Sabtu, 30 Juni 2012

MAKALAH PSIKOLOGI PERKEMBANGAN STRATEGI PENGEMBANGAN KEMAMPUAN PSIKOLOGI EMOSIONAL PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR

BAB I
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Dalam makalah ini dibicarakan tentang "karakteristik siswa sekolah dasar" dan "perkembangan siswa sekolah dasar". Materi ini dirancang untuk memberikan pemahaman terhadap murid sekolah dasar terutama tentang karakteristik dan perkembangannya.
Pemahaman tentang siswa yang mengikuti kegiatan belajar-mengajar sangat diperlukan oleh seorang guru yang mempunyai tugas sebagai pengelola kegiatan belajar-mengajar.
Sebagai penjabaran dari tujuan di atas adalah :
a. karakteristik,
b. perkembangan intelektual,
c. perkembangan kognitif,
d. perkembangan emosi siswa sekolah dasar.
B. Permasalahan
Berdasarkan pendahuluan di atas yang telah kami uraikan, maka kami rumuskan masalah sebagai berikut :
a. Apakah yang dimaksud dengan karakteristik siswa Sekolah Dasar?
b. Apa saja macam-macam karakteristik itu?
c. Faktor-faktor apa saja yang mendukung karakteristik?
d. Apakah yang dimaksud dengan intelektual?
e. Bagaimana proses perkembangan intelektual siswa Sekolah Dasar?
f. Bagaimana proses perkembangan kognitif siswa Sekolah Dasar?
g. Menyebutkan pola dan proses perkembangan emosi siswa Sekolah Dasar!


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
KARAKTERISTIK DAN PERKEMBANGAN SISWA SEKOLAH DASAR
A. Pengertian Karakteristik
Yang dimaksud dengan karakteristik adalah tanda-tanda, alamat, ciri khas, sifat-sifat. Karakteristik adalah tanda-tanda, ciri khas atau sifat-sifat yang dimiliki dan melekat pada diri seseorang. Jadi karakteristik siswa adalah sifat-sifat atau ciri khas yang dimiliki dan melekat pada diri siswa yang nantinya siswa akan mengetahui siapa dirinya dan siswa akan menunjukkan kekuasaannya melalui sikap, tingkah laku dan perbuatannya.
B. Macam-macam karakteristik
Karakteristik Umum
Seorang ahli berpendapat bahwa masa usia sekolah adalah masa matang untuk belajar, maupun masa matang untuk sekolah. Disebut masa anak sekolah, karena sudah menamatkan taman kanak-kanak, sebagai lembaga persiapan bersekolah yang sebenarnya. Disebut masa matang untuk belajar, karena mereka sudah berusaha untuk mencapai sesuatu, disamping perkembangan aktivitas bermain yang hanya bertujuan untuk mendapatkan kesenangan pada waktu melakukan aktivitasnya itu sendiri. Disebut masa matang untuk bersekolah, karena mereka sudah menginginkan kecakapan-kecakapan baru yang dapat diberikan oleh sekolah.
Pendapat lain menyebutkan masa usia sekolah sebagai masa intelektual atau masa keserasian bersekolah. Pada masa keserasian bersekolah ini secara relatif anak-anak lebih mudah dididik daripada masa sebelumnya dan sesudahnya. Menurut pendapat ini, masa keserasian bersekolah ini dapat diperinci menjadi dua fase, yaitu :
1. Masa kelas-kelas rendah sekolah dasar, kira-kira umur 6,0 atau 7,0 sampai umur 9,0 atau 10,0.
2. Masa kelas-kelas tinggi sekolah dasar yaitu kira-kira umur 9,0 atau 10,0 sampai kira-kira 12,0 atau 13,0
Masa Kelas-kelas Rendah Sekolah Dasar
Beberapa sifat khas anak-anak pada masa ini antara lain adalah sebagai berikut:
a. Adanya korelasi positif yang tinggi antara keadaan kesehatan pertumbuhan jasmani dengan prestasi sekolah.
b. Adanya sikap yang cenderung untuk mematuhi peraturan-peraturan permainan yang tradisional.
c. Ada kecenderungan memuji sendiri.
d. Suka membanding-bandingkan dirinya dengan anak lain.
e. Kalau tidak dapat menyelesaikan sesuatu soal, maka soal itu dianggapnya tidak penting.
f. Pada masa ini (terutama pada umur 6,0 – 8,0) anak menghendaki nilai (angka rapot) yang baik, tanpa mengingat apakah prestasinya memang pantas diberi nilai baik atau tidak.
Masa Kelas-kelas Tinggi Sekolah Dasar
Beberapa sifat khas anak-anak pada masa ini antara lain adalah sebagai berikut:
a. Adanya minat terhadap kehidupan praktis sehari-hari yang konkrit; hal ini menimbulkan adanya kecenderungan untuk membandingkan pekerjaan-pekerjaan yang praktis.
b. Amat realistic, ingin tahu, dan ingin belajar.
c. Menjelang akhir masa ini telah ada minat terhadap hal-hal dan mata pelajaran khusus.
d. Sampai kira-kira umur 11,0 anak membutuhkan guru atau orang-orang dewasa lainnya untuk menyelesaikan tugasnya dan memenuhi keinginannya.
e. Pada masa ini anak memandang nilai (angka rapor) sebagai ukuran yang tepat (sebaik-baiknya) mengenai prestasi sekolah.
f. Anak-anak pada masa ini gemar membentuk kelompok sebaya, biasanya untuk dapat bermain bersama-sama. Di dalam permainan ini biasanya anak tidak lagi terikat kepada aturan permainan yang tradisional; mereka membuat peraturan sendiri.
Masa keserasian bersekolah ini akhiri dengan suatu masa yang biasanya disebut masa pueral. Masa pueral adalah akhir masa dari sekolah. Masa ini mempunyai ciri-ciri khusu, di mana anak berkecenderungan mempunyai tujuan untuk berkuasa dan bersifat ekstavers. Anak menginginkan sesuatu yang sifatnya ideal dan hal ini pun ditunjang dengan sifat masa ini yaitu selalu berorientasi di luar dirinya. Maka sering terjadi grup/kelompok, persaingan-persaingan. Karena perkembangannya di sekolah, juga membawa sifat anak peureal dapat menerima otoritas orang tua ataupun guru dengan wajar.
2. Karakteristik Khusus
Karakteristik khusus ini didukung oleh beberapa faktor yaitu faktor intelektual, faktor kognitif, faktor verbal, faktor motorik, dan faktor emonsional.
a. Faktor Intelektual
Yang dimaksud dengan intelektual ialah kemampuan untuk berhubungan dengan lingkungan hidup dalam bentuk suatu representasi, khususnya melalui konsep dan berbagai lambang/simbol (huruf, angka, kata, dan gambar).
Intelektualisme bisa diartikan sebagai akal atau pikiran. Jadi faktor intelektual adalah aspek psikologi yang sangat berhubungan dengan kemampuan berbahasa, pengetahuan siswa dan bakat yang semuanya ini diperoleh dari faktor dalam maupun dari luar individu selama dalam perkembangannya. Kerjasamanya faktor-faktor tersebut dalam individu membentuk suatu kemampuan dari individu untuk berhubungan dengan lingkungan hidup dan dirinya dalam bentuk representasi, khususnya konsep dan lambang (huruf, angka, kata, dan gambar).
b. Faktor Kognitif
Faktor kognitif adalah aspek psikologi yang terdapat pada siswa yang sedang belajar memperoleh dan menggunakan objek-objek melalui tanggapan, gagasan, atau lambang. Aktivitas kognitif yang memegang peranan penting dalam belajar di sekolah adalah mengingat dan berpikir. Sehingga melalui aktivitasnya ini dapat dikatakan seorang siswa dalam perkembangannya menjadi bertambah luas dan kaya alam kognitifnya.
Ciri khasnya terletak dalam belajar memperoleh dan menggunakan bentuk-bentuk representasi yang mewakili objek-objek itu yang dihadapi, entah objek itu orang, benda atau kejadian/peristiwa. Objek-objek itu dipresentasikan atau dihadirkan dalam diri seseorang melalui tanggapan, gagasan, atau lambang, yang semuanya merupakan sesuatu yang bersifat mental. Oleh karena itu melalui kemampuan kognitif ini, siswa dapat menghadirkan realitas dunia di dalam dirinya sendiri, dari hal-hal yang bersifat material dan berperaga seperti perabot rumah tangga, kendaraan, bangunan, dan orang, sampai hal-hal yang tidak bersifat material dan berperaga sepereti ide, keadilan, kejujuran, dan lain sebagainya.
c. Faktor Verbal
Yang dimaksudkan faktor verbal pada masa usia sekolah adalah pengetahuan yang dimiliki seseorang dan dapat diungkapkan dalam bentuk bahasa. Dasar-dasar atau fondasi bahasa diletakkan pada masa kanak-kanak. Oleh karenanya masa prasekolah merupakan periode yang kritis dalam pola pengembangan bahasa anak. Memahami arti kata yang diucapkan orang lain berkembang dengan cepat pada masa ini. Pada saat ini mereka mengerti dengan mudah instruksi-instruksi yang diberikan oleh orang lain dan mengerti arti ceritera-ceritera yang dibacakan kepada mereka. Mendengarkan radio dan menonton televisi ternyata sangat menguntungkan bagi perkembangan perbendaharaan bahasa anak-anak.
Sepanjang masa sekolah pandangan sosial anak bertambah luas, dan ia menemukan bahwa bahasa merupakan alat yang penting untuk kesatuan kelompok. Menyadari hal ini, menyebabkan motivasinya menjadi lebih besar untuk belajar berbicara lebih baik.
d. Faktor Motorik
Masa prasekolah atau masa kanak-kanak akhir merupakan usia yang ideal untuk belajar keterampilan-keterampilan yang tidak hanya berguna baginya pada masa itu, tetapi yang juga akan merupakan fondasi bagi keterampilan-keterampilan tinggi yang terkoordinasi yang diperlukan di kemudian hari. Anak merasa senang mengulang-ulang sesuatu kegiatan sampai benar-benar menguasainya. Ia suka berpetualang, tidak merasa takut terhadap ancaman-ancaman bahaya ataupun cemoohan teman-teman.
Keterampilan-keterampilan motorik memainkan peran penting dalam keberhasilan anak di sekolah dan dalam pergaulannya dengan anak-anak lain. Anak cenderung untuk menarik diri dari kelompoknya dan mengembangkan sikap-sikap yang kurang sehat terhadap dirinya sendiri dan kehidupan sosialnya. Pada umumnya anak bila diberi kesempatan, seringkali mengikuti kegiatan motorik yang beraneka ragam. Mereka mau berlatih tanpa kenal lelah untuk mencapai sukses dan mereka bangga atas pencapaiannya. Dengan berlatih akan tercapai peningkatan baik dalam kecepatan maupun ketepatan.
e. Faktor Emosional
Masa prasekolah merupakan periode memuncaknya emosi, yang ditandai dengan munculnya rasa takut yang kuat, dan meledaknya cemburu yang tidak beralasan. Pada masa ini telah terlihat perbedaan-perbedaan dalam emosi dan pola ekpresinya dapat ditafsirkan dengan segera. Ketegangan emosi pada anak-anak ini sebagian disebabkan oleh kelelahan karena terlalu lama bermain, kurang tidur siang, dan terlalu sedikit makan sehingga tidak sesuai dengan kebutuhan jasmaniah. Kebanyak anak-anak merasa bahwa mereka sanggup melakukan lebih banyak lagi daripada apa yang diperbolehkan orang tua dan mereka membangkang terhadap pembatasan-pembatasan yang diberlakukan terhadap dirinya.
Emosi-emosi yang umum dialami pada tahap perkembangan ini adalah marah, takut, cemburu, kasih saying, rasa ingin tahu, dan kegembiraan. Masing-masing emosi tersebut mempunyai pola ekspresi yang telah berkembang biak pada masa prasekolah dan masing-masing emosi itu ditimbulkan oleh perangsang yang umum dialami oleh kebanyakan anak-anak.
Menginjak masa sekolah, anak segera menyadari bahwa pengungkapan emosi secara kasar tidaklah diterima di masyarakat. Dengan demikian ia mempunyai motivasi yang kuat untuk belajar mengendalikan dan mengungkapkan emosinya.
Emosi-emosi yang terdapat pada masa prasekolah, terdapat juga pada masa sekolah. Perbedaannya terletak dalam dua hal : pertama, situasi yang menimbulkan emosi, dan kedua, dalam bentuk pernyataan atau ekspresinya. Perbedaan ini adalah sebagai hasil dari bertambah luasnya pengalaman dan pengetahuan anak.

C. Perkembangan Siswa Sekolah Dasar
a. Perkembangan Intelektual
Perkembangan siswa sekolah dasar selalu diiringi dengan perkembangan intelektual. Piaget berpendapat bahwa anak-anak mempunyai cara berpikir yang berbeda dengan orang dewasa. Perkembangan intelektual anak berlangsung melalui perkembangan yang dimaksud Piaget sebagai skema. Menurut Piaget skema itu merupakan penggambaran internal mengenai kegiatan fisik atau mental, sehingga skema dapat dianggap sebagai kumpulan kaidah mengenai bagaimana caranya beriteraksi dengan lingkungan. Seorang anak yang memiliki skema tertentu akan terdorong untuk menggunakannya. Piaget menekankan, bahwa aktivitas di dalam menggunakan skema inilah yang membawa anak ke arah hubungannya dengan lingkungan, sehingga menghasilkan perkembangan kognitif.
Perkembangan intelektual menurut Piaget adalah anak berkembang dengan lingkungannya melalui skema yang dipunyai, dengan cara mengadakan asimilasi dan akomodasi. Melalui asimilasi dan akomodasi pengalaman baru diperoleh melalui tahap-tahap:
1. Tahap Sensorimotor
Tahap sensorimotor berlangsung secara tidak mulus sejak dari kelahiran bayi hingga bayi berusia dua tahun. Bayi yang baru lahir memiliki sangat sedikit skema yang ada di dalam kandungan, dan skema ini hanya memungkinkan bagi bayi untuk menggenggam, mengisap, dan melihat benda. Anak-anak ini hanya tertarik kepada suatu yang ada pada saat itu, begitu benda disingkirkan dari pandangannya, dia pun agaknya akan langsung melupakannya. Sifat ini berlangsung hingga anak berusia 8 bulan, yaitu pada saat anak tersebut menyadari benda tersebut masih ada sekalipun tidak berada di hadapannya, dan dia berusaha mencari mainan yang disembunyikan di belakang sesuatu benda yang lain. Piaget menamakan perkembangan ini sebagai ketetapan benda. Anak-anak yang berusia delapan hingga dua belas bulan akan berusaha mencari mainan yang disembunyikan di tempat yang biasa digunakan sebagai tempat persembunyian mainan tersebut. Apabila mainan disembunyikan di bawah bantal, misalnya, ia tidak akan mengalami kesulitan menemukannya, akan tetapi, apabila mainan tersebut pada kesempatan berikutnya disembunyikan di tempat lain sementara si anak menunggu, dia akan mencarinya di bawah bantal seperti biasanya, dan mungkin terkejut karena tidak menjumpainya di sana. Pada akhir sensorimotor, anak sudah mengembangkan beberapa pengertian mengenai hubungan antara pergerakan otot mereka dengan pengaruhnya terhadap lingkungan.
2. Tahap Praoperasi
Tahap ini biasanya berlangsung dari usia dua hingga tujuh tahun. Dengan adanya perkembangan bahasa dan ingatan, anak pun mampu mengingat banyak hal tentang lingkungannya, dan karenanya mampu pula menduga sesuatu hal dengan lebih baik. Pendugaan ini masih dalam bentuk yang sederhana, misalnya, mereka cenderung untuk terlalu menyamaratakan dengan memanggil semua orang lelaki dewasa sebagai "ayah" Intelek anak dibatasi oleh egosentrisitas (ego centricity), dia tidak menyadari bahwa orang lain mungkin mempunyai pandangan dunia yang berbeda dengannya. Piaget dan Inhelder pada tahun 1956 membuat percobaan dengan meletakan sebuah maket pemandangan di atas meja, dan kemudian mendudukkan sebuah boneka di salah sisi serta anak di sisi yang lain. Anak tersebut disuruh melukis apa yang dilihat boneka. Anak yang berada di dalam tahap praoperasi ini akan melukiskan mengenai apa yang dia lihat, dan bukannya apa yang "dilihat" boneka; ini menunjukkan adanya egosentrisitas intelek yang dibatasi, meskipun sebentar, oleh keadaan hanya diingatnya satu aspek masalah pada suatu waktu tertentu.
Berakhirnya tahap praoperasi ini ditandai dengan anak-anak mulai mengkonsentrasikan angka dan kemudian volume.
3. Tahap Operasi Konkret
Di dalam periode operasi konkret (concrete operational) yang berlansung selama usia tujuh hingga sebelas tahun, anak tergantung pada rupa benda, namun dia telah mampu mempelajari mengenai lingkungan. Dia telah pula mempelajari kaidah mengenai konservasi dan dapat menggunakan logika sederhana di dalam memecahkan berbagai permasalahan yang selalu muncul setiap kali dia berhadapan dengan benda nyata. Dia dapat, mislanya, meletakan sejumlah boneka yang berbeda ukurannya ke dalam ukuran yang besar, namun dia belum dapat memecahkan masalah yang bersifat verbal.
4. Tahap Operasi Formal
Fase operasi formal (formal operation) berlangsung sejak usia sebelas tahun hingga menginjak remaja. Pada tahap ini anak-anak belajar mengenai kaidah yang lebih canggih. Mereka dapat mengembangkan hukum yang belaku umum dan pertimbangan ilmiah. Pemikirannya tidak jauh karena selalu terikat kepada hal-hal yang bersifat konkret; mereka dapat membuat hipotesisdan membuat kaidah mengenai hal-hal yang bersifat abstrak. Belajar mengenai kaidah baru tidak berakhir pada masa kanak-kanak, namun terus berlanjut selama hidup.
Piaget menjelaskan bahwa urutan tahapan perkembangan anak tidak pernah berubah, hanya saja ada beberapa anak yang mampu melewati tahapan itu lebih cepat daripada anak-anak yang lain.
Dalam jalur belajar kemahiran intelektual, Gagne menunjukkan urutan hierarkis dari masing-masing kemampuan, seperti kemampuan persepsi konsep, kaidah dan prinsip; kemampuan yang berikutnya harus didasari kemampuan-kemampuan sebelumnya. Proses perkembangan intelektual itu terjadi pada anak yang sedang belajar.
b. Perkembangan Kognitif
Piaget membagi fase perkembangan kognitif sebagai berikut :
Umur Fase
0 – 2 Sensorimotor
2 – 7 Intuitif atau praoperasional
7 – 11 Operasi konkret
11 – 16 Operasi formal
1. Fase Sensorimotor (umur 0 - 2 tahun)
Aktivitas kognitif pada fase sensorimotor didasarkan terutama atas pengalaman langsung melalui pancaindera. Aktivitas intelektual dalam fase ini adalah interaksi antara pancaindera dan lingkungan. Anak terikat pada pengalaman langsung, ia melihat sesuatu terjadi, merasakannya, tetapi ia belum dapat mengelompokkan atau mengkategorikan pengalamannya. Responnya tergantung dari situasi. Karena keterikatan dengan pengalaman langsung maka dalam fase ini seakan-akan ada apa-apa antara anak dan lingkungan.
Pengalaman dalam fase sensorimotor yang kualitatif baik yang disediakan oleh lingkungan mempersiapkan anak menuju ke fase berikut, yakni fase intuitif atau fase praoperasioanl, dan merupakan cara yang terbaik untuk membantu perkembangan intelegensi anak.
2. Fase Intuitif atau praoperasional (2 - 7 tahun)
Selama periode ini kualitas berpikir ditransformasikan. Anak tidak lagi terikat pada lingkungan sensori yang dekat. Ia mulai mengembangkan berbagai tanggapan mental yang terbentuk dalam kesanggupan menyimpan tanggapan (missal : kata-kata dan bentuk-bentuk kata-bahasa) bertambah besar. Penambahan kosa kata dan penggunaan kata-kata mengagumkan. Anak berusia dua tahun menguasai kira-kira 200 sampai 300 kata, sedang akan berumur lima tahun dapat menguasai sekitar 2.000 kata. Berikut ini dapat Anda simak perkembangan kemampuan berbahasa anak usia 1 - 2 tahun, 3 - 5 tahun, dan 6 - 8 tahun.
Perkembangan Bahasa Anak
Umur 1 - 2 tahun Umur 3 - 5 tahun Umur 6 - 7 tahun
1. kalimat 1. kalimat
Satu - dua kata 8 - 10 kata Ucapan dasar
2. tidak ada : 2. tata bahasa : kalimat
Tata bahasa baik menyerupai
3. kosa kata : 3. kosa kata : orang dewasa
200 2.000
3. Fase Operasi Konkret (7 - 11 tahun)
Fase ini menurut Piaget menunjukkan suatu reorganisasi dalam struktur mental anak. Dalam fase yang lalu, fase praoperasional, anak seakan-akan hidup dalam mimpi dengan pikiran-pikiran magis, dan fantasi yang leluasa.
Dalam banyak hal, pengajaran di sekolah dasar dapat dikatakan sesuai dengan perkembangan kognitif para murid. Bila sekolah memperhatikan keterampilan dan aktivitas seperti menghitung, mengelompokan, membentuk, dan sebagainya, maka semua itu membentuk perkembangan kognitif. Karyawisata ke objek-objek sejarah, ilmu pengetahuan alam melalui percobaan dan melakukan sendiri, menambah kesempatan perkembangan kognitif. Aktivitas anak pada fase ini dapat dibentuk dengan peraturan-peraturan. Anak prasekolah tunduk pada peraturan tanpa mengerti maknanya; anak sekolah dasar menaati peraturan, karena peraturan itu mempunyai nilai fungsional. Anak berpikir harfiah sesuai dengan tugas yang diberikan. Tidak jarang ada orang tua yang marah dan berpikir harfiah sesuai dengan tugas yang diberikan.
4. Fase Operasi Formal (11 - 16 tahun)
Dalam fase terakhir ini, yang kira-kira jatuh bersamaan dengan masa pubertas, anak-anak dapat mengembangkan pola-pola berpikir formal sepenuhnya. Mereka mampu memperoleh "strategi" yang logis, rasional, dan abstrak. Mereka dapat menangkap arti simbolis, arti kiasan, kesamaan, dan perbedaan, mereka dapat menyimpulkan moral dalam suatu cerita. Pengembangan operasi formal memerlukan aktivitas di pihak anak : menulis sajak lebih efektif daripada membaca sajak, turut serta bermainan dalam suatu pementasan lebih berguna daripada menontonnya, semua itu untuk membantu anak dalam proses pengembangan kognitif.
c. Perkembangan Emosi
Emosi memainkan peranan penting dalam kehidupan anak, tidak kita sangsikan lagi. Dari pengalaman masa kecil, kita ingat bahwa emosi memberi warna atau mengubah kesenangan terhadap pengalaman-pengalaman sehari-hari dan juga merupakan motivasi terhadap tindakan atau perbuatan kita, akan tetapi kita juga menyadari bahwa ada kalanya emosi itu menjadi penghambat atau rintangan. Pengaruh emosi terhadap keadaan fisik anak bisa berakibat sangat merugikan terutama bila emosi-emosi itu amat kuat dan sering dialami.
1. Pola Perkembangan Emosi
Pada waktu lahir dan beberapa saat sesudah lahir, gejala tingkah laku emosional masih merupakan kegairahan umum yang disebabkan oleh rangsangan yang kuat. Belum terlihat petunjuk yang jelas tentang adanya pola emosional yang dapat menunjukkan keadaan emosional tertentu. Akan tetapi seringkali sebelum masa anak berakhir telah tampak perbedaan-perbedaan gerakan dalam bentuk reaksi yang sederhana yang menunjukkan kesenangan atau ketidaksenangan.
Dimulai dengan perbedaan-perbedaan yang sederhana ini yang muncul segera setelah kelahiran, bayi mengembangkan pola-pola emosi tertentu yang segera dapat terlihat dalam tingkah lakunya. Malah sebelum akhir tahun pertama dari kehidupannya, ekspresi dapat dipersamakan dengan keadaan emosional pada orang dewasa. Semakin bertambah umur anak, ia akan memperlihatkan pengulangan respons emosionalnya yang semakin meningkat yang dikenal oleh orang dewasa sebagai gembira, marah, takut, cemburu, bahagia, ingin tahu, iri, dan benci. Pada saat anak dilahirkan tidak terdapat emosi-emosi yang menyenangkan yang ada hanyalah rasa atau keadaan tenang.
Setelah usia enam bulan, emosi-emosi negatif mulai menonjol. Pertama-tama ialah rasa cemas, dua bulan kemudian emosi menguasi benda permainan muncul, antara bulan kesembilan dan kesepuluh, rasa cemburu mulai timbul; dan antara bulan kesepuluh dan kedua belas, rasa kecewa, marah, cinta, simpati, kemarahan, kegembiraan, dan rasa memiliki sesuatu, kesemuanya ini sudah dapat dibeda-bedakan. Walaupun terdapat variasi antara anak yang satu dengan anak lain, akan tetapi polanya tetap sama.
2. Proses Perkembangan Emosi
Emosi itu harus berkembang dan dikembangkan. Perkembangan emosional dipengaruhi oleh dua fakta yakni kematangan dan belajar. Jadi oleh kedua-duanya, bukan hanya oleh satu dari padanya. Kennyataan bahwa reaksi emosional tertentu tidak muncul sejak awal kehidupan tidak berarti bahwa itu tidak dibawa sejak lahir. Mungkin emosi berkembang belakangan sesuai dengan kematangan inteligensi si anak atau bersamaan dengan perkembangan sistim idokrin. Melalui belajar, objek dan situasi yang pada mulanya tidak menimbulkan respons emosional, dikemudian hari munngkin menimbulkan respons rasional.
Pertumbuhan dan perkembangan membuat anak bersifat berbeda terhadap situasi-situasi yang khas. Apa yang menakutkan baginya pada usia tertentu mungkin akan menimbulkan reaksi emosional sama sekali. Demikian pula rangsangan atau stimuli yang dulunya tidak menimbulkan emosi dengan berbagai tingkat intensitas (kehebatan). Belajar dan kematangan terjalin sangat erat satu sama lainnya sehingga sukar untuk menetapkan pengaruh mana yang relative lebih kuat.
Jenis-jenis emosi yang umum pada masa kanak-kanak, adalah sebagai berikut,
a. Takut
Adanya rasa takut pada anak-anak adalah wajar selama rasa takut ini tidak terlalu kuat dan hanya merupakan peringatan terhadap bahaya.
b. Cemas
Cemas adalah suatu bentuk rasa takut yang bersifat khayalan. Jadi bukan rasa takut yang disebabkan stimulus dari lingkungan si anak.
c. Marah
Marah merupakan reaksi emosional yang lebih sering terjadi pada masa kanak-kanak.
d. Cemburu
Cemburu merupakan respons yang normal terhadap kehilangan nyata ataupun ancaman terhadap kehilangan kasih sayang.
e. Kegembiraan, Kesenangan, Dan Kenikmatan
f. Kasih Sayang
g. Ingin Tahu




BAB III
KESIMPULAN
Masa sekolah dimulai pada masa kanak-kanak akhir, di mana anak-anak mulai masuk jenjang sekolah dasar. Masa ini anak sudah matang untuk dapat belajar di bangku sekolah dasar, demikian juga anak sudah tamat dari TK. Masa sekolah dibagi menjadi dua yaitu masa kelas rendah sekolah dasar dan masa kelas tinggi sekolah dasar. Masa sekolah diakhri dengan masa peural. Aspek-aspek psikologi dan fisik yang penting dalam perkembangan pada masa anak sekolah diuraikan antara lain beberapa ciri seperti faktor intelektual, faktor kognitif, faktor motorik, faktor verbal, dan faktor emosi. Perkembangan intelektual menurut Piaget adalah anak berkembang dengan lingkungannya melalui skema yang dipunyai, dengan cara mengadakan asimilasi dan akomodasi. Melalui asimilasi dan akomodasi pengalaman baru diperoleh melalui tahapan-tahapan yaitu sensorimotor, praoperasi, operasi konkret, dan operasi formal. Menurut Gagne, perkembangan intelektual anak, melalui urutan hierarki dari masing-masing kemampuan seperti persepsi, konsep, kaidah dan prinsip. Proses perkembangan intelektual itu terjadi pada anak yang sedang belajar. Piaget mengemukakan fase-fase perkembangan kognitif. Setiap fase ini tidak murni artinya ada unsur-unsur dari fase terdahulu dan fase yang akan datang. Fase-fase tersebut adalah sensorimotor (0 - 2 tahun), intuitif (2 - 7 tahun), operasi konkret (7 - 11 tahun), dan oresai formal (11 - 16 tahun). Perkembangan emosi erat hubungannya dengan fase-fase perkembangan fisik maupun psikis seorang anak.

DAFTAR PUSTAKA

Gagne, R.M. the condition of learning, New York, Holt, Rinehart and Winston, New York, 1977.
Gagne, R.M. Briggs, Leslie; Principles of Intructional Design, Holt, Rinehart and Winston, New York, 1979.
Sumadi Suryabrata, Perkembangan Individu. C.V. Rajawali, 1982.
Piaget, J, Science of Education and The Psychology of The Child, Vilung, New York, 1970.
Winarno Surachman & Anwar Syah, Psikologi Perkembangan, Depdikbud, Jakarta, 1979.

MAKALAH REPTUR UTERI

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Perlukaan pada jalan lahir dapat terjadi pada wanita yang telah melahirkan bayi setelah masa persalinan berlangsung. Persalinan adalah proses keluarga seorang bayi dan plasenta dari rahim ibu. Jika seseorang ibu setelah melahirkan bayinya mengalami perdarahan. Maka hal ini dapat diperkirakan bahwa perdarahan tersebut disebabkan oleh retensio plasenta atau plasenta lahir tidak lengkap. Pada keadaan ini di mana plasenta lahir lengkap dan kontraksi uterus membaik, dapat dipastikan bahwa perdarahan tersebut berasal dari perlukaan dari jalan lahir. Perlukaan ini dapat terjadi oleh karena kesalahan sewaktu memimpin suatu persalinan, pada waktu persalinan operatif melalui vagina seperti ekstraksi cunem, ekstraksi vakum, embrotomi atau traume akibat alat-alat yang dipakai. Selain itu perlukaan pada jalan lahir dapat pula terjadi oleh karena memang disengaja seperti pada tindakan episiotomi. Tindakan ini dilakukan untuk mencegah terjadinya robekan perinium yang luas dan dalamnya disertai pinggir yang tidak rata, di mana penyembuhan luka akan lambat dan terganggu.
1.2 Tujuan
Tujuan penyusunan makalah ini adalah untuk.
1. Memenuhi tugas belajar mengajar pada mata kuliah ASKEB IV ( Patologi Kebidanan) yang dibimbing oleh ibu Dianawati, S.SiT.
2. Guna memberikan wawasan kepada para pembaca supaya dapat memahami dan mengerti tentang perlukaan jalan lahir beserta perawatannya.
1.3 Manfaat
Dengan penyusunan makalah ini para pembaca dapat mengetahui dan memahami tentang resiko pada pasca persalinan yang dialami oleh setiap wanita, yaitu dapat mengenai perlukaan pada jalan lahir serta cara perawatannya.
1.4 Metode Penulisan
Dalam pembuatan makalah ini penulis mengambil dari sumber kepustakaan
BAB II
PEMBAHASAN

A. Perlukaan Pada Jalan Lahir
Perlukaan pada jalan lahir dapat terjadi pada wanita yang telah melahirkan bayi setelah masa persalinan berlangsung. Perlukaan ini dapat terjadi oleh karena kesalahan sewaktu memimpin suatu persalinan, pada waktu persalinan operatif melalui vagina seperti ekstasi cunam, ekstrasi vakum, embriotomi atau trauma akibat alat-alat yang dipakai. Adapun perlukaan pada jalan lahir dapat juga terjadi pada :
a. Dasar panggul pada jalan lahir berupa episiotomi atau robeka perinium spontan.
b. Vulva dan vagina
c. Serviks uteri
d. Uterus.
B. Episiotomi
1. Pengertian
Episiotomi adalah suatu tindakan insisi pada perineum yang menyebabkan terpotongnya selaput lendir, cincin selaput dara, jaringan pada septum rektovainal, otot-otot dan fasia perinium dan kulit sebelah depan perinium.
2. Indikasi
Indikasi episiotomi dapat timbul dari pihak ibu maupun pihak janin.
1. Indikasi janin
a. Sewaktu melahirkan janin prematre. Tujuannya untuk mencegah terjadinya trauma berlebihan pada kepala janin.
b. Sewaktu melahirkan janin letak sungsang, melahirkan janin dengan cunam, ekstrasi vakum, danjanin besar.
2. Indikasi Ibu
Apabila terjadi peregangan perinium yang berlebihan sehingga ditakuti akan terjadi robekan perinium, umpama pada primipara, persalinan sungsang, persalinan dengan cunam, ekskresi vakum.
3. Teknis
Teknik episiotomi terbagi atas tiga macam yaitu :
1. Teknik E. Medialis
a. Pada teknik ini insisi dimulai dari ujung terbawah introitus vagina sampai batas atas otot-otot sfingter ani. Cara anestesi yang dipakai adalah cara anestesi infiltrasi antara lain dengan larutan procaina 1% - 2%. Setelah pemberian anestesi, dilakukan insisi dengan mempergunakan gunting yang tajam dimulai dari bagian terbawah intritus vagina menuju anus, tetapi tidak sampai memotong pinggir atas sfingter ani, hingga kepala dapat dilahirkan. Bila kurang lebar disambung ke lateral, (epirotomi medio lateralis).
b. Untuk menjahit luka episiotomi medialis mula-mula otot perinium kiri dan kanan dirafatkan dengan beberapa jahitan. Terakhir kulit perinium dijahit dengan empat atau lima jahitan. Jahitan dapat dilakukan secara terputus-putus (interrupted sutun) atau secara jelujur. Benang yang dipakai untuk menjahit otot, fasia dan selaput lendir adalah catgut khronik,sedang untuk kulit perinium dipakai benang sutera.
2. Teknik Mediolateralis
a. pada teknik ini insisi dimulai dari bagian belakang introitus vagina menuju ke arah belakang dan samping. Arah insisi ini dapat dilakukan ke arah kanan atau kiri, tergantung pada kebiasaan orang yang melakkannya. Panjang insisi kira-kira 4 cm.
b. Teknik menjahit luka pada episiotomi mediolateralis hampir sama dengan teknik menjahit episiotomi medialis. Penjahitan dilakukan sedemikian rupa sehingga setelah penjahitan selesai hasilnya harus simetris.
3. Episiotomi Lateralis
a. Pada teknik ini insisi dilakukan ke arah lateral di mulai dari kira-kira pada jam 03.00 atau jam 09.00 menurut arah jam.
b. Teknik ini sekarang tidak dilakukan lagi oleh karena banyak menimbi\ulkan komplikasi. Luka insisi ini dapat melebar ke rah dimana terdapat pembuluh darah pundendal interna, sehingga dapat menimbulkan perdarahan yang banyak. Selain itu parut yang terjadi dapat menimbulkan rasa nyeri yang mengganggu penderita.

C. Robekan Perinium
1. Plagestian
Robekan perinium umumnya terjadi persalinan di mana :
1) Kepala janin terlalu cepat lahir.
2) Persalinan tidak dipimpin sebagaimana mestinya
3) Sebelumnya perinium terdapat banyak jaringan parut
4) Pada persalinan terjadi distosia.
2. Jenis/tingkat
Robekan perinium dapat dibagi atas 3 tingkat :
1) Tingkat 1: Robekan hanya terjadi pada selaput lendir vagina dengan a/ tanpa mengenai kulit perinium sedikit.
2) Tingkat 2: Robekan yang terjadi lebih dalam yaitu selain mengenai selaput lendir, vagina juga mengenai sfingter ani.
3) Tingkat 3: Robekan yang terjadi mengenai seluruh perinium sampai mengenai otot-otot sfingter ani.
3. Teknik Menjahit Robekan Perinium
1. Tingkat I
Pengertian robekan perinium tingkat 1 dapat dilakukan hanya dengan memakai catgut yang dijahitkan secara jelujur (continuous sutere) atau dengan cara angka delapan (figune of night).
2. Tingkat II
Sebelum dilakukan penjahitan pada robekan perinium tingkat II maupun tingkat II, jika dijumpai pinggir robekan yang tidak rata atau bergerigi, maka pinggir yang bergerigi tersebut harus diratakan terlebih dahulu. Pinggir robekan sebelah kiri dan kanan masing-masing di klem terlebih dahulu, kemudian digunting. Setelah pinggir robekan rata, baru dilakukan penjahitan luka robekan. Mula-mula otot-otot dijahit dengan catgut. Kemudian selaput lendir vagina dijahit dengan catgut secara terputus-putus atau jelujur. Penjahitan selaput lendir vagina dimulai dari puncak robekan. Terakhir kulit perinium dijahit dengan benang sutera secara terputus-putus.
3. Tingkat III
Mula-mula dinding depan rektum yang robek dijahit. Kemudian fasia perirektal dan fasia septum rektovaginal dijahit dengan catgut kromik, sehingga bertemu kembali. Ujung-ujung otot sfingter ani yang terpisah oleh karena robekan di klem dengan klem pean lurus. Kemudian dijahit dengan 2 – 3 dijahit catgut kronik sehingga bertemu kembali. Selanjutnya robekan dijahit lapis demi lapis seperti menjahit robekan perinium tingkat II.
D. Perlukaan Vulva
Perlukaan vulva terdiri atas 2 jenis yaitu :
1. Robekan Vulva
Perlukaan vulva sering dijumpai pada waktu persalinan. Jika diperiksa dengan cermat, akan sering terlihat robekan. Robekan keci; pada labium minus, vestibulum atau bagianbelakang vulva. Jika robekan atau lecet hanya kecil dan tidak menimbulkan perdarahan banyak, tidak perlu dilakkan tindakan apa-apa. Tetapi jika luka robekan terjadi pada pembuluh darah, lebih-lebih jika robekan terjadi pada pembuluh darah di daerah klitoris, perlu dilakukan penghentian perdarahan dan penjahitan luka robekan. Pada gambar di bawah terlihat lokasi robekan yang paling sering ditemui pada vulva.
Pada gambar di atas tampak perlukaan vulva sering dijumpai pada waktu persalinan. Jika diperiksa dengan cermat, akan sering terlihat robekan-robekan kecil pada labium minus, vestibulum atau bagian belakang vulva.
Luka-luka robekan diahit dengan catgut secara terputus-putus ataupun secara jelujur. Jika luka robekan terdapat disekitar orifisium uretra atau diduga mengenai vesika urinaria, sebaiknya sebelum dilakukan penjahitan, dipasang dulu kateter tetap.













Perbedaan pada gambar A) robekan pada vulva B) vulva setelah dijahit
Berikut adalah gambar- gambar teknik penjahitan robekan pada vulva :




















Gambar 18 – 7. teknik menjahit perlukaan parauretral



2. Hematoma Vulva
Terjadinya robekan vulva disebabkan oleh karena robeknya, pembuluh darah terutama vena yang terikat di bawah kulit alat kelamin luar dan selaput lendir vagna.
Hal ini dapat terjadi pada kala pengeluaran, atau setelah penjahitan luka robekan yang senbrono atau pecahnya vasises yang terdapat di dinding vagina dan vuluz. Sering terjadi bahwa penjahitan luka episiotomi yang tidak sempurna atau robekan pada dinding vagina yang tidak dikenali merupakan sebab terjadinya hematome. Tersebut apakah ada sumber perdarahan. Jika ada, dilakukan penghentian perdarahan. Perdarahan tersebut dengan mengikat pembuluh darah vena atau arteri yang terputus. Kemudian rongga tersebut diisi dengan kasa streil sampai padat dengan meninggalkan ujung kasa tersebut di luar. Kemudian luka sayatan dijahit dengan jahitan terputus-putus atau jahitan jelujur. Dalam beberapa hal setelah summber perdarahan ditutup, dapat pula dipakai drain.














3. Tampon dapat dibiarkan selama 24 jam. Kemudian penderita diberi koagulansia, antibiootika sebagai tindakan profilaksisi terdapat infiksi dan roboransia.













E. Robekan Dinding Vagina.
Perlukaan vagina sering terjadi sewaktu :
a. Melahirkan janin dengan cnam.
b. Ekstraksi bokong
c. Ekstraksi vakum
d. Reposisi presintasi kepala janin, umpanya pada letak oksipto posterior.
e. Sebagai akibat lepasnya tulang simfisis pubis (simfisiolisis) bentuk robekan vagina bisa memanjang atau melintang.
Komplikasi
1. Perdarahan pada umumnya pada luka robek yang kecil dan superfisial terjadi perdarahan yang banyak, akan tetapi jika robekan lebar dan dalam, lebih-lebih jika mengenai pembuluh darah dapat menimbulkan perdarahan yang hebat.
2. Infeksi jika robekan tidak ditangani dengan semestinya dapat terjadi infiksi bahkan dapat timbul septikami.
Penanganan
Pada luka robek yang kecil dan superfisal, tidak diperlukan penangan khusu pada luka robek yang lebar dan dalam, perlu dilakukan penjahitan secara terputus-putus atau jelujur.
Bisanya robekan pada vagina sering diiringi dengan robekan pada vulva maupun perinium. Jika robekan mengenai puncak vagina, robekan ini dapat melebar ke arah rongga panggul, sehingga kauum dougias menjadi terbuka. Keadaan ini disebut kolporelasis.
F. Kolporeksis
Kolporeksis adalah suatu keadaan dimana menjadi robekan pada vagina bagian atas, sehingga sebagian serviks uteri dan sebagian uterus terlepas dari vagina. Robekan ini dapat memanjang dan melintang.
Etiologi
1. Pada partus dengan disproporsi sefalopelvik. Apabila segmen bahwa rahim tidak terfiksis antara kepala janin dan tulang panggul, maka tarikan regangan ini. Sudah melewati kekuatan jaringan, akan terjadi robekan pada vagina bagian atas.
2. Trauma sewwaktu mengeluarkan plasenta secara manual. Dalam hal ini tangan dalam tidak masuk ke kavum uteri, tetapi menembus forniks posterios, sehingga kavum douglas menjadi tembus/terbuka.
3. Pada waktu melakukan koitus yang disertai dengan kekerasan.
Gejala
Gejala-gejala dari kolporeksis inilebih kurang sama dengan gejala ruptura uteri sehingga tindakan pertolongannya tidak berada dengan tindakan pertolongan ada ruptura uteri.
G. Fistula Vesikavaginal
Etiologi
Fistule ini dapat terjadi karena :
1) Trauma umpamnay sewaktu menggunakan alat-alat
(Perforaktoe,kait dekapitasi, cunam).
2) Persalinan lama (obstructed labor). Dalam hal ini dinding vagina dan dasar vesika urinaria terletak ke dalam waktu yang lama antara kepala dan tulang panggul, sehingga menyebabkan terjadinya nekrosis jaringa. Beberapahari setelah melahirkan, jaringan nekrosis ini terlepas, sehingga terjadi fistula antara nisika urinaria dengan vagina.
Penanganan
1. Fistula vesikovaginal yang disebabkan oleh trauma pada keadaan ini segera stelah terjadi fistula, kelihatan air kencing mnetes kedalam vagina. Jika hal ini ditemukan, harus segera dilakukan penjahitan luka yang terjadi. Sebelum penjahitan, terlebih dahulu dipasang katetes tetap dalam vistika urinaria, kemudian baru luka dijahit lapis demi lapis sesuai dengan bentuk anatomi visika urineria, yaitu mula-mula dijahit selaput lendir, kemudian otot-otot dinding vesika urineria lalu dinding depan vagina. Jahitan dapat dilakukan secara terputus-putus atau jahitan angka delapan (figure of eight suture). Kateter tetap dibiarkan di tempat selama beberapa waktu.
2. Fistule vesikovaginal yang disebabkan oleh karena lepasnya jaringan rekrosis. Dalam hal ini gejala besar kencing tidak segera dapat dilihat. Gejala-gejala baru kelihatan setelah 3 – 10 hari pasca persalinan. Kadang-kadang pada fistula yang kecil, dengan menggunakan kateter tetap (untuk drainase fisika urineria) selama bebeapa minggu, fistula yang kecil tersebut dapat menutup sendiri. Pada fistula yang agak besar, penutupan fistula baru dapat dilakukan setelah 3 – 6 bulan pasca persalinan.
H. Robekan Serviks
Etiologi
Robekan serviks dapat terjadi pada :
1) Partus presipatatus
2) Trauma karena pemakaian alat-alat operasi (cunam perforatr, vakum ekstraktor)
3) Melahirkan kepala janin pada letak sungsang paksa padahal pemukan serviks uteri dalam lengkap.
4) Partus lama, di mana telah terjadi serviks edem, sehingga jaringan serviks adalah menjadi rapuh dan mudah robek.
Robekan serviks dapat terjadi pada satu tempat atau lebh. Setiap selesai melakukan peralinan operatif pervaginam, letak sungsang, partus presipitatus, plasenta manual, harus dilakukan pemeriksaan keadaan jalan lahir dengan spekulam vagina.
Kompliksai
Komplikasi yang segera terjadi adalah perdarahan.kadang-kadang perdarahan ini sangat banyak sehingga dapat menimbulkan syok bahkan kematian. Pada keadaan ini di mana serviks ini tidak ditangani dengan baik, dalam jangka panjang dapat terjadi inkompetensi serviks (cervisal moompetence) ataupun infestilitas sekunder.
Teknik menjhit robekan serviks
1. Pertama-tama robekan sebelah kiri dan kanan dijepit engan klem, sehingga perdarahan menjadi berkurang a/ berhenti.
2. Kemudian serviks ditarik edikit, sehingga lebih jelas kelihatan dari luar.
3. Jika pinggir robekan dengan catgut khromik nomor ooo. Jahitan dimulai dari ujung robekan dengan cara jahitan terputus-putus atau jahitan angka delapan (figure of eight suture).
4. Jika pinggir robekan bergerigi, sebaiknya sebelum dijahit, pinggir tersebut diratakan dengan jalan menggunting pinggir yang bergerigi tersebut.
5. Pada robekan yang dalam, jahitan harus dilakukan lapis dalam lapis. Ini dilakukan untuk menghindarkan terjadinya hematomi dalam rongga di bawah jahitan.
I. Rupture Uteri
Angka Kematian
Ruptura uteri merupakan suatu komplikasi yang sangat berbahaya dalam persalinan. Angka kejadian ruptura uteri di Indonesia masih tinggi yaitu berkisar antara 1 : 92 sampai 1 : 428 persalinan. Begitu juga angka kematian ibu akibat rupturea uteri masih anak tinggi yaitu berkisar antara 17,9 sampai 62,6 %. Angka kematian anak pada ruptura uteri antara 89,1 % sampai 100 %.
Faktor Prodisposisi
1. Multifaritas / grandimultipara.
Ini disebabkan oleh karena, dinding perut yang lembek dengan kedudukan uters dalam posisi antefleksi, sehingga dapat menimbulkan disproporsi sifalopelvik, terjadinya infeksi jaringan fibrotik dalam otot rahim penderia, sehingga mudah terjadi ruptura uteri spontan.
2. Pemakaian desitosin untuk indikasi atau stimulasi persalinan yang tidak tepat.
3. Kelainan letak dan implantasi plasenta umpamanya pada plasenta akreta. Plasenta inkreta atau plasenta perkreta.
4. Kelainan bentuk uterus umpamanya uterus bikkornis.
5. Hidramnion.
Jenis
1. Ruptura uteri spontan. Ruptura uteri spontan dapat terjadi pada keadaan di mana terdapat rintangan pada waktu persalinan, yaitu pada kelainan letak dan presentasi janin, disproporsi sefalopelvik, vanggul sempit, kelainan panggul, tumor jalan lahir.
2. Ruptura uteri traumatik dalam hal ini reptura uteri terjadi oleh karena adanya lucus minoris pada dinding uteus sebagai akibat bekas operasi sebelumnya pada uterus, seperti parut bekas seksio sesarea, enukkasi mioma/meomektomi, histerotomi, histerorafi, dan lain-lain. Reptura uteri pada jaringan parut ini dapat dijumpai dalam bentuk tersembunyi (occult) yang dimaksud dengan bentuk nyata/jelas adalah apabila jaringan perut terbuka seluruhnya dan disertai pula dengan robeknya ketuban, sedang pada bentuk tersembunyi, hanya jaringan perut yang terbuka, sedang selaput ketuban tetap utuh.
Pembagian jenis menurut anatomik
Secara anatomik reptura uteri dibagi atas :
1. Reptura uteri komplit. Dalam hal ini selain dinding uterus robek, lapisan serosa (pertoneum) juga robek sehingga janin dapat berada dalam rongga perut.
2. Reptura uteri inkomplit dalam hal ini hanya dinding uterus yang robek, sedangkan lapisan serosa tetap utuh.
Gejala
1. Biasanya ruptura uteri didahului oelh gejala-gejala rupture untuk membakar, yaitu his yang kuat dan terus menerus, rasa nyeri yang hebat di perut bagian bawah, nyeri waktu ditekan, gelisah atau seperti ketakutan, nadi dan pernafasan cepar, cincin van bandi meninggi.
2. Setelah terjadi ruptura uteri dijumpai gejala-gejala syok, perdarahan (bisa keluar melalui vagina atau pun ke dalam rongga perut), pucat, nadi cepat dan halus, pernafasan cepat dan dangkal, tekanan darah turun. Pada palpasi sering bagian-bagian janin dapat diraba langsung dbawah dinding perut, ada nyeri tekan,dan di perut bagian bawah teraba uterus kira-kira sebesar kepala bayi. Umamnya janin sudah meninggal.
3. Jika kejadian ruptura uteri lebih lama terjadi, akan timbul gejala-gejala metwarisme dan defenci musculare sehingga sulit untuk dapat meraba bagian janin.
Prognosis
Ruptura uteri merupakan malapetaka untuk ibu maupun janin oleh karena itu tindakan pencegahan sangat penting dilakukan setiap ibu bersalin yang disangka akan mengalami distosia, karena kelainan letak janin, atau pernah mengalami tindakan operatif pada uterus seperti seksio sesarea, memektomi dan lain-lain, harus diawali dengan cermat. Hal ini perlu dilakukan agar tindakan dapat segera dilakukan jika timbul gejala-gejala ruptura uteri membakar, sehingga ruptura uteri dicegah terjadinya pada waktu yang tepat.
Penanganan
1. Pertolongan yang tepat untuk ruptura uteri adalah laporotomi sebelumnya penderita diberi trasfusi darah atau sekurang-kurangnya infus cairan garam fisiologik/ringer laktat untuk mencegah terjadinnya syok hipovolemik.
2. Umumyna histerektomi dilakukan setelah janin yang berada dalam rongga perut dikeluarkan. Penjahitan luka robekan hanya dilakukan pada kasus-kasus khusus, dimana pinggir robekan masih segar dan rata, serta tidak terlihat adanya tanda-tanda infeksi dan tidak terdapat jaringan yang rapuh dan nekrosis. Histerorofi pada ibu-ibu yang sudah mempunyai cukup anak dianjurkan untuk dilakkan pula tubektomi pada kedua tuba (primary), sedang bagi ibu-ibu yang belum mempunyai anak atau belum merasa lengkap keluarganya dianjurkan untuk orang pada persalinan berikutnya untuk dilakukan seksio sesaria primer.

MAKALAH ETIKA MORAL KEBIDANAN

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tuntutan terhadap kualitas pelayanan kebidanan semakin meningkat seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dan era globalisasi. Pemahaman yang baik mengenai etika profesi merupakan landasan yang kuat bagi profesi bidan agar mampu menerapkan dan memberikan pelayanan kebidanan yang profesional dalam melakukan profesi kebidanan, dan dalam berkarya di pelayanan kebidanan, baik kepada individu, keluarga dan masyarakat. Oleh karena itu, para bidan maupun calon bidan, harus mampu memahami kondisi masyarakat yang semakin kritis dalam memandang kualitas pelayanan kebidanan, termasuk pula ketidakpuasan dalam pelayanan.
1.2 Tujuan Penulisan
Tujuan pembuatan makalah ini adalah :
a. Mengetahui pengertian etika, etiket, moral dan hukum.
b. Memahami sistematika etika.
c. Mengetahui fungsi etika dan moralitas dalam pelayanan kebidanan.
d. Memenuhi tugas kelompok mata kuliah etika profesi dan hukum kesehatan.

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Etika, Etiket, Moral dan Hukum
a. Etika
Istilah etika berasal dari bahasa Yunani kuno. Kata Yunani ethos dalam bentuk tunggal mempunyai arti kebiasaan-kebiasaan tingkah laku manusia, adat, akhlak, waktu, perasaan, sikap dan cara berfikir. Dalam bentuk jamak ta etha mempunyai arti adat kebiasaan. Menurut filsuf Yunani Aristoteles, istilah etika sudah dipakai untuk menunjukkan filsafat moral. Sehingga berdasarkan asal usul kata, maka etika berarti: ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan. Etika berasal dari bahasa Inggris Ethics, artinya pengertian, ukuran tingkah laku atau perilaku manusia yang baik, yakni tindakan yang tepat yagn harus dilaksanakan oleh manusia sesuai dengan moral pada umumnya. Etika berasal dari bahasa Latin Mos atau Mores (jamak), artinya moral, yang berarti juga adat, kebiasaan, sehingga makna kata moral dan etika adalah sama, hanya bahasa asalnya berbeda. Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (Poerwadarminta, 1953), Etika artinya ilmu pengetahuan tentang azas-azas akhlak (moral). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdikbud, 1988) etika mengandung arti:
1) Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk tentang hak dan kewajiban moral.
2) Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak.
3) Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.

Sedangkan Bertens merumuskan arti kata etika sebagai berikut:
1) Kata etika bisa dipakai dalam arti nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya, arti ini bisa dirumuskan sebagai sistem nilai. Sistem nilai bisa berfungsi dalam hidup manusia perorangan maupun pada taraf sosial.
2) Etika berarti kumpulan asas atau nilai moral. Yang dimaksud disini adalah kode etik.
3) Etika mempunyai arti ilmu tentang apa yang baik atau buruk.
b. Moral
Moral adalah nilai-nilai dan norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Moral juga berarti mengenai apa yang dianggap baik atau buruk di masyarakat dalam suatu kurun waktu tertentu sesuai perkembangan atau perubahan norma atau nilai. Moralitas berasal dari bahasa Latin Moralis, artinya:
1) Segi moral suatu perbuatan atau baik buruknya.
2) Sifat moral atau keseluruhan azas dan nilai yang berkenaan dengan baik buruk.
c. Etiket
Etiket berasal dari bahasa Inggris Etiquette. Etika berarti moral, sedangkan etiket berarti sopan santun. Persamaan etika dengan etiket adalah:
1) Sama-sama menyangkut perilaku manusia.
2) Memberi norma bagi perilaku manusia, yaitu menyatakan tentang apa yang harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan.

Untuk meningkatkan pemahaman kita tentang etika dan etiket, maka berikut ini digambarkan mengenai perbedaan antara etiket dengan etika:
Etiket
Etika
1. Menyangkut cara suatu perbuatan yang harus dilakukan.
1. Tidak terbatas pada cara dilakukannya suatu perbuatan, memberi nilai tentang perbuatan itu sendiri.
2. Hanya berlaku dalam pergaulan, bila tidak ada orang lain tidak berlaku.
2. Selalu berlaku, tidak tergantung hadir atau tidaknya seseorang.
3. Bersifat relatif, tidak sopan dalam satu kebudayaan, sopan dalam kebudayaan lain.
3. Bersifat absolut, contoh jangan mencuri, jangan berbohong.
4. Memandang manusia dari segi lahiriah.
4. Memandang manusia dari segi batiniah.
d. Kode Etik
Pengertian kode etik adalah norma-norma yang harus diindahkan oleh setiap profesi didalam melaksanakan tugas profesinya dan didalam hidupnya di masyarakat. Kode etik juga diartikan sebagai suatu ciri profesi yang bersumber dari nilai-nilai internal dan eksternal suatu disiplin ilmu dan merupakan pengetahuan komprehensif suatu profesi yang memberikan tuntunan bagi anggota dalam melaksanakan pengabdian profesi.
e. Hukum
Hukum berhubungan erat dengan moral. Hukum membutuhkan moral. Hukum tidak mempunyai arti, kalau tidak dijiwai oleh moralitas. Sebaliknya moral juga berhubungan erat dengan hukum. Moral hanya sebatas hal yang abstrak saja tanpa adanya hukum. Contoh bahwa mencuri itu adalah moral yang tidak baik, supaya prinsip etis ini berakar di masyarakat maka harus diatur dengan hukum.
4
Menurut Bertens, ada beberapa perbedaan antar hukum dan moral:
Hukum
Moral
1. Hukum ditulis sistematis, disusun dalam kitab undang-undang, mempunyai kepastian lebih besar dan bersifat obyektif.
1. Moral bersifat subyektif, tidak tertulis dan mempunyai ketidakpastian lebih besar.
2. Hukum membatasi pada tingkah laku lahiriah saja dan hukum meminta legalitas.
2. Moral menyangkut sikap batin seseorang.
3. Hukum bersifat memaksa dan mempunyai sanksi.
3. Moral tidak bersifat memaksa, sanksi moral adalah hati nurani tidak tenang, sanksi dari Tuhan.
4. Hukum didasarkan atas kehendak masyarakat dan negara, masyarakat atau negara dapat merubah hukum. Hukum tidak menilai moral.
4. Moral didasarkan pada norma-norma moral yang melebihi masyarakat dan negara, masyarakat dan negara tidak dapat merubah moral. Moral menilai hukum.
2.2 Sistematika Etika
2.2.1 Etika Umum
a. Hati Nurani
Hati nurani akan memberikan penghayatan tentang baik atau buruk berhubungan dengan tingkah laku nyata kita. Hati nurani memerintahkan atau melarang kita untuk melakukan sesuatu sekarang dan disini. Ketika kita tidak mengikuti hati nurani berarti kita menghancurkan integritas kepribadian kita dan mengkhianati martabat terdalam kita. Hati nurani berkaitan erat dengan kenyataan bahwa manusia mempunyai kesadaran. Berikut ini ada beberapa contoh-contoh pengalaman hati nurani sesuai lingkup pengalaman tugas sebagai bidan. Contoh kasus:
“Seorang bidan menjalankan praktek pelayanan kebidanan di klinik atau rumah bersalin, kemudian ada seorang remaja datang diantar oleh
5
ibunya. Kemudian diperoleh data hasil anamnese bahwa remaja tersebut hamil di luar nikah atau unwanted pregnancy, kemudian atas permintaan si ibu dari remaja tersebut meminta untuk menggugurkan janin yang dikandung anaknya. Dengan menawarkan sejumlah besar uang yang menggiurkan bila si bidan bersedia menggugurkan kandungan anaknya. Bidan tersebut pada dasarnya menyadari bahwa perbuatan tersebut melanggar kode etik profesi bidn dan aspek legal dalam pelayanan kebidanan. Tapi bidan tersebut tergiur oleh uang yang begitu besar. Bidan tersebut akhirnya memutuskan untuk menggugurkan kandungan si remaja tersebut. Ia mendapat uang yang banyak, namun dalam batinnya merasa gelisah. Ia merasa malu pada dirinya sendiri, batinnya tidak tenang.” Kisah tersebut diatas merupakan contoh yang dapat digunakan sebagai bahan refleksi perenungan mengenai seperti apa hati nurani itu. Dalam hati nurani ada suatu kesadaran bahwa ada yang turut mengetahui tentang perbuatan-perbuatan kita. Hati nurani merupakan semacam saksi terhadap perbuatan moral kita. Hati nurani bisa merupakan penilaian terhadap perbuatan yang berlangsung di masa lampau (retrospektif). Hati nurani juga bisa merupakan penilaian perbuatan yang sedang dilaksanakan saat ini atau penilaian terhadap perbuatan kita di masa yang akan datang (prospektif).
b. Kebebasan dan Tanggung Jawab
Terdapat hubungan timbal balik antara kebebasan dan tanggung jawab, sehingga pengertian manusia bebas dengan sendirinya menerima juga bahwa manusia itu bertanggung jawab. Tidak mungkin kebebasan tanpa tanggung jawab dan tidak mungkin tanggung jawab tanpa kebebasan. Batas-batas kebebasan meliputi:
1) Faktor internal
2) Lingkungan
3) Kebebasan orang lain
4) Generasi penerus yang akan datang

Tanggung jawab dalam arti sempit berarti bahwa seseorang harus mampu menjawab, tidak boleh mengelak bila dimintai penjelasan tentang perbuatannya. Tanggung jawab meliputi tanggung jawab terhadap perbuatan yang telah berlangsung dengan segala konsekuensinya, tanggung jawab terhadap perbuatan yang sedang dilaksanakan dan tanggung jawab terhadap perbuatan yang akan datang.
c. Nilai dan Norma
Nilai merupakan sesuatu yang baik, sesuatu yang menarik, sesuatu yang dicari, sesuatu yang menyenangkan, sesuatu yan disukai, sesuatu yang diinginkan. Menurut filsuf Jerman Hang Jones nilai adalah the addressee of a yes, sesuatu yang ditujukan dengan ya kita. Sesuatu yang kita iyakan. Nilai mempunyai konotasi yang positif. Nilai mempunyai tiga ciri:
1) Berkaitan dengan subyek.
2) Tampil dalam suatu nilai yang praktis karena subyek ingin membuat sesuatu.
3) Nilai menyangkut pada sifat yang ditambah oleh subyek pada sifat yang dimiliki obyek.
Norma berasal dari bahasa Latin Norma, artinya aturan atau kaidah yang dipakai sebagai tolok ukur menilai sesuatu. Norma umum meliputi tiga hal:
1) Norma kesopanan atau etiket.
2) Norma hukum.
3) Norma moral, adalah norma yang tertinggi, dan norma moral tidak dapat dilampau oleh norma yang lain tetapi menilai norma-norma yang lain.
Norma merupakan hal yang terpenting bagi martabat manusia. Sumber dari nilai dan norma adalah agama, kebudayaan, nasionalisme dan lain-lain.

d. Hak dan Kewajiban
Hak berkaitan dengan manusia yang bebas, terlepas dari segala ikatan dengan hukum obyektif. Hak merupakan pengakuan yang dibuat oleh orang atau sekelompok orang terhadap orang atau sekelompok orang lain. Ada beberapa macam hak, antara lain hak legal, hak moral, hak individu, hak social, hak positif, dan hak negatif. Hak legal merupakan hak yang didasarkan atas hukum. Hak moral adalah hak yang didasarkan pada prinsip atau etis. Setiap kewajiban seseorang berkaitan dengan hak orang lain dan setiap hak seseorang berkaitan dengan kewajiban orang lain untuk memenuhi hak tersebut. Menurut John Stuart Mill bahwa kewajiban meliputi kewajiban sempurna dan kewajiban tidak sempurna. Kewajiban sempurna artinya kewajiban didasarkan atas keadilan, selalu terkait dengan hak orang lain. Sedangkan kewajiban tidak sempurna, tidak terkait dengan hak orang lain tetapi bisa didasarkan atas kemurahan hati atau niat berbuat baik. Faktor-faktor yang melandasi etika adalah meliputi hal-hal tersebut di bawah ini:
1) Nilai-nilai atau value.
2) Norma
3) Sosial budaya, dibangun oleh konstruksi sosial dan dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
4) Religius.
- Agama mempunyai hubungan erat dengan moral.
- Agama merupakan motivasi terkuat perilaku moral atau etik.
- Agama merupakan salah satu sumber nilai dan norma etis yang paling penting.
- Setiap agama mengandung ajaran moral yang menjadi pegangan bagi perilaku para anggotanya.
8
5) Kebijakan atau policy maker, siapa stake holdersnya dan bagaimana kebijakan yang dibuat sangat berpengaruh atau mewarnai etika maupun kode etik.
2.2.2 Etika Sosial
Seorang bidan adalah sebagai tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat umum. Dalam menghadapi pasien, seorang bidan harus mempunyai etika, karena yang dihadapi bidan adalah juga manusia. Bidan harus bertindak sopan, murah senyum dan menjaga perasaan pasien. Ini dilakukan karena bidan adalah membantu proses penyembuhan pasien bukan memperburuk keadaan. Dengan etika yang baik diharapkan seorang bidan bisa menjalin hubungan yang lebih akrab dengan pasien. Dengan hubungan baik ini, maka akan terjalin sikap saling menghormati dan menghargai di antara keduanya. Etika dapat membantu para bidan mengembangkan kelakuan dalam menjalankan kewajiban, membimbing hidup, menerima pelajaran, sehingga para bidan dapat mengetahui kedudukannya dalam masyarakat dan lingkungan perawatan. Dengan demikian, para bidan dapat mengusahakan kemajuannya secara sadar dan seksama. Oleh karena itu dalam perawatan teori dan praktek dengan budi pekerti saling memperoleh, maka 2 hal ini tidak dapat dipisah-pisahkan. Sejalan dengan tujuan tersebut, maka dapat dikemukakan bahwa nama baik rumah sakit antara lain ditentukan oleh pendapat/kesan dari masyarakat umum. Kesehatan masyarakat terpelihara oleh tangan dengan baik, jika tingkatan pekerti perawat dan pegawai-pegawai kesehatan lainnya luhur juga. Sebab akhlak yang teguh dan budi pekerti yang luhur merupakan dasar yang penting untuk segala jabatan, termasuk jabatan bidan.

2.2.3 Fungsi Etika dan Moralitas dalam Pelayanan Kebidanan
Etika dalam pelayanan kebidanan merupakan issu utama diberbagai tempat, dimana sering terjadi karena kurang pemahaman para praktisi pelayanan kebidanan terhadap etika. Pelayanan kebidanan adalah proses dari berbagai dimensi. Hal tersebut membutuhkan bidan yang mampu menyatu dengan ibu dan keluarganya. Bidan harus berpartisipasi dalam memberikan pelayanan kepada ibu sejak konseling pra konsepsi, screening antenatal, pelayanan intrapartum, perawatan intensive pada neonatal, dan pengakhiran kehamilan. Mempersiapkan ibu untuk pilihannya meliputi persalinan di rumah, kelahiran SC dan sebagainya. Bidan sebagai pemberi pelayanan harus menjamin pelayanan yang professional dan akutabilitas serta aspek legal dalam pelayanan kebidanan. Bidan sebagai praktisi pelayanan harus menjaga perkembangan praktik berdasarkan evidence based. Sehingga disini berbagai dimensi etik dan bagaimana pendekatan tentang etika merupakan hal yang penting untuk digali dan dipahami. Moralitas merupakan suatu gambaran manusiawi yang menyeluruh, moralitas hanya terdapat pada manusia serta tidak terdapat pada makhluk lain selain manusia. Moralitas berasal dari bahasa latin moralis, artinya pada dasarnya sama dengan moral, moralitas suatu perbuatan artinya segi moral suatu perbuatan atau baik buruknya. Moralitas adalah sifat moral atau seluruh asas dan nilai yang menyangkut baik dan buruk. Kaitan antara etika dan moralitas adalah, bahwa etika merupakan ilmu yang mempelajari tentang tingkah laku moral atau ilmu yang membahas tentang moralitas. Moral adalah mengenai apa yang dinilai seharusnya oleh masyarakat. Etika adalah penerapan dari proses dan teori filsafat moral pada situasi nyata. Etika berpusat pada prinsip dasar dan konsep bahwa manusia dalam berfikir dan tindakannya didasari nilai-nilai. Etika dibagi menjadi tiga bagian, meliputi: 1) Meteetika (nilai); 2) Etika atau teori moral; 3) Etika praktik.

Metaetika berasal dari bahasa Yunai meta, artinya melebihi, yang dipelajari disini adalah ucapan-ucapan kita di bidang moralitas atau bahasa yang digunakan di bidang moral. Metaetika mengenai status moral ucapan dan bahasa yang digunakan dalam batasan pengertian baik, buruk atau bahagia. Etika atau teori moral untuk memformulasikan prosedur atau mekanisme untuk memecahkan masalah etika. Teori praktik. Etika praktik merupakan penerapan etika dalam praktik sehari-hari, dimana dalam situasi praktik ketika kecelakaan terjadi keputusan harus segera dibuat. Bagaimana menjaga prinsip moral, teori nilai dan penentuan suatu tindakan. Etika pada hakekatnya berkaitan dengan falsafah dan moral, yaitu mengenai apa yang dianggap baik atau buruk di masyarakat dalam kurun waktu tertentu, karena etika bisa berubah dengan lewatnya waktu. Etika khusus adalah etika yang dikhususkan bagi profesi tertentu, misalnya etika kedokteran, etika rumah sakit, etika kebidanan, etika keperawatan, dll. Guna etika adalah memberi arah bagi perilaku manusia tentang: apa yang baik atau buruk, apa yang benar atau salah, hak dan kewajiban moral (akhlak), apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan. Kode etik suatu profesi adalah norma-norma yang harus diindahkan oleh setiap anggota profesi yang bersangkutan di masyarakat. Norma-norma tersebut berisi petunjuk bagi anggota profesi tentang bagaimana mereka harus menjalankan profesinya, dan larangan-larangan, termasuk ketentuan-ketentuan apa yang boleh dan tidak boleh diperbuat atau dilaksanakan oleh anggota profesi, tidak hanya dalam menjalankan tugas profesinya, melainkan berkaitan juga dengan tingkah lakunya secara umum dalam pergaulan sehari-hari di masyarakat.
Secara umum tujuan merumuskan kode etik adalah untuk kepentingan anggota dan organisasi, meliputi : 1) menjunjung tinggi martabat dan citra profesi; 2) Menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota; 3)
11
Meningkatkan pengabdian para anggota profesi; 4) Meningkatkan mutu profesi. Dimensi kode etik meliputi: 1) Anggota profesi dan klien; 2) Anggota profesi dan system; 3) Anggota profesi dan profesi lain; 4) Semua anggota profesi. Prinsip kode etik terdiri dari: 1) Menghargai otonomi; 2) Melakukan tindakan yang benar; 3) Mencegah tindakan yang dapat merugikan; 4) Memperlakukan manusia secara adil; 5) Menjelaskan dengan benar; 6) Menepati janji yang telah disepakati; 7) Menjaga kerahasiaan.

BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, etika adalah kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak, sedangkan etiket adalah sopan santun. Moral merupakan nilai-nilai dan norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Hukum berhubungan erat dengan moral. Hukum membutuhkan moral, hukum tidak mempunyai arti, kalau tidak dijiwai oleh moralitas. Etika dalam pelayanan kebidanan merupakan issue utama di berbaai tempat, dimana sering terjadi karena kurang pemahaman para praktisi pelayanan kebidanan terhadap etika. Pelayanan kebidanan adalah proses dari berbagai dimensi. Hal tersebut membutuhkan bidan yang mampu menyatu dengan ibu dan keluarganya. Screening antenatal, pelayanan intrapartum, perawatan intensive pada neonatal, dan pengakhiran yang profesional dan akuntabilitas serta aspek legal dalam pelayanan kebidanan kode etik profesi bidan merupakan suatu pedoman dalam tata cara dan keselarasan dalam pelaksanaan pelayanan profesional bidan.
3.2 Saran
Melalui makalah ini, penulis berharap agar para bidan maupun calon bidan menjalankan profesionalitas pekerjaannya sesuai kode etik kebidanan, antara lain menjunjung tinggi martabat dan citra profesi, menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota, meningkatkan pengabdian para anggoa profesi, dan meningkatkan mutu profesi.
13
DAFTAR PUSTAKA Puji Heni, Yetty Asmar, “Etika Profesi Kebidanan”, Yogyakarta, 2005. Hadiwardoyo, Purwa, “Etika Medis”, Yogyakarta, 1989.