ASUHAN KEPERAWATAN
ARF (ACUT RENAL FAILURE) DAN
CRF (CRONIK RENAL FAILURE)
A. PENGERTIAN
1. ACUT RENAL FAILURE (ARF)
Acute
Renal Failure (ARF) adalah suatu keadaan fisiologik dan klinik yang
ditandai dengan pengurangan tiba-tiba glomerular filtration rate (GFR)
dan perubahan kemampuan fungsional ginjal untuk mempertahankan eksresi
air yang cukup untuk keseimbangan dalam tubuh. Atau sindroma klinis
akibat kerusakan metabolik atau patologik pada ginjal yang ditandai
dengan penurunan fungsi yang nyata dancepat serta terjadinya azotemia.
(Davidson 1984).
2. CRONIC RENAL FAILURE (CRF)
Cronic
Renal Failure (CRF) adalah gangguan fungsi ginjal yang menahun bersifat
progresif dan irreversible, dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan caian dan elektrolit,
menyebabkan uremia.
B. ETIOLOGI
1. Acut Renal Failure (ARF)
Tiga kategori utama kondisi penyebab ARF adalah :
a. Pra Renal
Dimana aliran darah akibat hipoperfusi ginjal dan turunnya laju filtrasi glomerulus. Kondisi klinis yang umum adalah :
1) Penurunan volume vaskuler
a) Kehilangan darah/plasma : perdarahan luka bakar
b) Kehilangan cairan ekstraselluer : muntah,diare
2) Kenaikan kapasitas kapiler : Sepsis, Blokade ganglion, Reaksi anafilaksis
3) Penurunan
curah jantung/kegagalan pompa jantung : Renjatan kardiogenik, Payah
jantung kongestif, Dysritmia, Emboli paru, Infark jantung.
b. Intra Renal
Akibat
dari kerusakan struktur glomerulus atau tubulus distal. Kondisi seperti
terbakar,udema akibat benturan dan infeksi dan agen nefrotik dapat
menyebabkan nekrosi tubulus akut (ATN) dan berhentinya fungsi renal.
Reaksi transfusi yang parah juga gagal intra renal, hemoglobin
dilepaskan melalui mekanisme hemolisis melewati membran glomerulus dan
terkonsentrasi ditubulus distal menjadi faktor terbentuknya hemoglobin.
Faktor penyebab adalah : pemakaian obat-obat anti inflamasi, non steroid terutama pada pasien lansia.
c. Pasca Renal
Penyebab
gagal ginjal akut biasanya akibat dari obstruksi dibagian distal
ginjal, tekanan ditubulus distal menurun akhirnya laju filtrasi
glomerulus meningkat.
2. Cronic Renal Failure (CRF)
Penyebab gagal ginjal kronik cukup banyak tetapi untuk keperluan klinis dapat dibagi dalam dua kelompok :
a. Penyakit
Sistemik, seperti DM, Glomerulonefritis, pielonefritis, hipertensi yang
tidak dapat dikontrol, obstruksi traktus urinalis, gangguan vascular,
infeksi, medikasi atau agen toksit, lessi herediteir seperti ginjal
polikistik.
b. Lingkungan dan agen berbahaya (logam berat)
C. PATOFISIOLOGI
1. Acut Renal Failure (ARF)
Beberapa kondisi berikut yang menyebabkan pengurangan aliran darah renal dan gangguan fungsi ginjal : hipovelemia,
hipotensi, penurunan curah jantung dan gagal jantung kongestif,
obstruksi ginjal atau traktus urinarius bawah akibat tumor, bekuan darah
atau ginjal, obstruksi vena atau arteri bilateral ginjal. Jika
kondisi itu ditangani dan diperbaiki sebelum ginjal rusak secara
permanen, peningkatan BUM, oliguria dan tanda-tanda lain yang
berhubungan dengan gagal ginjal akut dapat ditangani.
Terdapat 4 tahapan klinik dari gagal ginjal akut yaitu :
a. Stadium awal dengan awitan awal dan diakhiri dengan terjadinya oliguria.
b. Stadium Oliguria.
Volume
urine <400 ml/24 jam disertai dengan peningkatan konsentrasi serum
dari subtansi yang biasanya dieksresikan oleh ginjal
(urea,kreatinin,asam urat dan kation intra seluler kalium dan
magnesium). Jumlah urine minimal yang diperlukan untuk membersihkan
produk sampah normal tubuh adalah 400 ml. Pada tahap ini gejala uremik
untuk pertama kalinya dan kondisi yang mengancam jiwa seperti kalemia.
c. Stadium Diuresis.
Pasien
menunjukkan peningkatan jumlah urine secara bertahap disertai tanda
perbaikan filtrasi glomerulus. Nilai laboratorium berhenti meningkat dan
akhirnya menurun. Meskipun kadar haluaran untuk mencapai kadar normal
atau meningkat, fungsi renal masih dianggap normal. Tanda uremik mungkin
masih ada sehingga penatalaksanaan medis dan keparawatan masih
diperlukan. Pasien harus dipantau dengan ketat akan adanya dehidrasi
selama tahap ini. Jika terjadi dehidrasi, tanda uremik biasanya
meningkat.
d. Stadium penyembuhan.
Merupakan
tanda perbaikan fungsi ginjal dan berlangsung selama 3 sampai 12 bulan.
Nilai laboratorium akan kembali normal. Meskipun terdapat reduksi laju
filtrasi glomerulus permanen sekitar 1 % - 3 %, tertapi hal ini secara
klinis tidak signifikan.
2. Cronic Renal Failure (CRF).
Perjalanan umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi 3 stadium :
a. Stadium 1.
Penurunan
cadangan ginjal (faal ginjal antar 40 % - 75 %). Tahap inilah yang
paling ringan, dimana ginjal masih baik. Pada tahap ini penderita belum
merasakan gejalah-gejalah dan pemeriksaan laboratorium faal ginjal masih
dalam batas normal. Selama tahap ini kreatinin serum dan kadar BUN
(Blood Urea Nitrogen) dalam batas normal dan penderita asimtomatik.
Gangguan fungsi ginjal mungkin hanya dapat diketahui dengan memnerikan
beban kerja yang berat, seperti tes pemekatan urine yang lama atau
dengan mengadakan test GFR yang teliti.
b. Stadium II.
Insufisiensi
ginjal (faal ginjal antar 20 % -50 %). Pada tahap ini penderita dapat
melakukan tugas sperti biasa padahal daya dan konsentrasi ginjal
menurun. Pada stadium ini pengobatan harus cepat dalam hal mengatasi
kekurangan cairan, kekurangan garam, gangguan jantung dan pencegahan
pemberian obat-obatan yang bersifat mengganggu faal ginjal. Bila
langkah-langkah ini dilakukan secepatnya dengan tepat dapat mencegah
penderita masuk tahap yang lebih berat. Pada tahap ini > 75 %
jaringan yang berfungsi telah rusak. Kadar BUN baru mulai meningkat
diatas batas normal. Peningkatan konsentrasi BUN ini berbeda-beda,
tergantung dari kadar dalam diit. Pada stadium ini kadar kreatinin serum
mulai meningkat melebihi kadar normal.
Azotemia
biasanya ringan kecuali bila penderita mengalami stress akibat infeksi,
gagal jantung atau dehidrasi. Pada stadium ini pula mengalami gelala
nokturia (diakibatkan oleh kegagalan pemekatan) mulai timbul.
Gejala-gejala timbul sebagai respon terhadap stress dan perubahan
makanan dan minuman yang tiba-tiba. Penderita biasanya tidak terlalu
memperhatikan gejala ini.
Gejala
pengeluaran kemih waktu malam hari yang menetap sampai sebanyak 700 ml
atau penderita terbangun untuk berkemih beberapa kalipada waktu malam
hari. Dalam keadaan normal perbandingan jumlah kemih siang hari dan
malam hari adalah 3 : 1 atau 4 : 1. Sudah tentu nokturia kadang-kadang
terjadi juga sebagai respon teehadap kege;isahan atau minum yang
berlebihan.
Poliuria
akibat gagal ginjal biasanya lebih besar pada penyakit yang terutamam
menyerang tubulus, meskipun poliuria bersifat sedang dan jarang lebih
dari 3 liter/hari. Biasanya ditemukan anemia pada gagal ginjal dengan
faal ginjal diantara 5%-25 %. Faal ginjal jelas sangat menurun dan
timbul gelala-gejala kekurangan farahm tekanan darah akan naik, terjadi
kelebihan, aktifitas penderita mulai terganggu.
c. Stadium III.
Semua
gejala sudah jelas dan penderita masuk dalam keadaan dimana tak dapat
melakukan tugas sehari-hari sebagaimana mestinya. Gejala-gejala yang
timbul antara lain mual, muntah, nafsu makan berkurang, kurang tidur,
kejang-kejang dan akhirnya terjadi penurunan kesadaran sampai koma.
Stadium akhir timbul pada sekitar 90 % dari masa nefron telah hancur.
Nilai GFR nya 10 % dari keadaan normal dan kadar kreatinin mungkin
sebesar 5-10 ml/menit atau kurang. Pada keadaan ini kreatnin serum dan
kadar BUN akan meningkat dengan sangat mencolok sebagai penurunan. Pada
stadium akhir gagal ginjal, penderita merasakan gejala yang cukup parah
karene ginjal tidak sanggup lagi mempertahankan homeostatis cairan dan
elektrolit dalam tubuh. Penderita biasanya menjadi oliguri (pengeluaran
kemih) kurang dari 500/hari karena kegagalan glomerulus meskipun proses
penyakit mula-mula menyerang tubulus ginjal. Kompleks menyerang tubulus
ginjal, kompleks perubahan biokimia dan gejala-gejala yang dinamakan
sindrom uremik memepengaruhi setip sisitem dalam tubuh. Pada stadium
akhir gagal ginjal, penderita pasti akan meninggal kecuali ia mendapat
pengobatan dalam bentuk transplantasi ginjal atau dialisis.
D. MANIFESTASI KLINIS
1. ACUT RENAL FAILURE (ARF).
Haluaran
urine sedikit, Mengandung darah, Peningkatan BUN dan kreatinin, Anemia,
Hiperkalemia, Asidosis metabolic, Anemia, Udema,
Anoreksia,nause,vomitus, Turgor kulit jelek,gatal-gatal pada kulit.
2. CRONIC RENAL FAILURE (CRF).
Gangguan
pernapasan, Udema, Hipertensi, Anoreksia,nausea, vomitus, Ulserasi
lambung, Stomatitis, Proteinuria, Hematuria, Letargi, apatis, Anemia,
Perdarahan, Turgor kulit jelek,gatal-gatal pada kulit, Distrofi renal,
Hiperkalemia, Asidosis metabolik
E. TEST DIAGNOSTIK
1. Urine : Volume, Warna, Sedimen, Berat jenis, Kreatinin, Protein.
2. Darah
: BUN/kreatinin, Hitung darah lengkap, Sel darah merah, Natrium serum,
Kalium, Magnesium fosfat, Protein, Osmolaritas serum.
3. KUB Foto : Menunjukkan ukuran ginjal/ureter/kandung kemih dan adanya obstruksi .
4. Pielografi retrograd : Menunjukkan abnormalitas pelvis ginjal dan ureter.
5. Arteriogram ginjal : Mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstraskular, massa.
6. Sistouretrogram berkemih : Menunjukkan ukuran kandung kemih,refluks ureter,retensi
7. Ultrasono ginjal : Menunjukkan ukuran kandung kemih, dan adanya massa, kista, obstruksi pada saluran perkemihan bagian atas.
8. Biopsi ginjal : Mungkin dilakukan secara endoskopi untuk menetukan sel jaringan untuk diagnosis histologis
9. Endoskopi ginjal nefroskopi : Dilakukan untuk menemukan pelvis ginjal ; keluar batu, hematuria dan pengangkatan tumor selektif
10. EKG
: Mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan asam
basa, aritmia, hipertrofi ventrikel dan tanda-tanda perikarditis.
F. PENATALAKSANAAN
1. ACUT RENAL FAILURE (ARF)
a. Penanganan hiperkalemia.
Keseimbangan
cairan dan elektrolit merupakan masalah utama pada gagal ginjal akut ;
hiperkalemia merupakan kondisi yang paling mengancam jiwa pada gangguan
ini. Oleh karena itu pasien dipantau akan adanya hiperkalemia melalui
serangkaian pemeriksaan kadar elektrolit serum (nilai kalium > 5.5
mEq/L ; SI : 5.5 mmoL/L), perubahan EKG (tinggi puncak gelombang T
rendah atau sangat tinggi), dan perubahan status klinis. Peningkatan
kadar kalium dapat dikurangi dengan pemberian ion pengganti resin
(natrium pohstruren sulfonat /kayexalatel), secara oral atau melalui
retensi enema. Sorbital sering diberikan bersama dengan kayexalate untuk
menginduksi tipe diare (menginduksi kehilangan cairan di saluran
gastrointestinal. Jika enema retensi diberikan (kolon merupakan tempat
utama untuk pertukaran kalium), Kateter rektal yang memiliki balon dapat
direspkan untuk memfasilitasi retensi jika diperlukan.
Pasien yang kadar kaliumnya tinggi dan meningkat memerlukan dialisis, peritoneal dialisis,atau hemofiltrasi dengan segera.
Glukosa,
insulin atau kalsium glukonat secara intravena dapat digunakan sebagai
tindakan darurat sementara untuk menangani hiperkalamia.
Natrium
bicarbonat dapat diberikan untuk menaikkan ph plasma, menyebabkan
kalium bergerak kedalam sel sehingga kadar kalium pasien menurun. Semua
produk kalium ekstrenal dihilangkan atau dikurangi.
b. Memepertahankan keseimbangan cairan.
Penatalaksanaan
keseimbangan cairan didasarkan pada berat badan harian, pengukuran
tekanan vena sentral, konsentrasi urin dan serum, cairan yang hilang,
tekanan darah dan status klinis pasien. Masukkan dan haluaran oral dan
parentral dari urine, drainase lambung, faeces, drainase luka dan
perspirasi, dihitung dan digunkan sebagai dasar untuk terapi penggantian
cairan. Cairan yang hilang melalui kulit dan paru dan hilang sebagai
akibat dari proses metabolisme normal juga dipertimbangkan dalam
penatalaksanaan cairan. Pasien ditimbang berat badan setiap hari dan
dapat diperkirakan turun 0,2 sampai 0,5 kg setiap hari jika keseimbangan
nitrogen negatif ( masukan kolon yang diterima kurang dari kebutuhan).
Jika pasien kehilangan berat badan atau mengalami hipertensi, diduga
adanya retensi cairan. Kelebihan cairan dapat dideteksi melalui temuan
klinis seperti dyspnoe, takikardi,dan distensi vena lehar. Paru-paru
auskultasi akan adanya tanda-tanda krekels basah. Karena edema pulmuner
dapat diakibatkan karena pemebrian cairan parenteral yang berlebihan,
maka kewaspadaan penggunaannya harus ditingkatkan untuk mencegah
kelebihan cairan. Terjadinya edema diseluruh tubuh dikaji dengan
pemeriksaan area prasakaral dan pratibial beberapa kali dalam sehari.
c. Pertimbangan nutrisional.
Diet
protein dibatasi sampai 1 g/kg selama fase oliguri untuk menurunkan
pemecahan protein dan mencegah akumulasi produk akhir toksik. Kebutuhan
kalori dipenuhi dengan pemberian diet tinggi karbohidrat, karena
karbohidrat memiliki efek terhadap protein yang luas (pada diet tinggi
karbohidrat, protein tidak dipakai untuk memenuhi kebutuhan energi
tetapi dibagi untuk pertumbuhan dan perbaikan jaringan). Makanan dan
cairan yang mengandung kalium dan fosfat (pisang,jeruk,kopi) dibatasi.
Masukan kalium biasanya dibatasi sampai 2 gr/hari.
d. Cairan IV dan diuretic.
Aliran
darah ke ginjal yang adekuat pada banyak pasien dapat dipertahankan
melalui cairan intra vena dan medikasi. Manitol furosemid, atau asam
ektrakrinik dapat diresepkan untuk mengawali diuresis dan mencegah atau
mengurangi gagal ginjal berikutnya. Jika gagal ginjal akut disebabkan
oleh hipovolemia akibat hipoproteinemia, infus albumin dapat diresepkan.
Syok dan infeksi dapat ditangani, jika ada.
e. Koreksi asidosis dan peningkatan kadar fosfat.
Jika
asidosis berat terjadi, gas darah arteri harus dipantau, tindakan
ventilasi yang tepat harus dilakukan jika terjadi masalah pernapasan.
Pasien memerlukan terapi natrium karbonat atau dialisis.Peningkatan
serum fosfat pasien dapat dikendalikan dengan agens pengikat fosfat
(aluminium hidroksida); agens ini membantu mencegah peningkatan serum
fosfat dengan menurunkan absorbsi fosfat disaluran intestinal.
f. Pemantauan lanjut sampai fase pemulihan
Fase
oligurik gagal ginjal akut berlangsung dari 10 sampai 20 hari dan
diikuti fase diuretik, dimana haliaran urine mulai meningkat,
menunjukkan fungsi ginjal talah membaik. Evaluasi kimia darah dilakukan
untuk menentukan jumlah natrium. Kalium dan cairan yang diperlurlukan
selama pengkajian tergadap hidrasi lebih dan hidrasi kurang. Setelah
fase diuretik, pasien diberikam diet tinggi protein, tinggi kalori dan
dorong untuk melakukam aktifitas secara bertahap.
g. Dialisis.
Dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal akut yang serius. Seperti hiperkalimia, perikarditis dan kejang.
2. CRONIC RENAL FAILURE (CRF).
a. Tujuannya
untuk mempertahankan fungsi ginjal dan homeostatis selama mungkin,
serta mencegah komplikasi dengan pendekatan kolaboratif dalam perawan
mencakup :
1) Hiperkalemia akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolic, asidosis metabolic, katabolisme dan masukan diet yang berlebihan.
2) Perikarditis, effusi pericardial, tamponade jantung akibat retensi produk sampah urine dan dialysis yang tidak adekuat.
3) Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi system renin angiotension aldesteron.
4)
Anemia akibat penurunan eritopoetin, penurunan usia sel darah merah,
perdarahan gastro intestinal akibat iritasi toksin dan kehilangan darah
selama hemodialisis.
5) Penyakit
tulang serta calfisikasi metastatik akibat retensi fosfat, kadar
kalsium serum yang rendah, metabolisme Vit- D abnormal.
Komplikasi
dapat dicegah atau dihambat dengan pemberian anti hipertensi,
eritopoiten, suplemen zat besi, agen pengikat posfat dan suplemen
kalsium yang yang cukup. Dan perlu mendapat penanganan dialysis yang
adekuat.
b. Intervensi diet.
Perlu
pada gangguan fungsi renal mencakup pengaturan protein, masukan cairan
untuk mengganti cairan yang hilang, masukan natrium dan pembatasan
kalium.
G. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
Pada
asuhan keperawatan ini dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan
proses keperawatan. Proses keperawatan adalah suatu proses pemecahan
masalah yang dinamis dalam usaha memperbaiki dan memelihara pasien
sampai optimal melalui suatu pendekatan yang sistematis untuk membantu
pasien. Proses keperawatan terdiri dari 4 tahap yaitu :
1. Pengkajian
Pengkajian
keperawatan bagi orang dengan kegagalan ginjal kronis sangat kompleks,
terutama karena menyangkut berbagai sistem dan kekronisan dari gangguan.
Pengkajian harus mencakup fisik, psikologis dan parameter sosial.
Riwayat keperawatan dan pengkajian fisik harus mendapatkan berbagai
macam informasi demi penegakkan diagnosa keperawatan yang cocok.
Data dasar Pengkajian pasien :
a. Aktifitas/Istirahat
Gejala : Kelelahan ekstrem, kelemahan, malaise.
Gangguan tidur (insomnia/gelisah atau somnolen).
Tanda : Kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak.
b. Sirkulasi
Gejala : Riwayat hipertensi lama atau berat.
Palpitasi ; nyeri dada (angina).
Tanda : Hipertensi; DVJ, nadi kuat, edema jaringan umum dan pitting pada kaki, telapak tangan.
Disritmia jantung
Nadi lemah halus, hipotensi ortostatik menunjukkan hypovolemia, yang jarang pada penyakit tahap akhir.
Friction rub perikardial (respons terhadap akumulasi sisa)
Pucat; kulit coklat kehijauan, kuning.
Kecenderungan perdarahan.
c. Integritas Ego
Gejala : Faktor stres, contoh finansial, hubungan, dan sebagainya.
Perasaan tak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan.
Tanda : Menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan kepribadian.
Disritmia jantung
d. Eliminasi
Gejala : Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap lanjut).
Abdomen kembung, diare, atau konstipasi.
Tanda : Perubahan warna urine, contoh kuning pekat, merah, coklat berawan.
Oliguria, dapat menjadi anuria.
e. Makanan/cairan
Gejala : Peningkatan berat badan cepat (edema), penurunan berat badan (malnutrisi).
Anoreksia, nyeri ulu hati, mual/muntah, rasa metalik tak sedap pada mulut (pernafasan amonia).
Penggunaan diuretik.
Tanda : Distensi abdomen/asites, pembesaran hati (tahap akhir).
Perubahan turgor kulit/kelembaban
Edema (umum, tergantung)
Ulserasi gusi, perdarahan gusi/lidah.
Penurunan otot, penurunan lemak subkutan, penampilan tak bertenaga.
f. Neurosensori
Gejala : Sakit kepala, penglihatan kabur.
Kram otot/kejang; sindrom “kaki gelisah” ; kebas rasa terbakar pada telapak kaki.
Kebas/kesemutan dan kelemahan, khususnya ekstremitas bawah (neuropati perifer).
Tanda
: Gangguan status mental, contoh penurunan lapang perhatian,
ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan
tingkat kesadaran, stupor, koma.
g. Ketidaknyamanan
Gejala : Nyeri panggul, sakit kepala; kram otot/nyeri kaki (memburuk saat malam hari).
Tanda : Perilaku berhati-hati/distraksi; gelisah
h. Pernafasan
Gejala : Nafas pendek; disritmia nokturnal paroksismal; batuk dengan/tanpa sputum kental dan banyak.
Tanda : Takipnea, dispnea, peningkatan frekuensi/kedalaman (pernafasan Kussmaul).
Batuk produktif dengan sputum merah muda – encer (edema paru).
i. Keamanan
Gejala : Kulit gatal.
Ada/berulangnya infeksi.
Tanda : Pruritus, petekia, area ekimosis pada kulit.
Demam
(sepsis, dehidrasi); normotermia dapat secara aktual terjadi
peningkatan pada pasien yang mengalami suhu tubuh lebih rendah dari
normal.
j. Seksualitas
Gejala : Penurunan libido; amenorea; infertilitas
k. Interaksi sosial
Gejala : Kesulitan menentukan kondisi.
l. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : Riwayat Diabetes Mellitus keluarga, penyakit polikistik, nefritis herediter, kalkulus urinaria, malignansi.
Riwayat terpajan pada toksin, contoh obat, racun lingkungan.
Penggunaan antibiotik nefrotoksik saat ini/berulang.
2. Diagnosa keperawatan
a. Diagnosa Keperawatan pasien dengan gagal ginjal akut (ARF)
1) Peningkatan volume cairan tubuh bd penurunan fungsi ginjal
2) Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia, vomitus, nausea.
3) Aktivity intolerans b/d kelemahan.
4) Kecemasan B/D ketidak tahuan proses penyakit.
b. Diagnosa Keperawatan pasien dengan gagal ginjal cronis (CRF)
1) Gangguan pola napas B/D adanya dyspnoe
2) Resti kerusakan integritas kulit B/D udema dan penimbunan orokrom.
3. Rencana/Tindakan Keperawatan
a. Gagal Ginjal Akut (ARF)
1) Peningkatan volume cairan tubuh bd penurunan fungsi ginjal
Intervensi :
a) Kaji keadaan udema
Rasional
: edema menunjukan perpindahan cairan krena peningkatan permebilitas
sehingga mudah ditensi oleh akumulasi cxairan walaupun minimal, sehingga
berat badan dapat meningkat 4,5 kg
b) Kontrol intake danout put per 24 jam.
Rasional : untuk mengetahui fungsi ginjal, kebutuhan penggantian cairan dan penurunan kelebihan resiko cairan.
c) Timbang berat badan tiap hari
Rasional
penimbangan berat badan setiap hari membantu menentukan keseimbangan
dan masukan cairan yang tepat. Apenimbangan BBlebih dari 0.5 kg/hari
dapat menunjukan perpindahan kesimbangan cairan
d) Beritahu keluarga agar klien dapat membatasi minum
Rasional
: manajemen cairan diukur untuk menggantikan pengeluaran dari semua
sember ditambah perkiraan yang tidak nampak. Pasien dengan kelebihan
cairan yang tidak responsif terhadap pembatasan caiaran dan diuretic
membutuhkan dialysis.
e) Penatalaksanaan pemberian obat anti diuretik.
Rasional
: Obatanti diuretic dat melebarkan lumen tubular dari debris,
menurunkan hiperkalemia dan meningkatkan volume urine adekuat. Misalnya
: Furosemide.
f) kolaborasi pemeriksaan laboratorium fungsi ginjal.
Rasional : Hasil dari pemeriksaan fungsi ginjal dapat memberikan gambaran sejauh mana terjadi kegagalan ginjal.
2) Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia, vomitus, nausea.
a) Observasi status klien dan keefektifan diet.
Rasional
: Membantu dalam mengidentifikasi dan kebutuhan diet,
kondisi fisik umum, gejala uremik dan pembatasan diet mempengaruhi
asupan makanan.
b) Berikan dorongan hygiene oral yang baik sebelum dan setelah makan.
Rasional
: Higiene oral yang tepat mencegah bau mulut dan rasa tidak
enak akibat mikroorganisme, membantu mencegah stomatitis.
c) Berikan makanan TKRGR
Rasional
: Lemak dan protein tidak digunakan sebagai sumber protein
utama, sehingga tidak terjadi penumpukan yang bersifat asam, serta diet
rendah garam memungkinkan retensi air kedalam intra vaskuler.
d) Berikan makanan dalam porsi kecil tetapi sering.
Rasional : Meminimalkan anoreksia, mual sehubungan dengan status uremik.
e) Kolaborasi pemberian obat anti emetic.
Rasional : Antiemetik dapat menghilangkan mual dan muntah dan dapat meningkatkan pemasukan oral.
3) Aktivity intolerans b/d kelemahan.
Intervensi:
a) Kaji kebutuhan pasien dalam beraktifitas dan penuhi kebutuhan ADL
Rasional : Memberi panduan dalam penentuan pemberian bantuan dalam pemenuhan ADL.
b) Kaji tingkat kelelahan.
Rasional : Menentukan derajat dan efek ketidakmampun.
c) Identifikasi factor stess/psikologis yang dapat memperberat.
Rasional
: Mempunyai efek akumulasi (sepanjang factor psykologis) yang dapat
diturunkan bila ada masalah dan takut untuk diketahui.
d) Ciptakan lingkungan tengan dan periode istirahat tanpa gangguan.
Rasional : Menghemat energi untuk aktifitas perawatan diri yang diperlukan .
e) Bantu aktifitas perawatan diri yang diperlukan.
Rasional : memungkinkan berlanjutnya aktifitas yang dibutuhkan memberika rasa aman bagi klien.
f) Kolaborasi pemeriksaan laboratorium darah.
Rasional
: Ketidak seimbangan Ca, Mg, K, dan Na, dapat menggangu fungsi
neuromuscular yang memerlukan peningkatan penggunaan energi Ht dan Hb
yang menurun adalah menunjukan salah satu indikasi teerjadinya gangguan
eritopoetin.
4) Kecemasan B/D ketidak tahuan proses penyakit.
Intervensi.
a) Kaji tingkat kecenmasan klien.
Rasional : Menentukan derajat efek dan kecemasan.
b) Berikan penjelasan yang akurat tentang penyakit.
Rasional
: Klien dapat belajar tentang penyakitnya serta penanganannya, dalam
rangka memahami dan menerima diagnosis serta konsekuensi mediknya.
c) Bantu klien untuk mengidentifikasi cara memahami berbagai perubahan akibat penyakitnya.
Rasional : klien dapat memahami bahwa kehidupannya tidak harus mengalami perubahan berarti akibat penyakit yang diderita.
d) Biarkan klien dan keluarga mengekspresikan perasaan mereka.
Rasional
: Mengurangi beban pikiran sehingga dapat menurunkan rasa cemas dan
dapat membina kbersamaan sehingga perawat lebih mudah untuk melaksanakan
intervensi berikutnya.
e) Memanfaatkan waktu kunjangan yang fleksibel, yang memungkinkan kehadiran kelurga.
Rasional : Mengurangi tingkat kecemasan dengan menghadirkan dukungan keluarga.
b. Diagnosa Keperawatan pasien dengan gagal ginjal cronis (CRF)
1) Gangguan pola napas B/D adanya dyspnoe
Intervensi.
a) Observasi pola napas klien.
Rasional : Dyspnoe, Tachikardi, dan pernapasan irreguler dan bunyi ronchi adalah indikasi adanya gangguna saluran napas.
b) Kaji warna kulit, kuku dan membrane mukosa.
Rasional
: Kepucatan merupakan indikasi anemia dan sianosis terkait dengan
kongesti dan gagal jantung yang berakibat perfusi jaringan yang tidak
adekuat.
c) Atur posisi semi fowler
Rasional : Posisi semi fowler memungkinkan organ abdomen menjauhi diafragma sehingga ekspansi paru obtimal.
d) Observasi VS.
Rasional : Gangguan pertukaran O2 mengakibatkan perubahan pada VS, terutama BP, HR, RR.
e) Kolaborasi untuk pemberian tambahan oksigen.
Rasional : Maksimumkan kebutuhan O2 untuk kebutuhan miokardium.
f) Kolaborasi pemeriksaan AGD.
Rasional : AGD sangat penting untuk mengetahui adanya gangguan pertukaran gas dalam paru.
2) Resti kerusakan integritas kulit B/D udema dan penimbunan orokrom.
a) Observasi kulit terhadap perubahan warna, turgor dan vascular.
Rasional : Menandakan area sirkulasi buruk/kerusakan yang dapat menimbulkan terjadinya dekubitus
b) Observasi area udema
Rasional : Jaringan udema lebih cenderung rusak/robek
c) Ubah posisi sesering mungkin
Rasional : Untuk menekan tekanan udem
d) Berikan perawatan kulit (kebersihan) dan pemberian lotion
Rasional : Menurunkan iritasi dermal dan resiko kerusakan kulit
f) Pertahankan linen kering bebas keriput
Rasional : menurunkan iritasi dermal dan resiko kerusakan kulit
g) Anjurkan pasien untuk menggunakan kompres lembab dan pertahankan kuku tetap pendek.
Rasional : menghilangkan ketidaknyamanan dan menurunkan resiko cedera (kulit).
h) Anjurkan untuk menggunakan pakaian katun longgar
Rasional : Mencegah iritasi dermal langsung dan meningkatkan evaporasi lembab pada kulit.
4. Pelaksanaan/tindakan Keperawatan
Pelaksanaan adalah perwujudan dari rencana keperawatan yang meliputi tindakan-tindakan yang direncanakan oleh perawat.
Dalam
melaksanakan proses keperawatan harus kerjasama dengan tim
kesehatan-kesehatan yang lain keluarga klien dan dengan klien sendiri,
yang meliputi 3 hal :
a. Melaksanakan tindakan keperawatan dengan memperhatikan kode etik dengan standar praktek dan sumber-sumber yang ada.
b. Mengidentifikasi respon klien.
c. Mendokumentasikan/mengevaluasi pelaksanaan tindakan keperawatan dan respon pasien.
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan :
a. Kebutuhan klien.
b. Dasar dari tindakan.
c. Kemampuan perseorangan dan keahlian/keterampilan dari perawat.
d. Sumber-sumber dari keluarga dan klien sendiri.
e. Sumber-sumber dari instansi.
5. Evaluasi
Pada
tahap akhir dari proses keperawatan adalah mengevaluasi respon pasien
terhadap perawatan yang diberikan untuk memastikan bahwa hasil yang
diharapkan telah dicapai. Evaluasi yang merupakan proses terus menerus,
diperlukan untuk menentukan seberapa baik rencana perawatan yang
dilaksanakan.
Evaluasi
merupakan proses yang interaktif dan kontinu, karena setiap tindakan
keperawatan dilakukan, respon pasien dicatat dan dievaluasi dalam
hubungannya dengan hasil yang diharapkan kemudian berdasarkan respon
pasien, revisi intervensi keperawatan/hasil pasien yang mungkin
diperlukan.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. 2009. Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktik Klinis, Edisi 9. Jakarta: EGC.
Doenges, Marilynn C, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Pedoman untuk Perencanaa dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3. Jakarta: EGC
Guyton, Arthur C. 1996. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit (Human Physiology and Mechanisms Disease, Edisi Revisi 3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Lang, Florian dan Silbernagl, Stefan. 2007. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Mansjoer, Arif, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius, Fakultas Kedokteran UI.
Smeltzer and Brenda. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah, Brunner and Suddarth edisi 8 volume 2. Jakarta: EGC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar