BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap
orangtua tentu menginginkan anaknya lahir dengan sempurna, memperoleh
pendidikan dan pekerjaan yang layak. Ketika hal tersebut tidak
terpenuhi, tak jarang di antara mereka yang kecewa bahkan tidak ingin
menyekolahkan anaknya yang berkebutuhan khusus.
Sebenarnya
tidak ada anak cacat melainkan anak berkebutuhan khusus, karena
anak-anak yang dianggap cacat itu sebenarnya sama saja dengan anak-anak
pada umumnya, punya kelebihan dan kekurangan. Tetapi karena pemahaman
sebagian masyarakat yang kurang, maka masyarakatlah yang memberi label
cacat itu.
Untuk
itu perlu dipahami sebuah pendekatan kepada masyarakat bahwa mereka
yang mempunyai keterbatasan ada dalam lingkungan mereka, sama-sama
mempunyai hak yang sama dengan anak yang normal pada umumnya.
Jika
kita melihat anak-anak yang mengalami kecacatan mental, mungkin kita
beranggapan bahwa mereka mengalami jenis kecacatan mental yang sama.
Namun kita harus mengetahui kecacatan mental yang dialami anak-anak
tersebut berbeda penyebabnya yang dalam hal ini adalah cerebral palsy.
Walaupun perkembangan dan kemajuan dalam bidang obstetrik dan perinatologi akan mengakibatkan penurunan angka kematian bayi yang pesat, namun tidak dapat mencegah peningkatan jumlah anak cacat. Ini disebabkan, meskipun bayi berhasil diselamatkan dari keadaan gawat, akan tetapi biasanya meninggalkan gejala sisa akibat kerusakan jaringan otak yang gejala-gejalanya dapat terlihat segera ataupun di kemudian hari.
Cerebral Palsy adalah.
suatu gangguan atau kelainan yang terjadi pada kurun waktu dalam
perkembangan anak, mengenai sel-sel motorik di dalam susunan saraf
pusat, bersifat kronik dan tidak progresif akibat kelainan atau cacat
pada jaringan otak yang belum selesai pertumbuhannya. Istilah Cerebral Palsy (CP) pertama kali dikemukakan oleh Phelps. Cerebral : yang berhubungan dengan otak; Palsy : ketidaksempurnaan fungsi otot. CP sering juga disebut diplegia spastik, tetapi nama ini kurang tepat, sebab CP tidak hanya bermanifestasi spastik dan mengenai 2 anggota gerak saja, tetapi juga dapat ditemukan dalam bentuk lain dan dapat mengenai ke 4 anggota gerak. Nama lain ialah : Little’s disease, oleh karena dokter John Little adalah orang yang pertama pada pertengahan abad ke 19 menguraikan gambaran klinik CP.
Yang
pertama kali memperkenalkan penyakit ini adalah William John Little
(1843), yang menyebutnya dengan istilah cerebral diplegia, sebagai
akibat prematuritas atau afiksia neonatorum. Sir William Olser adalah
yang pertama kali memperkenalkan istilah cerebral palsy, sedangkan
Sigmud Freud menyebutnya dengan istilah infantile Cerebra)Paralysis.
Winthrop
Phelps menekankan pentingnya pensekatan multidisiplin dalam penanganan
penderita cerebral palsy, seperti disiplin anak, saraf, mata, THT, bedah
tulang, bedah saraf, psikologi, ahli wicara, fisioterapi, pekerja
social, guru sekolah luar biasa. Disamping itu juga harus disertakan peranan orang tua dan masyarakat.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
1. Apa yang di maksut dengan Cerebral Palsy ?
2. Bagaimana konsep penyakit dari Cerebral Palsy ?
3. Bagaimana konsep keperawatan Cerebral Palsy ?
A. Tujuan
Adapun tujuan pembuatan makalah iniadalah :
1. Untuk mengetahui Pengertian dari Cerebral Palsy
2. Untuk mengetahui konsep penyakit dari Cerebral Palsy
3. Untuk mengetahui konsep keperawatan Cerebral Palsy
BAB II
CEREBRAL PALSY
A. Pengertian
Cerebral
palsy adalah ensefalopatistatis yang mungkin di definisikan sebagai
kelainan postur dan gerakan non-progresif,sering disertai dengan
epilepsy dan ketidak normalan bicara,penglihatan, dan kecerdasan akibat
dari cacat atau lesi otak yang sedang berkembang.
Cerebral
palsy ialah suatu gangguan nonspesifik yang disebabkan oleh
abnormalitas system motor piramida (motor kortek,basal ganglia dan otak
kecil)yang ditandai dengan kerusakan pergerakan dan postur pada serangan
awal.
Cerebral
palsy adalah kerusakan jaringan otak yang kekal dan tidak
progresif,terjadi pada waktu masih muda (sejak dilahirkan) serta
merintangi perkembangan otak normal dengan gambaran klinik dapat berubah
selama hidup dan menunjukkan kelainan dalam sikap dan
pergerakan,disertai kelainan neurologis berupa kelumpuhan spastis
,gangguan ganglia basal dan sebelum juga kelainan mental.
Cerebral
palsy ialah suatu gangguan atau kelainan yang terjadi pada suatu kurun
waktu dalam perkembangan anak,mengenai sel-sel motorik didalam susunan
saraf pusat,bersifat kronik dan tidak progresif akibat kelainan atau
cacat pada jaringan otak yang belum selesai pertumbuhannya.
Cerebral
palsy adalah suatu keadaan yang ditandai dengan buruknya pengendalian
otot, kekakuan, kelumpuhan dan gangguan fungsi saraf lainnya.
B. Etiologi
Penyebab cerebral palsy dapat dibagi dalam tiga periode yaitu:
1. Pranatal :
a. Malformasi kongenital.
Infeksi
dalam kandungan yang dapat menyebabkan kelainan janin (misalnya;
rubela, toksoplamosis, sifihis, sitomegalovirus, atau infeksi virus
lainnya).
b. Radiasi sinar X.
c. Toksemia gravidarum.
d. Asfiksia dalam kandungan (misalnya: solusio plasenta, plasenta previa, anoksi maternal, atau tali pusat yang abnormal).
e. Keracunan kehamilan dapat menimbulkan serebral palsi.
f. gangguan pertumbuhan otak
2. Natal :
a. Anoksia/hipoksia.
Penyebab
terbanyak ditemukan dalam masa perinatal ialah cidera otak. Keadaan
inilah yang menyebabkan terjadinya anoksia. Hal demikian terdapat pada
keadaan presentasi bayi abnormal, disproporsi sefalopelvik, partus lama,
plasenta previa, infeksi plasenta, partus menggunakan bantuan alat
tertentu dan lahir dengan seksio sesar.
b. Perdarahan otak.
Perdarahan
dan anoksia dapat terjadi bersama-sama, sehingga sukar membedakannya,
misalnya perdarahan yang mengelilingi batang otak, mengganggu pusat
pernapasan dan peredaran darah sehingga terjadi anoksia. Perdarahan
dapat terjadi di ruang subaraknoid dan menyebabkan penyumbatan CSS
sehingga mangakibatkan hidrosefalus. Perdarahan di ruang subdural dapat
menekan korteks serebri sehingga timbul kelumpuhan spastis.
c. Trauma lahir, misalnya perdarahan subdural
d. Prematuritas.
Bayi
kurang bulan mempunyai kemungkinan menderita pendarahan otak lebih
banyak dibandingkan dengan bayi cukup bulan, karena pembuluh darah,
enzim, factor pembekuan darah dan lain-lain masih belum sempurna.
e. Ikterus
Ikterus
pada masa neonatus dapat menyebabkan kerusakan jaringan otak yang kekal
akibat masuknya bilirubin ke ganglia basal, misalnya pada kelainan
inkompatibilitas golongan darah.
f. Meningitis purulenta
Meningitis
purulenta pada masa bayi bila terlambat atau tidak tepat pengobatannya
akan mengakibatkan gejala sisa berupa palsi serebral.
3. Postnatal :
a. Trauma kapitis.
b. Infeksi misalnya : meningitis bakterial, abses serebri, tromboplebitis, ensefalomielitis.
c. Kern icterus.
Beberapa
penelitian menyebutkan faktor prenatal dan perinatal lebih berperan
daripada faktor pascanatal. Studi oleh Nelson dkk (1986) (dikutip dari
13) menyebutkan bayi dengan berat lahir rendah, asfiksia saat lahir,
iskemi prenatal, faktor genetik, malformasi kongenital, toksin, infeksi
intrauterin merupakan faktor penyebab cerebral palsy.
Faktor
prenatal dimulai saat masa gestasi sampai saat lahir, sedangkan faktor
perinatal yaitu segala faktor yang menyebabkan cerebral palsy mulai dari
lahir sampai satu bulan kehidupan.
Sedang
faktor pasca natal mulai dari bulan pertama kehidupan sampai 2 tahun
(Hagberg dkk 1975), atau sampai 5 tahun kehidupan (Blair dan Stanley,
1982), atau sampai 16 tahun (Perlstein, Hod, 1964).
C. Faktor Resiko
Faktor-faktor resiko yang menyebabkan kemungkinan terjadinya CP semakin besar antara lain adalah :
1. Letak sungsang.
2. Proses persalinan sulit.
Masalah
vaskuler atau respirasi bayi selamaa persalinan merupakan tanda awal
yang menunjukkan adanya masalah kerusakan otak atau otak bayi tidak
berkembang secara normal. Komplikasi tersebut dapat menyebabkan
kerusakan otak permaanen.
3. Apgar score rendah.
Apgar score yang rendah hingga 10 – 20 menit setelah kelahiran.
4. BBLR dan prematuritas.
Resiko CP lebih tinggi diantara bayi dengan berat lahir rendah dengan berat di bawah 2,5 kg.
5. Kehamilan ganda
Resiko cerebral palsy akan semakin meningkat ketika sejumlah bayi membagi uterus ibu.
6. Malformasi SSP.
Sebagian
besar bayi-bayi yang lahir dengan CP memperlihatkan malformasi SSP yang
nyata, misalnya lingkar kepala abnormal (mikrosefali). Hal tersebut
menunjukkan bahwa masalah telah terjadi pada saat perkembangan SSP sejak
dalam kandungan.
7. Perdarahaan maternal atau proteinuria berat pada saat masa akhir kehamilan.
8. Perdarahan
vaginal selama bulan ke 9 hingga 10 kehamilan dan peningkatan jumlah
protein dalam urine berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya CP
pada bayi.
9. Hipertiroidism maternal, mental retardasi dan kejang.
10. Kejang pada bayi baru lahir.
D. Patofisiologi
Adanya
malformasi hambatan pada vaskuler, atrofi, hilangnya neuron dan
degenarasi laminar akan menimbulkan narrowergyiri, suluran sulci dan
berat otak rendah. Serebral palsi digambarkan sebagai kekacauan
pergerakan dan postur tubuh yang disebabkan oleh cacat nonprogressive
atau luka otak pada saat anak-anak. Suatu presentasi serebral palsi
dapat diakibatkan oleh suatu dasar kelainan (structural otak : awal
sebelum dilahirkan , perinatal, atau luka-luka /kerugian setelah
kelahiran dalam kaitan dengan ketidakcukupan vaskuler, toksin atau
infeksi).
E. Patogenesis
Perkembangan
susunan saraf dimulai dengan terbentuknya neural tube yaitu induksi
dorsal yang terjadi pada minggu ke 3-4 masa gestasi dan induksi ventral,
berlangsung pada minggu ke 56 masa gestasi. Setiap gangguan pada masa
ini bisa mengakibatkan terjadinya kelainan kongenital seperti
kranioskisis totalis, anensefali, hidrosefalus dan lain sebagainya.
Fase
selanjutnya terjadi proliferasi neuron, yang terjadi pada masa gestasi
bulan ke 24. Gangguan pada fase ini bisa mengakibatkan mikrosefali,
makrosefali.
Stadium
selanjutnya yaitu stadium migrasi yang terjadi pada masa gestasi bulan
35. Migrasi terjadi melalui dua cara yaitu secara radial, sd
berdiferensiasi dan daerah periventnikuler dan subventrikuler ke lapisan
sebelah dalam koerteks serebri; sedangkan migrasi secara tangensial sd
berdiferensiasi dan zone germinal menuju ke permukaan korteks serebri.
Gangguan pada masa ini bisa mengakibatkan kelainan kongenital seperti
polimikrogiri, agenesis korpus kalosum.
Stadium
organisasi terjadi pada masa gestasi bulan ke 6 sampai beberapa tahun
pascanatal. Gangguan pada stadium ini akan mengakibatkan translokasi
genetik, gangguan metabolisme. Stadium mielinisasi terjadi pada saat
lahir sampai beberapa tahun pasca natal. Pada stadium ini terjadi
proliferasi sd neuron, dan pembentukan selubung mialin.
Kelainan
neuropatologik yang terjadi tergantung pada berat dan ringannya
kerusakan Jadi kelainan neuropatologik yang terjadi sangat kompleks dan
difus yang bisa mengenai korteks motorik traktus piramidalis daerah
paraventkuler ganglia basalis, batang otak dan serebelum.
Anoksia
serebri sering merupakan komplikasi perdarahan intraventrikuler dan
subependim Asfiksia perinatal sering berkombinasi dengan iskemi yang
bisa menyebabkan nekrosis.
Kerniktrus
secara klinis memberikan gambaran kuning pada seluruh tubuh dan akan
menempati ganglia basalis, hipokampus, sel-sel nukleus batang otak; bisa
menyebabkan cerebral palsy tipe atetoid, gangguan pendengaran dan
mental retardasi. Infeksi otak dapat mengakibatkan perlengketan
meningen, sehingga terjadi obstruksi ruangan subaraknoid dan timbul
hidrosefalus. Perdarahan dalam otak bisa meninggalkan rongga yang
berhubungan dengan ventrikel.
Trauma
lahir akan menimbulkan kompresi serebral atau perobekan sekunder.
Trauma lahir ini menimbulkan gejala yang ireversibel. Lesi ireversibel
lainnya akibat trauma adalah terjadi sikatriks pada sel-sel hipokampus
yaitu pada kornu ammonis, yang akan bisa mengakibatkan bangkitan
epilepsi.
F. Manifestasi Klinis
1. Spastisitas
Terdapat
peninggian tonus otot dan refleks yang disertai dengan klonus dan
reflek Babinski yang positif. Tonus otot yang meninggi itu menetap dan
tidak hilang meskipun penderita dalam keadaan tidur. Peninggian tonus
ini tidak sama derajatnya pada suatu gabungan otot, karena itu tampak
sifat yang khas dengan kecenderungan terjadi kontraktur, misalnya lengan
dalam aduksi, fleksi pada sendi siku dan pergelangan tangan dalam
pronasi serta jari-jari dalam fleksi sehingga posisi ibu jari melintang
di telapak tangan.
Tungkai
dalam sikap aduksi, fleksi pada sendi paha dan lutut, kaki dalam flesi
plantar dan telapak kaki berputar ke dalam. Tonic neck reflex dan
refleks neonatal menghilang pada waktunya. Kerusakan biasanya terletak
di traktus kortikospinalis. Bentuk kelumpuhan spastisitas tergantung
kepada letak dan besarnya kerusakan yaitu monoplegia/ monoparesis.
Kelumpuhan keempat anggota gerak, tetapi salah satu anggota gerak lebih
hebat dari yang lainnya; hemiplegia/ hemiparesis adalah kelumpuhan
lengan dan tungkai dipihak yang sama; diplegia/ diparesis adalah
kelumpuhan keempat anggota gerak tetapi tungkai lebih hebat daripada
lengan; tetraplegia/ tetraparesis adalah kelimpuhan keempat anggota
gerak, lengan lebih atau sama hebatnya dibandingkan dengan tungkai.
Golongan
spastitis ini meliputi / 3 – ¾ penderita cerebral palsy. Bentuk
kelumpuhan spastitis tergantung kepada letak dan besarnya kerusakan,
yaitu:
a. Monoplegia/ Monoparesis
Kelumpuhan keempat anggota gerak, tetapi salah satu anggota gerak lebih hebat dari yang lainnya.
b. Hemiplegia/ Diparesis
Kelumpuhan lengan dan tungkai dipihak yang sama.
c. Diplegia/ Diparesis
Kelumpuhan keempat anggota gerak, tetapi tungkai lebih hebat daripada lengan.
d. Tetraplegia/ Tetraparesis
Kelumpuhan keempat anggota gerak, tetapi lengan lebih atau sama hebatnya dibandingkan dengan tungkai.
2. Tonus otot yang berubah
Bayi
pada golongan ini, pada usia bulan pertama tampak fleksid (lemas) dan
berbaring seperti kodok terlentang sehingga tampak seperti kelainan pada
lower motor neuron. Menjelang umur 1 tahun barulah terjadi perubahan
tonus otot dari rendah hingga tinggi. Bila dibiarkan berbaring tampak
fleksid dan sikapnya seperti kodok terlentang, tetapi bila dirangsang
atau mulai diperiksa otot tonusnya berubah menjadi spastis, Refleks otot
yang normal dan refleks babinski negatif, tetapi yang khas ialah
refelek neonatal dan tonic neck reflex menetap. Kerusakan biasanya
terletak di batang otak dan disebabkan oleh afiksia perinatal atau
ikterus.
3. Koreo-atetosis
Kelainan yang khas yaitu sikap yang abnormal dengan pergerakan yang terjadi dengan sendirinya (involuntary movement).
Pada 6 bulan pertama tampak flaksid, tetapa sesudah itu barulah muncul
kelainan tersebut. Refleks neonatal menetap dan tampak adanya perubahan
tonus otot. Dapat timbul juga gejala spastisitas dan ataksia, kerusakan
terletak diganglia basal disebabkan oleh asfiksia berat atau ikterus
kern pada masa neonatus.
4. Ataksia
Ataksia
adalah gangguan koordinasi. Bayi dalam golongan ini biasanya flaksid
dan menunjukan perkembangan motorik yang lambat. Kehilangan keseimbangan
tamapak bila mulai belajar duduk. Mulai berjalan sangat lambat dan
semua pergerakan canggung dan kaku. Kerusakan terletak diserebelum.
5. Gangguan pendengaran
Terdapat
5-10% anak dengan serebral palsi. Gangguan berupa kelainan neurogen
terutama persepsi nadi tinggi, sehingga sulit menangkap kata-kata.
Terdapat pada golongan koreo-atetosis.
6. Gangguan bicara
Disebabkan
oleh gangguan pendengaran atau retradasi mental. Gerakan yang terjadi
dengan sendirinya dibibir dan lidah menyebabkan sukar mengontrol
otot-otot tersebut sehingga anak sulit membentuk kata-kata dan sering
tampak anak berliur.
7. Gangguan mata
Gangguan mata biasanya berupa strabismus konvergen dan kelainan refraksi.pada keadaan asfiksia yang berat dapat terjadi katarak.
8. Paralisis
Dapat
berbentuk hemiplegia, kuadriplegia, diplegia, monoplegia, triplegia.
Kelumpuhan ini mungkin bersifat flaksid, spastik atau campuran.
9. Gerakan involunter
Dapat berbentuk atetosis, khoreoatetosis, tremor dengan tonus yang dapat bersifat flaksid, rigiditas, atau campuran.
10. Kejang
Dapat bersifat umum atau fokal.
11. Gangguan perkembangan mental
Retardasi
mental ditemukan kira-kira pada 1/3 dari anak dengan cerebral palsy
terutama pada grup tetraparesis, diparesis spastik dan ataksia. Cerebral
palsy yang disertai dengan retardasi mental pada umumnya disebabkan
oleh anoksia serebri yang cukup lama, sehingga terjadi atrofi serebri
yang menyeluruh. Retardasi mental masih dapat diperbaiki bila korteks
serebri tidak mengalami kerusakan menyeluruh dan masih ada anggota gerak
yang dapat digerakkan secara volunter. Dengan dikembangkannya
gerakan-gerakan tangkas oleh anggota gerak, perkembangan mental akan
dapat dipengaruhi secara positif.
12. Problem emosional terutama pada saat remaja.
G. Klasifikasi dan Gejala
Banyak
klasifikasi yang diajukan oleh para ahli, tetapi pada kesempatan ini
akan diajukan klasifikasi berdasarkan gambaran klinis dan derajat
kemampuan fungsionil. Berdasarkan gejala klinis maka pembagian cerebral
palsy adalah sebagai berikut:
1. Tipe spastis atau piramidal.
Pada tipe ini gejala yang hampir selalu ada adalah :
a. Hipertoni (fenomena pisau lipat).
b. Hiperrefleksi yang disertai klonus.
c. Kecenderungan timbul kontraktur.
d. Refleks patologis.
Secara topografi, distribusi tipe ini adalah sebagai berikut:
a. Hemiplegia apabila mengenai anggota gerak sisi yang sama.
b. Spastik diplegia. Mengenai keempat anggota gerak, anggota gerak bawah lebih berat.
c. Kuadriplegi, mengenai keempat anggota gerak, anggota gerak atas sedikit lebih berat.
d. Monoplegi, bila hanya satu anggota gerak.
e. Triplegi apabila mengenai satu anggota gerak atas dan dua anggota gerak bawah, biasanya merupakan varian dan kuadriplegi.
2. Tipe ekstrapiramidal
Akan
berpengaruh pada bentuk tubuh, gerakan involunter, seperti atetosis,
distonia, ataksia. Tipe ini sering disertai gangguan emosional dan
retardasi mental. Di samping itu juga dijumpai gejala hipertoni,
hiperrefleksi ringan, jarang sampai timbul klonus. Pada tipe ini
kontraktunjarang ditemukan, apabila mengenai saraf otak bisa terlihat
wajah yang asimetris dan disantni.
3. Tipe campuran
Gejala-gejalanya
merupakan campuran kedua gejala di atas, misalnya hiperrefleksi dan
hipertoni disertai gerakan khorea. Berdasarkan derajat kemampuan
fungsional.
a. Ringan:
Penderita
masih bisa melakukan pekerjaan aktifitas sehari- hari sehingga sama
sekali tidak atau hanya sedikit sekali membutuhkan bantuan khusus.
b. Sedang:
Aktifitas
sangat terbatas. Penderita membutuhkan bermacam-macam bantuan khusus
atau pendidikan khusus agar dapat mengurus dirinya sendiri, dapat
bergerak atau berbicara. Dengan pertolongan secara khusus, diharapkan
penderita dapat mengurus diri sendiri, berjalan atau berbicara sehingga
dapat bergerak, bergaul, hidup di tengah masyarakat dengan baik.
c. Berat:
Penderita
sama sekali tidak bisa melakukan aktifitas fisik dan tidak mungkin
dapat hidup tanpa pertolongan orang lain. Pertolongan atau pendidikan
khusus yang diberikan sangat sedikit hasilnya. Sebaiknya penderita
seperti ini ditampung dalam rumah perawatan khusus. Rumah perawatan
khusus ini hanya untuk penderita dengan retardasi mental berat, atau
yang akan menimbulkan gangguan sosial-emosional baik bagi keluarganya
maupun lingkungannya.
H. Insiden
Para peneliti dari berbagai negara melaporkan insidensi yang berbeda-beda yaitu: 1,3 per 1000 kelahiran di Denmark (Erik Hansen); 5 per 1.000 anak di Amerika Serikat (Gilroy), dan 7 per 100.000 kelahiran di Amerika (Phelps); 6 per 1.000 kelahiran hidup di Amerika (Ingram, 1955 dan Kurland,1957). Di Indonesia, belum ada data mengenai insidensi CP. Pada KONIKA V Medan (1981), R. Suhasim dan Titi Sularyo melaporkan 2,46% dari jumlah penduduk Indonesia menyandang gelar cacat, dan di antaranya ± 2 juta adalah anak. CP merupakan jenis cacat pada anak yang terbanyak dijumpai. Di Jaipur, Meenakshi Sharma dkk (1981) menyelidiki 219 CP, 150 di antaranya adalah laki-laki dan 69 perempuan. Terdiri dari 42 anak umur kurang 1 tahun, 113 antara 1 - 5 tahun, 52 antara 5 - 10 tahun dan 12 di atas 10 tahun.
Angka
kejadiannya sekitar 1 – 5 per 1000 anak. Laki-laki lebih banyak dari
pada wanita. Sering terdapat pada anak pertama, mungkin anak pertama
lebih sering mengalami kesulitan pad waktu dilahirkan. Angka kejadiannya
lebih tinggi pada bayi BBLR dan anak kembar. Umur ibu sering lebih dari
40 tahun, lebih-lebih pada multipara.
Franky
(1994) pada penelitiannya di RSUP Sanglah Denpasar, mendapatkan bahwa
58,3 % penderita cerebral palsy yang diteliti adalah laki-laki, 62,5 %
anak pertama, umur ibu semua dibawah 30 tahun, 87,5 % berasal dari
persalinan spontan letak kepala dan 75 % dari kehamilan cukup bulan.
I. Komplikasi
1. Ataksi
2. Katarak
3. Hidrosepalus
4. Retardasi Mental
IQ di bwh 50, berat/beban dari otak motoriknya IQ rendah nya, dengan suatu ketegangan [menyangkut] IQ yang yang lebih rendah.
5. Strain/ ketegangan
Lebih sering pada qudriplegia dan hemiplegia
6. Pinggul Keseleo/ Kerusakan
Sering terjadi pada quadriplegia dan paraplegia berat.
7. Kehilangan sensibilitas
Anak-anak dengan hemiplegia akan kehilangan sensibilitas.
8. Hilang pendengaran
Atrtosis sering terjadi terpasang, tetapi bukan pada anak spaskis.
9. Gangguan visual
Bermata juling, terutama pada anak-anak prematur dan quadriplegia.
10. Kesukaran btuk bicara
Penyebab:
disartria, Retardasi mental, hilang pendengaran, atasi kortikal,
gangguan emosional dan mungkin sebab gejala lateralisasi pada anak
hemiplagia.
11. Lateralisasi
Dominan pada anak yang normal nya dan yang di/terpengaruh oleh gejala hemiplegia, kemudian akan ada berbagai kesulitan untuk pindah;gerakkan pusat bicara
12. Inkontinensia
RM, dan terutama oleh karena berbagai kesulitan pada pelatihan kamar kecil.
13. Penyimpangan Perilaku
Tidak suka bergaul, dengan mudah dipengaruhi dan mengacaukan ketidaksuburan/kemandulan.
J. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan mata dan pendengaran segera dilakukan setelah diagnosis sebral palsi di tegakkan.
2. Fungsi
lumbal harus dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan penyebabnya
suatu proses degeneratif. Pada serebral palsi. CSS normal.
3. Pemeriksaan EKG dilakukan pada pasien kejang atau pada golongan hemiparesis baik yang disertai kejang maupun yang tidak.
4. Foto rontgen kepala.
5. Penilaian psikologis perlu dikerjakan untuk tingkat pendidikan yang dibutuhkan.
6. Pemeriksaan metobolik untuk menyingkirkan penyebablain dari reterdasi mental.
K. Diagnosis Banding
1. Mental subnormal
2. Retardasi motorik terbatas
3. Tahanan volunter terhadap gerakan pasif
4. Kelainan persendian
5. Cara berjalan yang belum stabil
6. Gerakan normal
7. Berjalan berjinjit
8. Pemendekan kongenital pada gluteus maksimus, sastrak nemius atau hamstring
9. Kelemahan otot-otot pada miopati, hipotoni atau palsy erb
10. Lain penyebab dari gerakan involunter
11. Penyakit-penyakit degeneratif pada susunan saraf
12. Kelainan pada medala spinalis
13. Sindrom lain
L. Terapi/Penatalaksanaan
1. Medik
Pengobatan
kausal tidak ada, hanya simtomatik. Pada keadaan ini perlu kerja sama
yang baik dan merupakan suatu tim dokter anak, neurolog, psikiater,
dokter mata, dokter THT, ahli ortopedi, psikolog, fisioterapi,
occupatiional therapist, pekerja sosial, guru sekolah luar biasa dan
orangtua pasien.
2. Fisioterapi
Tindakan
ini harus segera dimulai secara intensif. Orang tua turut membantu
program latihan dirumah. Untuk mencegah kontraktur perlu diperhatikan
posisi pasien pada waktu istirahat atau tidur. Bagi pasien yang berat
dianjurkan untuk sementara tinggal dipusat latihan. Fisioterapi ini
dilakukan sepanjang pasien hidup.
3. Tindakan bedah
Bila
terdapat hipertonus otot atau hiperspastisitas, dianjurkan untuk
dilakukan pembedahan otot, tendon atau tulang untuk reposisi kelainan
tersebut. Pembedahan stereotatik dianjurkan pada pasien dengan
pergerakan koreotetosis yang berlebihan. Bertujuan untuk mengurangi spasme otot, menyamakan kekuatan otot yang antagonis, menstabilkan sendi-sendi dan mengoreksi deformitas. Tindakan operasi lebih sering dilakukan pada tipe spastik dari pada tipe lainnya. Juga lebih sering dilakukan pada anggota gerak bawah dibanding -dengan anggota gerak atas. Prosedur operasi yang dilakukan disesuaikan dengan jenis operasinya, apakah operasi itu dilakukan pada saraf motorik, tendon, otot atau pada tulang.
4. Obat-obatan
Pasien
sebral palsi (CP) yang dengan gejala motorik ringan adalah baik, makin
banyak gejala penyertanya dan makin berat gejala motoriknya makin buruk
prognosisnya. Bila di negara maju ada tersedia institute cerebral palsy
untuk merawat atau untuk menempung pasien ini.
Pemberian obat-obatan pada CP bertujuan untuk memperbaiki gangguan
tingkah laku, neuro-motorik dan untuk mengontrol serangan kejang.
Pada penderita CP yang kejang. pemberian obat anti kejang memeerkan hasil yang baik dalam mengontrol kejang, tetapi pada CP tipe spastik dan atetosis obat ini kurang berhasil. Demikian pula obat muskulorelaksan kurang berhasil menurunkan tonus otot pada CP tipe spastik dan atetosis. Pada penderita dengan kejang diberikan maintenance anti kejang yang disesuaikan dengan karakteristik kejangnya, misalnya luminal, dilantin dan sebagainya. Pada keadaan tonus otot yang berlebihan, obat golongan benzodiazepine, misalnya : valium, librium atau mogadon dapat dicoba. Pada keadaan choreoathetosis diberikan artane. Tofranil (imipramine) diberikan pada keadaan depresi. Pada penderita yang hiperaktif dapat diberikan dextroamphetamine 5 -- 10 mg pada pagi hari dan 2,5 -- 5 mg pada waktu tengah hari.
5. Tindakan keperawatan
a. Mengobservasi
dengan cermat bayi-nayi baru lahir yang beresiko ( baca status bayi
secara cermat mengenai riwayat kehamilan/kelahirannya . jika dijumpai
adanya kejang atau sikap bayi yang tidak biasa pada neonatus segera
memberitahukan dokter agar dapat dilakukan penanganan semestinya.
b. Jika
telah diketahui bayi lahir dengan resiko terjadi gangguan pada otak
walaupun selama di ruang perawatan tidak terjadi kelainan agar
dipesankan kepad orangtua/ibunya jika melihat sikap bayi tidak normal
supaya segera dibawa konsultasi ke dokter.
6. Occupational therapy
Ditujukan
untuk meningkatkan kemampuan untuk menolong diri sendiri, memperbaiki
kemampuan motorik halus, penderita dilatih supaya bisa mengenakan
pakaian, makan, minum dan keterampilan lainnya.
7. Speech therapy
Diberikan pada anak dengan gangguan wicara bahasa, yang ditangani seorang ahli.
8. Reedukasi dan rehabilitasi.
Dengan adanya kecacatan yang bersifat multifaset, seseorang penderita CP perlu mendapatkan terapi yang sesuai dengan kecacatannya. Evaluasi terhadap tujuan perlu dibuat oleh masing-masing terapist. Tujuan yang akan dicapai perlu juga disampaikan kepada orang tua/famili penderita, sebab dengan demikian ia dapat merelakan anaknya mendapat perawatan yang cocok serta ikut pula melakukan perawatan tadi di lingkungan hidupnya sendiri. Fisio terapi bertujuan untuk mengembangkan berbagai gerakan yang diperlukan untuk memperoleh keterampilan secara independent untuk aktivitas sehari-hari. Fisio terapi ini harus segera dimulai secara intensif. Untuk mencegah kontraktur perlu diperhatikan posisi penderita sewaktu istirahat atau tidur. Bagi penderita yang berat dianjurkan untuk sementara tinggal di suatu pusat latihan. Fisio terapi dilakukan sepanjang hidup penderita. Selain fisio terapi, penderita CP perlu dididik sesuai dengan tingkat inteligensinya, di Sekolah Luar Biasa dan bila mungkin di sekolah biasa bersama-sama dengan anak yang normal. Di Sekolah Luar Biasa dapat dilakukan speech therapy dan occupational therapy yang disesuaikan dengan keadaan penderita. Mereka sebaiknya diperlakukan sebagai anak biasa yang pulang ke rumah dengan kendaraan bersanrm-sama sehingga tidak merasa diasingkan, hidup dalam suasana normal. Orang tua janganlah melindungi anak secara berlebihan dan untuk itu pekerja sosial dapat membantu di rumah dengan melihat seperlunya.
M. Pencegahan
Pencegahan merupakan usaha yang terbaik. CP dapat dicegah dengan jalan menghilangkan faktor etiologik kerusakan jaringan otak pada masa prenatal, natal dan post natal. Sebagian daripadanya sudah dapat dihilangkan, tetapi masih banyak
pula yang sulit untuk dihindari. "Prenatal dan perinatal care" yang
baik dapat menurunkan insidens CP. Kernikterus yang disebabkan
"haemolytic disease of the new born" dapat
dicegah dengan transfusi tukar yang dini, "rhesus incompatibility"
dapat dicegah dengan pemberian "hyperimmun anti D immunoglobulin" pada ibu-ibu yang mempunyai rhesus negatif. Pencegahan lain yang dapat dilakukan ialah tindakan yang segera pada keadaan hipoglikemia, meningitis, status epilepsi dan lain-lain.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN CEREBRAL PALSY
A. Pengakjian
1. Biodata
a. Laki-laki lebih banyak dari pada wanita.
b. Sering terjadi pada anak pertama è kesulitan pada waktu melahirkan.
c. Kejadin lebih tinggi pada bayi BBLR dan kembar.
d. Umur ibu lebih dari 40 tahun, lebih-lebih pada multipara.
2. Kaji riwayat kehamilan ibu
3. Riwayat
kesehaataan yang berhubungan dengan factor prenatal, natal dan post
natal serta keadaan sekitar kelaahiran yang mempredisposisikan anoksia
janin.
4. Kap
iritabel anak, kesukaran dalam makan, perkembangan terlambat,
perkembangan pergerakan kurang, postur tubuh yang abnormal, refleks bayi
yang persisten, ataxic, kurangnya tonus otot.
5. Monitor respon untuk bermain
6. Kap fungsi intelektual anak
7. Pemeriksaan Fisik
a. Muskuluskeletal : - spastisitas
- ataksia
b. Neurosensory : - gangguan menangkap suara tinggi
- gangguan bicara
- anak berliur
- bibir dan lidah terjadi gerakan dengan sendirinya
- strabismus konvergen dan kelainan refraksi
c. Eliminasi : - konstipasi
d. Nutrisi : - intake yang kurang
8. Pemeriksaan Laboratorium dan Penunjang
a. Pemeriksaan pendengaran (untuk menetukan status pendengaran)
b. Pemeriksaan penglihatan (untuk menentukan status fungsi penglihatan)
c. Pemeriksaan serum, antibody : terhadap rubela, toksoplasmosis dan herpes
d. MRI
kepala / CT scan menunjukkan adanya kelainan struktur maupun kelainan
bawaaan : dapat membantu melokalisasi lesi, melihat ukuran / letak
ventrikel.
e. EEG : mungkin terlihat gelombang lambat secara fokal atau umum (ensefalins) / volsetasenya meningkat (abses)
f. Analisa kromosom
g. Biopsi otot
h. Penilaian psikologik
B. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan factor biologis.
2. Risiko injury berhubungan dengan spasme, pergerakan yang tidak terkontrol dan kejang.
3. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan kesukaran dalam artikulasi.
4. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan spasme dan kelemahan otot-otot.
5. Ganggguan konsep diri berhubungan dengan ketidakmampuan untuk berbicara.
6. Perubahan tumbuh dan kembang berhubungan dengan gangguan neuromuskular.
7. Perubahan proses pikir berhubungan dengan serebral injury, ketidakmampuan belajar.
8. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan spasme otot, meningkatnya aktivitas, perubahan kognitif.
9. Perubahan peran orang tua berhubungan dengan ketidakmampuan anak dalam kondisi kronik.
10. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan penggunaan atau alat penyokong.
C. Rencana Keperawatan
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan factor biologis.
a. Tujuan :
1) Terpenuhinya intake nutrisi.
2) Terpenuhinya energi.
3) Berat badan naik.
b. Intervensi :
1) Monitor status nutrisi pasien.
2) Monitor pemasukan nutrisi dan kalori.
3) Catat adanya anoreksia, muntah dan terapkan jika ada hubungan dengan medikasi.
4) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan nutrisi dan kalori agar BB naik.
5) Informasikan pada keluarga, nutrisi apa saja yang dibutuhkan bagi klien.
6) Kolaborasi dengan tim kesehatan lain untuk mengembangkan perencanaan , melibatkan orang lain yang berwenang.
2. Risiko injury berhubungan dengan spasme, pergerakan yang tidak terkontrol dan kejang.
a. Tujuan : Anak akan selalu aman dan terbebas dari injury.
b. Intervensi :
1) Hindari anak dari benda-benda yang membahayakan; misalnya dapat terjatuh.
2) Perhatikan anak-anak saat beraktifitas.
3) Beri istirahat bila anak lelah.
4) Gunakan alat pengaman bila diperlukan.
5) Bila ada kejang; pasang alat pengaman dimulut agar lidah tidak tergigit
6) Lakukan suction.
7) Pemberian anti kejang bila terjadi kejang.
3. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan kesukaran dalam artikulasi.
a. Tujuan : Anak akan mengekspresikan tentang kebutuhan dan mengembangkan berat badan dalam batas normal.
b. Intervensi :
1) Kaji respon dalam berkomunikasi.
2) Ajarkan dan kaji makna non verbal.
3) Latih dalam penggunaan bibir, mulut dan lidah.
4) Jelaskan kepada anak dan keluarga mengapa anak tidak bisa berbicara atau memahami dengan tepat.
5) Sering berikan pujian positif kepada anak yang berusaha untuk berkomunikasi.
6) Gunakan kartu/gambar-gambar/papan tulis untuk memfasilitasi komunikasi.
7) Berikan perawatan dalam sikap yang rileks, tidak terburu-buru, dan menghakimi.
8) Konsultasikan dengan dokter tentang kebutuhan terapi bicara.
9) Libatkan anak dengan keluarga dalam mengembangkan rencana komunikasi.
4. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan spasme dan kelemahan otot-otot..
a. Tujuan : Anak akan memiliki kemampuan pergerakan yang maksimum dan tidak mengalami kontraktur.
b. Intervensi :
1) Ajarkan cara berkomunikasi dengan kata-kata yang pendek.
2) Ajak untuk latihan yang berbeda-beda pada ekstremitas.
3) Kaji pergerakan sendi-sendi dan tonus otot.
4) Lakukan terapi fisik.
5) Lakukan reposisi setiap 2 jam.
6) Evaluasi kebutuhan alat-alat khusus untuk makan, menulis dan membaca dan aktivitas.
7) Ajarkan dalam menggunakan alat bantu jalan.
8) Ajarkan cara duduk, merangkak pada anak kecil, berjalan, dan lain-lain.
9) Ajarkan bagaimana cara menggapai benda.
10) Ajarkan untuk menggerakkan anggota tubuh.
11) Ajarkan rom yang sesuai.
12) Berikan periode istirahat.
5. Ganggguan konsep diri berhubungan dengan ketidakmampuan untuk berbicara.
a. Tujuan : Anak tidak merasa rendah diri ketika berkomunikasi.
b. Intervensi :
1) Ajarkan cara berkomunikasi dengan menggunakan kata-kata yang pendek.
2) Ajarkan pendidikan kesehatan pada keluarga dan orang-orang disekitar.
3) Kolaborasi dengan tenaga ahli fisioterapi.
6. Perubahan tumbuh dan kembang berhubungan dengan gangguan neuromuskular.
a. Tujuan : Anak akan mengekspresikan tentang kebutuhan dan mengembangkan berat badan dalam batas normal.
b. Intervensi :
1) Kaji tingkat tumbuh kembang.
2) Ajarkan untuk intervensi awal dengan terapi rekreasi dan aktivitas sekolah.
3) Berikan aktivitas yang sesuai, menarik diri dan dapat dilakukan oleh anak.
7. Perubahan proses pikir berhubungan dengan serebral injury, ketidakmampuan belajar.
a. Tujuan : Anak akan menunjukkan tingkat kemampuan belajar yang sesuai.
b. Intervensi :
1) Kaji tingkat pemahaman anak.
2) Ajarkan dalam memahami percakapan dengan verbal atau non verbal.
3) Ajarkan menulis dengan menggunakan papan tulis atau alat lain yang dapat digunakan sesuai kemampuan orangtua dan anak.
4) Ajarkan membaca dan menulis sesuai dengan kebutuhannya.
8. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan spasme otot, meningkatnya aktivitas, perubahan kognitif.
a. Tujuan : Orangtua
/ keluarga menunjukkan pemahaman terhadap kebutuhan perawatan anak yang
ditandai dengan ikut berperan aktif dalam perawatan anak.
b. Intervensi :
1) Kaji tingkat kemampuan anak dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.
2) Bantu dalam pemenuhan kebutuhan; makan-minum, eliminasi, kebersihan perseorangan, mengenakan pakaian, aktivitas bermain.
3) Libatkan keluarga dan bagi anak yang kooperatif dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
9. Perubahan peran orang tua berhubungan dengan ketidakmampuan anak dalam kondisi kronik.
a. Tujuan : Orang tua berperan aktif dalam perawatan anak.
b. Intervensi :
1) Ajarkan orangtua dalam memenuhi kebutuhan perawatan anak.
2) Tekankan bahwa orangtua dan keluarga mempunyai peranan penting dalam membantu pemenuhan kebutuhan.
3) Jelaskan pentingnya pemenuhan kebutuhan bermain dan sosialisasi pada orang lain.
10. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan penggunaan atau alat penyokong.
a. Tujuan : Anak tidak menunjukkan gangguan integritas kulit yang ditandai dengan kulit tetap utuh.
b. Intervensi :
1) Kaji area yang terpasang alat penyokong.
2) Gunakan lotion kulit untuk mencegah kulit kering.
3) Lakukan pemijatan pada area yang tertekan.
4) Berikan posisi yang nyaman dan berikan support dengan bantal.
5) Pastikan bahwa alat penyokong atau balutan tepat dan terfiksasi.
D. Evaluasi
1. Klien mendapat masukan nutrisi yang cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolismenya dan tidak mengalami tanda malnutrisi
2. Keluarga memberikan lingkungan yang aman untuk anak dan Anak bebas dari cedera
3. Anak mampu mengkomunikasikan kebutuhan pada pemberi perawatan.
4. Anak mampu melakukan aktifitas Fisik dengan baik atu Aktifitas berjalan dengan normal
5. Anak tidak merasa rendah diri
6. Pertumbuhan dan perkembangan anak tidak terganggu
7. Proses piker anak tidak terganggu
8. Perawatan diri anak terpenuhi
9. Orang tua ikut serta dalam perawtan anaknya
10. Kulit klien tetap keadaan utuh, bersih dan kering
DAFTAR PUSTAKA
Adnyana, I Made Oka. 2007. Cerebral Palsy Ditinjau dari Aspek Neurologi. Available from: http://www.cerminduniakedokteran.com. (Diunduh pada tanggal 5 Desember 2010)
Anggra. 2009. Cerebral palsi. Available from: http://sugengrawuh.blogspot.com. (Diunduh pada tanggal 5 Desember 2010)
Carpenito, Lynda Juall. (2009.). Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktik Klinis, Edisi 9, hlm 1393. Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Eaton, Marilyn, dkk. 2009. Buku Ajar Keperawatn Pediatrik, Volume 2. Jakarta: EGC.
http://www.indonesiaindonesia.com/f/12784-cerebral-palsy/. (Diunduh pada tanggal 6 Desember 2010)
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/13_CerebralPalsy.pdf/13_CerebralPalsy.html. (Diunduh pada tanggal 7 Desember 2010)
Pamungkas, Brantas. 2008. Askep serebral palsi. Available from: http://brantaspamungkas.wordpress.com. (Diunduh pada tanggal 7 Desember 2010)
Nn. 2007. Asuhan Keperawatan Cerebral Palsi. Available from: http://www.wikipedia.com. (Diunduh pada tanggal 6 Desember 2010)
Santi Wijaya. 1999. Lumpuh Otak. Bandung : http//:id.wikipedia.org. (Diunduh pada tanggal 6 Desember 2010)
Soetjiningsih. 1995. Tumbuh Kembang Anak, hlm 223-225. Jakarta : EGC
Yulianto, 2000. Cerebral Palsy Pada Anak. Jakarta : http://www.pediatrik.com.(Diunduh pada tanggal 5 Desember 2010)
Way. 2008. Serebral Palsi (cerebral Palsy) (CP). Available from: http://Way_Learning.blogspot.com. (Diunduh pada tanggal 7 Desember 2010)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar