BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kejang demam pada anak merupakan suatu peristiwa yang menakutkan pada kebanyakan orang tua karena kejadiannya yang mendadak dan kebanyakan orang tua tidak tahu harus berbuat apa. Kejang demam adalah kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal >38°C) yang disebabkan oleh suatu proses diluar otak. Tidak jarang orang tua khawatir jika anaknya panas, apakah nanti akan kejang atau tidak.
Dari penelitian, kejadian kejang demam sendiri tidaklah terlalu besar yaitu sekitar 2-4 %, artinya dari 100 anak dengan demam ada sekitar 2-4 yang mengalami kejang. Kejang demam terjadi pada usia 6 bulan – 5 tahun dan terbanyak terjadi pada usia 17-23 bulan. Saat menghadapi si kecil yang sedang kejang demam, sedapat mungkin cobalah bersikap tenang. Sikap panik hanya akan membuat kita tidak tahu harus berbuat apa yang mungkin saja akan membuat penderitaan anak tambah parah kesalahan orang tua adalah kurang tepat dalam menangani kejang demam itu sendiri yang kemungkian terbesar adalah disebabkan karena kurang pengetahuan orang tua dalam menangani. ( Ike Mardiati Agustin, 2008 )
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh ( suhu rectal diatas 38° C ) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranial. Kejang demam merupakan kelainan neurologis yang paling serimg dijumpai pada anak terutama pada usia 6 bulan sampai 5 tahun. Hampir 3 % anak berusia 5 tahun pernah menderitanya. Kejang demam harus dibedakan dengan epilepsi yang ditandai dengan berulang tanpa demam. ( Soetomenggono TS, 1999 )
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah “Bagaimana Asuhan Kebidanan Terhadap An.Z dengan Demam Kejang di Ruang Anak Rumah Sakit Angkatan Laut Tanjungpinang”
1.3 Tujuan Makalah
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui asuhan kebidanan terhadap An.Z dengan Demam Kejang di ruang Anak Rumah Sakit Angkatan Laut Tanjungpinang.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui pengertian dari Kejang Demam.
b. Untuk mengetahui etiologi Kejang Demam.
c. Untuk mengetahui patofisiologi Kejang Demam.
d. Untuk mengetahui cara menegakkan diagnosa pada Kejang Demam
e. Untuk mengetahui penatalaksaaan Kejang Demam
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Pengertian
Kejang demam merupakan gangguan transien pada anak yang terjadi bersamaan dengan demam. Keadaan ini merupakan salah satu gangguan neurologik yang paling sering di jumpai pada anak-anak dan menyerang sekitar 4% anak. Kebanyakan serangan kejang terjadi setelah usia 6 bulan dan biasanya sebelum usia 3 tahun dengan peningkatan frekuensi serangan pada anak-anak yang berusia kurang dari 18 bulan. Kejang demam jarang terjadi setelah usia 5 tahun (Dona L. Wong, 2008).
Kejang merupakan perubahan fungsi otak mendadak dan sementara sebagai akibat dari aktivitas neuronal yang abnormal dan pelepasan listrik serebral yang berlebihan (Cecily L. Betz dan Linda A. Sowden, 2002). Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh suhu rektal di atas 38 C yang di sebabkan oleh proses ekstrakranium. Jadi kejang demam adalah kenaikan suhu tubuh yang menyebabkan perubahan fungsi otak akibat perubahan potensial listirik serebral yang berlebihan sehingga mengakibatkan renjatan berupa kejang
Kejang demam adalah serangan kejang yang terjadi karena kenaikan suhu tubuh suhu rektal di atas 38 C. (Riyadi dan sujono, 2009). Kejang demam suatu kejang yang terjadi pada usia antara 3 bulan hingga 5 tahun, yang berkaitan dengan demam namun tanpa adanya tanda- tanda infeksi intracranial atau penyebab yang jelas.4% anak- anak prasekolah pernah mengalami kejang, selama ini yang paling sering ditemui adalah kejang demam. Sering terdapat riwayat serangan kejang demam pada anggota keluarga lain.Kejang demam ditimbulkan oleh demam dan cenderung muncul pada saat awal-awal demam. Penyebab yang paling sering adalah ispa. Kejang ini merupakan kejang umum dengan pergerakan klonik selama kurang dari 10 menit. Sistem saraf pusat normal dan tidak ada tanda- tanda deficit neurologis pada saat serangan telah menghilang. Sekitar 1/3 anak akan mengalami kejang demam kembali jika terjadi demam, tetapi sangat jarang yang mengalami kejang setelah usia 6 tahun. Kejang yang lama, fokal, atau berulang, atau gambaran EEG yang abnormal 2 minggu setelah kejang, menunjukan diagnosis epilepsy. (Roy Meadow and Simon newel, 2005). Kejang demam ditimbulkan dengan adanya demam yang lebih dari 38C dan infeksi yang dapat menyebabkan kejang-kejang pada anak di bawah 5 tahun.
2.2 Etiologi
Penyebab kejang demam masih belum dapat dipastikan. Pada sebagian besar anak, tingginya suhu tubuh, bukan kecepatan kenaikan suhu tubuh, menjadi faktor pencetus serangan kejang demam. Biasanya suhu demam lebih dari 38,8C dan terjadi saat suhu tubuh naik dan bukan pada saat setelah terjadinya kenaikan suhu yang lama .(Dona L. Wong, 2008).
Penyebab kejang mencakup faktor-faktor perinatal, malformasi otak kongenital, faktor genetik, penyakit infeksi(ensefalitis, meningitis), penyakit demam, gangguan metabolisme, trauma, neoplasma toksin, sirkulasi, dan penyakit degeneratif susuna saraf. Kejang di sebut idiopatik bila tidak dapat di temukan penyebabnya (Cecily L. Betz dan Linda A. Sowden, 2002)
Etiologi dan patogenesis tidak diketahui tetapi tampaknya ada pengaruh genetik yang kuat karena frekunsi kejang demam meningkat di antara anggota keluarga. Insiden pada orang tua berkisar antara 8 % - 22% dan pada saudara kandung 9 %- 17%. ( Abraham M. Rudolph, 2006) Kondisi yang dapat menyebabkan kejang demam antara lain : infeksi yang mengenai jaringan ekstrakranial seperti tonsilitis, otitis, media akut, bronkitis.(Riyadi dan sujono, 2009).
2.3 Patofisiologi
1. Proses Perjalanan Penyakit
infeksi yang terjadi pada jaringan di luar kranial seperti tonsilitis, otitis media akut, bronkitis penyebab terbanyaknya adalah bakteri yang bersifat toksik. Toksis yang di hasilkan oleh mikro organisme dapat menyebar ke seluruh tubuh melalui hematogen maupun limfogen.
Penyebaran toksis ke seluruh tubuh akan direspon oleh hipotalamus dengan menaikkan pengaturan suhu di hipotalamus sebagai tanda tubuh dalam bahaya secara sistemik. Naiknya pengaturan suhu di hipotalamus akan merangsang kenaikan suhu di bagian tubuh yang lain seperti otot, kulit sehingga terjadi peningkatan kontraksi otot.
Naiknya suhu dihipotalamus, otot, kulit, dan jaringan tubuh yang lain akan di sertai pengeluaran mediator kimia sepeti epinefrin dan prostagladin. Pengeluaran mediator kimia ini dapat merangsang peningkatan potensial aksi pada neuron. Peningkatan potensial inilah yang merangsang perpindahan ion Natrium, ion Kalium dengan cepat dari luar sel menuju ke dalam sel. peristiwa inilah yang diduga dapat menaikan fase depolarisasi neuron dengan cepat sehingga timbul kejang.
Serangan yang cepat itulah yang dapat menjadikan anak mengalami penurunan respon kesadaran, otot ekstremitas maupun bronkus juga dapat mengalami spasme sehingga anak beresiko terhadap injuri dan kelangsungan jalan nafas oleh penutupan lidah dan spasme bronkus. (Riyadi dan sujono, 2009).
2.4 Manifestasi klinik
Manifestasi yang terjadi pada kejang demam adalah: sebagian besar kejang demam terjadi dalam 24 jam pertama sakit, sering sewaktu suhu tubuh meningkat cepat, tetapi pada sebagian anak, tanda pertama penyakit mungkin kejang dan pada yang lain, kejang terjadi saat demam menurun. Derjat demam bukan merupakan faktor kunci yang memicu kejang. Selama suatu penyakit, setelah demam turun dan naik kembali sebagian anak tidak kembali kejang walaupun tercapai tingkatan suhu yang sama, dan sebagian anak yang lain tidak lagi mengalami kejang pada penyakit demam berikutnya walaupun tercapai tingkat suhu yang sama. (Abraham M. Rudolph, 2006)
Sebagian besar pasien mengalami kejangdemam jinak dan hanya akan sekali kejang selama suatu penyakit demam. Hanya 20% dari kejang demam pertama bersifat kompleks. Dari pasien yang mengalami kejang demam kompleks, sekitar 80% mengalami kejang kompleks sebagai kejang pertama. Anak yang kemungkinan besar mengalami kejang demam kompleks tidak dapat diketahui pasti sebelum kejadian. Namun, mereka cendrung bherusia kurang dari 18 bulan dan memiliki riwayat difungsi neurologik atau gangguan perkembangan.
2.5 klasifikasi
Kejang yang merupakan pergerakan abnormal atau perubahan tonus badan dan tungkai dapat diklasifikasikan menjadi 2 bagian yaitu : kejang parsial sederhana dan kejang parsial kompleks.
Kejang Parsial sederhana.
Kesadaran tidak terganggu dapat mencangkup satu atau lebih hal berikut ini
1. Tanda-tanda motoris : Kedutan pada wajah, tangan, atau salah satu sisi tubuh; umumnya gerakan setiap kejang sama.
2. Tanda atau gejala otonomik : muntah, berkeringat, muka merah, dilatasi pupil.
3. Gejala somatosensoris atau sensoris khusus : mendengar musik, merasa seakan jatuh dari udara, parestesia.
4. Gejala psikik : dejavu, rasa takut, visi panoramik.
Kejang Parsial Kompleks.
Terdapat gangguan kesadaran, walaupun pada awalnya sebagai kejang parsial simpleks. Dapat mencangkup otomatisme atau gerakan otomatik : Mengecap-ngecapkan bibir, mengunyah, gerakan mencongkel yang berulang-ulang pada tangan, dan gerakan tangan lainya. Dapat tanpa otomatisme tatapan terpaku. (Cecily L. Betz dan Linda A. Sowden, 2002).
2.6 Komplikasi
Akibat terkena serangan penyakit kejang demam secara mendadak dapat terjadi komplikasi sebagai berikut pnemonia aspirasi, asfiksia dan retradasi mental (Cecily L. Betz dan Linda A. sowden 2002).
2.7 Penatalaksanaan
Pembebasan jalan nafas dengan cara kepala dimiringkan, pakaian di longgarkan dan pengisapan lendir, Pemberian kompres untuk membantu menurunkan suhu tubuh. Kompres diletakan pada jaringan penghantar panas, dan Tirah baring
Terapi medis, Terapi obat epileptik adalah dasar dari penatalaksanaan medis. Terapi obat tunggal adalah terapi yang paling disukai, dengan tujuan menyeimbangkan kontrol kejang dan efek samping yang merugikan. Obat pilihan didasrkan pada jenis kejang, sindrom epileptik, dan variabel pasien.
Mekanisme kerja obat-obat antiepileptik bersifat kompleks dan belum jelas sepenuhnya. Obat antikolvulsan dapat mengurangi letupan neural, membantu aktivitas asam amino penghambat, atau mengurangi letupan letupan lambat dari neuron talamus. Berikut ini terdapat antikonvulsan yang umum dipakai : Fenobarbital, Feniton, Karbamazepim, Asam valproat, Primidon.
Pemberian antipiretik untuk menurunkan demam, pemberian oksigen, untuk membantu kecukupan perfusi jaringan, pemberian cairan intravena untuk mencukupi kebutuhan dan memudahkan dalam pemberian terapi intravena dan pemeriksaan laboratorium.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar