Jumat, 11 Mei 2012

MAKALAH KEBIDANAN KEHAMILAN YANG MENYERTAI PENYAKIT GINJAL


BAB I
PENDAHULUAN

                                                                       1.      Latar Belakang
Pandangan bahwa perempuan yang menderita penyakit ginjal sebaiknya menghindari kehamilan, telah ada sejak abad lalu. Luaran bayi dipercaya akan kurang baik dan pasien yang menderita penyakit ginjal disarankan melakukan terminasi kehamilan. Setelah tahun 1975 rasa pesimis itu berganti menjadi optimis sehubungan dengan banyaknya publikasi studi kasus mengenai kehamilan dengan penyakit ginjal yang dikonfirmasi dengan biopsy ginjal, sehingga kebanyakan perempuan dengan gangguan ginjal dapat melewati kehamilan tanpa kelainan yang berarti. Selain itu, data-data mengenai perempuan hamil dengan transplantasi ginjal sejak tahun 2000 telah memberikan hasil yang menggembirakan. Kesemuanya ini memberikan pandangan bahwa sebagian besar perempuan yang mempunyai gangguan fungsi ginjal minimal dapat hamil dengan kemungkinan kehamilannya berhasil mencapai 90%.
Dalam kehamilan terdapat perubahan-perubahan fungsional dan anatomic ginjal dan saluran kemih, yang sering menimbulkan gejala-gejala dan kelainan fisik dan pemeriksaan hasil laboraturium. Apabila hal itu tidak diperhatikan dan diperhitungkan, ada kemungkinan salah membuat diagnosis, sehingga dapat merugikan ibu dan janin. Untuk itu, diperlukan asuhan yang tepat bagi ibu hamil dengan penyakit ginjal, dan dalam makalah ini akan dibahas tentang penyakit ginjal dalam kehamilan dan asuhan kebidanan pada ibu hamil dengan penyakit ginjal.
1.      Tujuan
1.      Untuk mengetahui perubahan anatomik dan fungsional ginjal dan saluran kemih selama kehamilan.
2.      Untuk mengetahui penyakit-penyakit ginjal dan saluran kemih yang sering terjadi pada kehamilan dan pengaruhnya terhadap kehamilan.
3.      Untuk mengetahui pengaruh kehamilan terhadap penyakit ginjal dan saluran kemih.
4.      Untuk mengetahui asuhan kebidanan yang tepat untuk ibu hamil dengan penyakit ginjal.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Dalam kehamilan terdapat perubahan-perubahan fungsional dan anatomic ginjal dan saluran kemih, yang sering menimbulkan gejala-gejala dan kelainan fisik dan pemeriksaan hasil laboraturium. Apabila hal itu tidak diperhatikan dan diperhitungkan, ada kemungkinan salah membuat diagnosis, sehingga dapat merugikan ibu dan janin. Perubahan anatomic terdapat peningkatan pembuluh darah, dan ruangan intertisiil pada ginjal. Dan juga ginjal akan memanjang kira-kira 1 cm. Semuanya itu akan kembali normal setelah melahirkan. Ureter, pielum dan kaliks mengalami pelebaran dalam kurun waktu yang pendek sesudah kehamilan 3 bulan, dan terutama pada sisi sebelah kanan. Pelebaran yang tidak sama ini mungkin karena perubahan uterus yang membesar dan mengalami dekstrorotasi atau karena terjadinya penekanan pada vena ovarium kanan yang terletak di atas ureter, sedangkan pada yang di sebelah kiri tidak terdapat karena adanya sigmoid sebagai bantalan. Pelebaran juga karena pengaruh progesterone, sehingga terjadi hidroureter dan hidronefrosis fisiologis dalam kehamilan. Ureter juga mengalami pemanjangan, melekuk, dan kadang berpindah letak ke lateral, dan akan kembali normal 8-12 minggu setelah melahirkan. Semua hal di atas dapat dilihat dengan pemeriksaan pielografi intravena (IVP=intravenosus pylography).
Selain itu juga terjadi hyperplasia dan hipertrofi otot dinding ureter dan kaliks, dan berkurangnya tonus otot-otot saluran kemih karena pengaruh kehamilan. Dilatasi ureter ini memunginkan timbulnya refluks air kemih dari kandung kemih ke dalam ureter. Akibat pembesaran uterus, hiperemi organ-organ pelvis dan pengaruh hormonal, terjadi perubahan pada kandung kemih yang dimulai pada kehamilan usia 4 bulan. Kandung kemih akan berpindah ke lebih anterior dan superior. Pembuluh-pembuluh di daerah mukosa akan membengkak dan melebar. Otot kandung kemih mengalami hipertrofi akibat pengaruh hormone esterogen. Kapasitas kandung kemih meningkat sampai 1 Liter, kemungkinan karena efek relaksasi dari hormone progesterone.

Perubahan fungsi
Segera sesudah konsepsi, terjadi peningkatan aliran plasma (RPF) dan tingkat filtrasi glomerolus (GFR). Sejak kehamilan trimester 2 GFR akan meningkat sampai 30-50%, di atas nilai normal wanita tidak hamil. Akibatnya akan terjadi penurunan dari kadar kreatinin serum dan urea nitrogen darah. Nilai normal kreatinin serum adalah 0,5 mg-0,7 mg/100 ml dan urea nitrogen darah 8-12 minggu/100ml.
Infeksi saluran kemih
Infeksi saluran kemih adalah bila pada pemeriksaan urin, ditemukan bakteri yang jumlahnya lebih dari 10.000 per ml. urin yang diperiksa harus bersih, segar, dan dari aliran tengah (midstream) atau duambil dengan pungsi suprasimpisis. Ditemukan bakteri yang jumlahnya lebih dari 103  per ml ini disebut dengan istilah bakteriuria. Bakteriuria ini mungkin tidak disertai gejala, disebut bakteriuria asimtomatik, dan mungkin pula disertai dengan gejala-gejala disebut bakteriuria simptomatik. Walaupun infeksi ini dapat terjadi karena penyebaran kuman melalui pembuluh darahatau saluran limfe, akan tetapi yang terbanyak atau tersering adalah kuman-kuman naik ke atas melalui uretra, ke dalam kandung kemih dan saluran kemih yang lebih atas. Kuman yang tersering dan terbanyak sebagai penyebab adalah Escheria coli (E.coli), di samping kemungkinan kumn-kuman lain seperti Enterbacter aerogenes, Klebsiella, Psedomonas dan lain-lain.

1.        BAKTERIURIA TANPA GEJALA (ASIMPTOMATIK)
Frekuensi bacterium tanpa gejala kira-kira 2-10 %, dan dipengaruhi oleh parietas, sosioekonomi wanita hamil tersebut. Di Amrika Serikat paling tiggi ditemukan pada wanita Negro. Di RS Dr.Cipto Mangunkusumo, Jakarta, frekuensi bakteriuria tanpa gejaala dalam kehamilan sangat tinggi, yaitu 25%.
Beberapa peneliti mendapatkan adanya hubungan kejaian bakteriuria ini dengan peningkatan kejadian anemia dalam kehamilan persalinan premature, gangguan pertumbuhan janin, dan preeklamsia. Oleh karena itu pada wanita hamil dengan bakteriuria harus diobati dengan seksama sampai air kemih bebas dari bakteri yan dibuktikan dengan pemeriksaan beberapa kali. Pengobatan dapat dilakukan dengan pemberian obat sulfonamide ampisilin, atau nitrofurantoin.
2.     BAKTERIURIA DENGAN GEJALA (SIMPTOMATIK
A.    sistisis
Sistitis adalah peradangan kandung kemih tanpa disertai radang bagian atas saluran kemih. Sistitis ini cukup dijumpai dalam kehamilan dan nifas. Kuman penyebab utama adalah E.coli, di samping dapat pula oleh kuman-kuman lain. Factor predisposisi lain adalah uretra wanita yang pendek, sistokel, adanya sisa air kemih yang tertinggal, di samping penggunaan kateter yang sering dipakai dalam usaha mengeluarkan air kemih dalam pemeriksaan ginekologik atau persalinan. Penggunaan kateter ini akan mendorong kuman-kuman yang ada di uretra distal untuk masuk ke dalam kandung kemih. Dianjurkan untuk tidak menggunakan kateter bila tidak perlu betul.
Gejala-gejala sistitis khas sekali, yaitu disuria terutama pada akhir berkemih, meningkatnya frekuensi bekemih dan kadang-kadang disertai nyeri di bagian atas simpisis, perasaan ingin berkemih yang tidak dapat ditahan,air kemih kadang-kadang terasa panas, suhu badan mungkin normal atau meningkat, dan nyeri di daerah suprasimpisis. Pada pemeriksaan laboratorium, biasanya ditemukan banyak leukosit dan eritrosit dan kadang-kadang juga ada bakteri. Kadang-kadang dijumpai hematuria sedangkan proteinuria biasanya tidk ada.
Sistititis dapat diobati dengan sulfonamide, ampicilin, eritromisin. Perlu diperhatikan obat-obat lain yang baik digunakan untuk pengobatan infeksi saluran kemih, akan tetapi mempunyai pengaruh tidak bagi janin, ataupun bagi ibu.

B.      Akuta
Merupakan salah satu komplikasi yang sering dijumpai dalam kehamilan, dan frekuensinya kira-kira 2%, terutama pada kehamilan terakhir, dan permulaan masa nifas. Penyakit ini biasanya disebabkan oleh Escheria coli, dan dapat pula oleh kuman-kuman lain seperti Stafilokokus aereus, Basillus proteus, dan pseudomonas aeruginosa. Kuman dapat menyebar secara hematogen atau limfogen, akan tetapi terbanyak berasal dari kandung kemih. Predisposisinya antara lain yaitu penggunaan kateter untuk mengeluarkan air kemih waktu persalinan atau kehamilan, air kemih yang tertahan sebab perasaan sakit waktu berkemih karena trauma persalinan, atau luka pada jalan lahir. Diajurkan tidak menggunakan kateter untuk mengeluarkan air kemih, bila tidak diperlukan betul. Penderita yang menderita pielonefritis kronik atau glomeroluneftitis kronik yang sudah ada sebelum kehamilan, sangat mendorong terjadinya pielonefritis akuta ini.
Gejala-gejala penyakit biasanya timbul mendadak, wanita yang sebelumnya merasa sakit sedikit pada kandung kemih, tiba-tiba menggigil, badan panas, dan rasa nyeri di punggung (angulus kostovertebralis) terutama sebelah kanan. Nafsu makan berkurang, mual, muntah-muntah, dan kadang diare, dan dapat pula jumlah urin sangat berkurang (oligouria). Pada pemeriksaan air kemih ditemukan banyak sel leukosit dan sering bergumpal-gumpal, silinder sel darah, dan kadang-kadang ditemukan bakteri E.coli. pembiakan air kemih menunjukkan hasil positif. Perlu diperhatikan diagnosis banding lain seperti appendicitis akuta, solusio plasenta, tumor putaran tungkai, dan infeksi nifas.
Pengobatan pielonefritis akuta, penderita harus dirawat, istirahat berbaring, dan diberikan cukup cairan dan antibioitika seperti ampicilin atau sulfonamide, sampai tes kepekaan kuman ada, kemudian tes antibiotic disesuaikan dengan hasil tes kepekaan tersebut. Biasanya pengobatan berhasil baik, walaupun kadang-kadang penyakit ini dapat timbul lagi. Pengobatan sedikitnya dilanjutkan selama 10 hari, dan kemudian penderita harus tetap diawasi akan kemungkinan berulangnya penyakit. Perlu diingat ada obat-obat yang tidak boleh diberikan pada kehamilan walaupun mungkin baik untuk pengobatan infeksi saluran kemih seperti tetrsiklin. Terminasi kehamilan segera biasanya tidak diperlukan, kecuali apabila pengobatan tidak berhasil atau fungsi ginjal makin memburuk. Prognosis bagi ibu umumnya cukup baik bila pengobatan cepat dan tepat diberikan, sedangkan pada hasil konsepsi seringkali menimbulkan keguguran atau persalinan premature.
 
C.    Pielonefritis Kronika
Pielonefritis kronik biasanya tidak atau sedikit sekali menunjukkkan gejala-gejala penyakit saluran kemih, dan merupakan predisposisi terjadinya pielonefritis akuta dalam kehamilan. Penderita mungkin menderita tekanan darah tinggi. Pada keadaan penyakit yang lebih berat didapatkan penurunan tingkat filtrasi glomerolus (GFR) dan pada urinalisis urin mungkin normal, mungkin ditemukan protein kurang dari 2 gr per hari, gumpalan sel-sel darah putih.
Prognosis bagi ibu dan janin tergantung dari luasnya kerusakan jaringan ginjal. Penderita yang hipertensi dan insufisiensi ginjal mempunyai prognosis buruk. Penderita ini sebaiknya tidak hamil, karena risiko tinggi. Pengobatan penderita yang menderit pielonefritis kronika ini tidak banyak yang dapat dilakukan, dan kalau menunjuk ke arah pielonefritis akuta, terapi sperti yang telah diuraikan. Perlu dipertimbangkan untuk terminasi kehamilan pada penderita yang menderita pielonefritis kronika.

D.    Glomerulonefritis Akuta
Glomerulonefritis akuta jarang dijumpai pada wanita hamil. Peyakit ini dapat timbul setiap saat dalam kehamilan, dan penderita nefritis dapat menjadi hamil. Yang menjadi penyebab biasanya Streptococcus beta-haemolyticus jenis A. sering ditemukan bahwa penderita pada saat yang sama atau beberapa minggu sebelumnya menderita infeksi jalan pernapasan, seperti tonsillitis, atau infeksi lain-lain oleh streptokokus, suatu hal yang menyokong teori infeksi local.
Gambaran klinik ditandai oleh timbulnya hematuria dengan tiba-tiba, edema dan hipertensi pada penderita sebelumnya tampak sehat. Kemudian sindroma ditambah dengan oligouria sampai anuria, nyeri kepala, dan mundurnya visus (retinitis albuminika). Diagnosis menjadi sulit apabila timbul serangan kejang-kejang dengan atau tanpa koma yang disebabkan oleh komplikasi hipertensi serebral, atau oleh uremia, atau apabila timbul edema paru-paru akut. Apabila penyakitnya diketahui dalam trimester III, maka perbedann dengan preeklamsia dan eklampsia selalu harus dibuat. Pemeriksaan air kencing menghasilkan sebagai berikut: sering proteinuria, ditemukan eritrosit dan silinder hialin, silinder korel, dan silinder eritrosit.
Pengobatan sama di luar kehamilan dengan perhatian khusus, istirahat baring, diet yang sempurna dan rendah garam, pengendalian hipertensi serta keseimbangan cairan dan elektrolit. Untuk pemberantasan infeksi cukup diberi penicillin, karena streptococcus peka terhadap penicillin. Apabila ini tidak berhasil, maka harus dipakai antibiotika yang sesuai dengan hasil tes kepekaan.
Biasanya penderita sembuh tanpa sisa-sisa penyakit dan fungsi ginjal yang tetap baik. Kehamilan dapat berlangsung sampai lahirnya anak hidup, dan apabila diinginkan wanita boleh hamil lagi di kemudian hari. Ada kalanya penyakit menjadi menahun dengan segala akibatnya. Ada umumnya prognosis ibu cukup baik. Kematian ibu sangat jarang, dan apabila terjadi biasanya itu diakibatkan oleh dekompensasi kordis, komplikasi serebro-vaskuler anuria, dan uremia.
Kehamilan tidak banyak mempengaruhi jalan penyakit. Sebaliknya glomerulonefritis akuta mempunyai pengaruh tidak baik terhadap hasi konsepsi; terutama yang disertai tekanan darah yang sangat tingggi dan insufisiensi ginjal, dapat menyebabkan abortus, partus prematurus dan kematian janin.

E.     Glomerulonefritis Kronika
Wanita hamil dengan glomerulonefritis kronika sudah menderita penyakit itu beberapa tahun sebelumnya. Karena itu, pada pemeriksaan kehamilan pertama dapat dijumpai proteinuria, sedimen yang  tidak normal, dan hipertensi. Diagnosis mudah dibuat bila dijumpai proteinuria, sedimen yang  tidak normal, dan hipertensi. Apabila gejala-gejala penyakit penyakit baru timbul dalam kehamilan yang sudah lanjut, atau ditambah dengan pengaruh kehamilan (superimposed preeclampsia), maka lebih sulit untuk membedakannya dari preeklampsi  murni.
Suatu ciri tetap ialah makin memburuknya fungsi ginjal karena makin lama makin banyak kerusakan yang diderita oleh glomerulus-glomerulus ginjal, bahkan sampai mencapai tingkat akhir, yakni apa yang disebut ginjal kisut. Penyakit ini dapat menampakkan diri dalam 4 macam: (01) hanya terdapat proteinuria menetap dengan atau tanpa kelainan sedimen; (02) dapat menjadi jelas sebagai sindroma nefrotik; (03) dalam bentuk mendadak seperti pada glomerulonefritis akuta; (04) gagal ginjal sebagai penjelmaaan pertama.
 Keempat-empatnya dapat menimbulkan gejala-gejala insufisiensi ginjal dan penyakit kardiovaskuler hipertensif.
Selain proteinuria, kelainan sedimen dan hipertensi, dapat pula dijumpai edema (terutama di muka), dan anemia. Pemeriksaan kimiawi darah menunjukkan urea-nitrogen, kadar asidum urikum, dan kadar kreatinin yang tinggi. Pengeluaran fenosufonftalein dan kreatinin oleh ginjal lebih lambat.
Pengobatan tidak memberi hasil yang memuaskan karena penyakitnya bertambah berat. Peningkatan penyakit, tensi yang sangat tinggi, dan tambahan dengan pielonefritis akuta harus ditanggulangi dengan seksama. Dalam hal-hal terakhir pengakhiran kehamilan perlu dipertimbangkan. Sebaiknya penderita glomerulonefritis kronika tidak menjadi hamil. Karena kerusakan ginjal  berbeda-beda pada waktu penderita ditemukan hamil, maka sulit untuk menafsirkan pengaruh kehamilan pada jalan penyakit. Yang tanpa kehamilan juga makin lama makin menjadi lebih buruk. Agaknya kehamilan tidak mempercepat proses kerusakan ginjal, walaupun sebaliknya dapat pula terjadi.
Prognosis bagi ibu akhirnya buruk: ada yang segera meninggal, ada yang agak lama. Hal itu tergantung dari luasnya kerusakan ginjal waktu diagnosis dibuat, dan ada atau tidaknya faktor-faktor yang mempercepat proses penyakit.
Prognosis bagi janin dalam kasus tertentu tergantung pada fungsi ginjal dan derajat hipertensi. Wanita dengan fungsi ginjal yang cukup baik tanpa hipertensi yang berarti dapat melanjutkan kehamilan sampai cukup bulan walaupun biasanya bayinya lahir dismatur akibat insufisiensi placenta. Apabila penyakit sudah berat, apalagi disertai tekanan darah yang sangat tinggi, biasanya kehamilan berakhir dengan abortus dan partus prematurus, atau janin mati dalam kandungan.

F.     Sindroma Nefrotik
Sindroma nefrotik, yang dahulu dikenal dengan nama nefrosis, ialah suatu kumpulan gejala yang terdiri atas edema, proteinuria (lebih dari 5 gram sehari), hipoalbuminemia, dan hiperkolesterolemia. Mungkin sindroma ini diakibatkan oleh reaksi antigen-antibodi dalam pembuluh-pembuluh kapiler glomerulus. Penyakit-penyakit yang dapat menyertai sindroma nefrotik adalah glomerulonefritis kronika (paling sering), lupus eritemosus, DM, amiloidosis, sifilis, dan thrombosis vena renalis. Selain itu sindroma ini dapat pula timbul akibat keracunan logam berat (timah, air raksa), obat-obatan antikejang, serta racun serangga. Apabila kehamilan disertai sindroma nefrotik, maka pengobatan serta prognosis ibu dan anak tergantung pada faktor penyebabnya dan pada beratnya insufisiensi ginjal. Sedapat mungkin faktor penyebabnya harus dicari; jikalau perlu, dengan biopsy ginjal. Penderita harus diobati dengan seksama, atau pemakaian obat-obat yang menjadi sebab harus dihentikan. Penderita diberi diet tinggi protein. Infeksi sedapat-dapatnya dicegah dan yang sudah ada harus diberantas dengan antibiotika. Tromboembolismus dapat timbul dalam nifas. Siberman dan Adam mengajarkan pengobatan antibeku (heparin) dalam nifas pada wanita dengan sindroma nefrotik. Dapat pula diberi obat-obat kortikosteroid dalam dosis tinggi.

G.    Gagal Ginjal Mendadak Dalam Kehamilan
Gagal ginjal mendadak (acute renal failure) merupakan komplikasi yang sangat gawat dalam kehamilan dan nifas, karena dapat menimbulkan kematian atau kerusakan fungsi ginjalyang tidak bisa sembuh lagi.  Kejadiannya 1 dalam 1300-1500 kehamilan.
Kelainan ini didasari oleh 2 jenis patologi.
  1. Nekrosis tubular akut, apabila sumsum ginjal mengalami kerusakan.
  2. Nekrosis kortikal bilateral apabila sampai kedua ginjal ayng menderita.
Penderita yang mengalami gagal ginjal mendadak ini sering dijumpai pada kehamilan muda 12-18 minggu, dan kehamilan telah cukup bulan. Pada kehamilan muda, sering diakibatkan oleh abortus septic yang diakibatkan oleh bakteri Chlostridia welchii atau streptococcus. Gambaran klinik lain yaitu berupa sepsis, dan adanya tanda-tanda oligouria mendadak dan azothemia serta pembekuan darah intravaskuler (DIC), sehingga terjadi nekrosis tubular yg akut. Kerusakan ini dapat sembuh kembali bila kerusakan tubulus tidak terlalu luas dalam waktu 10-14 hari. Seringkali dilakukan tindakan tindakan histerektomi untuk menagatasinya, akan tetapi ada peneliti yang menganjurkan tidak perlu melakukan operasi histerektomi tersebut asalkan penderita diberikan antibiotic yang adekuat dan intensif serta dilakukan dialysis terus menerus sampai fungsi ginjal baik. Lain halnya dengan nekrosis kortikal yang bilateral, biasanya dihubungkan dengan solusio plasenta, preeclampsia berat atau eklampsia, kematian janin dalam kandungan yang lama, emboli air ketuban yang mnyebabkan terjadinya DIC,  reaksi transfuse darah atau pada perdarahan banyak yang dapat menimbulkan iskemi.
Penderita dapat meninggal dalam waktu 7-14 hari setelah timbulnya anuria. Kerusakan jaringan dapat terjadi di beberapa tempat yang tersebar atau ke seluruh jaringan ginjal.
Pada masa nifas sulit diketahui sebabnya,  sehingga disebut sindrom ginjal idiopatik postpartum. Penanggulangan pada keadaan ini, penderita diberi infuse, atau transfusi darah, diperhatikan keseimbangan elektrolit dan cairan dan segera dilakukan hemodialisis bila ada tanda-tanda uremia. Banyak penderita membutuhkan hemodialis secara teratur atau dilakukan transplantasiginjal untuk ginjal yang tetap gagal. Gagal ginjal dalam kehamilan ini dapat dicegah bila dilakukan:
  1. Penangan kehamilan dan persalinan dengan baik:
  2. Perdarahan, syok, dan infeksi segera diatasi atau diobati dengan baik;
  3. Pemberian trannfusi darah dengan hati-hati.

H.    Batu Ginjal (Nefrolitiasis) Dan Saluran Kemih (Urolitiasis)
Batu saluran kemih dalam kehamilan tidaklah biasa. Frekuensinya sangat sedikit 0.03-0,07%. Walaupun demikian perlu juga diperhatikan karena urotiasis ini dapat mendorong timbulnya infeksi saluran kemih, atau menimbulkan keluhan pada penderita berupa nyeri mendadak, kadang-kadang berupa kolik, dan hematuria. Perlu anamnesis tentang riwayat penyakit sebelumnya, terutama mengenai penyakit saluran kencing, untuk membantu membuat diagnosis urolitiasis. Diagnosis lebih tepat dengan melakukan pemeriksaan intravenous pielografi; akan tetapi janin harus dilindungi dari efek penyinaran. Dewasa ini dapat pula dengan USG dan MRI.
Bila diketahui adanya urolitiasis dalam kehamilan, terapi pertama adalah analgetika untuk menghilangkan sakitnya, diberi cairan banyak agar batu dapat ke bawah, karena hampir  80% batu akan dapat turun ke bawah, serta antibiotika. Pada penderita yang membutuhkan tindakan operasi, sebaiknya operasi dilakukan setelah trimester pertama atatu setelah post partum. Pada batu buli-buli, bila batu tersebut diperkirakan menghalangi jalannya persalinan, kehamilan diakhiri dengan SC, dan batu diangkat post partum dengan seksio alta atau lipotripsi.

I.       Ginjal Polikistik
Ginjal polikistik merupakan kelainan bawaan (herediter). Kehamilan umunya tidak mempengaruhi perkembangan pembentukan kista pada ginjal, begitu pula sebaliknya. Akan tetapi bila fungsi ginjal kurang baik, maka kehamilan akan memperberat atau merusak fungsinya. Sebaliknya wanita yang telah mempunyai kelainan sebaiknya tidak hamil karena kemungkinan timbul komplikasi akibat kehamilan selalu tingggi.

J.      Tuberkulosis Ginjal
Jarang dijumpai wanita hamil dengan tuberculosis ginjal, walaupun dalam literature disebutkan ada. Kehamilan akan mempengaruhi TBC ginjal tersebut, bila tidak diobati. TBC pada ginjal dapat hamil terus, asal fungsi ginjalnya baik.
Diagnosis TBC ginjal ditentukan bila ditemukan tuberkel kuman MIkrobakterium tuberculosis pada ginjal, tetapi hal ini sulit dilakukan karena diperlukan tindakan invasive. Tes Tuberkulin tidak dapat dijadikan patokan karena kehamilan mengurangi sensitivitas tuberculin. Diagnosis dapat ditegakkan bila ditemukan leukosit, eritrosit, dan tuberculosis dalam urin.
Penanganan TBC ginjal dalam kehamilan:
  1. Konservatif, dengan mengobati gejala yang timbul sampai akhir kehamilan.
  2. Paliatif, dengan melakukan terminasi kehamilan bertujuan untuk mencegah kerusakan yang ditimbulkan oleh proses tuberculosis.
  3. Radikal, yang terdiri atas nefroktomi atau kombinasi aborsi dan nefrektomi. Nefrektomi merupakan pilihan apabila tuberculosis hanya terjadi pada 1 ginjal. Tindakan ini diperlukan pada 69% kasus tuberculosis ginjal dengan eksaserbasi akut pada kehamilan. Aborsi tidak menghentikan proses tuberculosis.
Komplikasi yang dapat terjadi adalah abortus dan janin yang terinfeksi. Mortalitas ibu dan bayi apabila tidak diobati berkisar 30-40%. Terapi TBC ginjal sama dengan terapi TBC organ-organ lain. Untuk membuat diagnosis TBC ginjal diperlukan pemeriksaan laboraturium khusus

K.    Kehamilan Pasca Nefrektomi
Pada penderita yang mempunyai  1 ginjal karena kelainan congenital atau pasca nefrektomi, dapat atau boleh hamil sampai aterm asalkan fungsi ginjalnya normal. Perlu pemeriksaan fungsi ginjal sebelum hamil dan selama kehamilan serta diawasi dengan baik karena kemungkinan timbulnya infeksi saluran kemih. Persalinan dapat berlangsung pervaginam kecuali dalam keadaan-keadaan tertentu.

L.     Kehamilan Pasca Transplantasi Ginjal
Akhir-akhir ini terdapat laporan tentang kehamilan sampai cukup bulan, setelah wanita mengalami transplantasi ginjal. Prognosisnya cukup baik, bila ginjal yang diimplantasikan tersebut berasal dari donor yang hidup. Selama kehamilan mungkin timbul kompikasi pada ibu dan janinnya.
Kira-kira 50% kehamilan akan berakhir dengan kelahiran premature, dan mungkin pula timbul komplikasi hipertensi, proteinuria, atau infeksi saluran kemih. Pada ginjal sendiri mungkin dapat timbul kerusakan yang sifatnya dapat pulih kembali normal.
Bila ginjal yang ditransplantasikan tersebut berasal dari ginjal donor yang telah meninggal (cadaver), maka kemungkinan akan terjadi kerusakan atau fungsi ginjal akan memburuk setelah 1 tahun, sehingga pada waniat tersebut harus dilakukan dialysis terus menerus untuk mempertahankan kehidupannya. Wanita yang menginginkan hamil hamil setelah dapat tranplantasi giinjal, haruslah diawasi ketat oleh spesialis obstetric dan spesialis penyakit ginjal.
Sebaiknya tentu wanita ini tidak hamil lagi. Davidson dkk mengajukan 8 kriteria yang harus dipenuhi oleh seorang wanita yang telah mendapatkan transplantasi ginjal, untuk diperbolehkan hamil.
  1. Kesehatan penderita dalam keadaan baik dalam waktu 1-2 tahun setelah mendapatkan transplantasi ginjal
  2. Tidak ada kontraindikasi obstetric untuk ibu hamil.
  3. Tidak ada proteinuria
  4. Tidak ada tanda-tanda penolakan graft
  5. Fungsi ginjal harus baik, dengan hasil pemeriksaan laboraturium didapat kadar kreatinin darah antara 0,8 -2 mg/ml
  6. Tidak ada tanda-tanda bendungan, yang dibuktikan dengan pemeriksaan urogram
  7. Tidak ada tanda-tanda hipertensi
  8. Mendapat terapi
    1. Prednisone 10-15 mg/hari
    2. Aothioprin 2-3 mg/kg bb/ hari
Perlu diperhatikan kriteria Davidson tersebut, agar wanita yang mempunyai transplantasi ginjal dapt ditolong, sehingga kehamilan tidak membuat penderita atau janin mengalami komplikasi yang tidak diharapkan sama sekali.

   BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Sebagai kesimpulan, penyakit yang menyertai kehamilan itu diantaranya adalah penyakit ginjal. Semua penyakit ini memberikan dampak pada kehamilan sehingga semua penyakit harus bisa ditangani dengan baik sehingga dampak yang ada tidak besar atau minimal atau bahkan tidak ada dampak yang ditimbulkan pada kehamilan baik itu pada ibu maupun pada janin.
Selain itu, dalam penangan penyakit ini harus diperhatikan dalam pemberian obat-obatan. Karena dengan pemberian obat-obatan yang salah dapat memberikan efek terutama kepada sang janin. Sehingga kita harus mengetahui jenis obat-obatan yang boleh diberikan kepada ibu hamil dan juga yang tidak boleh diberikan pada ibu hamil. Jangan sampai kita bermaksud memberikan pengobatan untuk kesembuhan tapi malah menyebabkan efek teratogenik pada janin.

B.     Saran
Sebagai saran kami, sebagai penolong persalinan kita harus bisa mendeteksi secara dini penyakit-penyakit yang menyertai kehamilan sehingga dapat meminimalkan atau menghilangkan resiko cacat atau kematian janin. Kita harus bisa megetahui penanganan yang tepat atau pengobatan yang aman buat kehamilan ibu sehingga persalinan dapat berjalan secara fisiologi. Selain itu, kesadaran dari ibu untuk memeriksakan diri selama hamil sehingga tidak dapat terdeteksi secara dini.   
 
DAFTAR PUSTAKA



 Manuaba. 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit kandungan, dan Keluarga berencana untuk Pendidikan Bidan. EGC : Jakarta

Prawiroharjo, Sarwono. 2007. Ilmu Kebidanan. Edisi Ketiga. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo : Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar