BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada tahun 2000 terjadi peningkatan penyebaran epidemic HIV
secara nyata melalui perkerja seks komersial, tetapi ada fenomena baru
penyebaran HIV/AIDS melalui pengguna narkoba suntuk. Tahun 2002 HIV sudah
menyebar ke rumah tangga. Sejauh ini lebih dari 6,5 juta perempuan di Indonesia
jadi populasi rawan tertular HIV. Lebih dari 30% diantaranya melahirkan bayi
yang tertular HIV. Pada tahun 2015, diperkirakan akan terjadi penularan pada
38.500 anak yang dilahirkan dan itu terinfeksi HIV.
Sampai tahun 2006 diperkirakan 4.360 anak terkena HIV dan
separuh diantaranya meninggal dunia. Saat ini diperkirakan 2320 anak terkena
HIV.
Kebanyakan wanita mengurus keluarga dan anak-anaknya selain mengurus diri sendiri, sehingga gangguan kesehatan pada wanita akan mempengaruhi seluruh keluarganya. Wanita dengan HIV/AIDS harus mendapatkan dukungan dan perawatan mencakup penyuluhan yang memaai tentang penyakitnya, perawatan, pengobatan, serta pencegahan penularan pada anak dan keluarganya.
Kebanyakan wanita mengurus keluarga dan anak-anaknya selain mengurus diri sendiri, sehingga gangguan kesehatan pada wanita akan mempengaruhi seluruh keluarganya. Wanita dengan HIV/AIDS harus mendapatkan dukungan dan perawatan mencakup penyuluhan yang memaai tentang penyakitnya, perawatan, pengobatan, serta pencegahan penularan pada anak dan keluarganya.
Penularan HIV ke ibu bisa akibat hubungan seksual yang tidak
aman, pemakaian narkoba injeksi dengan jumlah bergantian bersama pengidap HIV,
tertular melalui darah dan produk darah, penggunaan alat kesehatan yang tidak
steril serta alat untuk menoreh kulit. Penyebab terjadinya infeksi HIV pada
wanita secara berurutan dari yang terbesar adalah pemakaian obat terlarang
melalui injeksi 51%, wanita heteroseksual 34%, transfuse darah 8%, dan tidak
diketahui sebanyak 70%.
Penularan HIV ke bayi dan anak bis dari ibu ke anak,
penularan melalui darah, penularan melalui hubungan seks (pelecehan seksual
pada anak). Penularan dari ibu ke anak terjadi karena wanita yang menderita
HIV/AIDS sebagian besar (85%) berusia subur (15-44 tahun) sehingga terdapat
resiko penularan infeksi yang bias terjadi pada saat kehamilan. Prevalensi
penularan dari ibu ke bayi dalah 0,01% sampai 0,7%. Bila ibu baru terinfeksi
HIV dan belum ada gejala AIDS, kemungkinan bayi terinfeksi sebanyak 20% sampai
35%, sedangkan gejala AIDS sudah jelas pada ibu kemungkinan mencapai 50%.
Tingkat transmisi AIDS dapat dikurangi dari 25% - 30%
menjadi kurang dari 2% (berkurang > 90%) kalau pakai obat antiretoviris
(ARV) pada Trismester terakhir kehamilan, selama persalinan, dan kelahiran dan
bayi diobati pascapersalinan selama 6 minggu dan tidak disusui. Aturan/resiman
yang sangat efektif ini belum ada di Negara-negara sedang berkembang.
B. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui defenisi HIV/AIDS
2.
Untuk
mengetahui penyebab HIV/AIDS
3.
Untuk
mengetahui penularan HIV/AIDS
4.
Untuk
mengetahui pencegahan HIV/AIDS
5.
Untuk
mengetahui penanganan HIV/AIDS
C. Manfaat Penelitian
Diharapkan agar para pembaca mengerti dan memahami tentang
pengertian, penyebab, penularan, pencegahan dan penanganan HIV/AIDS.
D. Rumusan Masalah
Bagaimana cara pencegahan dan penanganan HIV/AIDS
E. Metode Penulisan
Makalah ini disusun dengan menggunakan metode pustaka
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Defenisi
HIV (Human Immunodeficliency Virus)
/ virus penurunan kekebalan tubuh pada manusia adalah kuman yang sangat kecil
yang disebut virus, yang tidak bisa terlihat oleh manusia.
AIDS (Aquired Immuno Deficiensy
Syndrome) adalah kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya system kekebalan
tubuh yang terjadi karena seseorang terinveksi virus Human Immunodeficliency
Virus (HIV). Orang yang terinfeksi virus ini tidak dapat mengatasi serbuan
penyakit infeksi lain karena system tubuhnya menurun terus secara drastis.
B. Etiologi
AIDS disebabkan oleh virus yang
disebut HIV. Bila seseorang terkena infeksi HIV, virus akan menyerang sistim
kekebalan tubuh yaitu bagian tubuh kita yang bertugas untuk melawan infeksi.
Gallo (National Institute of Health,
USA) menemukan virus HTL III (Human T. Lymphotropic Virus) yang juga adalah
penyebab AIDS.
Pada tahun 1986 dari Afrika ditemukan virus lain yang dapat pula menyebabkan AIDS disebut HIV-2 dan berbeda dengan HIV-1 secara genetic maupun antigenic.
C. Tanda dan Gejala
Pada tahun 1986 dari Afrika ditemukan virus lain yang dapat pula menyebabkan AIDS disebut HIV-2 dan berbeda dengan HIV-1 secara genetic maupun antigenic.
C. Tanda dan Gejala
1.
AIDS
AIDS merupakan manifestasi lanjutan HIV. Selama stadium
individu bisa saja merasa sehat dan tidak curiga bahwa mereka penderita
penyakit. Pada stadium lanjut, system imun individu tidak mampu lagi menghadapi
infeksi Opportunistik dan mereka terus menerus menderita penyakit minor dan
mayor Karen tubuhnya tidak mampu memberikan pelayanan.
Angka infeksi pada bayi sekitar 1 dalam 6 bayi. Pada awal
terinfeksi, memang tidak memperlihatkan gejala-gejala khusus. Namun beberapa
minggu kemudian orang tua yang terinfeksi HIV akan terserang penyakit ringan
sehari-hari seperti flu dan diare. Penderita AIDS dari luar tampak sehat. Pada
tahun ke 3-4 penderita tidak memperlihatkan gejala yang khas. Sesudah tahun ke
5-6 mulai timbul diare berulang, penurunan berat badan secara mendadak, sering
sariawan di mulut dan terjadi pembengkakan didaerah kelenjar getah bening. Jika
diuraikan tanpa penanganan medis, gejala PMS akan berakibat fatal.
2. HIV
Infeksi HIV memberikan gambaran klinik yang tidak spesifik
dengan spectrum yang lebar, mulai dari infeksi tanpa gejala (asimtomatif) pada
stadium awal sampai dengan gejala-gejala yang berat pada stadium yang lebih
lanjut. Perjalanan penyakit lambat dan gejala-gejala AIDS rata-rata baru timbul
10 tahun sesudah infeksi, bahkan dapat lebih lama lagi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi berkembangnya HIV menjadi
AIDS belum diketahui jelas. Diperkirakan infeksi HIV yang berulang – ulang dan
pemaparan terhadap infeksi-infeksi lain mempengaruhi perkembangan kearah AIDS.
Menurunnya hitungan sel CDA di bawah 200/ml menunjukkan perkembangan yang
semakin buruk. Keadaan yang buruk juga ditunjukkan oleh peningkatan B2 mikro
globulin dan juga peningkatan I9A.
Perjalan klinik infeksi HIV telah ditemukan beberapa klasifikasi yaitu :
Perjalan klinik infeksi HIV telah ditemukan beberapa klasifikasi yaitu :
a.
Infeksi
Akut : CD4 : 750 – 1000
Gejala
infeksi akut biasanya timbul sedudah masa inkubasi selama 1-3 bulan. Gejala
yang timbul umumnya seperti influenza, demam, atralgia, anereksia, malaise,
gejala kulit (bercak-bercak merah, urtikarta), gejala syaraf (sakit kepada,
nyeri retrobulber, gangguan kognitif danapektif), gangguan gas trointestinal
(nausea, diare). Pada fase ini penyakit tersebut sangat menular karena terjadi
viremia. Gejala tersebut diatas merupakan reaksi tubuh terhadap masuknya unis
yang berlangsung kira-kira 1-2 minggu.
b.
Infeksi
Kronis Asimtomatik : CD4 > 500/ml
Setelah
infeksi akut berlalu maka selama bertahun-tahun kemudian, umumnya sekitar 5
tahun, keadaan penderita tampak baik saja, meskipun sebenarnya terjadi
replikasi virus secara lambat di dalam tubuh. Beberapa penderita mengalami
pembengkakan kelenjar lomfe menyeluruh, disebut limfa denopatio (LEP), meskipun
ini bukanlah hal yang bersifat prognostic dan tidak terpengaruh bagi hidup
penderita. Saat ini sudah mulai terjadi penurunan jumlah sel CD4 sebagai
petunjuk menurunnya kekebalan tubuh penderita, tetapi masih pada tingkat
500/ml.
c.
Infeksi
Kronis Simtomatik
Fase
ini dimulai rata-rata sesudah 5 tahun terkena infeksi HIV. Berbagai gejala
penyakit ringan atau lebih berat timbul pada fase ini, tergantung pada tingkat
imunitas pemderita.
1. Penurunan Imunitas sedang : CD4 200
– 500 Pada awal sub-fase ini timbul
penyakit-penyakit yang lebih ringan misalnya reaktivasi dari herpes zoster atau
herpes simpleks. Namun dapat sembuh total atau hanya dengan pengobatan biasa.
Keganasan juga dapat timbul pada fase yang lebih lanjut dari sub-fase ini dan
dapat berlanjut ke sub fase berikutnya, demikian juga yang disebut AIDS-Related
(ARC).
2. Penurunan Imunitas berat : CD4 <
200 Pada sub fase ini terjadi infeksi
oportunistik berat yang sering mengancam jiwa penderita. Keganasan juga timbul
pada sub fase ini, meskipun sering pada fase yang lebih awal. Viremia terjadi
untuk kedua kalinya dan telah dikatakan tubuh sudah dalam kehilangan
kekebalannya.
Tanda
dan Gejala AIDS
1. Dicurigai AIDS pada orang dewasa
bila ada paling sedikit dua gejala mayor dan satu gejala minor dan tidak ada
sebab-sebab imunosupresi yang lain seperti kanker,malnutrisi berat atau
pemakaian kortikosteroid yang lama.
a.
gejala
Mayor
1.
Penurunan
berat badan lebih dari 10%
2.
Diare
kronik lebih dari satu bulan
3.
Demam
lebih dari satu bulan
b.
Gejala
Minor
1.
Batuk
lebih dari satu bulan
2.
Dermatitis
preuritik umum
3.
Herpes
zoster recurrens
4.
Kandidias
orofaring
5.
Limfadenopati
generalisata
6.
Herpes
simplek diseminata yang kronik progresif
2.
Dicurigai
AIDS pada anak. Bila terdapat palinh sedikit dua gejala mayor dan dua gejala
minor, dan tidak terdapat sebab – sebab imunosupresi yang lain seperti kanker,
malnutrisi berat, pemakaian kortikosteroid yang lama atau etiologi lain.
a.
Gejala
Mayor
1.
Penurunan
berat badan atau pertmbuhan yang lambat dan abnormal
2.
Diare
kronik lebih dari 1 bulan
3.
Demam
lebih dari 1 bulan
b.
Gejala
minor
1.
Limfadenopati
generalisata
2.
Kandidiasis
oro-faring
3.
Infeksi
umum yang berulang
4.
Batuk
parsisten
5.
Dermatiti
D. HIV/AIDS Pada Wanita
HIV/AIDS
berbeda pada wanita karena :
1. Wanita lebih mudah terinfeksi HIV
dari pada pria. Pria memasukkan semen ke dalam vagina, dimana cairan tersebut
tidk akan menetap untuk waktu yang lama. Bila dalam semen tersebut mengandung
virus HIV maka akan mudah masuk kedalam tubuh wanita melalui vagina dan servix,
terutama bila terdapat sayatan atau ulkus pada bagian tersebut.
2.
Wanita
sering terkena infeksi pada usia muda daripada pria. Ini karena wanita muda dan
gadis-gadis biasanya sering sulit untuk menolak hubungan seksual yang tidk
dikehendaki ataupun yang tidak aman.
3.
Wanita
menerima transfuse darah lebih banyak daripada pria karena masalah kelahiran.
4.
Perkembangan
penyakit AIDS lebih cepat pada wanita setelah terinfeksi HIV. Gizi kurang dan
usia subur menyebabkan wanita kurang mampu melawan penyakit.
5.
Wanita
sering secara tidak adil dipermasalahkan sebagai biang keladi penyebaran AIDS,
tetapi sebetulnya pria juga mempunyai tanggung jawab yang sama besar dengan
pria.
6.
Wanita
hamil yang terinfeksi HIV akan menularkannya kepada janin.
7. Wanita biasanya menjadi perawat
anggota keluarga yang sakit dengan AIDS, meskipun mereka juga sedang sakit.
E. Penularan / Penyebaran HIV/AIDS
HIV hidup dicairan tubuh seperti darah, semen dan cairan
dari orang yang terinfeksi HIV. Virus menjadi tersebar bila cairan-cairan tubuh
tersebut masuk ke tubuh orang lain. HIV bias tersebar dengan cara :
1. Hubungan seksual yang tidak aman
dengan orang yang terinfeksi virus.
2.
Jarum
dan alat suntik yang tidk steril, atau benda tajam lain yang menusuk atau
menyayat kulit.
3.
Transfusi
darah, bila darah tersebut belum diperiksa apakah bebas dari HIV.
4.
Ibu
hamil yang terinveksi HIV menularkan ke bayi sewaktu hamil, melahirkan dan
menyusui.
5. Darah terinfeksi yang masuk ke dalam
sayatan atau luka terbuka orang lain.
HIV dapat ditularkan dari ibu ke bayinya dengan tiga cara
yaitu di dalam uterus (lewat-plasenta) sewaktu persalinan atau melalui air susu
ibu. Pada bayi yang menyusui kira-kira separuhnya transmisi terjadi sewaktu
sekitar persalinan, sepertiganya melalui menyusui ibu dan sebagian kecil di
dalam uterus. Bayi terinfeksi yang tidak disusui ibunya, kira-kira dua pertiga
dari transmisi terjadi sewaktu atau dekat dengan persalinan dan sepertiganya di
dalam uterus.
1.
Kehamilan
Kehamilan
bisa berbahaya bagi wanita dengan HIV atau AIDS selama persalinan dan
melahirkan. Ibu sering akan mengalami masalah-masalah sebagai berikut :
a.
Keguguran
b.
Demam,
infeksi dan kesehatan menurun.
c.
Infeksi
serius setelah melahirkan, yang sukar untuk di rawat dan mungkin mengancam jiwa
ibu.
2.
Melahirkan
Setelah
melahirkan cucilah alat genitalia 2 kali sehari dengan sabun dan air bersih
sehingga terlindungi dari infeksi.
3.
Menyusui
Infeksi
HIV kadang-kadang ditularkan ke bayi melalui air susu ibu (ASI). Saat ini belum
diketahui dengan pasti frekuensi kejadian seperti ini atau mengapa hanya
terjadi pada beberapa bayi tertentu tetapi tidak pada bayi yang lain. Di ASI
terdapat lebih banyak virus HIV pada ibu-ibu yang baru saja terkena infeksi dan
ibu-ibu yang telah memperlihatkan tanda-tanda penyakit AIDS.
Setelah 6 bulan, sewaktu bayi menjadi lebih kuat dan besar, bahaya diare dan infeksi menjadi lebih baik. ASI dapat diganti dengan susu lain dan memberikan makanan tambahan. Dengan cara ini bayi akan mendapat manfaat ASI dengan resiko lebih kecil untuk terkena HIV
Setelah 6 bulan, sewaktu bayi menjadi lebih kuat dan besar, bahaya diare dan infeksi menjadi lebih baik. ASI dapat diganti dengan susu lain dan memberikan makanan tambahan. Dengan cara ini bayi akan mendapat manfaat ASI dengan resiko lebih kecil untuk terkena HIV
F. Pencegahan HIV/AIDS
Pencegahan
HIV/AIDS dapat dilakukan dengan cara :
1. Selalu dan saling setia dengan
pasangan masing-masing
2.
Biasakan
melakukan hubungan seksual yang aman, yaitu hubungan yang mencegah masuknya
kuman yang mungkin terdapat didalam cairan semen pria kedalam bagian-bagian
tubuh wanita
3.
Hindari
pelubangan telinga, tattoo, tujuk jarum/membuat sayatan/lubang pada kulit tubuh
dengan alat yang belum dicuci
4.
Hindari
transfuse darah kecuali untuk keadaan darurat
5.
Jangan
saling meminjam alat cukur ataupun sikat gigi
6. Jangan menyentuh darah orang
lain/luka terbuka tanpa perlindungan (Maxwell, 2000)
G. Penanganan
1.
Penanganan
Umum
a.
Setelah
dilakukan diagnosa HIV, pengobatan dilakukan untuk memperlambat tingkat
replikasi virus. Berbagai macam obat diresepkan untuk mencapai tujuan ini dan
berbagai macam kombinasi obat-obatan terus diteliti. Untuk menemukan obat
penyembuhannya.
b.
Pengobatan-pengobatan
ini tentu saja memiliki efek samping, namun demikian ternyata mereka
benar-benar mampu memperlambat laju perkembangan HIV didalam tubuh.
c.
Pengobatan
infeksi-infeksi appertunistik tergantung pada zat-zat khusus yang dapat
menginfeksi pasien, obat anti biotic dengan dosis tinggi dan obat-obatan anti
virus seringkali diberikan secara rutin untuk mencegah infeksi agar tidak
menjalar dan menjadi semakin parah
2.
Penanganan Khusus
a. Penapisan dilakukan sejak asuhan
antenatal dan pengujian dilakukan atas permintaan pasien dimana setelah proses
konseling risiko PMS dan hubungannya dengan HIV, yang bersangkutan memandang
perlu pemeriksaan tersebut.
b.
Upayakan
ketersediaan uji serologic
c.
Konseling
spesifik bagi mereka yang tertular HIV, terutama yang berkiatan dengan
kehamilan da risiko yang dihadapi
d.
Bagi
golongan risiko tinggi tetapi hasil pengujian negative lakukan konseling untuk
upaya preventif (penggunaan kondom)
e.
Berikan
nutrisi dengan nilai gizi yang tinggi, atasi infeksi oportunistik
f.
Lakukan
terapi (AZT sesegera mungkin, terutama bila konsentrsi virus (30.000-50.000)
kopi RNA/Ml atau jika CD4 menurun secara dratis
g. Tatalaksana persalinan sesuai dengan
pertimbangan kondisi yang dihadapi (pervaginanm atau perabdominam, perhatikan
prinsip pencegahan infeksi).
Rekomendasi
pemberian ART untuk mengurangi transmisi perinatal
Situasi kehamilan Rekomendasi
Situasi kehamilan Rekomendasi
1. Odha hamil yang belum pernah
menggunakan antiretrovirus sebelumnya
2.
Odha
hamil yang sedang mendapatkan ART dan hamil
3.
Odha
hamil datang pada saat persalinan dan belum mendapat ART
4.
Jika
bayi dari ibu odha datang setelah persalinan,sedangkan ibu belum mendapatkan
ART selama kehamilan/intrapartum
1.
Odha
yang hamil menjalani pemeriksaan klinis,imunologis,dan virologi
standart.pertimbangan inisiasi dan penelitian ART sama dengan odha yang tidak
hamil dengan pertimbangan efek terhadap kehamilan.
Regimen AZT tiga bagian direkomendasikan setelah trimester pertama tanpa memendang kadar hiv ibu.regimen kombinasi direkomendasikan pada odha status klinis,imunologis,dan viroogisnya berat atau kadar HIV lebih dari 1000 kopi/mL.jika odha datang pada trimester pertama kehamilan,pemberian AZT dapat di tunda sampai usia kehamilan 10-12 minggu.
Regimen AZT tiga bagian direkomendasikan setelah trimester pertama tanpa memendang kadar hiv ibu.regimen kombinasi direkomendasikan pada odha status klinis,imunologis,dan viroogisnya berat atau kadar HIV lebih dari 1000 kopi/mL.jika odha datang pada trimester pertama kehamilan,pemberian AZT dapat di tunda sampai usia kehamilan 10-12 minggu.
2.
Jika
kehamilan diketahui setelah trimester pertama,tetapi ART sebelumnya
diteruskan,sebaiknya dengan menyertakan ZDV.jika kehamilan diketahui pada
terimester pertama,odha diberikan konseling tentang keuntungan dan resiko ART
pada trimester pertama.jika odha memilih menghentikan AZT selama trimester
pertama,semua obat harus dihentikan untuk kemudian diberikan secara stimulant
setelah trimester pertama untuk mencegah resisitensi obat.tanpa
mempertimbangkan regimen sebelumnya,AZT dianjurkan untuk diberikan selama
intrapartum dan
3.
Ada
beberapa regimen yang dianjurkan:
1.
Nevirapindosis
tunggal pada saat persalinan dan dosis tunggalpada bayi pada usia 48 jam
2.
AZT
dan 3TC oral pada persalinan,diikuti AZT/3TC pada ayi selama seminggu
3.
AZT
intravena intrapartum dikuti AZT pada bayi selama 6 minggu
4.
Dua
dosis neviraprin dikombinasi dengan AZT intravena selama persalinan diikuti AZT
pada bayi selama 6 minggu
Segera setelah persalinan,odha menjalani pemeriksaan seperti CD4 dan kadar HIV untuk menentukan apakah ART akan dilanjutkan
Segera setelah persalinan,odha menjalani pemeriksaan seperti CD4 dan kadar HIV untuk menentukan apakah ART akan dilanjutkan
4.
AZT
sirup diberikan pada bayi selama 6 minggu,dimulai secepatnya dalam 6-12 jam
setelah kelahiran.beberapa dokter dapat memilih kombinasi AZT dengan ART
lain,terutama jika ibunya diketahui resisten terhadap AZT.namun efikasi regimen
ini belum diketahui dan dosis untuk anak belum sepenuhnya diketahui. Segera setelah persalinan,odha
menjalani pemeriksaan seperti CD4 dan kadar HIV untuk menentukan apakah ART
akan dilanjutkan.bayi menjalani pemeriksaan diagnostik awal agar ART dapat
diberikan sesegera mungkin jika ternyata HIV positif.
Penatalaksanaan Persalinan Pada Ibu
Hamil Dengan Hiv
Untuk mengurangi resiko tranmisi HIV yang terutama terjadi
pada saat intrapartum, beberapa peneliti mencoba membandingkan
tranmisi antara odha yag menjalani seksio sesarea dengan partus pervaginam.
Persalinan dengan sesio sesarea dipikirkan dapat mengurangi paparan bayi dengan
cairan serkovaginal yang mengandung HIV. Bila odha hamil memilih persalinan
seksio sesarea maka resiko semakin rendah yaitu dibawah 1%.
Rekomendasi cara persalinan untuk mengurangi tranmisi HIV
dari ibu ke anak Cara Persalinan Rekomendasi
1.
Odha
hamil yang datang pada kehamilan diatas 36 minggu, belum mendapatART, dan
sedang menunggu hasil pemeriksaan kadar HIV dan CD4* yang diperkirakan ada sebelum
persalinan.
2.
Odha
hamil yang datang pada kehamilan awal, sedang mendapat kombinasi ART dan kadar
HIV tetap diatas 1000 kopi/mL pada minggu ke-36 kehamilan
3.
Odha
hamil yangmendapat kombinasi ART, dan kadar HIV tidak terdeteksi pada minggu
ke-36 kehamilan.
4.
Odha
hamil yang sudah direncanakan seksio sesarea efektif, namun datang pada awal
persalinan atau setelah ketuban pecah
1.
Ada
beberapa regimen yang harus didiskusikan dengan jelas. Odha harus mendapat
terapi ART regimen PACTG 076. Odha dilakukan konseling tentang seksio sesarea
untuk mengurangi resiko tranmisi dan resiko komplikasi pasca operasi, anestesi
dan resiko operasi lain padanya. Jika diputuskan seksio sesarea, seksio direncanakan pada
minggu ke-38 kehamilan. Selama seksio, odha mendapat AZT intravena yang dimulai
3 jam sebelumnya, dan bayi mendapat AZT sirup selama 6 minggu. Keputusan akan
meneruskan AZTsetelah melahirkan atau tidak tergantung pada hasil pemeriksaan
kadar virus CD4*
2.
Regimen
ART yang digunakan tetap diteruskan. Odha harus mendapat konseling bahwa kadar
HIV nya mungkin tidak turun sampai kurang 1000 kopi/mL ssebelum persalinan,
sehingga dianjurkan untuk melakukan seksio sesarea. Demikian juga dengan resiko
komplikasi seksio yang mengikat, seperti infeksi pasca persalinan, anastesi dan
operasi. Jia diputuskan seksio sesarea, seksioo direncanakan pada minggu ke-38
kehamilan. Selama seksio, odha mendapatAZT intravena yang dimulai minimal 3
jamsebelumnya. ARAT lain dapt diteruskan sebelum dan sesudah persalinan. Bayi
mendapat AZT sirup selama 6 minggu.
3.
Odha
hamil yang sedang mendapat kombinasi ART, dan kadar HIV tidak terdeteksi
mungkin kurang dari 2%, bahkan pada persalinan pervaginam. Pemilihan cara
persalinan harus memeperimbangkan keuntungan resiko komplikasi seksio.
4.
AZT
intravena segera diberikan. Jika kemajuan persalinan cepat, odha ditawarkan
untuk menjalani persalinan pervaginam. Jika dilatasi ervik minimal dan diduga
persalinan akan berlangsung lama, dapat dipilih AZT intravena dan melakukan
seksio sesarea atau pitosin untuk memepercepat persalianan. Jika odhadiputuskan
untuk menjalani persalinan pervaginam, electrode kepala, monitor invasive dan
alat bantu lain sebaiknya dihindari. Bayi sebaiknya mendapat AZT sirup selama 6
minggu.
Langkah –
Langkah Penyelesaian Masalah Hiv - Aids
Lima cara pokok untuk mencegah penluaran HIV-AIDS yaitu :
·
Tidak
melakukan hubungan seks pra nikah atau hubungan seks bebas baik oral vaginal,
anal dengan orang yang terinfekasi
·
Saling
setia, hanya melakukan hubungan seks dengan pasangan yang sah.
·
Pemakaian
kondom dapat mengurangi tetapi tidak dapat menghilangkan sama sekali resiko
penularan HIV/AIDS.
·
Tolak
penggunaan narkoba ,khususnya narkoba suntik.
·
Jangan
memakai jarum suntik bersama.
·
Hindari hubungan seksual sampai pengobatan antibiotik
selesai.
·
Sarankan juga pasangan seksual kita untuk diperiksa guna
mencegah infeksi lebih jauh dan mencegah penularan
·
Wanita tuna susila agar selalu memeriksakan dirinya
secara teratur, sehingga jika terkena infeksi dapat segera diobati dengan benar
·
Pengendalian penyakit menular seksual ini adalah dengan
meningkatkan keamanan kontak seks dengan menggunakan upaya pencegahan.
A.
Bagi petugas kesehatan
Mencakup 5 komponen penting yaitu :
v Penjaringan pasien
v Perlindungan diri
v Dekontaminasi peralatan
v Desinfeksi permukaan lingkungan kerja
v Penanganan limbah klinik
B. bagi penderita
v Hindari anal seks dan oral seks
v Hindari pertukaran cairan tubuh ( darah , semen, cairan vagina)
v Menggunakan kondom yang berkualitas tinggi jika berhubungan seksual
v Selalu berkonsultasi dengan dokter
v pola hidup sehat.
v Harus selalu ingat bahwa orang pasti akan meninggal, tetapi tidak seorang
pun dapat meramalkannya, mungkin besok atau lusa.
Penanganan Dan Pengobatan Aids
Kendatipun dari berbagai negara terus melakukan researchnya dalam mengatasi
HIV AIDS, namun hingga saat ini penyakit AIDS tidak ada obatnya termasuk serum
maupun vaksin yang dapat menyembuhkan manusia dari Virus HIV penyebab penyakit
AIDS. Adapun tujuan pemberian obat-obatan pada penderita AIDS adalah untuk
membantu memperbaiki daya tahan tubuh, meningkatkan kualitas hidup bagi meraka
yang diketahui terserang virus HIV dalam upaya mengurangi angka kelahiran dan
kematian.
Antibiotik adalah pengobatan untuk gonore. Pasangan
seksual juga harus diperiksa dan diobati sesegera mungkin bila terdiagnosis
gonore. Hal ini berlaku untuk pasangan seksual dalam 2 bulan terakhir, atau
pasangan seksual terakhir bila selama 2 bulan ini tidak ada aktivitas seksual.
Banyak antibiotika yang aman dan efektif untuk mengobati gonorrhea, membasmi
N.gonorrhoeae, menghentikan rantai penularan, mengurangi gejala, dan mengurangi
kemungkinan terjadinya gejala sisa.
Pilihan utama adalah penisilin + probenesid. Antibiotik
yang dapat digunakan untuk pengobatan gonore, antara lain:
1. Amoksisilin 2 gram +
probenesid 1 gram, peroral
2. Ampisilin 2-3 gram +
probenesid 1 gram. Peroral
3. Azitromisin 2 gram,
peroral
4. Cefotaxim 500 mg,
suntikan Intra Muskular
5. Ciprofloxacin 500 mg,
peroral
6. Ofloxacin 400 mg,
peroral
7. Spectinomisin 2 gram,
suntikan Intra Muskular
Obat-obat tersebut diberikan dengan dosis tunggal
Periode pasca persalinan adalah
kesempatan terbaik untuk melakukan konseling, pasangan & keluarganya untuk
melakukan tes HIV apabila pemeriksaan ini tidak di lakukan selama kehamilan.
Bila hasil positif, di perlukan
konseling tentang pengobatan tentang yang di perlukan & bagaimana upaya
pencegahan penularan dapat di lakukan
BAB III
PENUTUP
B. Kesimpulan
HIV adalah kuman yang sangat kecil, yang disebut virus yang
tidak bisa terlihat oleh manusia. AIDS adalah penyakit yang berkembang
kemudian, setelah seseorang terkena infeksi HIV, virus AIDS. Penularan HIV pada
wanita terjadi melalui pemakaian obat terlarang injeksi 51%. Wanita hetero
seksusal 34%, transfuse darah 8% dan tidak diketahui sebanyak 7%.
Sedangkan penularan HIV pada bayi dan anak bisa melalui
jalur vertical (ibu ke bayi), darah, penularan melalui hubungan seks (pelecehan
seksual pada anak), dan pemakaian alat kesehatan yang tidak steril. Gejala umum
yang ditemukan pada bayi dengan infeksi. HIV adalah gangguan tumbuh kembang,
kondisi diasis oral, diare kronis. Penularan HIV dari ibu ke bayi bisa dicegah
melalui empat cara mulai saat hamil, saat melahirkan dan setelah lahir (Nurs,
2007).
C. Saran
Diharapkan
kepada para pembaca supaya lebih memahami apa itu penyebab, penanganan serta
tanda-tanda dan gejala HIV/AIDS agar tidak lebih terkena infeksi.
Daftar rujukan :
DAFTAR PUSTAKA
Rukiah, Ai
Yeyeh S.Si.T, “ Asuhan Kebidanan IV (Patologi Kebidanan)”, Jakarta: Trans Info
Media, 2010.
Prawirohardjo,
Sarwono, “Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal “,
Jakarta : PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar