BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Pandangan bahwa perempuan yang menderita penyakit ginjal
sebaiknya menghindari kehamilan, telah ada sejak abad lalu. Luaran bayi
dipercaya akan kurang baik dan pasien yang menderita penyakit ginjal disarankan
melakukan terminasi kehamilan. Setelah tahun 1975 rasa pesimis itu berganti
menjadi optimis sehubungan dengan banyaknya publikasi studi kasus mengenai
kehamilan dengan penyakit ginjal yang dikonfirmasi dengan biopsy ginjal,
sehingga kebanyakan perempuan dengan gangguan ginjal dapat melewati kehamilan
tanpa kelainan yang berarti. Selain itu, data-data mengenai perempuan hamil
dengan transplantasi ginjal sejak tahun 2000 telah memberikan hasil yang
menggembirakan. Kesemuanya ini memberikan pandangan bahwa sebagian besar
perempuan yang mempunyai gangguan fungsi ginjal minimal dapat hamil dengan
kemungkinan kehamilannya berhasil mencapai 90%.
Dalam kehamilan terdapat perubahan-perubahan fungsional dan
anatomic ginjal dan saluran kemih, yang sering menimbulkan gejala-gejala dan
kelainan fisik dan pemeriksaan hasil laboraturium. Apabila hal itu tidak
diperhatikan dan diperhitungkan, ada kemungkinan salah membuat diagnosis,
sehingga dapat merugikan ibu dan janin. Untuk itu, diperlukan asuhan yang tepat
bagi ibu hamil dengan penyakit ginjal, dan dalam makalah ini akan dibahas
tentang penyakit ginjal dalam kehamilan dan asuhan kebidanan pada ibu hamil
dengan penyakit ginjal.
1. Tujuan
1. Untuk mengetahui perubahan anatomik
dan fungsional ginjal dan saluran kemih selama kehamilan.
2. Untuk mengetahui penyakit-penyakit
ginjal dan saluran kemih yang sering terjadi pada kehamilan dan pengaruhnya
terhadap kehamilan.
3. Untuk mengetahui pengaruh kehamilan
terhadap penyakit ginjal dan saluran kemih.
4. Untuk mengetahui asuhan kebidanan
yang tepat untuk ibu hamil dengan penyakit ginjal.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Dalam kehamilan terdapat perubahan-perubahan fungsional dan
anatomic ginjal dan saluran kemih, yang sering menimbulkan gejala-gejala dan
kelainan fisik dan pemeriksaan hasil laboraturium. Apabila hal itu tidak
diperhatikan dan diperhitungkan, ada kemungkinan salah membuat diagnosis,
sehingga dapat merugikan ibu dan janin. Perubahan anatomic terdapat peningkatan
pembuluh darah, dan ruangan intertisiil pada ginjal. Dan juga ginjal akan
memanjang kira-kira 1 cm. Semuanya itu akan kembali normal setelah melahirkan.
Ureter, pielum dan kaliks mengalami pelebaran dalam kurun waktu yang pendek
sesudah kehamilan 3 bulan, dan terutama pada sisi sebelah kanan. Pelebaran yang
tidak sama ini mungkin karena perubahan uterus yang membesar dan mengalami
dekstrorotasi atau karena terjadinya penekanan pada vena ovarium kanan yang
terletak di atas ureter, sedangkan pada yang di sebelah kiri tidak terdapat
karena adanya sigmoid sebagai bantalan. Pelebaran juga karena pengaruh
progesterone, sehingga terjadi hidroureter dan hidronefrosis fisiologis dalam
kehamilan. Ureter juga mengalami pemanjangan, melekuk, dan kadang berpindah
letak ke lateral, dan akan kembali normal 8-12 minggu setelah melahirkan. Semua
hal di atas dapat dilihat dengan pemeriksaan pielografi intravena
(IVP=intravenosus pylography).
Selain itu juga terjadi hyperplasia dan hipertrofi otot
dinding ureter dan kaliks, dan berkurangnya tonus otot-otot saluran kemih
karena pengaruh kehamilan. Dilatasi ureter ini memunginkan timbulnya refluks
air kemih dari kandung kemih ke dalam ureter. Akibat pembesaran uterus,
hiperemi organ-organ pelvis dan pengaruh hormonal, terjadi perubahan pada
kandung kemih yang dimulai pada kehamilan usia 4 bulan. Kandung kemih akan
berpindah ke lebih anterior dan superior. Pembuluh-pembuluh di daerah mukosa
akan membengkak dan melebar. Otot kandung kemih mengalami hipertrofi akibat
pengaruh hormone esterogen. Kapasitas kandung kemih meningkat sampai 1 Liter,
kemungkinan karena efek relaksasi dari hormone progesterone.
Perubahan fungsi
Segera sesudah konsepsi, terjadi peningkatan aliran plasma
(RPF) dan tingkat filtrasi glomerolus (GFR). Sejak kehamilan trimester 2 GFR
akan meningkat sampai 30-50%, di atas nilai normal wanita tidak hamil.
Akibatnya akan terjadi penurunan dari kadar kreatinin serum dan urea nitrogen
darah. Nilai normal kreatinin serum adalah 0,5 mg-0,7 mg/100 ml dan urea nitrogen
darah 8-12 minggu/100ml.
Infeksi saluran kemih
Infeksi saluran kemih adalah bila pada pemeriksaan urin,
ditemukan bakteri yang jumlahnya lebih dari 10.000 per ml. urin yang diperiksa
harus bersih, segar, dan dari aliran tengah (midstream) atau duambil dengan
pungsi suprasimpisis. Ditemukan bakteri yang jumlahnya lebih dari 103 per
ml ini disebut dengan istilah bakteriuria. Bakteriuria ini mungkin tidak
disertai gejala, disebut bakteriuria asimtomatik, dan mungkin pula disertai
dengan gejala-gejala disebut bakteriuria simptomatik. Walaupun infeksi ini
dapat terjadi karena penyebaran kuman melalui pembuluh darahatau saluran limfe,
akan tetapi yang terbanyak atau tersering adalah kuman-kuman naik ke atas
melalui uretra, ke dalam kandung kemih dan saluran kemih yang lebih atas. Kuman
yang tersering dan terbanyak sebagai penyebab adalah Escheria coli (E.coli), di
samping kemungkinan kumn-kuman lain seperti Enterbacter aerogenes, Klebsiella,
Psedomonas dan lain-lain.
1.
BAKTERIURIA TANPA GEJALA
(ASIMPTOMATIK)
Frekuensi bacterium tanpa gejala kira-kira 2-10 %, dan
dipengaruhi oleh parietas, sosioekonomi wanita hamil tersebut. Di Amrika
Serikat paling tiggi ditemukan pada wanita Negro. Di RS Dr.Cipto Mangunkusumo,
Jakarta, frekuensi bakteriuria tanpa gejaala dalam kehamilan sangat tinggi,
yaitu 25%.
Beberapa
peneliti mendapatkan adanya hubungan kejaian bakteriuria ini dengan peningkatan
kejadian anemia dalam kehamilan persalinan premature, gangguan pertumbuhan
janin, dan preeklamsia. Oleh karena itu pada wanita hamil dengan bakteriuria
harus diobati dengan seksama sampai air kemih bebas dari bakteri yan dibuktikan
dengan pemeriksaan beberapa kali. Pengobatan dapat dilakukan dengan pemberian
obat sulfonamide ampisilin, atau nitrofurantoin.
2.
BAKTERIURIA DENGAN GEJALA (SIMPTOMATIK
A.
sistisis
Sistitis adalah peradangan kandung kemih tanpa disertai
radang bagian atas saluran kemih. Sistitis ini cukup dijumpai dalam kehamilan
dan nifas. Kuman penyebab utama adalah E.coli, di samping dapat pula oleh
kuman-kuman lain. Factor predisposisi lain adalah uretra wanita yang pendek,
sistokel, adanya sisa air kemih yang tertinggal, di samping penggunaan kateter
yang sering dipakai dalam usaha mengeluarkan air kemih dalam pemeriksaan
ginekologik atau persalinan. Penggunaan kateter ini akan mendorong kuman-kuman
yang ada di uretra distal untuk masuk ke dalam kandung kemih. Dianjurkan untuk
tidak menggunakan kateter bila tidak perlu betul.
Gejala-gejala sistitis khas sekali, yaitu disuria terutama
pada akhir berkemih, meningkatnya frekuensi bekemih dan kadang-kadang disertai
nyeri di bagian atas simpisis, perasaan ingin berkemih yang tidak dapat
ditahan,air kemih kadang-kadang terasa panas, suhu badan mungkin normal atau
meningkat, dan nyeri di daerah suprasimpisis. Pada pemeriksaan laboratorium,
biasanya ditemukan banyak leukosit dan eritrosit dan kadang-kadang juga ada
bakteri. Kadang-kadang dijumpai hematuria sedangkan proteinuria biasanya tidk
ada.
Sistititis
dapat diobati dengan sulfonamide, ampicilin, eritromisin. Perlu diperhatikan
obat-obat lain yang baik digunakan untuk pengobatan infeksi saluran kemih, akan
tetapi mempunyai pengaruh tidak bagi janin, ataupun bagi ibu.
B.
Akuta
Merupakan salah satu komplikasi yang sering dijumpai dalam
kehamilan, dan frekuensinya kira-kira 2%, terutama pada kehamilan terakhir, dan
permulaan masa nifas. Penyakit ini biasanya disebabkan oleh Escheria coli, dan
dapat pula oleh kuman-kuman lain seperti Stafilokokus aereus, Basillus proteus,
dan pseudomonas aeruginosa. Kuman dapat menyebar secara hematogen atau
limfogen, akan tetapi terbanyak berasal dari kandung kemih. Predisposisinya
antara lain yaitu penggunaan kateter untuk mengeluarkan air kemih waktu
persalinan atau kehamilan, air kemih yang tertahan sebab perasaan sakit waktu
berkemih karena trauma persalinan, atau luka pada jalan lahir. Diajurkan tidak
menggunakan kateter untuk mengeluarkan air kemih, bila tidak diperlukan betul.
Penderita yang menderita pielonefritis kronik atau glomeroluneftitis kronik
yang sudah ada sebelum kehamilan, sangat mendorong terjadinya pielonefritis
akuta ini.
Gejala-gejala penyakit biasanya timbul mendadak, wanita yang
sebelumnya merasa sakit sedikit pada kandung kemih, tiba-tiba menggigil, badan
panas, dan rasa nyeri di punggung (angulus kostovertebralis) terutama sebelah
kanan. Nafsu makan berkurang, mual, muntah-muntah, dan kadang diare, dan dapat
pula jumlah urin sangat berkurang (oligouria). Pada pemeriksaan air kemih
ditemukan banyak sel leukosit dan sering bergumpal-gumpal, silinder sel darah,
dan kadang-kadang ditemukan bakteri E.coli. pembiakan air kemih menunjukkan
hasil positif. Perlu diperhatikan diagnosis banding lain seperti appendicitis
akuta, solusio plasenta, tumor putaran tungkai, dan infeksi nifas.
Pengobatan pielonefritis akuta, penderita harus dirawat,
istirahat berbaring, dan diberikan cukup cairan dan antibioitika seperti
ampicilin atau sulfonamide, sampai tes kepekaan kuman ada, kemudian tes
antibiotic disesuaikan dengan hasil tes kepekaan tersebut. Biasanya pengobatan
berhasil baik, walaupun kadang-kadang penyakit ini dapat timbul lagi.
Pengobatan sedikitnya dilanjutkan selama 10 hari, dan kemudian penderita harus
tetap diawasi akan kemungkinan berulangnya penyakit. Perlu diingat ada
obat-obat yang tidak boleh diberikan pada kehamilan walaupun mungkin baik untuk
pengobatan infeksi saluran kemih seperti tetrsiklin. Terminasi kehamilan segera
biasanya tidak diperlukan, kecuali apabila pengobatan tidak berhasil atau
fungsi ginjal makin memburuk. Prognosis bagi ibu umumnya cukup baik bila
pengobatan cepat dan tepat diberikan, sedangkan pada hasil konsepsi seringkali
menimbulkan keguguran atau persalinan premature.
C.
Pielonefritis Kronika
Pielonefritis kronik biasanya tidak atau sedikit sekali
menunjukkkan gejala-gejala penyakit saluran kemih, dan merupakan predisposisi
terjadinya pielonefritis akuta dalam kehamilan. Penderita mungkin menderita
tekanan darah tinggi. Pada keadaan penyakit yang lebih berat didapatkan
penurunan tingkat filtrasi glomerolus (GFR) dan pada urinalisis urin mungkin
normal, mungkin ditemukan protein kurang dari 2 gr per hari, gumpalan sel-sel
darah putih.
Prognosis
bagi ibu dan janin tergantung dari luasnya kerusakan jaringan ginjal. Penderita
yang hipertensi dan insufisiensi ginjal mempunyai prognosis buruk. Penderita
ini sebaiknya tidak hamil, karena risiko tinggi. Pengobatan penderita yang
menderit pielonefritis kronika ini tidak banyak yang dapat dilakukan, dan kalau
menunjuk ke arah pielonefritis akuta, terapi sperti yang telah diuraikan. Perlu
dipertimbangkan untuk terminasi kehamilan pada penderita yang menderita
pielonefritis kronika.
D.
Glomerulonefritis Akuta
Glomerulonefritis akuta jarang dijumpai pada wanita hamil.
Peyakit ini dapat timbul setiap saat dalam kehamilan, dan penderita nefritis
dapat menjadi hamil. Yang menjadi penyebab biasanya Streptococcus
beta-haemolyticus jenis A. sering ditemukan bahwa penderita pada saat yang sama
atau beberapa minggu sebelumnya menderita infeksi jalan pernapasan, seperti
tonsillitis, atau infeksi lain-lain oleh streptokokus, suatu hal yang menyokong
teori infeksi local.
Gambaran
klinik ditandai oleh timbulnya hematuria dengan tiba-tiba, edema dan hipertensi
pada penderita sebelumnya tampak sehat. Kemudian sindroma ditambah dengan
oligouria sampai anuria, nyeri kepala, dan mundurnya visus (retinitis
albuminika). Diagnosis menjadi sulit apabila timbul serangan kejang-kejang
dengan atau tanpa koma yang disebabkan oleh komplikasi hipertensi serebral,
atau oleh uremia, atau apabila timbul edema paru-paru akut. Apabila penyakitnya
diketahui dalam trimester III, maka perbedann dengan preeklamsia dan eklampsia
selalu harus dibuat. Pemeriksaan air kencing menghasilkan sebagai berikut:
sering proteinuria, ditemukan eritrosit dan silinder hialin, silinder korel,
dan silinder eritrosit.
Pengobatan sama di luar kehamilan dengan perhatian khusus,
istirahat baring, diet yang sempurna dan rendah garam, pengendalian hipertensi
serta keseimbangan cairan dan elektrolit. Untuk pemberantasan infeksi cukup
diberi penicillin, karena streptococcus peka terhadap penicillin. Apabila ini
tidak berhasil, maka harus dipakai antibiotika yang sesuai dengan hasil tes
kepekaan.
Biasanya
penderita sembuh tanpa sisa-sisa penyakit dan fungsi ginjal yang tetap baik.
Kehamilan dapat berlangsung sampai lahirnya anak hidup, dan apabila diinginkan
wanita boleh hamil lagi di kemudian hari. Ada kalanya penyakit menjadi menahun
dengan segala akibatnya. Ada umumnya prognosis ibu cukup baik. Kematian ibu
sangat jarang, dan apabila terjadi biasanya itu diakibatkan oleh dekompensasi kordis,
komplikasi serebro-vaskuler anuria, dan uremia.
Kehamilan
tidak banyak mempengaruhi jalan penyakit. Sebaliknya glomerulonefritis akuta
mempunyai pengaruh tidak baik terhadap hasi konsepsi; terutama yang disertai
tekanan darah yang sangat tingggi dan insufisiensi ginjal, dapat menyebabkan
abortus, partus prematurus dan kematian janin.
E.
Glomerulonefritis Kronika
Wanita hamil dengan glomerulonefritis kronika sudah
menderita penyakit itu beberapa tahun sebelumnya. Karena itu, pada pemeriksaan
kehamilan pertama dapat dijumpai proteinuria, sedimen yang tidak normal,
dan hipertensi. Diagnosis mudah dibuat bila dijumpai proteinuria, sedimen
yang tidak normal, dan hipertensi. Apabila gejala-gejala penyakit
penyakit baru timbul dalam kehamilan yang sudah lanjut, atau ditambah dengan
pengaruh kehamilan (superimposed preeclampsia), maka lebih sulit untuk
membedakannya dari preeklampsi murni.
Suatu
ciri tetap ialah makin memburuknya fungsi ginjal karena makin lama makin banyak
kerusakan yang diderita oleh glomerulus-glomerulus ginjal, bahkan sampai
mencapai tingkat akhir, yakni apa yang disebut ginjal kisut. Penyakit ini dapat
menampakkan diri dalam 4 macam: (01) hanya terdapat proteinuria menetap dengan
atau tanpa kelainan sedimen; (02) dapat menjadi jelas sebagai sindroma
nefrotik; (03) dalam bentuk mendadak seperti pada glomerulonefritis akuta; (04)
gagal ginjal sebagai penjelmaaan pertama.
Keempat-empatnya
dapat menimbulkan gejala-gejala insufisiensi ginjal dan penyakit kardiovaskuler
hipertensif.
Selain proteinuria, kelainan sedimen dan hipertensi, dapat
pula dijumpai edema (terutama di muka), dan anemia. Pemeriksaan kimiawi darah
menunjukkan urea-nitrogen, kadar asidum urikum, dan kadar kreatinin yang
tinggi. Pengeluaran fenosufonftalein dan kreatinin oleh ginjal lebih lambat.
Pengobatan
tidak memberi hasil yang memuaskan karena penyakitnya bertambah berat.
Peningkatan penyakit, tensi yang sangat tinggi, dan tambahan dengan
pielonefritis akuta harus ditanggulangi dengan seksama. Dalam hal-hal terakhir
pengakhiran kehamilan perlu dipertimbangkan. Sebaiknya penderita
glomerulonefritis kronika tidak menjadi hamil. Karena kerusakan ginjal
berbeda-beda pada waktu penderita ditemukan hamil, maka sulit untuk
menafsirkan pengaruh kehamilan pada jalan penyakit. Yang tanpa kehamilan juga
makin lama makin menjadi lebih buruk. Agaknya kehamilan tidak mempercepat
proses kerusakan ginjal, walaupun sebaliknya dapat pula terjadi.
Prognosis bagi ibu akhirnya buruk: ada yang segera
meninggal, ada yang agak lama. Hal itu tergantung dari luasnya kerusakan ginjal
waktu diagnosis dibuat, dan ada atau tidaknya faktor-faktor yang mempercepat
proses penyakit.
Prognosis
bagi janin dalam kasus tertentu tergantung pada fungsi ginjal dan derajat
hipertensi. Wanita dengan fungsi ginjal yang cukup baik tanpa hipertensi yang
berarti dapat melanjutkan kehamilan sampai cukup bulan walaupun biasanya
bayinya lahir dismatur akibat insufisiensi placenta. Apabila penyakit sudah
berat, apalagi disertai tekanan darah yang sangat tinggi, biasanya kehamilan
berakhir dengan abortus dan partus prematurus, atau janin mati dalam kandungan.
F.
Sindroma Nefrotik
Sindroma
nefrotik, yang dahulu dikenal dengan nama nefrosis, ialah suatu kumpulan gejala
yang terdiri atas edema, proteinuria (lebih dari 5 gram sehari),
hipoalbuminemia, dan hiperkolesterolemia. Mungkin sindroma ini diakibatkan oleh
reaksi antigen-antibodi dalam pembuluh-pembuluh kapiler glomerulus.
Penyakit-penyakit yang dapat menyertai sindroma nefrotik adalah
glomerulonefritis kronika (paling sering), lupus eritemosus, DM, amiloidosis,
sifilis, dan thrombosis vena renalis. Selain itu sindroma ini dapat pula timbul
akibat keracunan logam berat (timah, air raksa), obat-obatan antikejang, serta
racun serangga. Apabila kehamilan disertai sindroma nefrotik, maka pengobatan
serta prognosis ibu dan anak tergantung pada faktor penyebabnya dan pada
beratnya insufisiensi ginjal. Sedapat mungkin faktor penyebabnya harus dicari;
jikalau perlu, dengan biopsy ginjal. Penderita harus diobati dengan seksama,
atau pemakaian obat-obat yang menjadi sebab harus dihentikan. Penderita diberi
diet tinggi protein. Infeksi sedapat-dapatnya dicegah dan yang sudah ada harus
diberantas dengan antibiotika. Tromboembolismus dapat timbul dalam nifas.
Siberman dan Adam mengajarkan pengobatan antibeku (heparin) dalam nifas pada
wanita dengan sindroma nefrotik. Dapat pula diberi obat-obat kortikosteroid
dalam dosis tinggi.
G.
Gagal Ginjal Mendadak Dalam
Kehamilan
Gagal ginjal mendadak (acute renal failure) merupakan
komplikasi yang sangat gawat dalam kehamilan dan nifas, karena dapat
menimbulkan kematian atau kerusakan fungsi ginjalyang tidak bisa sembuh
lagi. Kejadiannya 1 dalam 1300-1500 kehamilan.
Kelainan ini didasari oleh 2 jenis
patologi.
- Nekrosis tubular akut, apabila sumsum ginjal mengalami kerusakan.
- Nekrosis kortikal bilateral apabila sampai kedua ginjal ayng menderita.
Penderita yang mengalami gagal ginjal mendadak ini sering
dijumpai pada kehamilan muda 12-18 minggu, dan kehamilan telah cukup bulan.
Pada kehamilan muda, sering diakibatkan oleh abortus septic yang diakibatkan
oleh bakteri Chlostridia welchii atau streptococcus. Gambaran klinik lain yaitu
berupa sepsis, dan adanya tanda-tanda oligouria mendadak dan azothemia serta
pembekuan darah intravaskuler (DIC), sehingga terjadi nekrosis tubular yg akut.
Kerusakan ini dapat sembuh kembali bila kerusakan tubulus tidak terlalu luas
dalam waktu 10-14 hari. Seringkali dilakukan tindakan tindakan histerektomi
untuk menagatasinya, akan tetapi ada peneliti yang menganjurkan tidak perlu
melakukan operasi histerektomi tersebut asalkan penderita diberikan antibiotic
yang adekuat dan intensif serta dilakukan dialysis terus menerus sampai fungsi
ginjal baik. Lain halnya dengan nekrosis kortikal yang bilateral, biasanya
dihubungkan dengan solusio plasenta, preeclampsia berat atau eklampsia,
kematian janin dalam kandungan yang lama, emboli air ketuban yang mnyebabkan
terjadinya DIC, reaksi transfuse darah atau pada perdarahan banyak yang
dapat menimbulkan iskemi.
Penderita
dapat meninggal dalam waktu 7-14 hari setelah timbulnya anuria. Kerusakan
jaringan dapat terjadi di beberapa tempat yang tersebar atau ke seluruh
jaringan ginjal.
Pada
masa nifas sulit diketahui sebabnya, sehingga disebut sindrom ginjal
idiopatik postpartum. Penanggulangan pada keadaan ini, penderita diberi infuse,
atau transfusi darah, diperhatikan keseimbangan elektrolit dan cairan dan
segera dilakukan hemodialisis bila ada tanda-tanda uremia. Banyak penderita
membutuhkan hemodialis secara teratur atau dilakukan transplantasiginjal untuk
ginjal yang tetap gagal. Gagal ginjal dalam kehamilan ini dapat dicegah bila
dilakukan:
- Penangan kehamilan dan persalinan dengan baik:
- Perdarahan, syok, dan infeksi segera diatasi atau diobati dengan baik;
- Pemberian trannfusi darah dengan hati-hati.
H.
Batu Ginjal (Nefrolitiasis) Dan
Saluran Kemih (Urolitiasis)
Batu saluran kemih dalam kehamilan tidaklah biasa.
Frekuensinya sangat sedikit 0.03-0,07%. Walaupun demikian perlu juga
diperhatikan karena urotiasis ini dapat mendorong timbulnya infeksi saluran
kemih, atau menimbulkan keluhan pada penderita berupa nyeri mendadak,
kadang-kadang berupa kolik, dan hematuria. Perlu anamnesis tentang riwayat
penyakit sebelumnya, terutama mengenai penyakit saluran kencing, untuk membantu
membuat diagnosis urolitiasis. Diagnosis lebih tepat dengan melakukan
pemeriksaan intravenous pielografi; akan tetapi janin harus dilindungi dari
efek penyinaran. Dewasa ini dapat pula dengan USG dan MRI.
Bila
diketahui adanya urolitiasis dalam kehamilan, terapi pertama adalah analgetika
untuk menghilangkan sakitnya, diberi cairan banyak agar batu dapat ke bawah,
karena hampir 80% batu akan dapat turun ke bawah, serta antibiotika. Pada
penderita yang membutuhkan tindakan operasi, sebaiknya operasi dilakukan
setelah trimester pertama atatu setelah post partum. Pada batu buli-buli, bila
batu tersebut diperkirakan menghalangi jalannya persalinan, kehamilan diakhiri
dengan SC, dan batu diangkat post partum dengan seksio alta atau lipotripsi.
I.
Ginjal Polikistik
Ginjal polikistik merupakan kelainan bawaan (herediter).
Kehamilan umunya tidak mempengaruhi perkembangan pembentukan kista pada ginjal,
begitu pula sebaliknya. Akan tetapi bila fungsi ginjal kurang baik, maka
kehamilan akan memperberat atau merusak fungsinya. Sebaliknya wanita yang telah
mempunyai kelainan sebaiknya tidak hamil karena kemungkinan timbul komplikasi
akibat kehamilan selalu tingggi.
J.
Tuberkulosis Ginjal
Jarang dijumpai wanita hamil dengan tuberculosis ginjal,
walaupun dalam literature disebutkan ada. Kehamilan akan mempengaruhi TBC
ginjal tersebut, bila tidak diobati. TBC pada ginjal dapat hamil terus, asal
fungsi ginjalnya baik.
Diagnosis
TBC ginjal ditentukan bila ditemukan tuberkel kuman MIkrobakterium tuberculosis
pada ginjal, tetapi hal ini sulit dilakukan karena diperlukan tindakan
invasive. Tes Tuberkulin tidak dapat dijadikan patokan karena kehamilan
mengurangi sensitivitas tuberculin. Diagnosis dapat ditegakkan bila ditemukan
leukosit, eritrosit, dan tuberculosis dalam urin.
Penanganan TBC ginjal dalam
kehamilan:
- Konservatif, dengan mengobati gejala yang timbul sampai akhir kehamilan.
- Paliatif, dengan melakukan terminasi kehamilan bertujuan untuk mencegah kerusakan yang ditimbulkan oleh proses tuberculosis.
- Radikal, yang terdiri atas nefroktomi atau kombinasi aborsi dan nefrektomi. Nefrektomi merupakan pilihan apabila tuberculosis hanya terjadi pada 1 ginjal. Tindakan ini diperlukan pada 69% kasus tuberculosis ginjal dengan eksaserbasi akut pada kehamilan. Aborsi tidak menghentikan proses tuberculosis.
Komplikasi
yang dapat terjadi adalah abortus dan janin yang terinfeksi. Mortalitas ibu dan
bayi apabila tidak diobati berkisar 30-40%. Terapi TBC ginjal sama dengan
terapi TBC organ-organ lain. Untuk membuat diagnosis TBC ginjal diperlukan
pemeriksaan laboraturium khusus
K.
Kehamilan Pasca Nefrektomi
Pada penderita yang mempunyai 1 ginjal karena kelainan
congenital atau pasca nefrektomi, dapat atau boleh hamil sampai aterm asalkan
fungsi ginjalnya normal. Perlu pemeriksaan fungsi ginjal sebelum hamil dan selama
kehamilan serta diawasi dengan baik karena kemungkinan timbulnya infeksi
saluran kemih. Persalinan dapat berlangsung pervaginam kecuali dalam
keadaan-keadaan tertentu.
L.
Kehamilan Pasca Transplantasi Ginjal
Akhir-akhir
ini terdapat laporan tentang kehamilan sampai cukup bulan, setelah wanita
mengalami transplantasi ginjal. Prognosisnya cukup baik, bila ginjal yang
diimplantasikan tersebut berasal dari donor yang hidup. Selama kehamilan
mungkin timbul kompikasi pada ibu dan janinnya.
Kira-kira
50% kehamilan akan berakhir dengan kelahiran premature, dan mungkin pula timbul
komplikasi hipertensi, proteinuria, atau infeksi saluran kemih. Pada ginjal
sendiri mungkin dapat timbul kerusakan yang sifatnya dapat pulih kembali
normal.
Bila ginjal yang ditransplantasikan tersebut berasal dari
ginjal donor yang telah meninggal (cadaver), maka kemungkinan akan terjadi
kerusakan atau fungsi ginjal akan memburuk setelah 1 tahun, sehingga pada
waniat tersebut harus dilakukan dialysis terus menerus untuk mempertahankan
kehidupannya. Wanita yang menginginkan hamil hamil setelah dapat tranplantasi
giinjal, haruslah diawasi ketat oleh spesialis obstetric dan spesialis penyakit
ginjal.
Sebaiknya
tentu wanita ini tidak hamil lagi. Davidson dkk mengajukan 8 kriteria yang harus
dipenuhi oleh seorang wanita yang telah mendapatkan transplantasi ginjal, untuk
diperbolehkan hamil.
- Kesehatan penderita dalam keadaan baik dalam waktu 1-2 tahun setelah mendapatkan transplantasi ginjal
- Tidak ada kontraindikasi obstetric untuk ibu hamil.
- Tidak ada proteinuria
- Tidak ada tanda-tanda penolakan graft
- Fungsi ginjal harus baik, dengan hasil pemeriksaan laboraturium didapat kadar kreatinin darah antara 0,8 -2 mg/ml
- Tidak ada tanda-tanda bendungan, yang dibuktikan dengan pemeriksaan urogram
- Tidak ada tanda-tanda hipertensi
- Mendapat terapi
- Prednisone 10-15 mg/hari
- Aothioprin 2-3 mg/kg bb/ hari
Perlu
diperhatikan kriteria Davidson tersebut, agar wanita yang mempunyai
transplantasi ginjal dapt ditolong, sehingga kehamilan tidak membuat penderita
atau janin mengalami komplikasi yang tidak diharapkan sama sekali.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Sebagai kesimpulan, penyakit yang
menyertai kehamilan itu diantaranya adalah penyakit ginjal. Semua penyakit ini memberikan dampak pada kehamilan
sehingga semua penyakit harus bisa ditangani dengan baik sehingga dampak yang
ada tidak besar atau minimal atau bahkan tidak ada dampak yang ditimbulkan pada
kehamilan baik itu pada ibu maupun pada janin.
Selain itu, dalam penangan penyakit ini
harus diperhatikan dalam pemberian obat-obatan. Karena dengan pemberian
obat-obatan yang salah dapat memberikan efek terutama kepada sang janin.
Sehingga kita harus mengetahui jenis obat-obatan yang boleh diberikan kepada
ibu hamil dan juga yang tidak boleh diberikan pada ibu hamil. Jangan sampai
kita bermaksud memberikan pengobatan untuk kesembuhan tapi malah menyebabkan
efek teratogenik pada janin.
B.
Saran
Sebagai saran kami, sebagai penolong
persalinan kita harus bisa mendeteksi secara dini penyakit-penyakit yang
menyertai kehamilan sehingga dapat meminimalkan atau menghilangkan resiko cacat
atau kematian janin. Kita harus bisa megetahui penanganan yang tepat atau
pengobatan yang aman buat kehamilan ibu sehingga persalinan dapat berjalan
secara fisiologi. Selain itu, kesadaran dari ibu untuk memeriksakan diri selama
hamil sehingga tidak dapat terdeteksi secara dini.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2009. http://74.125.153.132/search?q=cache:hYhALXaLwCAJ:www.drdidispog.com/2009/03/kehamilan-dengan-penyakit-ginjal.html+penyakit+ginjal+pada+kehamilan&cd=1&hl=id&ct=clnk&gl=id. Diakses pada
tanggal 8 Maret 2010.
Anonim. 2009. http://74.125.153.132/search?q=cache:hYhALXaLwCAJ:www.drdidispog.com/2009/03/kehamilan-dengan-penyakit-ginjal.html+penyakit+ginjal+pada+kehamilan&cd=1&hl=id&ct=clnk&gl=id#ixzz0hlLto5o7. Diakses pada
tanggal 9 Maret 2010
Manuaba. 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit
kandungan, dan Keluarga berencana untuk Pendidikan Bidan. EGC : Jakarta
Prawiroharjo, Sarwono. 2007. Ilmu Kebidanan. Edisi
Ketiga. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo : Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar