BAB I
PENDAHULUAN
Fenomena
persepsi kecantikan dan image ini tentu saja memilik efek negatif. Efek negatif
tersebut adalah apa yang kita sebut dengan ‘korban mode’. Para
korban mode ini terjebak pada mode yang sedang trend pada saat itu tanpa
melihat apakah mode tersebut cocok dengan dirinya baik dari fisik maupun image
dirinya. Efek negatif lainnya adalah beberapa wanita yang berlomba-lomba untuk
mengkuruskan badan dengan cara atau metode yang salah. Fenomena ini benar-benar
memprihatinkan. Persepsi kurus bagi wanita sekarang ini cenderung menjadi
wanita yang benar-benar kurus kering kerontang. Hal inilah kemudian menjadi apa
yang kita kenal dengan istilah anorexia nervosa dan bulimia nervosa
(http://rainierfarabi.blogspot.com, diambil pada tanggal 6 Mei 2008).
Menurut
Roberta Honigman & David J. Castle, body image adalah gambaran mental seseorang
terhadap bentuk dan ukuran tubuhnya; bagaimana seseorang mempersepsi dan
memberikan penilaian atas apa yang dia pikirkan dan rasakan terhadap ukuran dan
bentuk tubuhnya, dan atas bagaimana kira-kira penilaian orang lain terhadap
dirinya. Sebenarnya, apa yang dia pikirkan dan rasakan, belum tentu benar-benar
merepresentasikan keadaan yang aktual, namun lebih merupakan hasil penilaian
diri yang subyektif.
BAB II
PEMBAHASAN
PENGARUH
BODY IMAGE BAGI POLA KONSUMSI REMAJA
Peran
masyarakat dan media membawa pengaruh yang besar dalam mendorong seseorang
untuk begitu peduli pada penampilan dan image tubuhnya. Sejak dulu di dalam
masyarakat sudah terlihat pola-pola bahwa yang cantik, yang ganteng, yang
‘keren’, dan yang langsing, akan lebih populer, disukai dan banyak mendapatkan
peluang di sana sini dari pada yang “biasa-biasa saja”. Belum lagi, berbagai
media dan iklan bermunculan untuk memperkenalkan keampuhan produk mereka yang
tentu saja banyak mendapat sambutan hangat dari masyarakat, baik tua maupun
muda, pria maupun wanita. Kehadiran media, tidak dipungkiri semakin mendorong
pribadi-pribadi untuk meletakkan standard ideal dirinya seperti yang
dikehendaki oleh ‘masyarakat’. Kecantikan dan kesempurnaan fisik, menjadi
ukuran ideal bagi seseorang sehingga banyak yang berusaha mengejar kecantikan
dan kesempurnaan, dengan bantuan kosmetik, gymnastic, fashion yang up to date,
ke salon, sampai dengan melakukan koreksi wajah dan tubuh di sana sini.
Semua itu,
bisa saja membuat orang semakin stress ketika dirinya meletakkan penilaian dan
penerimaan sosial di atas segala-galanya. Padahal, kesempurnaan atau pun
kecantikan itu adalah sebuah nilai yang relatif, karena berbeda antara satu
individu dengan yang lain, antara satu budaya dengan yang lain, antara satu
masyarakat dengan masyarakat lain (Hill dan Monks (1990) mengungkapkan bahwa
remaja merupakan salah satu penilai yang penting terhadap badannya sendiri
sebagai rangsang sosial. Bila ia mengerti bahwa badannya sendiri sebagai
rangsang sosial. Bila ia mengerti bahwa badannya tadi menuruti persyaratannya,
maka hal ini berakibat positif terhadap penialain dirinya. Bila ada
penyimpangan-penyimpangan timbullah masalah-masalah yang berhubungan dengan
penilaian diri dan sikap sosialnya Studi menyebutkan, gadis remaja sering
terjebak dengan pola makan tak sehat, penurunan berat badan secara dratis,
bahkan sampai gangguan pola makan. Diantara 2.500 remaja yang mengikuti studi
ini, mereka yang mencoba mengontrol berat badannya, tiga kali lipat dibanding
remaja lainnya akan mengalami kenaikan berat badan pada lima tahun ke depan. Mereka juga memiliki
resiko mengalami ganguan pola makan, seperti memuntahkan kembali makanan,
menggunakan pil-pil diet, obat dengan sifat laksatif (memaksa kotoran dari usus
keluar dengan paksa) ataupun menggunakan obat pelangsing yang bersifat diuretik
(sering buang air kecil) untuk menurunkan bobot tubuh.
Dr. Dianne
Neumark-Sztainer dan kolega dari Universitas Minnesota,
Minneapolis
menulis penemuan mereka di Journal American Dietetic Association. Studi ini
menganalisa pola pengontrol berat badan pada 2.516 pelajar di Minnesota,
termasuk cara 'diet tak sehat' - seperti menahan diri untuk tak makan apapun
atau mengganti makanan dengan minuman diet - dan juga diet yang mereka yakini
sebagai 'diet sehat', seperti banyak makan buah dan sedikit konsumsi gula.
Hasilnya, 58 persen gadis remaja dan 31 persen remaja pria melakukan pengurangan
berat badan secara tak sehat.
Perkembangan
media informasi saat ini sedikit banyak telah menyumbangkan pengaruh yang cukup
besar bagi pembentukan citra tubuh (body image) pada diri individu. Semakin
maraknya penggambaran citra tubuh ’ideal’ di media massa melalui penayangan
penggunaan model-model iklan dengan postur tubuh yang ’serupa’, penayangan
kontes kecantikan yang mensyaratkan berat dan tinggi badan tertentu, serta
penayangan iklan-iklan obat penurun berat badan, seolah-olah semakin menguatkan
bahwa bentuk tubuh yang ideal adalah bentuk tubuh yang ’langsing’ sedangkan
bentuk tubuh yang ’gendut’ adalah bentuk tubuh yang jelek dan tak diinginkan.
Penggambaran
citra tubuh yang lebih berorientasi pada pencarian keuntungan secara materiil
tanpa mempertimbangkan dampak pada pembentukkan citra diri dalam masyarakat,
telah menghasilkan dampak negatif tersendiri. Remaja sebagai individu yang
masih berada pada fase peralihan guna mendapatkan identitas dirinya menjadi
sangat mudah terpengaruhi oleh penggambaran media ini. Berbagai upaya untuk
mendapatkan bentuk tubuh sebagaimana yang digambarkan media, bisa jadi membuat stress
tersendiri bagi para remaja, bahkan pada tingkat yang ekstrim bisa menyebabkan
penyimpangan perilaku makan seperti anorexia nervosa dan bulimia nervosa. Untuk
itu studi lebih lanjut mengenai citra tubuh (body image) pada remaja pelaku
diet perlu dilakukan.
Menurut
Roberta Honigman & David J. Castle, body image adalah gambaran mental
seseorang terhadap bentuk dan ukuran tubuhnya; bagaimana seseorang mempersepsi
dan memberikan penilaian atas apa yang dia pikirkan dan rasakan terhadap ukuran
dan bentuk tubuhnya, dan atas bagaimana kira-kira penilaian orang lain terhadap
dirinya. Sebenarnya, apa yang dia pikirkan dan rasakan, belum tentu benar-benar
merepresentasikan keadaan yang aktual, namun lebih merupakan hasil penilaian
diri yang subyektif.
Studi menyebutkan,
gadis remaja sering terjebak dengan pola makan tak sehat, penurunan berat badan
secara dratis, bahkan sampai gangguan pola makan. Diantara 2.500 remaja yang
mengikuti studi ini, mereka yang mencoba mengontrol berat badannya, tiga kali
lipat dibanding remaja lainnya akan mengalami kenaikan berat badan pada lima tahun ke depan.
Mereka juga memiliki resiko mengalami ganguan pola makan, seperti memuntahkan
kembali makanan, menggunakan pil-pil diet, obat dengan sifat laksatif (memaksa
kotoran dari usus keluar dengan paksa) ataupun menggunakan obat pelangsing yang
bersifat diuretik (sering buang air kecil) untuk menurunkan bobot tubuh.
CONTOH
Dampak
Buruk Minum Susu
Studi
tentang susu telah menunjukkan bahwa konsumsi susu memiliki berbagai efek negatif
terhadap konsumen, terutama bagi pemilik kulit gelap. Kebanyakan, susu yang
dijual dipasaran tidak diproduksi dengan cara yang sama seperti susu yang
diperoleh secara alami dari peternakan. Sapi penghasil susu saat ini adalah
sapi yang jarang makan, sakit, atau bunting di mana hormonnya sedang tidak
bagus. Hormon ini kemudian masuk ke dalam susu dan memberi efek buruk bagi
peminum susu.
Progesteron
yang terdapat dalam susu sapi betina bunting terurai menjadi androgen. Androgen
adalah hormon steroid yang mengendalikan sifat maskulin dan karakteristik
setiap hewan bertulang belakang. Androgen yang paling sering dibahas adalah
testosteron.
Beberapa
dokter berpikir bahwa perkembangan jerawat yang dialami remaja dapat dikaitkan
dengan konsumsi susu yang memiliki kandungan ekstraandrogen. Ketika anak
laki-laki memasuki masa puber, misalnya, hormon testosteron bertambah akibat
mengonsumsi beberapa gelas susu setiap hari. Kebiasaan ini yang menyebabkan
kulit mengalami permasalahan cukup serius.
Selain
itu, banyak orang alergi susu, dan manifestasi reaksi ini terlihat pada kulit,
seperti dermatitis atopik pada bayi. Dermatitis atopik merupakan peradangan
menahun pada lapisan atas kulit yang menyebabkan rasa gatal. Sementara orang
dewasa mengalami lactose intolerant, yakni reaksi alergi susu yang dapat
berwujud jerawat.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
orang semakin stress ketika dirinya meletakkan
penilaian dan penerimaan sosial di atas segala-galanya. Padahal, kesempurnaan
atau pun kecantikan itu adalah sebuah nilai yang relatif, karena berbeda antara
satu individu dengan yang lain, antara satu budaya dengan yang lain, antara
satu masyarakat dengan masyarakat lain
B. SARAN
Janganlah terpengaruh pada hal – hal buruk yang
kita dapa dari pengaruh pergaulan sehari – hari kita karena kesehatan adalah
asset utama bagi kehidupan sekarang dan
di masa depan
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar