ASUHAN IBU BERSALIN KALA III
A. FISIOLOGI KALA III
Pada
kala tiga persalinan, otot uterus (miometrium) berkontaksi mengikuti
penyusutan volume rongga uterus setelah lahirnya bayi. Penyusutan ukuran
ini menyebabkan berkurangnya ukuran tempat perlekatan plasenta. Karena
tempat perlekatan menjadi semakin kecil, sedangkan ukuran plasenta tidak
berubah maka plasenta akan terlipat, menebal dan kemudian lepas dari
dinding uterus. Setelah lepas, plasenta akan turun ke bagian bawah
uterus atau ke dalam vagina.
Tanda – tanda lepasnya plasenta mencakup beberapa atau semua hal di bawah ini :
a. Perubahan bentuk dan tinggi fundus.
Setelah bayi lahir dan sebelum miometrium mulai berkontraksi, uterus
berbentuk bulat penuh dan tinggi fundus biasanya di bawah pusat. Setelah
uterus berkontraksi dan plasenta terdorong ke bawah, uterus berbentuk
segitiga atau seperti buah pear atau alpukat dan fundus berada di atas
pusat (seringkali mengarah ke sisi kanan).
b. Tali pusat memanjang. Tali pusat terlihat menjulur keluar melalui vulva (tanda Ahfeld)
c. Semburan darah mendadak dan singkat.
Darah yang terkumpul dibelakang plasenta akan membantu mendorong
plasenta keluar dibantu oleh gaya gravitasi. Apabila kumpulan darah (
retroplacental pooling ) dalam ruang diantara dinding uterus dan
permukaan dalam plasenta melebihi kapasitas tampungnya maka darah
tersembur keluar dari tepi plasenta yang terlepas.
A. MANAJEMEN AKTIF KALA III
Tujuan
manajemen aktif kala III adalah untuk mengahsilkan kontraksi uterus
yang lebih efektif sehingga dapat mempersingkat waktu, mencegah
perdarahan dan mengurangi kehilangan darah kala tiga persalinan jika
dibandingkan dengan penatalaksanaan fisiologis. Sebagian besar kasus
kesakitan dan kematian ibu di Indonesia disebabkan oleh perdarahan pasca
persalinan diaman sebagian besar disebabkan oleh atonia uteri dan
retensio plasenta yang sebenarnya dapat dicegah dengan melakukan
manajemen aktif kala tiga.
Penelitian Prevention of Postparum hemorrhage Intervension 2006 tentang praktik manajemen aktif kala tiga (Active Managementof Third Stage of Labor / AMTSL)di
20 rumah sakit di Indonesia menunjukkan bahwa hanya 30 % rumah sakit
melaksanakan hal tersebut. Hal ini sangat berbeda jika dibandingkan
dengan praktik manajemen aktif ditingkat pelayanan kesehatan primer (BPS
atau Rumah Bersalin) di daerah intervensi APN (kabupaten Kuningan dan
Cirebon) dimana sekitar 70 % melaksanakan manajemen aktif kala tiga bagi
ibu – ibu bersalin yang ditangani. Jika ingin menyelamatkan banyak ibu
bersalin maka sudah sewajarnya jika manajemen aktif kala tiga tidak
hanya dilatihkan tetapi juga dipraktikkan dan menjadi standar asuhan
persalinan.
Keuntungan manajemen aktif kala tiga :
a. Persalinan kala tiga yang lebih singkat
b. Mengurangi jumlah kehilangan darah
c. Mengurangi kejadian retensio plasenta
Manajemen aktif kala tiga terdiri atas tiga langkah utama :
a. Pemberian suntikan oksitosin dalam 1 menit pertama setelah bayi lahir
b. Melakukan penegangan tali pusat terkendali
c. Masase fundus uteri
a. Pemberian Suntikan Oksitosin
1. Letakkan
bayi baru lahir diatas kain bersih yang telah disiapkan diperut bawah
ibu dan minta ibu atau pendampingnya untuk membantu memegang bayi
tersebut.
2. Pastikan tidak ada bayi lain (Undiagnosed twin) di dalam uterus
Alasan : Oksitosin
menyebabkan uterus berkontraksi yang akan sangat menurunkan pasokan
oksigen kepada bayi. Hati – hati jangan menekan kuat pada korpus uteri
karena dapat terjadi kontraksi tetanik yang akan menyulitkan pengeluaran
plasenta.
3. Beritahu ibu bahwa ia akan disuntik
4. Segera
(dalam 1 menit pertama setelah bayi lahir) suntikkan oksitosin 10 IU
secara IM pada 1/3 bagian atas paha bagian luar (aspektus lateralis)
Alasan : Oksitosin
merangsang fundus uteri untuk berkontraksi dengan kuat dan efektif
sehingga dapat membantu pelepasan plasenta dan mengurangi kehilangan
darah . Aspirasi sebelum penyuntikan akan mncegah penyuntikan oksitosin
ke pembuluh darah.
Catatan
: Jika oksitosin tidak tersedia, minta ibu untuk melakukan stimulasi
putting susu atau menganjurkan ibu untuk menyusukan dengan segera. Ini
akan menyebabkan pelepasan oksitosin secara alamiah.
5. Dengan
mengerjakan semua prosedur terlebih dahulu maka akan memberi cukup
waktu pada bayi untuk memperoleh sejumlah darah kaya zat besi dan
setelah itu (setelah dua menit) baru dilakukan tindakan penjepitan dan
pemotongan tali pusat .
6. Serahkan bayi yang telah terbungkus kain pada ibu untuk inisiasi menyusu dini dan kontak kulit – kulit dengan ibu.
7. Tutup kembali perut bawah ibu dengan kain bersih
Alasan : Kain
akan mencegah kontaminasi tangan penolong persalinan yang sudah memakai
sarung tangan dan mencegah kontaminasi oleh darah pada perut ibu.
b. Penegangan Tali Pusat Terkendali (PTT)
1. Berdiri di samping ibu
2. Pindahkan klem (penjepit untuk memotong tali pusat saat kala dua) pada tali pusat sekitar 5 – 10 cm dari vulva. Alasan : Memegang tali pusat lebih dekat ke vulva akan mencegah avulsi.
3. Letakkan
tangan yang lain pada abdomen ibu (beralaskan kain) tepat di atas
simfisis pubis. Gunakan tangan ini untuk meraba kontraksi uterus dan
menekan uterus pada saat melakukan penegangan tali pusat. Setelah
terjadi kontraksi yang kuat, tegangkan tali pusat dengan satu tangan
dan tangan yang lain (pada dinding abdomen) menekan uterus kearah
lumbal dan kepala ibu (dorso kranial). Lakukan secara hati hati untuk
mencegah terjadinya inversio uteri.
4. Bila
plasenta belum lepas, tunggu hingga uterus berkontraksi kembali
(sekitar 2 atau 3 menit berselang) untuk mengulangi kembali penegangan
tali pusat terkendali.
5. Saat
mulai kontraksi (uterus menjadi bulat atau tali pusat menjulur)
tegangkan tali pusat ke arah bawah, lakukan tekanan dorso kranial hingga
tali pusat makin menjulur dan korpus uteri bergerak keatas yang
menandakan plasenta telah lepas dan dapat dilahirkan.
1. Tetapi
jika langkah lima diatas tidak berjalan sebagaimana mestinya dan
plasenta tidak turun setelah 30 – 40 detik dimulainya penegangan tali
pusat dan tidak ada tanda – tanda yang menunjukkan lepasnya plasenta, jangan teruskan penegangan tali pusat.
a. Pegang klem dan tali pusat dekat ke perineum pada saat tali pusat memanjang. Pertahankan kesabaran pada saat nelahirkan plasenta.
b. Pada
saat kontraksi berikutnya terjadi, ulangi penegangan tali pusat
terkendali dan tekanan dorso kranial pada korpus uteri secara serentak.
Ikuti langkah langkah tersebut pada setiap kontraksi hingga terasa
plasenta terlepas dari dinding uterus.
2. Setelah
plasenta terpisah, anjurkan ibu untuk meneran agar plasenta terdorong
keluar melalui introitus vagina. Tetap tegangakan tali pusat dengan arah
sejajar lantai (mengikuti poros jalan lahir).
Alasan : Segera melepaskan plasenta yang telah terpisah dari dinding uterus akan mencegah kehilangan darah yang tidak perlu.
1. Pada
saat plasenta terlihat pada introitus vagina , lahirkan plasenta dengan
mengangkat tali pusat keatas dan menopang plasenta dengan tangan
lainnya untuk diletakkan dalam wadah penampung. Karena selaput ketuban
mudah robek, pegang plasenta dengan kedua tangan dan secara lembut putar
plasenta hingga selaput ketuban terpilin menjadi satu.
2. Lakukan penarikan dengan lembut dan perlahan lahan untuk melahirkan selaput ketuban. Alasan : Melahirkan plasenta dan selaputnya dengan hati hati akan membantu mencegah tertinggalnya selaput ketuban di jalan lahir.
1. Jika selaput ketuban robek dan tertinggal di jalan lahir
saat melahirkan plasenta, dengan hati hati periksa vagina dan serviks
dengan seksama. Gunakan jari jari tangan anda atau klem DTT atau steril
atau forsep untuk keluarkan selaput ketuban yang teraba.
Catatan :
Jika plasenta belum lahir
dalam waktu 15 menit, berikan 10 unit oksitosin IM dosis kedua. Periksa
kandung kemih. Jika ternyata penuh, gunakan tehnik aseptik untuk
memasukkan cateter Nelaton DTT atau steril untuk mengosongkan kandung
kemih. Ulangi kembali penegangan tali pusat dan tekanan dorso kranial
seperti diuraikan di atas. Apabila tersedia akses dan mudah menjangkau
fasilitas kesehatan rujukan maka nasehati keluarga bahwa mungkin ibu
perlu dirujuk apabila plasenta belum lahir setelah 30 menit bayi lahir.
Pada
menit ke 30 coba lagi melahirkan plasenta dengan melakukan penegangan
tali pusat untuk terakhir kalinya. Jika plasenta tetap tidak lahir,
rujuk segera. Tetapi apabila fasilitas kesehatan rujukan sulit
dijangakau dan kemudian timbul perdarahan maka sebaiknya dilakukan
tindakan manual plasenta. Untuk melaksanakan hal tersebut, pastikan
bahwa petugas kesehatan telah terlatih dan kompeten untuk melaksanakan
tindakan atau prosedur yang diperlukan.
Perhatikan :
Jika
plasenta belum lahir dan mendadak terjadi perdarahan maka segera
lakukan tindakan plasenta manual untuk segera mengosongkan kavum uteri.
Jika pascatindakan tersebut, masih terjadi perdarahan maka lakukan
kompresi bimanual internal / eksternal atau kompresi aorta. Beri
oksitosin 10 IU dosis tambahan dan misoprostol 600 – 1000 mcg per
rektal. Tunggu hingga uterus berkontraksi kuat dan perdarahan berhenti,
baru hentikan tindakan kompresi.
PLASENTA MANUAL
Plasenta
manual adalah tindakan untuk melepas plasenta secara manual (
menggunakan tangan ) dari tempat implantasinya dan kemudian
melahirkannya keluar dari kavum uteri.
Prosedur Plasenta Manual
Persiapan
a. Pasang set dan cairan infus
b. Jelaskan pada ibu prosedur dan tujuan tindakan
c. Lakukan anastesia verbal atau analgesia per rektal
d. Siapkan dan jalankan prosedur pencegahan infeksi
Tindakan penetrasi ke dalam kavum uteri
1. Pastikan kandung kemih dalam keadaan kosong
2. Jelaskan tali pusat dengan klem pada jarak 5 – 10 cm dari vulva, tegangkandengan satu tangan sejajar lantai
3. Secara
obstretik, masukkan tangan lainnya ( punggung tangan menghadap ke bawah
) ke dalam vagina dengan menelusuri sisi bawah tali pusat
4. Setelah
mencapai bukaan serviks, minta seorang asisten / penolong lain untuk
memegangkan klem tali pusat kemudian pindahkan tangan luar untuk menahan
fundus uteri
5. Sambil menahan fundus uteri, masukkan tangan dalam hingga ke kavum uteri sehingga mencapai tempat implantasi plasenta
6. Bentangkan
tangan obstetrik menjadi datar seperti memberi salam ( ibu jari merapat
ke jari telunjuk dan jari jari saling merapat )
Melepas plasenta dari dinding uterus
7. Tentukan implantasi plasenta, temukan tepi plasenta paling bawah
§ Bila
plasenta berimplantasi di korpus belakang, tali pusat tetap di sebelah
atas dan sisipkan ujung jari jari tangan diantar plasenta dan dinding
uterus dimana punggung tangan menghadap ke bawah ( posterior ibu )
§ Bila
di korpus depan maka pindahkan tangan ke sebelah atas tali pusat dan
sisipkan ujung jari jari tangan diantara plasenta dan dinding uterus
dimana punggung tangan menghadap ke atas ( anterior ibu )
8. Setelah
ujung – ujung jari masuk diantara plasenta dan dinding uterus maka
perluas pelepasan plasenta dengan jalan menggeser tangan ke kanan dan
kiri sambil digeserkan ke atas (kranial ibu) hingga semua perlekatan
plasenta terlepas dari dinding uterus.
Catatan :
· Bila
tepi plasenta tidak teraba atau plasenta berada pada dataran yang sama
tinggi dengan dinding uterus maka hentikan upaya plasenta manual karena
hal itu menunjukkan plasenta inkreta (tertanam dalam miometrium)
· Bila
hanya sebagian dari implantasi plasenta dapat dilepaskan dan bagian
lainnya melekat erat maka hentikan pula plasenta manual karena hal
tersebut adalah plasenta akreta. Untuk keadaan ini sebaiknya ibu diberi
uterotonika tambahan ( misoprostol 600 mcg per rektal ) sebelum dirujuk
ke fasilitas kesehatan rujukan.
Mengeluarkan Plasenta
9. Sementara satu tangan masih di dalam cavum uteri, lakukan eksplorasi untuk menilai tidak ada sisa plasenta yang tertinggal
10. Pindahkan
tangan luar dari fundus ke supra simfisis ( tahan segmen bawah uterus )
kemudian instruksikan asisten / penolong untuk menarik tali pusat
sambil tangan dalam membawa plasenta keluar ( hindari terjadinya
percikan darah )
11. Lakukan
penekanan ( dengan tangan yang menahan suprasimfisis ) uterus kearah
dorso kranial setelah plasenta dilahirkan dan tempatkan plasenta di
dalam wadah yang telah disediakan
Pencegahan infeksi pascatindakan
12. Dekontaminasi sarung tangan ( sebelum dilepaskan ) dan peralatan lain yang digunakan
13. Lepaskan dan rendam sarung tangan dan peralatan lainnya dalam larutan klori 0,5 % selama 10 menit
14. Cuci tangan dengan sabun dan air bersih mengalir
15. Keringkan tangan dengan handuk bersih dan kering
Pemantauan pascatindakan
16. Periksa kembali tanda vital ibu
17. Catat kondisi ibu dan buat laporan tindakan
18. Tuliskan rencana pengobatan, tindakan yang masih diperlukan dan asuhan lanjutan
19. Beritahu kepada ibu dan keluarganya bahwa tindakan telah selesai tapi ibu masih memerlukan pemantauan dan asuhan lanjutan
20. Lanjutan pemantauan ibu hingga 2 jam pascatindakan sebelum dipindahkan ke ruang rawat gabung
Rangsangan Taktil ( Massase ) Fundus Uteri
Segera setelah plasenta lahir, lakukan masase fundus uterus
1. Letakkan telapak tangan pada fundus uteri
2. Jelaskan
tindakan kepada ibu, katakan bahwa ibu mungkin merasa agak tidak nyaman
karena tindakan yang diberikan. Anjurkan ibu untuk menarik nafas dalam
dan perlahan secara rileks
3. Dengan
lembut tapi mantab gerakkan tangan dengan arah memutar pada fundus
uteri supaya uterus berkontraksi. Jika uterus tidak berkontraksi dalam
waktu 15 detik, lakukan penatalaksanaan atonia uteri.
4. Periksa olasenta dan selaputnya untuk memastikan keduanya lengkap dan utuh :
a. Periksa
plasenta sisi maternal ( yang melekat pada dinding uterus ) untuk
memastikan bahwa semuanya lengkap dan utuh ( tidak ada bagian yang
hilang )
b. Pasangkan bagian bagian plasenta yang robek atau terpisah untuk memastikan tidak ada bagian yang hilang
c. Periksa plasenta sisi foetal ( yang menghadap ke bayi ) untuk memastikan tidak ada kemungkinan lobus tambahan ( suksenturiata )
d. Evaluasi selaput untuk memastikan kelengkapannya
5. Periksa
kembali uterus setelah satu hingga dua menit untuk memastikan uterus
berkontraksi. Jika uterus masih belum berkontraksi baik, ulangi masase
fundus uteri. Ajarkan ibu dan keluarganya cara melakukan masase uterus
sehingga mampu untuk segera mengetahui jika uterus tidak berkontraksi
baik
6. Periksa
kontraksi uterus setiap 15 menit selama satu jam pertama
pascapersalinan dan setiap 30 menit selama satu jam kedua
pascapersalinan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar