BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pelayanan kesehatan neonatal harus dimulai sebelum bayi dilahirkan, melalui pelayanan kesehatan yang diberikan kepada ibu hamil. Berbagai bentuk upaya pencegahan dan penanggulangan dini terhadap factor-faktor yang memperlemah kondisi seorang ibu hamil perlu diprioritaskan, seperti gizi yang rendah, anemia, dekatnya jarak antara kehamilan, dan buruknya hygine. Penelitian telah menunjukkan bahwa lebih dari 50% kematian bayi terjadi dalam periode neonatal, yaitu dalam bulan pertama kehidupan. Kurangbaiknya penanganan bayi yang baru lahir sehat akan mengalami kelainan yang dapat mengakibatkan kecacatan seumur hidup, bahkan kematian. Salah satu gangguan pada bayi baru lahir adalah seperi contohnya ikterus
Ikterus pada bayi baru lahir merupakan masalah yang sering dihadapi oleh tenaga kesehatan. Kurang lebih 50% bayi cukup bulan akan mengalami ikterus pada minggu pertama kehidupannya. Wama kuning pada kulit dan sklera terjadi akibat akumulasi bilirubin dalam darah.2-3.4P Peningkatan kadar bilirubin pada bayi baru lahir merupakan fase transisi yang normal, tetapi peningkatan kadamya dalam darah yang berlebih dapat menyebabkan kern ikterus, yang memerlukan penanganan khusus. Penentuan kadar bilirubin pada bayi baru lahir dapat dilakukan secara invasif yaitu dengan pemeriksaan laboratorium, atau secara non invasif. Pemeriksaan non invasif merupakan pemeriksaan yang mudah dan tidak menyakitkan. Ada 4 cara non invasif untuk memperkirakan kadar bilirubin yaitu dengan menggunakan ikterometer, bilirubinometer transkutaneus, pemeriksaan gas karbon monoksida dan secara visual. Penilaian ikterus secara visual merupakan cara yang paling sering digunakan untuk menilai ikterus pada bayi baru lahir dan sampai kini masih digunakan secara luas.
1.2 Tujuan
û Untuk mengetahui lebih jauh tentang ikterus pada bayi
û Untuk mengetahui tentang sebab terjadinya ikterus
û Untuk mengetahui penatalaksanaan pada bayi yang mengalami ikterus
BAB II
ISI
II.1 Definisi
Ikterus berarti gejala kuning karena penumpukan bilirubin dalam aliran darah yang menyebabkan pigmentasi kuning pada plasma darah yang menimbulkan perubahan warna pada jaringan yang memperoleh banyak aliran darah tersebut. Jaringan permukaan yang kaya elastin seperti sklera dan permukaan bawah lidah biasanya pertama kali menjadi kuning.Ikterus biasanya baru dapat dilihat kalau kadar bilirubin serum mencapai 2 - 3 mg/dl. Kadar bilirubin serum normal 0,3 – 1 mg/dl.
Berbagai Jenis Ikterus Neonatorum
a. Ikterus Fisiologis
Ikterus fisiologis menurut Tarigan (2003) dan Callhon (1996) dalam Schwats (2005) adalah ikterus yang memiliki karakteristik sebagai berikut:
û Timbul pada hari kedua – ketiga
û Kadar bilirubin indirek setelah 2 x 24 jam tidak melewati 15 mg % pada neonatus cukup bulan dan 10 mg % per hari pada kurang bulan
û Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg % perhari
û Kadar bilirubin direk kurang dari 1 mg %
û Ikterus hilang pada 10 hari pertama
û Tidak mempunyai dasar patologis
Sebagai neonatus , terutama bayi prematur, menunjukkan gejala ikterus pada hari pertama. Ikterus ini biasanya timbul pada hari ke dua, kemudian menghilang pada hari ke sepuluh, atau pada akhir minggu ke dua. Bayi dengan gejala ikterus ini tidak sakit dan tidak memerlukan pengobatan,kecuali dalam pengertian mencegah terjadinya penumpukan bilirubin tidak langsung yang berlebihan Ikterus dengan kemungkinan besar menjadi patologik dan memerlukan pemeriksaan yang mendalam antara lain :
· Ikterus yang timbul dalam 24 jam pertama
· Bilirubin serum meningkat lebih dari 5 mg % per hari
· Bilirubin melebihi 10mg% pada bayi cukup bulan
· Bilirubin melebihi 15mg% pada bayi prenatur
· Ikterus yang menetap sesudah minggu pertama
· Ikterus dengan bilirubin langsung melebihi 1mg%pada setiap waktu.
Ikterus yang mempunyai hubungan dengan penyakit hemoglobin, infeksi,atau suatu keadaan patologik lain yang telah diketahui.
b. Ikterus Pathologis/ hiperbilirubinemia
Ikterus patologis/hiperbilirubinemia adalah suatu keadaan dimana kadar konsentrasi bilirubin dalam darah mencapai nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan kern ikterus kalau tidak ditanggulangi dengan baik, atau mempunyai hubungan dengan keadaan yang patologis. Ikterus yang kemungkinan menjadi patologis atau hiperbilirubinemia dengan karakteristik sebagai berikut :
C Menurut Surasmi (2003) bila :
1. Ikterus terjadi pada 24 jam pertama sesudah kelahiran
2. Peningkatan konsentrasi bilirubin 5 mg % atau > setiap 24 jam
3. Konsentrasi bilirubin serum sewaktu 10 mg % pada neonatus < bulan dan 12,5 % pada neonatus cukup bulan
4. Ikterus disertai proses hemolisis (inkompatibilitas darah, defisiensi enzim G6PD dan sepsis)
5. Ikterus disertai berat lahir < 2000 gr, masa gestasi < 36 minggu, asfiksia, hipoksia, sindrom gangguan pernafasan, infeksi, hipoglikemia, hiperkapnia, hiperosmolalitas darah.
C Menurut tarigan (2003), adalah :
Suatu keadaan dimana kadar bilirubin dalam darah mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan Kern Ikterus kalau tidak ditanggulangi dengan baik, atau mempunyai hubungan dengan keadaan yang patologis. Brown menetapkan hiperbilirubinemia bila kadar bilirubin mencapai 12 mg % pada cukup bulan, dan 15 mg % pada bayi yang kurang bulan. Utelly menetapkan 10 mg % dan 15 mg %.
Ikterus patologik dapat terjadi karena beberapa faktor yaitu :
Ø Meningkatnya produksi bilirubin, sehingga melampaui batas kemampuan hepar untuk dikeluarkan.
Ø Faktor-faktor yang menghalangi itu mengadakan obstruksi pengeluaran bilirubin.
Ø Faktor yang mengurangi atau menghalangi kemampuan hepar untuk mengadakan konjugasi bilirubin.
c. Ikterus Hemolitik
Pada umumnya merupakan suatu golongan penyakit yang disebut Erythroblastosis foetalis atau Morbus Haemolitik Neonatorum ( Hemolytic disease of the new born ). Penyakit hemolitik ini biasanya disebabkan oleh Inkompatibilitas golongan darah itu dan bayi.
1. Inkompatibilitas Rhesus
Penyakit ini sangat jarang terdapat di Indonesia. Penyakit ini terutama terdapat di negeri barat karena 15 % Penduduknya mempunyai golongan darah Rhesus negatif. Di Indonesia, dimana penduduknya hampir 100% Rhesus positif, terutama terdapat dikota besar, tempat adanya pencampuran penduduk dengan orang barat. Walaupun demikian, kadang-kadang dilakukan tranfusi tukar darh pada bayi dengan ikterus karena antagonismus Rhesus, dimana tidak didapatkan campuran darah denagan orang asing pada susunan keluarga orang tuanya.
Bayi Rhesus positif dari Rhesus negatif tidak selamanya menunjukkan gejala klinik pada waktu lahir, tetapi dapat terlihat ikterus pada hari pertama kemudian makin lama makin berat ikterusnya, aisertai dengan anemia yang makin lama makin berat pula. Bila mana sebelum kelahiran terdapat hemolisis yang berat maka bayi dapat lahir dengan oedema umum disertai ikterus dan pembesaran hepar dan lien ( hydropsfoetalis ).
Terapi ditujukan untuk memperbaiki anemia dan mengeluarkan bilirubin yang berlebihan dalam serum, agar tidak terjadi Kern Ikterus.
2. Inkompatibilitas ABO
Penderita Ikterus akibat hemolisis karena inkom patibilitas golongan darah ABO lebih sering ditemukan di Indonesia daripada inkom patibilitas Rh. Transfusi tukar darah pada neonatus ditujukan untuk mengatasi hiperbilirubinemia karena defisiensi G – 6 – PD dan Inkompatibilitas ABO. Ikteru dapat terjadi pada hari pertama dan ke dua yang sifatnya biasanya ringan. Bayi tidak tampak sakit, anemianya ringan, hepar dan lien tidak membesar, ikterus dapat menghilang dalam beberapa hari. Kalau hemolisiinya berat, sering kali diperlukan juga transfusi tukar darah untuk mencegah terjadinya Kern Ikterus. Pemeriksaan yang perlu dilakukan ialah pemeriksaan kadar bilirubin serum sewaktu-waktu.
3. Ikterus hemolitik karena incompatibilitas golongan darah lain.
Selain inkompatibilitas darah golongan Rh dan ABO, hemolisis dapat pula terjadi bila terdapat inkompatibilitas darah golongan Kell, Duffy, MN, dan lain-lain. Hemolisis dan ikterus biasanya ringan pada neonatus dengan ikterus hemolitik, dimana pemeriksaan kearah inkimpatibilitas Rh dan ABO hasilnya negatif, sedang coombs test positif, kemungkinan ikterus akibat hemolisis inkompatibilitas golongan darah lain.
4. Penyakit hemolitik karena kelainan eritrosit kongenital.
Golongan penyakit ini dapat menimbulkan gambaran klinik yang menyerupai erytrhoblasthosis foetalis akibat isoimunisasi. Pada penyakit ini coombs test biasanya negatif. Beberapa penyakit lain yang dapat disebut ialah sperositosis kongenital, anemia sel sabit ( sichle – cell anemia ), dan elyptocytosis herediter.
5. Hemolisis karena diferensi enzyma glukosa-6-phosphat dehydrogenase ( G-6-PD defeciency ).
Penyakit ini mungkin banyak terdapat di indonesia tetapi angka kejadiannya belum di ketahui dengan pasti defisiensi G-6-PD ini merupakan salah satu sebab utama icterus neonatorum yang memerlukan transfusi tukar darah. Icterus walaupun tidak terdapat faktor oksigen, misalnya obat-obat sebagai faktor pencetusnya walaupun hemolisis merupakan sebab icterus pada defesiensi G-6-PD, kemungkinan besar ada faktor lain yang ikut berperan, misalnya faktor kematangan hepar.
d. Ikterus Obstruktiva
Obstruksi dalam penyaluran empedu dapat terjadi di dalam hepar dan di luar hepar. Akibat obstruksi itu terjadi penumpukan bilirubin tidak langsung dan bilirubin langsung. Bila kadar bilirubin langsung melebihi 1mg%, maka harus curiga akan terjadi hal-hal yang menyebabkan obstruksi, misalnya hepatitis, sepsis, pyelonephritis, atau obstruksi saluran empedu peningkatan kadar bilirubin langsung dalam serum, walaupun kadar bilirubin total masih dalam batas normal, selamanya berhubungan dengan keadaan patologik. Bisa terjadi karena sumbatan penyaluran empedu baik dalam hati maupun luar hati. Akibatnya kadar bilirubin direk maupun indirek meningkat.Bila sampai dengan terjadi obstruksi ( penyumbatan ) penyaluran empedu maka pengaruhnya adalah tindakan operatif, bila keadaan bayi mengizink
e. Kern Ikterus
Encephalopatia oleh bilirubin merupakan satu hal yang sangat di akui sebagai komplikasi hiperbirubinemia. Bayi-bayi yang mati dengan icterus berupa icterus yang berat, lethargia tidak mau minum, muntah-muntah, sianosis, opisthotonus dan kejang. Kadang gejala klinik ini tidak di temukan dan bayi biasanya meninggal karena serangan apnoea. Kernicterus biasanya di sertai dengan meningkatnya kadar bilirubintidak langsung dalam serum. Pada neonatus cukup bulan dengan kadar bilirubin yang melebihi 20 mg% sering keadaan berkembang menjadi kernicterus.
Pada bayi primatur batas yang dapat di katakan cuman ialah 18 mg%, kecuali bila kadar albumin serum lebih dari 3gram%. Pada neomatus yang menderita hyipolia, asidosis, dan hypoglycaemia kernicterus dapat terjadi walaupun kadar bilirubin <16mg%. Pencegahan kernicterus ialah dengan melakukan transfusi tukar darah bila kadar bilirubin tidak langsung mencapai 20mg%
II. 2 Birilubin
Bilirubin adalah zat yang terbentuk sebagai akibat dari proses pemecahan Hemoglobin (zat merah darah) pada system RES dalam tubuh. Selanjutnya mengalami proses konjugasi di liver, dan akhirnya diekskresi (dikeluarkan) oleh liver ke empedu, kemudian ke usus.
Ikterus fisiologis timbul pada hari ke-2 dan ke-3, dan tidak disebabkan oleh kelainan apapun, kadar bilirubin darah tidak lebih dari kadar yang membahayakan, dan tidak mempunyai potensi menimbulkan kecacatan pada bayi. Sedangkan pada ikterus yang patologis, kadar bilirubin darahnya melebihi batas, dan disebut sebagai hiperbilirubinemia.
Penelitian menunjukkan bahwa dianggap hiperbilirubinemia bila:
a. Ikterus terjadi pada 24 jam pertama
b. Peningkatan konsentrasi bilirubin darah lebih dari 5 mg% atau lebih setiap 24 jam
c. Konsentrasi bilirubin darah 10 mg% pada neonatus (bayi baru lahir) kurang bulan, dan 12,5 mg% pada neonatus cukup bulan
d. Ikterus yang disertai proses hemolisis (pemecahan darah yang berlebihan) pada inkompatibilitas darah (darah ibu berlawanan rhesus dengan bayinya), kekurangan enzim G-6-PD, dan sepsis)
e. Ikterus yang disertai dengan keadaan-keadaan sebagai berikut:
C Berat lahir kurang dari 2 kg
C Masa kehamilan kurang dari 36 minggu
C Asfiksia, hipoksia (kekurangan oksigen), sindrom gangguan pernafasan
C Infeksi
C Trauma lahir pada kepala
C Hipoglikemi (kadar gula terlalu rendah), hipercarbia (kelebihan carbondioksida)
Yang sangat berbahaya pada ikterus ini adalah keadaan yang disebut “Kernikterus”. Kernikterus adalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak. Gejalanya antara lain: mata yang berputar, kesadaran menurun, tak mau minum atau menghisap, ketegangan otot, leher kaku, dan akhirnya kejang, Pada umur yang lebih lanjut, bila bayi ini bertahan hidup dapat terjadi spasme (kekakuan) otot, kejang, tuli, gangguan bicara dan keterbelakangan mental.
Menurut Klous dan Fanaraft (1998) bilirubin dibedakan menjad dua jenis yaitu:
û Bilirubin tidak terkonjugasi atau bilirubin indirek atau bilirubin bebas yaitu bilirubin tidak larut dalam air, berikatan dengan albumin untuk transport dan komponen bebas larut dalam lemak serta bersifat toksik untuk otak karena bisa melewati sawar darah otak.
û bilirubin terkonjugasi atau bilirubin direk atau bilirubin terikat yaitu bilirubin larut dalam air dan tidak toksik untuk otak.
.Bilirubin melekat pada membran dan mitokodria sel otot
C Derajat I : Malas minum, hipotoni, lethargia, muntah, reflex moro
C Derajat II : Kejang, Hipertermi, Irritable, rigedity.
C Derajat III : Tuli, retardasi mental, gangguan pendengaran
Penentuan derajat ikterus menurut pembagian zona tubuh (menurut KRAMER) yaitu:
1. Kramer I. Daerah kepala, (Bilirubin total ± 5 – 7 mg).
2. Kramer II daerah dada – pusat, (Bilirubin total ± 7 – 10 mg%).
3. Kramer III Perut dibawah pusat s/d lutut, (Bilimbin total ± 10 – 13 mg).
4. Kramer IV lengan s/d pergelangan tangan tungkai bawah s/d pergelangan kaki, (Bilirubin total ± 13 – 17 mg%).
5. Kramer V s/d telapak tangan dan telapak kaki, (Bilirubin total >17 mg%).
II. 3 Etiologi
Etiologi hiperbilirubin antara lain :
1. Peningkatan produksi
& Hemolisis, misalnya pada inkompalibilitas yang terjadi bila terdapat ketidaksesuaian golongan darah dan anak pada penggolongan rhesus dan ABO.
& Perdarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran
& Ikatan bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan metabolic yang terdapat pada bayi hipoksia atau asidosis
& Defisiensi G6PD (Glukosa 6 Phostat Dehidrogenase)
& Breast milk jaundice yang disebabkan oleh kekurangannya pregnan 3 (alfa), 20 (beta), diol (steroid)
& Kurangnya enzim glukoronil transferase, sehingga kadar bilirubin indirek meningkat misalnya pada BBLR
& Kelainan congenital
2. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan misalnya hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat tertentu misalnya sulfadiazine.
3. Gangguan fungsi hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau toksin yang dapat langsung merusak sel hati dan darah merah seperti infeksi, toksoplasmasiss, syphilis.
4. Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ektra hepatic.
5. Peningkatan sirkulasi enterohepatik, misalnya pada ileus obstruktif.
II. 4 Patofisiologi
Kurang lebih 80 - 85 % bilirubin berasal dari penghancuran eritrosit tua. Sisanya 15 - 20 % bilirubin berasal dari penghancuran eritrosit muda karena proses eritropoesis yang inefektif di sumsum tulang, hasil metabolisme proein yang mengandung heme lain seperti sitokrom P-450 hepatik, katalase, peroksidase, mioglobin otot dan enzim yang mengandung heme dengan distribusi luas
Gangguan metabolisme bilirubin dapat terjadi lewat salah satu dari keempat mekanisme ini :
Over produksi, Penurunan ambilan hepatic, Penurunan konjugasi hepatic, Penurunan eksresi bilirubin ke dalam empedu (akibat disfungsi intrahepatik atau obstruksi mekanik ekstrahepatik)
1. Over produksi
Peningkatan jumlah hemoglobin yang dilepas dari sel darah merah yang sudah tua atau yang mengalami hemolisis akan meningkatkan produksi bilirubin. Penghancuran eritrosit yang menimbulkan hiperbilirubinemia paling sering akibat hemolisis intravaskular (kelainan autoimun, mikroangiopati atau hemoglobinopati) atau akibat resorbsi hematom yang besar. Ikterus yang timbul sering disebut ikterus hemolitik.
Konjugasi dan transfer bilirubin berlangsung normal, tetapi suplai bilirubin tak terkonjugasi melampaui kemampuan sel hati. Akibatnya bilirubin tak terkonjugasi meningkat dalam darah. Karena bilirubin tak terkonjugasi tidak larut dalam air maka tidak dapat diekskresikan ke dalam urine dan tidak terjadi bilirubinuria. Tetapi pembentukkan urobilinogen meningkat yang mengakibatkan peningkatan ekskresi dalam urine feces (warna gelap).
Beberapa penyebab ikterus hemolitik : Hemoglobin abnormal (cickle sel anemia hemoglobin), Kelainan eritrosit (sferositosis heriditer), Antibodi serum (Rh. Inkompatibilitas transfusi), Obat-obatan.
2. Penurunan ambilan hepatik
Pengambilan bilirubin tak terkonjugasi dilakukan dengan memisahkannya dari albumin dan berikatan dengan protein penerima. Beberapa obat-obatan seperti asam flavaspidat, novobiosin dapat mempengaruhi uptake ini.
3. Penurunan konjugasi hepatik
Terjadi gangguan konjugasi bilirubin sehingga terjadi peningkatan bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini disebabkan karena defisiensi enzim glukoronil transferase. Terjadi pada : Sindroma Gilberth, Sindroma Crigler Najjar I, Sindroma Crigler Najjar II
4. Penurunan eksresi bilirubin ke dalam empedu (akibat disfungsi intrahepatik atau obstruksi mekanik ekstrahepatik)
Gangguan ekskresi bilirubin dapat disebabkan oleh kelainan intrahepatik dan ekstrahepatik, tergantung ekskresi bilirubin terkonjugasi oleh hepatosit akan menimbulkan masuknya kembali bilirubin ke dalam sirkulasi sistemik sehingga timbul hiperbilirubinemia. Kelainan hepatoseluler dapat berkaitan dengan : reaksi obat, hepatitis alkoholik serta perlemakan hati oleh alkohol. ikterus pada trimester terakhir kehamilan hepatitis virus, sindroma Dubin Johnson dan Rotor, Ikterus pasca bedah.
Obstruksi saluran bilier ekstrahepatik akan menimbulkan hiperbilirubinemia terkonjugasi yang disertai bilirubinuria. Obstruksi saluran bilier ekstrahepatik dapat total maupun parsial. Obstruksi total dapat disertai tinja yang alkoholik. Penyebab tersering obstruksi bilier ekstrahepatik adalah : sumbatan batu empedu pada ujung bawah ductus koledokus, karsinoma kaput pancreas, karsinoma ampula vateri, striktura pasca peradangan atau operasi.
II. 5 Tanda dan Gejala
Menurut Surasmi (2003) gejala hiperbilirubinemia dikelompokkan menjadi :
a. Gejala akut : gejala yang dianggap sebagai fase pertama kernikterus pada neonatus adalah letargi, tidak mau minum dan hipotoni.
b. Gejala kronik : tangisan yang melengking (high pitch cry) meliputi hipertonus dan opistonus (bayi yang selamat biasanya menderita gejala sisa berupa paralysis serebral dengan atetosis, gengguan pendengaran, paralysis sebagian otot mata dan displasia dentalis).
Sedangakan menurut Handoko (2003) gejalanya adalah warna kuning (ikterik) pada kulit, membrane mukosa dan bagian putih (sclera) mata terlihat saat kadar bilirubin darah mencapai sekitar 40 µmol/l.
Secara unum, tanda dan gejala ikterus meliputi kuning di kulit, konjungtiva dan mukosa. Disamping itu dapat pula disertai dengan gejala-gejala:
♪ Dehidrasi
Asupan kalori tidak adekuat (misalnya: kurang minum, muntah-muntah)
♪ Pucat
Sering berkaitan dengan anemia hemolitik (mis. Ketidakcocokan golongan darah ABO, rhesus, defisiensi G6PD) atau kehilangan darah ekstravaskular.
♪ Trauma lahir
Bruising, sefalhematom (peradarahn kepala), perdarahan tertutup lainnya.
♪ Pletorik (penumpukan darah)
Polisitemia, yang dapat disebabkan oleh keterlambatan memotong tali pusat, bayi KMK
Letargik dan gejala sepsis lainnya
☺ Petekiae (bintik merah di kulit)
Sering dikaitkan dengan infeksi congenital, sepsis atau eritroblastosis
☺ Mikrosefali (ukuran kepala lebih kecil dari normal)
Sering berkaitan dengan anemia hemolitik, infeksi kongenital, penyakit hati
☺ Hepatosplenomegali (pembesaran hati dan limpa)
☺ Omfalitis (peradangan umbilikus)
☺ Hipotiroidisme (defisiensi aktivitas tiroid)
☺ Massa abdominal kanan (sering berkaitan dengan duktus koledokus)
☺ Feses dempul disertai urin warna coklat
II. 6 Komplikasi
Terjadi kern ikterus yaitu keruskan otak akibat perlangketan bilirubin indirek pada otak. Pada kern ikterus gejala klinik pada permulaan tidak jelas antara lain : bayi tidak mau menghisap, letargi, mata berputar-putar, gerakan tidak menentu (involuntary movements), kejang tonus otot meninggi, leher kaku, dn akhirnya opistotonus.
II.7 Diagnosis Banding Ikterus
Anamnesis Pemeriksaan Pemeriksaan penunjang atau diagnosis lain yang sudah diketahui Kemungkinan diagnosis
C Timbul saat lahir hari ke-2
C Riwayat ikterus pada bayi sebelumnya
C Riwayat penyakit keluarga: ikterus, anemia, pembesaran hati, pengangkatan limfa, defisiensi G6PD Sangat ikterus
Sangat pucat
Hb<13 g/dl, Ht<39% Bilirubin>8 mg/dl pada hari ke-1 atau kadar Bilirubin>13 mg/dl pada hari ke-2 ikterus/kadar bilirubin cepat
Bila ada fasilitas: Coombs tes positif
Defisiensi G6PD
Inkompatibilitas golongan darah ABO atau Rh Ikterus hemolitik akibat inkompatibilitas darah
û Timbul saat lahir sampai dengan hari ke2 atau lebih
û Riwayat infeksi maternal Sangat ikterus
Tanda infeksi/sepsis: malas minum, kurang aktif, tangis lemah, suhu tubuh abnormal Lekositosis, leukopeni, trombositopenia Ikterus diduga karena infeksi berat/sepsis
• Timbul pada hari 1
• Riwayat ibu hamil pengguna obat
• Ikterus hebat timbul pada hari ke2
• Ensefalopati timbul pada hari ke 3-7
• Ikterus hebat yang tidak atau terlambat diobati
• Ikterus menetap setelah usia 2 minggu
• Timbul hari ke2 arau lebih
• Bayi berat lahir rendah Ikterus
II. 8 Penatalaksanaan
Berdasarkan pada penyebabnya maka manajemen bayi dengan hiperbilirubinemia diarahkan untuk mencegah anemia dan membatasi efek dari hiperbilirubinemia. Pengobatan mempunyai tujuan :
1. Menghilangkan anemia
2. Menghilangkan antibody maternal dan eritrosit teresensitisasi
3. Meningkatkan badan serum albumin
4. Menurunkan serum bilirubin
Metode terapi hiperbilirubinemia meliputi : fototerapi, transfuse pangganti, infuse albumin dan therapi obat.
a. Fototherapi
Fototerapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan transfuse pengganti untuk menurunkan bilirubin. Memaparkan neonatus pada cahaya dengan intensitas yang tinggi ( a bound of fluorescent light bulbs or bulbs in the blue light spectrum) akan menurunkan bilirubin dalam kulit. Fototerapi menurunkan kadar bilirubin dengan cara memfasilitasi ekskresi bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini terjadi jika cahaya yang diabsorpsi jaringan merubah bilirubin tak terkonjugasi menjadi dua isomer yang disebut fotobilirubin. Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke pembuluh darah melalui mekanisme difusi. Di dalam darah fotobilirubin berikatan dengan albumin dan di kirim ke hati. Fotobilirubin kemudian bergerak ke empedu dan di ekskresikan kedalam duodenum untuk di buang bersama feses tanpa proses konjugasi oleh hati. Hasil fotodegradasi terbentuk ketika sinar mengoksidasi bilirubin dapat dikeluarkan melalui urine.
Fototerapi mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan kadar bilirubin, tetapi tidak dapat mengubah penyebab kekuningan dan hemolisis dapat menyebabkan anemia. Secara umum fototerapi harus diberikan pada kadar bilirubin indirek 4-5 mg/dl. Noenatus yang sakit dengan berat badan kurang dari 1000 gram harus difototerapi dengan konsentrasi bilirubin 5 mg/dl. Beberapa ilmuwan mengarahkan untuk memberikan fototerapi profilaksasi pada 24 jam pertama pada bayi resiko tinggi dan berat badan lahir rendah.
b. Transfusi Pengganti
Transfuse pengganti atau imediat didindikasikan adanya faktor-faktor :
1. Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu
2. Penyakit hemolisis berat pada bayi baru lahir
3. Penyakit hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam pertama
4. Kadar bilirubin direk labih besar 3,5 mg/dl di minggu pertama
5. Serum bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dl pada 48 jam pertama
6. Hemoglobin kurang dari 12 gr/dl
7. Bayi pada resiko terjadi kern Ikterus
Transfusi pengganti digunkan untuk:
& Mengatasi anemia sel darah merah yang tidak susceptible (rentan) terhadap sel darah merah terhadap antibody maternal
& Menghilangkan sel darah merah untuk yang tersensitisasi (kepekaan)
& Menghilangkan serum ilirubin
& Meningkatkan albumin bebas bilirubin dan meningkatkan keterikatan dangan bilirubin
Pada Rh Inkomptabilitas diperlukan transfuse darah golongan O segera (kurang dari 2 hari), Rh negative whole blood. Darah yang dipilih tidak mengandung antigen A dan antigen B. setiap 4 -8 jam kadar bilirubin harus di cek. Hemoglobin harus diperiksa setiap hari sampai stabil
c. Therapi Obat
Phenobarbital dapat menstimulus hati untuk menghasilkan enzim yang meningkatkan konjugasi bilirubin dan mengekskresikannya. Obat ini efektif baik diberikan pada ibu hamil untuk beberapa hari sampai beberapa minggu sebelum melahirkan. Penggunaan Phenobarbital pada post natal masih menjadi pertentangan karena efek sampingnya (letargi). Coloistrin dapat mengurangi bilirubin dengan mengeluarkannya lewat urine sehingga menurunkan siklus enterohepatika.
Penggolongan Hiperbilirubinemia berdasarkan saat terjadi Ikterus:
1. Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama.
Penyebab Ikterus terjadi pada 24 jam pertama menurut besarnya kemungkinan dapat disusun sbb:
☺ Inkomptabilitas darah Rh, ABO atau golongan lain.
☺ Infeksi Intra Uterin (Virus, Toksoplasma, Siphilis dan kadang-kadang Bakteri)
☺ Kadang-kadang oleh Defisiensi Enzim G6PD.
Pemeriksaan yang perlu dilakukan:
C Kadar Bilirubin Serum berkala.
C Darah tepi lengkap.
C Golongan darah ibu dan bayi.
C Test Coombs.
C Pemeriksaan skrining defisiensi G6PD, biakan darah atau biopsi Hepar bila perlu.
2. Ikterus yang timbul 24 - 72 jam sesudah lahir.
· Biasanya Ikterus fisiologis.
· Masih ada kemungkinan inkompatibilitas darah ABO atau Rh, atau golongan lain. Hal ini diduga kalau kenaikan kadar Bilirubin cepat misalnya melebihi 5mg% per 24 jam.
· Defisiensi Enzim G6PD atau Enzim Eritrosit lain juga masih mungkin.
· Polisetimia.
· Hemolisis perdarahan tertutup ( pendarahan subaponeurosis, pendarahan Hepar, sub kapsula dll).
Bila keadaan bayi baik dan peningkatannya cepat maka pemeriksaan yang perlu dilakukan:
© Pemeriksaan darah tepi.
© Pemeriksaan darah Bilirubin berkala.
© Pemeriksaan skrining Enzim G6PD.
© Pemeriksaan lain bila perlu.
3. Ikterus yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai akhir minggu pertama.
û Sepsis.
û Dehidrasi dan Asidosis.
û Defisiensi Enzim G6PD.
û Pengaruh obat-obat.
û Sindroma Criggler-Najjar, Sindroma Gilbert.
4. Ikterus yang timbul pada akhir minggu pertama dan selanjutnya:
C Karena ikterus obstruktif.
C Hipotiroidisme
C Breast milk Jaundice.
C Infeksi.
C Hepatitis Neonatal.
C Galaktosemia.
Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan:
• Pemeriksaan Bilirubin berkala.
• Pemeriksaan darah tepi.
• Skrining Enzim G6PD.
• Biakan darah, biopsi Hepar bila ada indikasi.
II.9 Pencegahan Ikterus
Ikterus dapat dicegah sejak masa kehamilan, dengan cara pengawasan kehamilan dengan baik dan teratur, untuk mencegah sedini mungkin infeksi pada janin, dan hipoksia (kekurangan oksigen) pada janin di dalam rahim. Pada masa persalinan, jika terjadi hipoksia, misalnya karena kesulitan lahir, lilitan tali pusat, dan lain-lain, segera diatasi dengan cepat dan tepat. Sebaiknya, sejak lahir, biasakan anak dijemur dibawah sinar matahari pagi sekitar jam 7 – jam 8 pagi setiap hari selama 15 menit dengan membuka pakaiannya.
Ikterus dapat dicegah dan dihentikan peningkatannya dengan :
û Pengawasan antenatal yang baik.
û Menghindari obat-obat yang dapat meningkatkan ikterus pada bayi pada masa kehaniilan dan kelahiran misalnya : Sulfafurazal, novobiosin, oksitosin dll.
û Pencegahan dan mengobati hipoksia pada janin dan neonatus.
û Iluminasi yang baik, bangsal bayi baru lahir.
û Pencegahan infeksi.
û Ada yang menganjurkan penggunaan fenobarbital pada ibu 1-2 hari sebelum partus.
û Cari sebab-sebabnya. Jika kuning karena fisiologis, tak perlu tindakan karena akan hilang sendiri. Jika terjadi karena patologis, harus diteliti oleh dokter lebih lanjut.
û Ibu dianjurkan menyusui ASI sedini mungkin karena kolostrum yang ada dalam ASI mengandung antibodi yang sangat bermanfaat bagi kesehatan bayi, "Dengan early feeding berupa ASI ini, bayi akan cepat BAK dan BAB, hingga mekonium yang mengandung banyak billirubin penghancur butir darah merah pun akan segera terbuang. Pengalaman telah membuktikan, bayi-bayi yang terlambat mendapat ASI atau intake PASI/Pengganti ASI terlalu cepat, berpeluang besar menjadi bayi kuning."
û Perhatikan dan tandai kapan munculnya kuning, kecepatan peningkatan kuningnya, serta lamanya. Jika sudah menjumpai hal-hal mencurigakan seperti ini, "Segera bawa ke dokter"!
û Jangan memberi sembarang obat-obatan pada bayi
û Hindarkan bayi dari infeksi. Bayi juga sangat rentan, sebab itu usahakan selalu bersih dan tidak tercemar sesuatu dari luar.
û Jangan biarkan bayi "puasa" terlalu lama. Berikan cairan tiap 3-4 jam.
û Sebaiknya hindari pemakaian kamper/kapur barus saat menyimpan baju-baju bayi.
Kalau biasanya para ibu yang baru punya bayi senang menaruh kamper/kapur barusdi lemari pakaian anaknya agar tetap wangi, sebaiknya hentikan kebiasaan itu. Karena ada senyawa dalam kapur barus tersebut yang jika bayi menderita kekurangan enzim G-6-PD menghirup udara kamper, sel darah merahnya rentan dan dapat memicu pecahnya sel darah merah tersebut.
BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
Ikterus adalah perubahan warna kulit / sclera mata (normal beerwarna putih) menjadi kuning karena peningkatan kadar bilirubin dalam darah. Ikterus pada bayi yang baru lahir dapat merupakan suatu hal yang fisiologis (normal), terdapat pada 25% – 50% pada bayi yang lahir cukup bulan. Tapi juga bisa merupakan hal yang patologis (tidak normal) misalnya akibat berlawanannya Rhesus darah bayi dan ibunya, sepsis (infeksi berat), penyumbatan saluran empedu, dan lain-lain.
Berbagai Jenis Ikterus Neonatorum:
a. Ikterus Fisiologis
b. Ikterus Pathologis/ hiperbilirubinemia
c. Ikterus Hemolitik
d. Ikterus Obstruktiva
e. Kern Ikterus
III.2 Saran
Makalah ini dapat digunakan sebaik-baiknya agar makalah ini selalu dapat digunakan. Bagi mahasiswa dapat membaca makalah ini sebagai referensi dalam proses kegiatan belajar mengajar.
DAFTAR PUSTAKA
Prawiroharjo Sarwono, l976, Ilmu Kebidanan, Yayasan Bina Pustaka, Jakarta.
Saifudin, AB, dkk. 2002. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. YBPSP, Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar