BAB
I. PENDAHULUAN
Hingga
kini imunisasi masih menjadi andalan dalam mengendalikan penyebaran berbagai
penyakit infeksi, khususnya penyakit yang banyak menjangkiti anak-anak. Menurut
para pakar imunisasi dunia, sedikitnya sebanyak 10 juta jiwa dapat diselamatkan
pada tahun 2006 melalui kegiatan imunisasi. Bahkan hingga tahun 2015 sebanyak
70 juta jiwa anak-anak di negara miskin dapat diselamatkan dari
penyakit-penyakit infeksi yang umumnya menjangkiti mereka (www.depkes.go.id,
2006).
Itulah sebabnya,
pada beberapa jenis penyakit yang dianggap berbahaya, dilakukan tindakan
imunisasi atau vaksinasi. Hal ini dimaksudkan sebagai tindakan pencegahan agar
tubuh tidak terjangkit penyakit tersebut, atau seandainya terkenapun, tidak
akan menimbulkan akibat yang fatal. Dalam hal ini imunisasi ada dua macam,
yaitu imunisasi aktif dan imunisasi pasif. Imunisasi aktif adalah pemberian
kuman atau racun kuman yang dilemahkan atau dimatikan dengan tujuan untuk
merangsang tubuh memproduksi antibodi sendiri. Contohnya adalah imunisasi DPT.
Sedangkan imunisasi pasif adalah penyuntikan sejumlah antibodi, sehingga kadar
anibodi dalam tubuh meningkat. Contohnya adalah penyuntikan Anti Tetanus Serum
(ATS) pada orang yang mengalami luka kecelakaan (www.sarikata.com, 2005). Pada
tahun 2005 Depkes RI menyatakan bahwa lebih dari 10 juta balita meninggal tiap
tahun, dengan perkiraan 2,5 juta meninggal (25%) akibat penyakit yang dapat
dicegah dengan vaksin yang kini ada maupun yang terbaru. Oleh karena itu sangat
jelas bahwa imunisasi sangat penting untuk mengurangi seluruh kematian anak.
Dalam era globalisasi dan komunikasi tanpa batas, yang berdampak pada
peningkatan kerentanan dalam penyebaran penyakit, membuat peran imunisasi
semakin vital (Depkes RI, 2006).
Imunisasi DPT
adalah suatu vaksin 3-in-1 yang melindungi terhadap difteri, pertusis dan
tetanus. Difteri adalah suatu infeksi bakteri yang menyerang tenggorokan dan
dapat menyebabkan komplikasi yang serius atau fatal. Pertusis (batuk rejan)
adalah inteksi bakteri pada saluran udara yang ditandai dengan batuk
hebat yang menetap serta bunyi pernafasan yang melengking (naila.rad.net.id,
2003). Pada tahun 2005 Departemen Kesehatan Republik Indonesia menyatakan bahwa
lebih dari 10 juta balita meninggal tiap tahun, dengan perkiraan 2,5 juta
meninggal (25%) akibat penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin yang kini ada
maupun yang terbaru. Oleh karena itu sangat jelas bahwa imunisasi sangat
penting untuk mengurangi seluruh kematian anak. Dalam era globalisasi dan
komunikasi tanpa batas, yang berdampak pada peningkatan kerentanan dalam
penyebaran penyakit, membuat peran imunisasi semakin vital (Depkes RI, 2006).
Keberhasilan program imunisasi untuk mencapai target yang diharapkan akan
sangat tergantung dari hasil cakupan program tersebut dan pada akhir Pelita IV
ditentukan bahwa cakupan imunisasi harus mencapai 65% dan pada tahun 1990
secara nasional Indonesia dapat mencapai status Universal Child Immunization
(UCI) yaitu mencakup 80% untuk HB1, Polio3 dan campak sebelum anak berusia 1 tahun
dan cakupan HB2, Polio dan DPT minimal 90% (Petunjuk Pelaksanaan Program
Imunisasi di Indonesia, 2001). Pada Pelita VII tahun 2002 anak yang berusia di
bawah 1 tahun sudah mendapatkan imunisasi lengkap 100% untuk semua jenis
imunisasi, karena dampak dari kurangnya pemberian imunisasi pada anak dapat
mengakibatkan penyakit-penyakit infeksi (Dinas Kesehatan Propinsi Lampung,
2001). Berdasarkan data yang didapat dari Dinas Kesehatan Kabupaten Lampung
Selatan (2006) diketahui pada tahun 2005 jumlah cakupan bayi yang diimunisasi
sebanyak 143.908 bayi dengan jumlah sasaran sebanyak 291.725 bayi (49,33%)
sedangkan pada tahun 2006 jumlah cakupan bayi yang diimunisasi sebanyak 127.113
bayi dengan jumlah sasaran sebanyak 341.730 bayi (37,19%).
Dalam upaya peningkatan
cakupan imunisasi bayi, orangtua sangat penting peranannya khususnya ibu yang
mempunyai bayi dan balita, dimana sangat jelas terlihat bahwa sang anak sangat
tergantung akan perhatian ibunya, dalam hal ini memperhatikan kekebalan dan
daya tahan tubuh si anak. Hal ini berarti bahwa pengetahuan seorang ibu tentang
imunisasi khususnya DPT sangat diperlukan.
Fenomena lain yang tampak pada saat peneliti melakukan pre survey di
Desa Padang Manis adalah bahwa masih banyak ibu-ibu yang tidak mengerti tentang
pentingnya imunisasi DPT, dari sebagian besar ibu-ibu yang ikut serta
memberikan imunisasi DPT pada anaknya diketahui banyak pula ibu-ibu yang
sekedar ikut-ikutan saja tanpa mengetahui manfaat atau kegunaan dari imunisasi
DPT. Selain itu kekhawatiran ibu terhadap anaknya yang diimunisasi DPT yang
kemudian panas dan demam juga dapat mengakibatkan meningkatnya kecemasan ibu.
Berdasarkan latar belakang dan fenomena di atas, kami sangat tertarik untuk
menyusun makalah tentang imunisasi DPT.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Imunisasi
2.1.1
Pengertian Imunisasi
Imunisasi
adalah pemberian kekebalan (anti body) dengan cara memasukan vaksin kedalam
tubuh untuk mencegah atau terhindar dari kuman penyakit (Markum, 1997).
Imunisasi adalah kekebalan kepada anak/ibu hamil terhadap beberapa jenis
penyakit agar anak/ibu tersebut terhindar dari penyakit tertentu (Depkes RI,
1996)
2.1.2 Tujuan
Pemberian Imunisasi
1. Agar anak
mendapat/memperoleh kekebalan terhadap beberapa jenis penyakit tertentu.
2. Menurunkan
angka kematian dan kesakitan.
3. Mencegah akibat
buruk lebih lanjut dari PD3I/mencegah timbulnya cacat.
2.1.3
Macam-macam Imunisasi serta penyakit yang dapat di cegah dengan imunisasi:
1. Imunisasi BCG
melindungi anak terhadap penyakit TBC
2. Imunisasi DPT
mencegah penyakit Difteri, Pertusis dan Tetanus
3. Imunisasi Polio
mencegah penyakit Polio/Kelumpuhan
Merupakan vaksin
yang mengandung virus / kuman polio yang telah dimatikan untuk mencegah
kelumpuhan. Cara pemberian diberikan 3x pada umur 3 bulan dengan interval 4 – 6
minggu. Imunisasi ulang diberikan tiap 3 tahun
4. Imunisasi
Campak mencegah penyakit Campak
Merupakan vaksin yang diberikan pada bayi sebagai pencegahan terhadap
penyakit campak diberikan 3 x dengan interval 4 – 6 minggu. Imunisasi ulangan
diberikan setelah 5 tahun dari imunisasi pertama
5. Imunisasi TT
mencegah penyakit tetanus
6. Hepatitis B
mencegah penyakit Hepatitis/Penyakit Kuning.
2.2 Imunisasi
DPT (Difteria, Pertusis, Tetanus)
2.2.1 Difteria
1. Pengertian
Difteria ialah suatu
penyakit infeksi mendadak yang disebabkan oleh kuman Cornebacterium
diphtheriae. Mudah menular dan yang diserang terutama traktus respiratorius
bagian atas dengan tanda khas terbentuknya pesudomembran dan dilepaskannya
eksotoksin yang dapat menimbulkan gejala umum dan lokal.
2. Etiologi
Disebabkan oleh Corynebacterium
diphtheriae, bakteri gram positif yang bersifat polimorf tidak bergerak dan
tidak membentuk spora. Pewarnaan sediaan langsung dapat dilakukan dengan biru
metilen atau biru loluidon dan dilepaskannya. Basil ini dapt ditemukan dengan
sediaan langsung dari lesi.
3. Sifat basil
Polimorf, gram
positif, tidak bergerak dan tidak membentuk spora, mati pada pemanasan 60o C
selama 10 menit, tahan sampai beberapa minggu daam es, air susu dan lendir yang
telah mengering.
4. Patogenesis
Basil hidup dan
berkembang biak pada traktus respiratorius bagian atas terlebih-lebih bila
terdapat peradangan kronis pada tonsil, sinus dan lain-lain. Tetapi walaupun
jaring basil membentuk pseudomembran dan melepaskan eksotoksin. Pesudomembran
dapat timbul lokal atau kemudian menyebar dari faring atau tonsil ke laring dan
seluruh traktus respiratorius bagian atas, sehingga menimbulkan gejala yang
lebih berat. Kelenjar getah bening sekitarnya akan mengalami hiperplasia dan
mengandung toksin.
5. Epidemiologi
Penularan umumnya
melalui udara, berupa infeksi droplet, selain itu dapat pula melalui benda atau
makanan yang terkontaminasi.
6. Imunitas
Pada bayi baru
lahir sampai dengan usia 3 bulan terdapat imunitas bawaan walaupun pada uji
Schick ditemukan 15% positif, kemudian sampai umur 6 bulan 50% uji Schick
positif dan umur sampai 1 tahun 90% uji Schick positif. Mulai umur 1 tahun
berangsur-angsur turun lagi sampai umur 17 tahun memberi hasil 15% uji Schick
positif.
7. Klasifikasi
Biasanya pembagian
dibuat menurut tempat atau lokalisasi jaringan yang terkena infeksi. Pembagian
berdasarkan berat ringannya penyakit juga diajukan oleh Bech, dkk. (1950) dalam
Hasan et.all. (2002) sebagai berikut:
a. Infeksi ringan
Pseudomembran
terbatas pada mukosa hidung atau fausial dengan gejala hanya nyeri menelan.
b. Infeksi
Pseudomembran
menyebar lebih luas sampai ke dinding posterior faring dengan edema ringan
laring yang dapat diatasi dengan pengobatan konservatif.
c. Infeksi
Diserta gejala
sumbatan jalan nafas yang berat, yang hanya dapat diatasi dengan trakeostomi.
Juga gejala komplikasi miokarditis, paralisis atau pun nefritis dapat
menyertainya.
8. Gejala
Klinis
Masa tunas 2-7
hari. Selanjutnya gejala klinis dapat dibagi dalam gejala umum dan gejala lokal
serta gejala akibat eksotoksin pada jaringan yang terkena.
2.2.2 Pertusis
1. Etiologi
Penyebab pertusis
adalah Bordetella pertusiss atau Hemophilus pertusiss, adenovirus
tipe 1, 2, 3 dan 5 ditemukan dalam traktus respiratorius, trakts
gastrointestinalis dan traktus genitourinarius penderita pertusis bersama-sama Bordetella
pertusiss atau tanpa adanya bordetella pertusis. Pula didapatkan B.
parapetusis.
2. Patologi
Lesi biasanya
terdapat pada bronkus dan bronkiolus, namun mungkin terdapat
perubahan-perubahan pada selaput lendir trakea, laring dan nasofaring. Basil
biasanya bersarang pada silia epitel torak mukosa, menimbulkan eksudasi yang
mukopurulen. Lesi berupa nekrosis bagian basal dan tengah sel epitel torak,
diserta infiltrat neutrofil dan makrofag.
3. Gejala
Klinis
Masa tunas 7-14
hari, penyakit dapat berlangsung sampai 6 minggu atau lebih dan terbagi dalam 3
stadium, yaitu: 1) Stadium kataralis, 2) stadium spasmodik, 3) stadium
konvalensi.
4. Komplikasi
a. Alat pernafasan
Dapat terjadi
otitis medis (sering pada bayi), bronkitis, bronkopneumonia, atelaktasis yang
disebabkan sumbatan mukus, emfisema (dapat juga terjadi emfisema mediastinum,
leher, kulit pada kasus yang berat), bronkiektasis, sedangkan tuberkulosis yang
sebelumnya telah ada dapat terjadi bertambah berat.
b. Alat pencernaan
Muntah-muntah yang berat dapat menimbulkan
emasiasi, prolapsus rektum atau hernia, yang mungkin timbul karena tingginya
tekanan intrabdominal, ulkus pada ujung lidah karena lidah tergosok pada gigi
atau tergigit pada waktu serangan batuk, stomatitis.
c. Susunan saraf
Kejang dapat
timbul karena gangguan keseimbangan elektrolit akibat muntah-muntah.
Kadang-kadang terdapat kongesti dan edema otak, mungkin pula terjadi perdarahan
otak.
d. Lain-lain
Dapat pula terjadi
perdarahan lain seperti epistaksis, hemoptisis dan perdarahan subkonjungktiva.
2.2.3 Tetanus
1. Etiologi
Penyebab penyakit
ini ialah Clostridium tetani yang hidup anaerob, berbentuk spora
selama di luar tubuh manusia, tersebar luas di tanah dan mengeluarkan toksin
bila dalam kondisi baik. Toksin ini dapat menghancurkan sel darah merah,
merusak leukosit dan merupakan tetanospamin yaitu toksin yang neurotropik yang
dapat menyebabkan ketegangan dan spasme otot.
2. Patogenesis
Biasanya penyakit
ini terjadi setelah luka tusuk yang dalam misalnya luka yang disebabkan
tertusuk paku, pecahan kaca, kaleng atau luka tembak, karena luka tersebut
menimbulkan keadaan anaerob yang ideal.
3. Gejala
Klinis
Masa tunasnya 5-14
hari, tetapi kadang-kadang sampai beberapa minggu pada infeksi ringan atau
kalau terjadi modifikasi penyakit oleh antiserum. Penyakit ini biasanya terjadi
medadak dengan ketegangan otot yang makin bertambah terutama pada rahang dan
leher.
4. Komplikasi
a. Spasme otot
faring yang menyebabkan terkumpulnya air liur (saliva) di dalam rongga mulut
dan hal ini memungkinkan terjadinya aspirasi, sehingga dapat terjadi pneumonia
aspirasi.
b. Asfiksia
c. Atelektasis
karena obstruksi oleh sekret
d. Fraktura
kompresis
BAB III KESIMPULAN
Imunisasi DPT
adalah suatu vaksin 3-in-1 yang melindungi terhadap difteri, pertusis dan
tetanus. Difteri adalah suatu infeksi bakteri yang menyerang tenggorokan dan
dapat menyebabkan komplikasi yang serius atau fatal. Pertusis (batuk rejan)
adalah inteksi bakteri pada saluran udara yang ditandai dengan batuk hebat yang
menetap serta bunyi pernafasan yang melengking.
Dalam upaya
peningkatan cakupan imunisasi bayi, orangtua sangat penting peranannya
khususnya ibu yang mempunyai bayi dan balita, dimana sangat jelas terlihat
bahwa sang anak sangat tergantung akan perhatian ibunya, dalam hal ini
memperhatikan kekebalan dan daya tahan tubuh si anak.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.sarikata.com/index.php?fuseaction=home.baca&id=960,
(2005).
Imuni-sasi Pada
Balita.
http://naila.rad.net.id/detail.aspx?id=N091,
(2006).
http://www.depkes.go.id/index.php?option=news&task=viewarticle&sid=1532
(70
Nakita, (2006). Panduan
Tumbuh Kembang Anak. PT. Sarana Kinasih Satya Sejati. Jakarta.
Surachmad Winarno,
1998. Pengantar Penelitian Ilmiah. Penerbit: Tarsiro. Jakarta.
Sjaefoellah, et.all, (1999). Ilmu Penyakit Dalam.: Balai
Penerbit FKUI: Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar