. Adapun tujuan khusus dari pelayanan kesehatan lanjut usia adalah
meningkatkan kemandirian lansia dalam mengatasi masalah kesehatanya
khususnya kemampuan mendeteksi dini penyakit, mencari pertolongan
pengobatan dan kemampuan merawat dirinya sendiri untuk mencapai derajat
kesehatan yang optimal. (1) Menurut WHO tahun 1989, telah dicapai
konsensus bahwa yang dimaksud dengan lansia ( elderly ) adalah seseorang
yang berumur 60 tahun atau lebih.
Keberhasilan
pembangunan di bidang kesehatan telah membuahkan hasil dengan
meningkatnya populasi penduduk lanjut usia. Menurut Dep.Kes RI. Tahun
2005, tentang Umur harapan hidup pada perempuan 68,2 tahun dan pada
laki-laki 64,3 tahun .(3) Bahkan Boedhi Darmojo menyebutkan harapan
hidup pada waktu lahir orang Indonesia pada tahun 2015 sampai 2020
mencapai 70 tahun atau lebih.
Adapun
batasan lanjut usia oleh Departemen Kesehatan RI di tetapkan seseorang
dengan usia lebih dari 60 – 69 tahun, sedangkan usia lebih dari 70 tahun
dan lanjut usia berumur 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan
seperti kecacatan akibat sakit disebut lanjut usia resiko tinggi.
Berdasarkan data Susenas tahun 2003 jumlah penduduk lanjut usia mencapai
16.172.835 jiwa atau 7,54% dan pada tahun 2010 akan mencapai 24 juta
jiwa atau 9,77% dari total penduduk. Dampak dari peningkatan jumlah
lanjut usia antara lain masalah penyakit degeneratif akan sering
menyertai para lanjut usia yang bersifat kronis dan multipatologis dalam
penangananya memerlukan waktu cukup lama dan biaya besar. Menghadapi
kondisi demikian perlu pengkajian masalah-masalah lanjut usia yang lebih
mendasar dan sesuai dengan kebutuhan. Secara alami bertambahnya usia
akan menyebabkan terjadinya perubahan degeneratif dengan manifestasi
beberapa penyakit seperti penyakit hipertensi, kelainan jantung,
penyakit diabetes militus, kanker rahim / prostat, osteoporosis dan
lain-lain. Meskipun lanjut usia bukan suatu penyakit, namun bersamaan
dengan proses penuaan, insiden penyakit kronik dan ketidakmampuan akan
semakin meningkat.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari penyusunan makalah ini adalah :
1. Jelaskan defenisi dari lanjut usia!
2. Uraikan golongan usia pada lansia!
3. Bagaimana perkembangan usia pada lanjut usia?
4. Jelaskan masalah-masalah kesehatan pada lanjut usia!
5. Jelaskan program kesehatan pada lanjut usia!
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui defenisi dari lanjut usia
2. Untuk mengetahui golongan usia pada lansia
3. Untuk mengetahui perkembangan usia pada lanjut usia
4. Untuk mengetahui masalah-masalah kesehatan pada lanjut usia
5. Untuk mengetahui program kesehatan pada lanjut usia
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Defenisi Lanjut Usia ( Lansia )
Lanjut
usia adalah seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih ( UU 13 tahun
1998 ). Umur manusia sebagai makluk hidup terbatas oleh suatu peraturan
alam, maksimal sekitar enam kali masa bayi sampai dewasa atau 6 x 20
tahun. Proses menjadi tua disebabkan oleh faktor biologik yang terdiri
dari 3 fase yaitu fase progresif, fase stabil dan fase regresif. Dalam
fase regresif mekanisme lebih ke arah kemunduran yang dimulai dalam sel
atau komponen terkecil dari tubuh manusia. Sel-sel menjadi aus karena
lama berfungsi sehingga mengakibatkan kemunduran yang dominan
dibandingkan terjadinya pemulihan. Di dalam struktur anatomik proses
menjadi tua terlihat sebagai kemunduran di dalam sel. Proses ini
berlangsung secara alamiah, terus-menerus dan berkesinambungan, yang
selanjutnya akan menyebabkan perubahan anatomis, fisiologis pada
jaringan tubuh dan akhirnya akan mempengaruhi fungsi dan kemampuan badan
secara keseluruhan.
2.2 Golongan Usia Lansia
Batasan
lansia menurut WHO meliputi usia pertengahan (Middle age) antara 45 -
59 tahun, usia lanjut (Elderly) antara 60 - 74 tahun, dan usia lanjut
tua (Old) antara 75 – 90 tahun, serta usia sangat tua (very old) diatas
90 tahun (Nugroho, 2000).
Menurut
Depkes RI batasan lansia terbagi dalam empat kelompok yaitu pertengahan
umur usia lanjut/ virilitas yaitu masa persiapan usia lanjut yang
menampakkan keperkasaan fisik dan kematangan jiwa antara 45 – 54 tahun,
usia lanjut dini/ prasenium yaitu kelompok yang mulai memasuki usia
lanjut antara 55 – 64 tahun, kelompok usia lanjut/ senium usia 65 tahun
keatas dan usia lanjut dengan resiko tinggi yaitu kelompok yang berusia
lebih dari 70 tahun atau kelompok usia lanjut yang hidup sendiri,
terpencil, tinggal di panti, menderita penyakit berat, atau cacat
(Mutiara, 1996).
`Saat ini
berlaku UU No. 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia yang
menyebutkan lansia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun keatas
(Deputi I Menkokesra, 1998).
2.3 Perkembangan Lanjut Usia
Menurut Birren dan Jenner tahun 1977, mengusulkan untuk membedakan antara usia biologis, usia psikologis dan usia sosial.
2.2.1
Usia biologis yaitu jangka waktu seseorang sejak lahir berbeda, dalam
keadaan hidup atau tidak mati. Aspek biologik dalam gerontologi mencakup
perubahan-perubahan anatomi dalam sel, jaringan dan organ-organ serta
fisiologi yang berhubungan dengan perubahan-perubahan tersebut. Proses
penuaan akan di tandai gejala-gejala kemunduran fisik antara lain :
a. Kemunduran-kemunduran biologis yang terlihat sebagai kemunduran fisik :
· Kulit mulai mengendur dan pada wajah timbul keriput serta garis-garis yang menetap
· Rambut mulai beruban dan menjadi putih
· Gigi mulai ompong
· Penglihatan dan pendengaran berkurang
· Mudah lelah
· Gerakan menjadi lamban dan kurang lincah
· Kerampingan tubuh menghilang, disana-sini terjadi timbunan lemak terutama di bagian perut dan pinggul
b. Kemunduran akan kemampuan kognitif akibat penuaan pada usia lanjut ini di tandai sebagai berikut :
· Suka lupa, ingatan tidak berfungsi baik
· Ingatan kepada hal-hal yang baru terjadi yang pertama dilupakan adalah nama-nama
·
Orientasi umum dan persepsi terhadap waktu dan ruang / tempat juga
mundur yang erat hubungan dengan daya ingat yang sudah mundur dan juga
karena pandangan biasanya sudah menyempit
· Meskipun telah mempunyai banyak pengalaman, skor yang dicapai dalam tes-tes intelegensi menjadi lebih rendah
· Tidak mudah menerima hal-hal atau ide-ide baru.
2.2.2
Usia Psikologis yaitu kemampuan seseorang untuk mengadakan
penyesuaian-penyesuaian kepada situasi yang dihadapinya. Pada umumnya
setiap lanjut usia menginginkan keadaan panjang umur, menghemat tenaga,
tetap berperan sosial, meninggal secara terhormat dan masuk surga.
Apabila proses lanjut usia yang tidak sesuai dengan keinginan-keinginan
tersebut maka akan dirasakan sebagai beban mental yang cukup besar.
Penyakit yang membahayakan , menjalani masa pensiun, ditinggal suami
atau istri dan sebab-sebab lain sering menyebabkan gangguan dalam
keseimbangan mental. Psikologi kehilangan merupakan salah satu sindroma
atau gejala multikompleks dari proses lanjut usia.
Beberapa perubahan tersebut dapat dibedakan berdasarkan lima tipe kepribadian lansia adalah sebagai berikut:
a.
Tipe Kepribadian Konstruktif (Construction Personality), biasanya
tipe ini tidak banyak mengalami gejolak, tenang, dan mantap sampai
sangat tua.
b. Tipe
Kepribadian Mandiri (Independent Personality), pada tipe ini biasanya
ada kecenderungan mengalami Post Power Syndrome. Apalagi jika pada masa
lansia tidak diisi dengan kegiatan yang dapat memberikan otonomi pada
dirinya.
c. Tipe
Kepribadian Tergantung (Dependent Personality), pada tipe ini biasanya
sangat dipengaruhi kehidupan keluarga. Apabila kehidupan keluarga selalu
harmonis maka pada lansia tidak bergejolak, tetapi jika pasangan hidup
meninggal maka pasangan yang ditinggalkan akan menjadi merana. Apalagi
jika tidak segera bangkit dari kedukaannya.
d.
Tipe Kepribadian Bermusuhan (Hostility Personality), pada tipe ini
setelah memasuki lansia tetap merasa tidak puas dengan kehidupannya,
banyak keinginan yang kadang-kadang tidak diperhitungkan secara seksama
sehingga menyebabkan kondisi ekonominya menjadi berantakan.
e.
Tipe Kepribadian Kritik Diri (Self Hate Personality), pada lansia
tipe ini umumnya terlihat sengsara karena perilakunya sendiri sulit
dibantu orang lain atau cenderung membuat susah dirinya.
2.2.3
Usia sosial yaitu peran yang diharapkan atau diberikan masyarakat
kepada seseorang sehubungan dengan usianya. Status sosial seseorang
sangat penting bagi kepribadianya. Didalam pekerjaan, status tertentu
mempunyai akibat suatu citra tertentu pula. Perubahan status sosial
lanjut usia pasti akan membawa akibat bagi yang bersangkutan dan perlu
dihadapi dengan persiapan yang baik dalam menghadapi perubahan terebut.
Aspek social tidak dapat diabaikan dan sebaiknya diketahui oleh lanjut
usia sedini mungkin, sehingga dapat mempersiapkan diri sebaik mungkin.
Perubahan sosial yang terjadi pada masyarakat lanjut usia di masyarakat.
Perubahan psikososial masyarakat lanjut usia baik yang datang dari
dalam dirinya, keluarga maupun lingkungan masyarakat akan membawa dampak
bagi derajat kesehatan jiwa lansia yang bersangkutan. Sebagai penyebab
adalah pesatnya kegiatan pembangunan yang membawa dampak terhadap
lingkungan baik berupa urbanisasi dan polusi maupun perubahan perilaku
yang secara tidak langsung berpengaruh pada kehidupan lansia.
2.4 Masalah Kesehatan pada Lansia
2.4.1 Penyakit-penyakit Lansia
Penyakit-penyakit yang sering diderita oleh penderita usia lanjut diantaranya adalah :
§
Penyakit musculoskeletal (penyakit sendi dan tulang), seperti
:osteoarthritisgout, rematik ,osteoporosis, osteopenia, tendinitis,
artralgi.
§ Penyakit cerebro-kardiovaskuler, seperti stroke, penyakit jantung koroner, demensia, dll.
§ Saluran pernapasan, seperti : bronchitis kronis, asma, dll.
§ Kanker
§ Metabolik, seperti : diabetes mellitus, obesitas, hipertiroid, dan lain-lain
§ Gangguan kulit, seperti :gatal, gampang alergi makanan, dan lain-lain.
§ Katarak
§ Prostat yang membesar
2.4.2 Pola Penyakit Lansia
Pada
tahun 1988 di Konfrensi UCLA, Solomon dkk menyampaikan istilah “ 13 i “
yaitu tentang kemunduran dan kelemahan yang dialami oleh lansia. Isinya
antara lain:
· Imobilitas (Immobility),
· Instabilitas/Terjatuh (Instability/Falls),
· Gangguan intelektual/Demensia (Intelectual impairment/Dementia),
· Isolasi/Depresi (Isolation/Depression),
· Inkotinensia (Incontinence),
· Impoten (Impotence),
· Imunodefisiensi (Immunodeficiency),
· Infeksi (Infection),
· Kelelahan/Malnutrisi (Inanition/Malnutrition),
· Impaksi/Konstipasi (Impaction/Constipation),
· Iatrogenesis,
· Insomnia,
·
Gangguan (Impairment): penglihatan, pendengaran, pengecapan,
penciuman, komunikasi, integritas kulit dan convalescence.
2.4.3 Sifat Penyakit Lansia
Ada beberapa sifat penyakit pada lansia yang membedakannya dengan penyakit pada orang dewasa, yaitu :
§ Penyebab penyakit
Penyebab
penyakit pada lansia pada umumnya berasal dari dalam tubuh (endogen),
sedangkan pada orang dewasa berasal dari luar tubuh (eksogen). Hal ini
disebabkan pada lansia telah terjadi penurunan fungsi dari berbagai
organ-organ tubuh akibat kerusakan sel-sel karena proses menua(menjadi
tua), sehingga produksi hormon, enzim, zat-zat yang diperlukan untuk
kekebalan tubuh menjadi berkurang sekali akibat kerusakan sel-sel tadi,
dan dengan demikian lansia akan lebih mudah mendapat infeksi.
Sering pula, penyakit lebih dari
satu jenis (multipatologi), yang satu sama lain dapat berdiri sendiri
maupun saling berkaitan dan memperberat, dan penyakit sering telah ada
di tubuh penderita sebelum menimbulkan gejala-gejala maupun tanda-tanda,
seolah-olah telah menyelinap selama ini. Demikian pula, pengobatan
terhadap penyakitnya akan lebih sulit karena penyakitnya yang lebih dari
satu jenis.
§ Gejala penyakit sering tidak khas/tidak jelas
Sangat
penting untuk diketahui bahwa gejala penyakit pada lansia seringkali
tidak khas/tidak jelas, yang berbeda dengan penyakit yang ditemukan pada
orang dewasa. Misalnya, penyakit infeksi paru mendadak (pneumonia)
seringkali tidak didapati demam tinggi dan batuk darah, gejala hanya
ringan saja kelihatannya sedangkan penyakit sebenarnya cukup serius,
sehingga penderitanya menganggap penyakitnya ringan saja dan tidak perlu
berobat.
§ Memerlukan lebih banyak obat
Akibat
penyakit pada lansia yang lebih dari satu jenis maka dalam
pengobatannya akan memerlukan obat-obat yang beraneka ragam jenisnya
dibandingkan dengan orang dewasa. Selain itu, perlu diketahui bahwa
fungsi organ-organ vital tubuh seperti hati, ginjal, yang berperanan di
dalam mengolah obat-obat yang masuk ke dalam tubuh telah berkurang, yang
menyebabkan kemungkinan yang lebih besar dari obat-obat tersebut untuk
menumpuk dalam tubuh dan menyebabkan keracunan obat dengan segala
komplikasinya, jika obat-obat tersebut diberikan dengan takaran yang
sama dengan orang dewasa, dan karena itu, takaran obat perlu dikurangi
pada lansia dengan prinsip start slow go slow, yaitu mulai menggunakan
obat dengan takaran yang serendah mungkin yang masih mempunyai efek
pengobatan dan naikkan secara perlahan-lahan sampai tercapai efek
pengobatan seoptimal mungkin.. Efek samping obat sering pula terjadi
pada lansia, yang menyebabkan timbulnya penyakit-penyakit baru akibat
pemberian obat tadi (iatrogenik), misalnya terjadinya beser buang air
kecil akibat pemakaian obat yang meningkatkan pengeluaran air seni
(diuretik), merasa hoyong dan terjatuh akibat penggunaan obat-obat
penurun tekanan darah, penenang, antidepresi dan lain-lain. Efek samping
obat pada lansia biasanya terjadi karena diagnosa yang tidak tepat,
ketidakpatuhan penderita meminum obat menurut aturan yang ditentukan,
pengguinaan obat yang berlebihan dan berulang-ulang dalam waktu yang
lama. Ketidakpatuhan untuk meminum obat-obat yang sedang dipakai sering
terjadi pada lansia, terutama pada mereka yang menderita cacat fisik
maupun mental. Ketidakpatuhan meminum obat akan meningkat dengan semakin
banyaknya jenis obat yang digunakan dengan kerumitan aturan pemakaian
obat yang digunakan. Oleh karena itu, hendaknya diberikan sesedikit
mungkin jenis obat, dan jika memungkinkan dalam takaran yang mudah
diingat (misalnya sekali sehari pemakaiannya).
§ Sering mengalami gangguan jiwa
Penyakit
pada lansia sering mengalami gangguan fisik dan psikis (jiwa) secara
bersamaan, khususnya pada mereka yang telah lama menderita sakit sering
mengalami tekanan jiwa ( depresi ), sehingga di dalam pengobatannya
tidak hanya gangguan fisiknya saja yang diobati meskipun hanya ini yang
dikeluhkan, tetapi juga gangguan jiwanya yang justru sering tersembunyi
gejalanya, yang jika yang mengobatinya tidak teliti, akan mempersulit
penyembuhan penyakitnya. Sehubungan dengan uraian tersebut di atas. maka
penanganan penyakit pada lansia memerlukan ketrampilan khusus, walaupun
gejalanya ringan tetapi memerlukan penanganan yang serius, karena
keterlambatan di dalam penanganannya dapat merupakan ancaman yang besar
bagi keselamatan jiwa penderita lansia
2.4.4 Diagnosis penyakit pada lansia
Membuat
diagnosis penyakit pada lansia pada umumnya lebih sukar dibandingkan
pasien usia remaja/dewasa. Oleh karena itu untuk menegakkan diagnosis
pasien lansia kita perlu melakukan observasi penderita agak lebih lama,
sambil mengamati dengan cermat tanda–tanda dan gejala–gejala penyakitnya
yang juga seringkali tidak nyata. Dalam hal ini allo-anamnese dari
pihak keluarga perlu digali. Seringkali sebab penyakitnya bersifat ganda
(multiple) dan kumulatif, terlepas satu sama lain ataupun saling
mempengaruhi timbulnya.
2.5. Program Kesehatan Lanjut Usia
Puskesmas
adalah unit terdepan dalam pelayanan kesehatan kepada masyarakat secara
menyeluruh, terpadu dan bermutu yang antara lain melakukan upaya
pemberdayaan masyarakat dalam rangka meningkatkan kemampuan masyarakat
untuk hidup sehat, serta sebagai pusat pengembangan dan peningkatan
kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya. Saat ini Puskesmas diharapkan
dapat melaksanakan berbagai macam program dalam bentuk upaya kesehatan
wajib dan pengembangan. Program pembinaan kesahatan lanjut usia
merupakan upaya kesehatan pengembangan puskesmas yang lebih mengutamakan
upaya promotif, preventif dengan tidak mengabaikan upaya kuratif dan
rehabilitatif.
Upaya Kesehatan bagi Lanjut Usia
a. Upaya Promotif
Kegiatan
promotif dilakukan kepada lanjut usia, keluarga ataupun masyarakat di
sekitarnya, antara lain berupa penyuluhan tentang perilaku hidup sehat,
gizi untuk lanjut usia, proses degeneratif seperti katarak, presbikusis
dan lain-lain. Upaya peningkatan kebugaran jasmani, pemeliharaan
kemandirian serta produktivitas masyarakat lanjut usia.
1. Perilaku Hidup Sehat
Perilaku
hidup sehat adalah sekumpulan perilaku yang dipraktekan atas dasar
kesadaran sebagai hasil pembelajaran yang menjadikan seseorang atau
keluarga dapat menolong diri sendiri di bidang kesehatan dan berperan
aktif dalam mewujudkan kesehatan masyarakatnya. Menurut Dachroni tahun
1998, PHBS erat kaitanya dengan pemberdayaan masyarakat karena bidang
garapanya adalah membantu masyarakat yang seterusnya bermuara pada
pemeliharaan, perubahan, atau peningkatan perilaku positif dalam bidang
kesehatan. Perilaku hidup bersih dan sehat ini sesuai dengan visi
Promosi Kesehatan dan dapat di praktekan pada masing-masing tatanan.
Gaya hidup sehat untuk lansia yang terpenting seperti tidak merokok,
melakukan aktivitas 30 menit sehari, personal higiene, mengatur
kesehatan lingkungan seperti rumah sehat dan membuang kotoran pada
tempatnya.
2. Gizi untuk Lanjut Usia
Konsumsi
makan yang cukup dan seimbang akan bermanfaat bagi lanjut usia untuk
mencegah atau mengurangi kemungkinan penyakit kekurangan gizi, yang
seyogyanya telah dilakukan sejak muda dengan tujuan agar tercapai
kondisi kesehatan yang prima dan tetap produktif di hari tua. Hidangan
gizi seimbang adalah makanan yang mengandung zat tenaga, zat pembangun,
dan zat pengatur.
·
Sumber zat tenaga atau kalori adalah bahan makanan pokok seperti beras,
jagung, ubi dan lainya yang mengandung karbohidrat.
·
Sumber zat pembangun atau protein penting untuk pertumbuhan dan
mengganti sel-sel yang rusak, pada hewani seperti telur, ikan dan susu.
Sedangkan pada nabati seperti kacang-kacangan, tempe, tahu.
·
Sumber zat pengatur, bahan mengandung berbagai vitamin dan
mineral yang berperan untuk melancarkan bekerjanya fungsi organ tubuh
contohnya sayuran dan buah.
b. Upaya Preventif
Kegiatan
ini bertujuan untuk mencegah sedini mungkin terjadinya penyakit dan
komplikasinya akibat proses degeneratif. Kegiatan berupa deteksi dini
dan pemantauan kesehatan lanjut usia yang dapat dilakukan di kelompok
lanjut usia ( posyandu lansia ) atau Puskesmas dengan menggunakan Kartu
Menuju Sehat ( KMS ) lanjut usia.
c. Upaya Kuratif
Kegiatan
pengobatan ringan bagi lanjut usia yang sakit bila dimungkinan dapat di
lakukan di kelompok lanjut usia atau Posyandu lansia. Pengobatan lebih
lanjut ataupun perawatan bagi lanjut usia yang sakit dapat dilakukan di
fasilitas pelayanan seperti Puskesmas Pembantu, Puskesmas ataupun di Pos
Kesehatan Desa. Bila sakit yang diderita lanjut usia membutuhkan
penanganan dengan fasilitas lebih lengkap, maka dilakukan rujukan ke
Rumah Sakit setempat.
d. Upaya Rehabilitatif
Upaya
rehabilitatif ini dapat berupa upaya medis, psikososial, edukatif
maupun upaya-upaya lain yang dapat semaksimal mungkin mengembalikan
kemampuan fungsional dan kepercayaan diri lanjut usia.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1)
Menua adalah sebuah proses yang mengubah orang dewasa sehat
menjadi rapuh disertai dengan menurunnya cadangan hampir semua sistim
fisiologis dan disertai pula dengan meningkatnya kerentanan terhadap
penyakit dan kematian.
2)
Batasan lansia menurut WHO meliputi usia pertengahan (Middle age) antara
45 - 59 tahun, usia lanjut (Elderly) antara 60 - 74 tahun, dan usia
lanjut tua (Old) antara 75 – 90 tahun, serta usia sangat tua (very old)
diatas 90 tahun (Nugroho, 2000).
3)
Menurut Birren dan Jenner tahun 1977, mengusulkan untuk membedakan
antara usia biologis, usia psikologis dan usia sosial.
4) Penyakit-penyakit yang sering diderita oleh penderita usia lanjut diantaranya adalah :
§
Penyakit musculoskeletal (penyakit sendi dan tulang), seperti
:osteoarthritisgout, rematik ,osteoporosis, osteopenia, tendinitis,
artralgi.
§ Penyakit cerebro-kardiovaskuler, seperti stroke, penyakit jantung koroner, demensia, dll.
§ Saluran pernapasan, seperti : bronchitis kronis, asma, dll.
§ Kanker
§ Metabolik, seperti : diabetes mellitus, obesitas, hipertiroid, dan lain-lain
§ Gangguan kulit, seperti :gatal, gampang alergi makanan, dan lain-lain.
§ Katarak
§ Prostat yang membesar
5)
Program pembinaan kesahatan lanjut usia merupakan upaya kesehatan
pengembangan puskesmas yang lebih mengutamakan upaya promotif, preventif
dengan tidak mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitatif.
3.2 Saran
1.
Perlunya Upaya Kesehatan bagi Lanjut Usia yaknni melaksanakan
upaya Promotif, Perilaku Hidup Sehat, Gizi untuk Lanjut Usia, Upaya
Preventif, Upaya Kuratif, dan Upaya Rehabilitatif,
2.
Perlunya Program alternatif yang lebih memperhatikan aspek
psikologis lansia dengan cara mengintegrasikan dengan program pemerintah
yang lainnya.
3. Perlunya
sosialisasi terhadap selurh kelompok umur masyarakat, agar lebih
memahami karakteristik lansia serta faktor resiko dan juga
karakterisitik penyakit pada lansia.
DAFTAR PUSTAKA
Pujiyono.
2007. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemanfaatan Posyandu Lansia
Di Desa Jetis Kecamatan Karangrayung Kabupaten Grobogan, Tesis.
Universitas Diponegoro
Suryadi
Panjaitan, 2003 Beberapa Aspek Anemia Penyakit Kronik Pada Lanjut Usia.
Artikel. Perpustakaan Digital Universitas Sumatera Utara
Anonim, 2007 Kebutuhan Nutrisi Pada Lansia
Anonim, Artikel, Universitas Airlangga. Surabaya
Adam
Wisudiyanto Wahyuna. 2008. Pengaruh Pendidikan Kesehatan Tentang
Posyandu Terhadap Pengetahuan Dan Sikap Kader Dalam Pemberian Pelayanan
Di Posyandu Lan Wilayah Kerja Puskesmas Kauman Ngawi. Skripsi., Fakultas
Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah, Surakarta.
Zain
Istianah Efektivitas Pelaksanaan Program Posyandu Lanjut Usia (Studi Di
Pekon Pardasuka, Kecamatan Pardasuka, Kabupaten Tanggamus) , Abstrak
Retno Indarwati, Askep Keluarga Tahap Lansia, Bahan Ajar, Fakultas Keperawatan, Universitas Airlangga. Surabaya
Damayanti Imas, Penyakit Pada Lansia Gaya Hidup Aktif Dan Proses Penuaan. Bahan Ajar. Universitas Indonesia, Jakarta
http://www.wikipedia.or.id/Pos_Pelayanan_Terpadu/ Diakses pada 12/10/2010 pukul 18.24
Epidemiologi Gizi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dewasa ini, epidemiologi banyak digunakan dalam analisis masalah gizi
masyarakat. Masalah ini erat hubungannya dengan berbagai faktor yang
menyangkut pola hidup masyarakat. Pendekatan masalah gizi masyarakat
melalui epidemiologi gizi bertujuan untuk menganalisis berbagai faktor
yang berhubungan erat dengan timbulnya masalah gizi masyarakat, baik
yang bersifat biologis, dan terutama yang berkaitan dengan kehidupan
social masyarakat. Penanggulangan masaah gizi masyarakat yang disertai
dengan surveilans gizi lebih mengarah kepada penanggulangan berbagai
faktor yang berkaitan erat dengan timbulnya masalah tersebut dalam
masyarakat dan tidak hanya terbatas pada sasaran individu atau
lingkungan keluarga saja.
Dari berbagai contoh ruang lingkup penggunaan epidemiologi seperti tersebut diatas, lebih memperjelas bahwa disiplin ilmu epidemiologi sebagai dasar filosofi dalam usaha pendekatan analis masalah yang timbul dalam masyarakat, baik yang bertalian dengan bidang kesehatan maupun masalah lain yang erat hubungannya dengan kehidupan masyarakat secara umum.
Dari berbagai contoh ruang lingkup penggunaan epidemiologi seperti tersebut diatas, lebih memperjelas bahwa disiplin ilmu epidemiologi sebagai dasar filosofi dalam usaha pendekatan analis masalah yang timbul dalam masyarakat, baik yang bertalian dengan bidang kesehatan maupun masalah lain yang erat hubungannya dengan kehidupan masyarakat secara umum.
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari distribusi dan determinan dari frekuensi penyakit pada manusia.
Epidemiologi mempelajari tentang distribusi penyakit berdasarkan umur, jenis kelamin, geografi, dll. Epidemiologi mempelajari distribusi penyakit berdasarkan faktor-faktor penyebab.
Epidemiologi gizi adalah ilmu yang mempelajari determinan dari suatu masalah atau kelainan gizi.
• Mempelajari distribusi dan besarnya masalah gizi pada populasi manusia.
• Menguraikan penyakit dari masalah gizi dan menentukan hubungan sebab akibat.
• Memberikan informasi yang dibutuhkan untuk merencanakan dan melaksanakan program pencegahan, kontrol dan penanggulangan masalah gizi di masyarakat.
• Menguraikan penyebab dari masalah gizi dan menentukan hubungan sebab akibat.
Masalah gizi dihubungkan dengan:
1. Faktor dan penyebab masalah gizi (agent)
2. Faktor yang ada pada pejamu (host)
3. Faktor yang ada di lingkungan pejamu (environment)
Menguraikan penyebab dari masalah gizi dan menentukan hubungan sebab akibat:
• Masalah gizi : kekurangan atau kelebihan zat gizi
• Agent: asupan makanan dan penyakit yang dapat mempengaruhi status gizi serta faktor-faktor yang berkaitan
• Host: karakteristik individu yang ada kaitannya dengan masalah gizi (umur, jenis kelamin, suku bangsa, dll)
• Environment: lingkungan (rumah, pekerjaan, pergaulan) yang ada kaitannya dengan masalah gizi
Penggunaan epidemiologi gizi:
a. Secara deskriptif mempelajari :
• Siapa yang mempunyai masalah gizi
• Kapan dan pada situasi-kondisi apa yang bagaimana masalah gizi tersebut terjadi
(biasanya digunakan data dari klinik, laporan rutin ataupun hasil survey khusus)
b. Secara analitik mempelajari:
• Hubungan kausal tertentu antara faktor penyebab dengan kejadian/kelainan yang diakibatkannya
(biasanya diperlukan penelitian khusus dengan rancangan kohort ataupun kasus-kontrol)
c. Secara intervensi mempelajari:
• Dampak ataupun efek dari suatu program yang telah di laksanakan untuk menanggulangi masalah gizi.
(biasanya dapat di manfaatkan untuk memperkuat perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi program/kebijakan gizi)
2.2 Rencana studi epidemiologi gizi:
1. Rancangan observasi
a. Deskriptip:
1) Studi ekologi
2) Studi cross sectional
b. Analitik:
1) Studi coss-cotrol
2) Studi kohort
2. Rancangan eksperimen atau komuniti trial
a. Field trial
b. Clinical trial
2.3 Rancangan studi epidemiologi gizi:
a. Studi ekologi contohnya:
Survey rumah tangga (asupan makanan) dikaitkan dengan data-data kesehatan oleh BPS
b. studi cross-sectional atau studi prevalensi:
untuk mengetahui hubungan antara faktor-faktor penyebab dan kelainan gizi pada suatu waktu dengan cara cepat dan murah (hubungan kausal)
c. Studi case-kontrol
Untuk membandingkan orang yang mengalami kelainan gizi (kasus) dengan orang yang bebas kelainan gizi (kontrol) berdasarkan factor penyebab yang telah lalu
d. Studi kohort
Dengan menentukan factor penyebab terlebih dahulu kemudian mengikuti individu tersebut untuk waktu tertentu diikuti akibat dari factor penyebab tersebut pada interval waktu tertentu
e. Studi eksperimen
Faktor penyebab ditentukan dan dilihat efeknya.
2.4 Permasalahan pada epidemiologi gizi :
• Gizi atau status gizi sukar untuk ditentukan secara langsung sehingga selama ini digunakan beberapa indikator status gizi
• Indikator status gizi tersebut sering digunakan untuk bermacam tujuan
• Masalah gizi merupakan akibat dari banyak faktor sehingga program gizi dan penelitian gizi berkaitan dengan disiplin ilmu lainnya.
2.5 Penggunaan indikator status gizi:
1. Untuk melakukan penapisan individual dalam program pencegahan malnutrisi (indikator untuk memprediksi malnutrisi)
2. Untuk mendiagnosis malnutrisi (indikator untuk memprediksi resiko maupun manfaat dari intervensi gizi)
3. Untuk membandingkan hasil atau memposisikan suatu populasi terhadap nilai norma/rujukan tertentu
4. Untuk mengevaluasi terapi/intervensi gizi (indikator yang bereaksi terhadap terapi gizi). Pemilihan indikator yang terbaik bergantung pada tujuan yang ingin dicapai.
2.6 Masalah indikator status gizi:
• Validitas data:
Mengukur apa yang ingin di ukur (TB/U untuk masalah gizi kronis)
• Reliabilitas data:
Seberapa baik pengukuran dapat diulang
• Sensitivitas data:
Menentukan individu yang benar-benar sakit (high risk)
• Spesifisitas data:
Menentukan individu yang benar-benar sehat
• Akurasi data:
Pengukuran mendekati kebenaran
2.7 Ukuran-ukuran dalam epidemiologi gizi:
1. Ukuran untuk morbiditas dan mortalitas:
a. Rate, rasio dan proporsi
b. Rate, insidens dan prevalens
2. Indikator kesehatan:
a. Indikator dari penyebab khusus
b. Mortalitas bayi dan bayi baru lahir
c. Mortalitas ibu
d. Umur harapan hidup
2.8 Masalah Gizi yang terjadi di Indonesia
A. Gizi Buruk
Definisi
Gizi Buruk suatu kondisi di mana seseorang dinyatakan kekurangan nutrisi, atau dengan ungkapan lain status nutrisinya berada di bawah standar rata-rata. Nutrisi yang dimaksud bisa berupa protein, karbohidrat dan kalori. Di Indonesia, kasus KEP (Kurang Energi Protein) adalah salah satu masalah gizi utama yang banyak dijumpai pada balita.
1. Penyebab terjadinya gizi buruk
Orang akan menderita gizi buruk jika tidak mampu untuk mendapat manfaat dari makanan yang mereka konsumsi, contohnya pada penderita diare, nutrisi berlebih, ataupun karena pola makan yang tidak seimbang sehingga tidak mendapat cukup kalori dan protein untuk pertumbuhan tubuh.
Beberapa orang dapat menderita gizi buruk karena mengalami penyakit atau kondisi tertentu yang menyebabkan tubuh tidak mampu untuk mencerna ataupun menyerap makanan secara sempurna. Contohnya pada penderita penyakit seliak yang mengalami gangguan pada saluran pencernaan yang dipicu oleh sejenis protein yang banyak terdapat pada tepung yaitu gluten. Penyakit seliak ini mempengaruhi kemampuan tubuh untuk menyerap nutrisi sehingga terjadi defisiensi.
Kemudian ada juga penyakit cystic fibrosis yang mempengaruhi pankreas, yang fungsinya adalah untuk memproduksi enzim yang dibutuhkan untuk mencerna makanan. Demikian juga penderita intoleransi laktosa yang susah untuk mencerna susu dan produk olahannya.
2. Penyebab secara langsung antara lain:
1. Penyapihan yang terlalu dini
2. Kurangnya sumber energi dan protein dalam makanan TBC
3. Anak yang asupan gizinya terganggu karena penyakit bawaan seperti jantung atau metabolisme lainnya.
4. Pola makan yang tidak seimbang kandungan nutrisinya
5. Terdapat masalah pada sistem pencernaan
6. Adanya kondisi medis tertentu
3. Penyebab secara tidak langsung antara lain :
1. Daya beli keluarga rendah/ ekonomi lemah
2. Lingkungan rumah yang kurang baik
3. Pengetahuan gizi kurang
4. Perilaku kesehatan dan gizi keluarga kurang
4. Gejala-gejala Gizi Buruk
Gizi buruk dapat mempengaruhi kesehatan tubuh baik fisik dan mental. Semakin berat kondisi gizi buruk yang diderita (semakin banyak nutrisi yang kurang) akan memperbesar resiko terjadinya masalah kesehatan secara fisik.
Pada gizi buruk yang berat dapat terjadi kasus seperti marasmus (lemah otot) akibat defisiensi protein dan energi, kretinisme dan kerusakan otak akibat defisiensi yodium, kebutaan dan resiko terkena penyakit infeksi yang meningkat akibat defisensi vitamin A, sulit untuk berkonsentrasi akibat defisiensi zat besi.
5. Gejala Umum Dari Gizi Buruk Adalah :
1. Kelelahan dan kekurangan energy
2. Pusing
3. Sistem kekebalan tubuh yang rendah (yang mengakibatkan tubuh kesulitan untuk melawan infeksi)
4. Kulit yang kering dan bersisik
5. Gusi bengkak dan berdarah
6. Gigi yang membusuk
7. Sulit untuk berkonsentrasi dan mempunyai reaksi yang lambat
8. Berat badan kurang
9. Pertumbuhan yang lambat
10. Kelemahan pada otot
11. Perut kembung
12. Tulang yang mudah patah
13. Terdapat masalah pada fungsi organ tubuh
6. Tanda – tanda Gizi buruk secara umum
1. Berat Badan di bawah normal
2. Rambut pirang. Kering kusam
3. Pertumbuhan otak terhambat
4. Badan nya lemas
5. Matanya Cekung
6. Perut buncit
7. Tidak nafsu makan
8. Rabun Senja
7. Dampak gizi buruk pada anak terutama balita
1. Pertumbuhan badan dan perkembangan mental anak sampai dewasa terhambat.
2. Kekurangan Vitamin A dapat menyebabkan Rabun Senja
3. Daya tahan tubuh Lamah
4. Mudah terkena penyakit ispa, diare, dan yang lebih sering terjadi.
5. Zat antibody tidak sempurna
6. Jika terinfeksi sukar sembuh serta mudah berkomplikasi
7. Rentan terhadap penyakit TBC
8. Bisa menyebabkan kematian bila tidak dirawat secara intensif.
8. Indikasi Gizi Buruk
Untuk KEP ringan dan sedang, gejala klinis yang bisa dijumpai pada anak adalah berupa kondisi badan yang tampak kurus.
Sedangkan gejala klinis KEP berat/gizi buruk secara garis besar bisa dibedakan menjadi tiga tipe:
1. kwashiorkor
2. marasmus
3. marasmus-kwashiorkor.
1. Kwashiorkor adalah penyakit yang disebabkan oleh kekurangan protein dan sering timbul pada usia 1-3 tahun karena pada usia ini kebutuhan protein tinggi. Meski penyebab utama kwashiorkor adalah kekurangan protein, tetapi karena bahan makanan yang dikonsumsi kurang menggandung nutrient lain serta konsumsi daerah setempat yang berlainan, akan terdapat perbedaan gambaran kwashiorkor di berbagai negara.
a. Ciri – ciri kwashiorkor :
• edema (pembengkakan), umumnya seluruh tubuh (terutama punggung kaki dan wajah) membulat dan lembab
• pandangan mata sayu
• rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung dan mudah dicabut tanpa rasa sakit dan mudah rontok
• terjadi perubahan status mental menjadi apatis dan rewel
• terjadi pembesaran hati
• otot mengecil (hipotrofi), lebih nyata bila diperiksa pada posisi berdiri atau duduk
• terdapat kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah warna menjadi coklat kehitaman lalu terkelupas (crazy pavement dermatosis)
• sering disertai penyakit infeksi yang umumnya akut
• anemia dan diare
2. Marasmus adalah kekurangan energi pada makanan yang menyebabkan cadangan protein tubuh terpakai sehingga anak menjadi “kurus” dan “emosional”. Sering terjadi pada bayi yang tidak cukup mendapatkan ASI serta tidak diberi makanan penggantinya, atau terjadi pada bayi yang sering diare.
a. ciri - ciri marasmus :
• badan nampak sangat kurus seolah-olah tulang hanya terbungkus kulit
• wajah seperti orang tua
• mudah menangis/cengeng dan rewel
• kulit menjadi keriput
• jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada (baggy pant/pakai celana longgar
• perut cekung, dan iga gambang
• seringdisertai penyakit infeksi (umumnya kronis berulang)
• diare kronik atau konstipasi (susah buang air)
3. Ciri – ciri marasmus-kwashiorkor
Memiliki ciri gabungan dari beberapa gejala klinis kwashiorkor dan marasmus disertai edema yang tidak mencolok.
A. Cara Mengukur Status Gizi Anak
Banyak cara yang bisa dilakukan untuk mengukur status gizi pada anak. Berikut adalah salah satu contoh pengukuran status gizi bayi dan balita berdasarkan tinggi badan menurut usia dan lingkar lengan atas.
Tabel Berat dan Tinggi Badan Menurut Umur
(usia 0-5 tahun, jenis kelamin tidak dibedakan)
Tabel Standar Baku Lingkar Lengan Atas (LiLA) Menurut Umur
Sumber: Pedoman Ringkas Pengukuran Antropometri, hlm. 18
B. Cara pencegahan
Menimbang begitu pentingnya menjaga kondisi gizi balita untuk pertumbuhan dan kecerdasannya, maka sudah seharusnya para orang tua memperhatikan hal-hal yang dapat mencegah terjadinya kondisi gizi buruk pada anak.
Berikut adalah beberapa cara untuk mencegah terjadinya gizi buruk pada anak:
1. Memberikan ASI eksklusif (hanya ASI) sampai anak berumur 6 bulan.
Setelah itu, anak mulai dikenalkan dengan makanan tambahan sebagai
pendamping ASI yang sesuai dengan tingkatan umur, lalu disapih setelah
berumur 2 tahun
2. Anak diberikan makanan yang bervariasi, seimbang antara kandungan protein, lemak, vitamin dan mineralnya. Perbandingan komposisinya: untuk lemak minimal 10% dari total kalori yang dibutuhkan, sementara protein 12% dan sisanya karbohidrat.
3. Rajin menimbang dan mengukur tinggi anak dengan mengikuti program Posyandu. Cermati apakah pertumbuhan anak sesuai dengan standar di atas. Jika tidak sesuai, segera konsultasikan hal itu ke dokter.
4. Jika anak dirawat di rumah sakit karena gizinya buruk, bisa ditanyakan kepada petugas pola dan jenis makanan yang harus diberikan setelah pulang dari rumah sakit.
5. Jika anak telah menderita karena kekurangan gizi, maka segera berikan kalori yang tinggi dalam bentuk karbohidrat, lemak, dan gula. Sedangkan untuk proteinnya bisa diberikan setelah sumber-sumber kalori lainnya sudah terlihat mampu meningkatkan energi anak. Berikan pula suplemen mineral dan vitamin penting lainnya. Penanganan dini sering kali membuahkan hasil yang baik. Pada kondisi yang sudah berat, terapi bisa dilakukan dengan meningkatkan kondisi kesehatan secara umum. Namun, biasanya akan meninggalkan sisa gejala kelainan fisik yang permanen dan akan muncul masalah intelegensia di kemudian hari.
2. Anak diberikan makanan yang bervariasi, seimbang antara kandungan protein, lemak, vitamin dan mineralnya. Perbandingan komposisinya: untuk lemak minimal 10% dari total kalori yang dibutuhkan, sementara protein 12% dan sisanya karbohidrat.
3. Rajin menimbang dan mengukur tinggi anak dengan mengikuti program Posyandu. Cermati apakah pertumbuhan anak sesuai dengan standar di atas. Jika tidak sesuai, segera konsultasikan hal itu ke dokter.
4. Jika anak dirawat di rumah sakit karena gizinya buruk, bisa ditanyakan kepada petugas pola dan jenis makanan yang harus diberikan setelah pulang dari rumah sakit.
5. Jika anak telah menderita karena kekurangan gizi, maka segera berikan kalori yang tinggi dalam bentuk karbohidrat, lemak, dan gula. Sedangkan untuk proteinnya bisa diberikan setelah sumber-sumber kalori lainnya sudah terlihat mampu meningkatkan energi anak. Berikan pula suplemen mineral dan vitamin penting lainnya. Penanganan dini sering kali membuahkan hasil yang baik. Pada kondisi yang sudah berat, terapi bisa dilakukan dengan meningkatkan kondisi kesehatan secara umum. Namun, biasanya akan meninggalkan sisa gejala kelainan fisik yang permanen dan akan muncul masalah intelegensia di kemudian hari.
C. Cara Penanggulangan Gizi Buruk
1. Biasakan makan – makanan gizi yang seimbang
2. Mengatur pola makan balita
3. Konsumsi Vitamin A seperti susu, ikan goring, hati, sayur hijau, dan kuning
4. Konsumsi Vitamin B 12 seperti kedelai, telur, keju,daging, tempe, dll
4. Obesitas adalah penyakit gizi yang disebabkan kelebihan kalori dan ditandai dengan akumulasi jaringan lemak secara berlebihan diseluruh tubuh. Merupakan keadaan patologis dengan terdapatnya penimbunan lemak yang berlebihan dari yang diperlukan untuk fungsi tubuh. Gizi lebih (over weight) dimana berat badan melebihi berat badan rata-rata, namun tidak selalu identik dengan obesitas.
a. Penyebab
• Perilaku makan yang berhubungan dengan faktor keluarga dan lingkungan
• Aktifitas fisik yang rendah
• Gangguan psikologis (bisa sebagai sebab atau akibat)
• Laju pertumbuhan yang sangat cepat
• Genetik atau faktor keturunan
• Gangguan hormon
b. Gejala
• Terlihat sangat gemuk
• Lebih tinggi dari anak normal seumur
• Dagu ganda
• Buah dada seolah-olah berkembang
• Perut menggantung
• Penis terlihat kecil
c. Terdapat 2 golongan obesitas
• Regulatory obesity, yaitu gangguan primer pada pusat pengatur masukan makanan
• Obesitas metabolik, yaitu kelainan metabolisme lemak dan karbohidrat
d. Resiko/dampak obesitas
• Gangguan respon imunitas seluler
• Penurunan aktivitas bakterisida
• Kadar besi dan seng rendah
e. Penatalaksanaan
• Menurunkan BB sangat drastis dapat menghentikan pertumbuhannya. Pada obesitas sedang, adakalanya penderita tidak memakan terlalu banyak, namun aktifitasnya kurang, sehingga latihan fisik yang intensif menjadi pilihan utama
• Pada obesitas berat selain latihan fisik juga memerlukan terapi diet. Jumalh energi dikurangi, dan tubuh mengambil kekurangan dari jaringan lemak tanpa mengurangi pertumbuhan, dimana diet harus tetap mengandung zat gizi esensial.
• Kurangi asupan energi, akan tetapi vitamin dan nutrisi lain harus cukup, yaitu dengan mengubah perilaku makan
• Mengatasi gangguan psikologis
• Meningkatkan aktivitas fisik
• Membatasi pemakaian obat-obatan yang untuk mengurangi nafsu makan
• Bila terdapat komplikasi, yaitu sesak nafas atau sampai tidak dapat berjalan, rujuk ke rumah sakit
• Konsultasi (psikologi anak atau bagian endokrin)
5. ANEMIA
Anemia defisiensi adalah anemia yang disebabkan oleh kekurangan satu atau beberapa bahan yang diperlukan untuk pematangan eritrosit. Keadaan dimana kadar hemoglobin (Hb), hematokrit (Ht) dan eritrosit lebih rendah dari nilai normal, akibat defisiensi salah satu atau beberapa unsur makanan yang esensial yang dapat mempengaruhi timbulnya defisiensi tersebut.
a. Macam-macam anemia
1. Anemia defisiensi besi adalah anemia karena kekurangan zat besi atau sintesa hemoglobin.
2. Anemia megaloblastik adalah terjadinya penurunan produksi sel darah merah yang matang, bisa diakibatkan defisiensi vitamin B12
3. Anemia aplastik adalah anemia yang berat, leukopenia dan trombositopenia, hipoplastik atau aplastik
1. ANEMIA DEFISIENSI BESI
• Prevalensi tertinggi terjadi didaerah miskin, gizi buruk dan penderita infeksi
• Hasil studi menunjukan bahwa anemia pada masa bayi mungkin menjadi salah satu penyebab terjadinya disfungsi otak permanen
• Defisiensi zat besi menurunkan jumlah oksigen untuk jaringan, otot kerangka, menurunnya kemampuan berfikir serta perubahan tingkah laku.
a. Ciri
• Akan memperlihatkan respon yang baik dengan pemberian preparat besi
• Kadar Hb meningkat 29% setiap 3 minggu
b. Tanda dan gejala
• Pucat (konjungtiva, telapak tangan, palpebra)
• Lemah
• Lesu
• Hb rendah
• Sering berdebar
• Papil lidah atrofi
• Takikardi
• Sakit kepala
• Jantung membesar
c. Dampak
• Produktivitas rendah
• SDM untuk generasi berikutnya rendah
d. Penyebab
Sebab langsung
• Kurang asupan makanan yang mengandung zat besi
• Mengkonsumsi makanan penghambat penyerapan zat besi
• Infeksi penyakit
Sebab tidak langsung
• Distribusi makanan yang tidak merata ke seluruh daerah
Sebab mendasar
• Pendidikan wanita rendah
• Ekonomi rendah
• Lokasi ggeografis (daerah endemis malaria)
e. Kelompok sasaran prioritas
• Ibu hamil dan menyusui
• Balita
• Anak usia sekolah
• Tenaga kerja wanita
• Wanita usia subur
f. Penanganan
• Pemberian Komunikasi,informasi dan edukasi (KIE) serta suplemen tambahan pada ibu hamil maupun menyusui
• Pembekalan KIE kepada kader dan orang tua serta pemberian suplemen dalam bentuk multivitamin kepada balita
• Pembekalan KIE kepada guru dan kepala sekolah agar lebih memperhatikan keadaan anak usia sekolah serta pemeberian suplemen tambahan kepada anak sekolah
• Pembekalan KIE pada perusahaan dan tenaga kerja serta pemberian suplemen kepada tenaga kerja wanita
• Pemberian KIE dan suplemen dalam bentuk pil KB kepada wanita usia subur (WUS)
6. DEFISIENSI VITAMIN A
Prevalensi tertinggi terjadi pada balita
a. Penyebab
• Intake makanan yang mengandung vitamin A kurang atau rendah
• Rendahnya konsumsi vitamin A dan pro vitamin A pada bumil sampai melahirkan akan memberikan kadar vitamin A yang rendah pada ASI
• MP-ASI yang kurang mencukupi kebutuhan vitamin A
• Gangguan absorbsi vitamin A atau pro vitamin A (penyakit pankreas, diare kronik, KEP dll)
• Gangguan konversi pro vitamin A menjadi vitamin A pada gangguan fungsi kelenjar tiroid
• Kerusakan hati (kwashiorkor, hepatitis kronik)
b. Sifat
• Mudah teroksidasi
• Mudah rusak oleh sinar ultraviolet
• Larut dalam lemak
c. Tanda dan gejala
• Rabun senja-kelainan mata, xerosis konjungtiva, bercak bitot, xerosis kornea
• Kadar vitamin A dalam plasma <20ug/dl d. Tanda hipervitaminosis Akut • Mual, muntah • Fontanela meningkat Kronis • Anoreksia • Kurus • Cengeng • Pembengkakan tulang e. Upaya pemerintah • Penyuluhan agar meningkatkan konsumsi vitamin A dan pro vitamin A • Fortifikasi (susu, MSG, tepung terigu, mie instan) • Distribusi kapsul vitamin A dosis tinggi pada balita 1-5 tahun (200.000 IU pada bulan februari dan agustus), ibu nifas (200.000 IU), anak usia 6-12 bulan (100.000 IU) • Kejadian tertentu, ditemukan buta senja, bercak bitot. Dosis saat ditemukan (200.000 IU), hari berikutnya (200.000 IU) dan 4 minggu berikutnya (200.000 IU) • Bila ditemukan xeroptalmia. Dosis saat ditemukan :jika usia >12 bulan 200.000 IU, usia 6-12 bulan 100.000 IU, usia < 6 bulan 50.000 IU, dosis pada hari berikutnya diberikan sesuai usia demikian pula pada 1-4 minggu kemudian dosis yang diberikan juga sesuai usia
• Pasien campak, balita (200.000 IU), bayi (100.000 IU)
f. Catatan
• Vitamin A merupakan nutrient esensial, yang hanya dapat dipenuhi dari luar tubuh, dimana jika asupannya berlebihan bisa menyebabkan keracunan karena tidak larut dalam air
• Gangguan asupan vitamin A bisa menyebabkan morbili, diare yang bisa berujung pada morbiditas dan mortalitas, dan pneumonia
7. GANGGUAN AKIBAT KEKURANGAN YODIUM (GAKY)
• Adalah sekumpulan gejala yang dapat ditimbulkan karena tubuh menderita kekurangan yodium secara terus menerus dalam waktu yang lama.
• Merupakna masalah dunia
• Terjadi pada kawasan pegunungan dan perbukitan yang tanahnya tidak cukup mengandung yodium
• Defisiensi yang berlangsung lama akan mengganggu fungsi kelenjar tiroid yang secara perlahan menyebabkan pembesaran kelenjar gondok
a. Dampak
• Pembesaran kelenjar gondok
• Hipotiroid
• Kretinisme
• Kegagalan reproduksi
• Kematian
b. Defisiensi pada janin
• Dampak dari kekurangan yodium pada ibu
• Meningkatkan insiden lahir mati, aborsi, cacat lahir
• Terjadi kretinisme endemis
• Jenis syaraf (kemunduran mental, bisu-tuli, diplegia spatik)
• Miksedema (memperlihatkan gejala hipotiroid dan dwarfisme)
c. Defisiensi pada BBL
• Penting untuk perkembangan otak yang normal
• Terjadi penurunan kognitif dan kinerja motorik pada anak usia 10-12 tahun pada mereka yang dilahirkan dari wanita yang mengalami defisiensi yodium
d. Defisiensi pada anak
• Puncak kejadian pada masa remaja
• Prevalensi wanita lebih tinggi dari laki-laki
• Terjadi gangguan kinerja belajar dan nilai kecerdasan
e. Klasifikasi tingkat pembesaran kelenjar menurut WHO (1990)
• Tingkat 0 : tidak ada pembesaran kelenjar
• Tingkat IA : kelenjar gondok membesar 2-4x ukuran normal, hanya dapat diketahui dengan palpasi, pembesaran tidak terlihat pada posisi tengadah maksimal
• Tingkat IB : hanya terlihat pada posisi tengadah maksimal
• Tingkat II : terlihat pada posisi kepala normal dan dapat dilihat dari jarak ± 5 meter
• Tingkat III : terlihat nyata dari jarak jauh
f. Sasaran
• Ibu hamil
• WUS
g. Dosis dan kelompok sasaran pemberian kapsul yodium
• Bayi < 1tahun : 100 mg
• Balita 1-5 tahun : 200 mg
• Wanita 6-35 tahun : 400 mg
• Ibu hamil (bumil) : 200 mg
• Ibu meneteki (buteki) : 200 mg
• Pria 6-20 tahun : 400 mg
8. GAKY tidak berhubungan denga tingkat sosek melainkan dengan geografis
Spektrum gangguan akibat kekurangan yodium
• Fetus : abortus, lahir mati, kematian perinatal, kematian bayi, kretinisme nervosa (bisu tuli, defisiensi mental, mata juling), cacat bawaan, kretinisme miksedema, kerusakan psikomotor
• Neonatus : gangguan psikomotor, hipotiroid neonatal, gondok neonatus
• Anak dan remaja : gondok, hipotiroid juvenile, gangguan fungsi mental (IQ rendah), gangguan perkembangan
• Dewasa : gondok, hipotiroid, gangguan fungsi mental, hipertiroid diimbas oleh yodium
Sumber makanan beryodium yaitu makanan dari laut seperti ikan, rumput laut dan sea food. Sedangkan penghambat penyerapan yodium (goitrogenik) seperti kol, sawi, ubi kayu, ubi jalar, rebung, buncis, makanan yang panas, pedas dan rempah-rempah.
a. Pencegahan/penanggulangan
• Fortifikasi : garam
• Suplementasi : tablet, injeksi lipiodol, kapsul minyak beryodium
BAB III
KESIMPULAN
Pendekatan masalah gizi masyarakat melalui epidemiologi gizi bertujuan untuk menganalisis berbagai faktor yang berhubungan erat dengan timbulnya masalah gizi masyarakat, baik yang bersifat biologis, dan terutama yang berkaitan dengan kehidupan social masyarakat. Penanggulangan masaah gizi masyarakat yang disertai dengan surveilans gizi lebih mengarah kepada penanggulangan berbagai faktor yang berkaitan erat dengan timbulnya masalah tersebut dalam masyarakat dan tidak hanya terbatas pada sasaran individu atau lingkungan keluarga saja.
Epidemiologi gizi adalah ilmu yang mempelajari determinan dari suatu masalah atau kelainan gizi.
• Mempelajari distribusi dan besarnya masalah gizi pada populasi manusia.
• Menguraikan penyakit dari masalah gizi dan menentukan hubungan sebab akibat.
• Memberikan informasi yang dibutuhkan untuk merencanakan dan melaksanakan program pencegahan, kontrol dan penanggulangan masalah gizi di masyarakat.
• Menguraikan penyebab dari masalah gizi dan menentukan hubungan sebab akibat.
Masalah gizi dihubungkan dengan:
4. Faktor dan penyebab masalah gizi (agent)
5. Faktor yang ada pada pejamu (host)
6. Faktor yang ada di lingkungan pejamu (environment)
DAFTAR PUSTAKA
Nasry Noor, Prof. Dr. Nur, M.PH. Epidemiologi. Jakarta: Rineka Cipta, 2008
http://lenteraimpian.wordpress.com/2010/02/24/masalah-masalah-gizi-di-indonesia-2/
Budiarto, Dr. Eko, SKM. Pengantar Epidemiologi. Jakarta: EGC, 2002
Tidak ada komentar:
Posting Komentar