Selasa, 27 Maret 2012

PENYIMPANGAN PERTUMBUHAN JANIN



Proses Pertumbuhan janin dari minggu ke minggu mengalami perkembangan. Perubahan – perubahan yang terjadi diharapkan dalam keadaan normal
Akan tetapi tidak menutup kemungkinan terjadi penyimpangan – penyimpangan seperti pertumbuhan janin yang terhambat dan kelainan – kelainan pada janin lainnya. Banyak faktor yang mempengaruhi pertumbuhan janin diantaranya : faktor genetic, faktor lingkungan dan factor nutrisI

A. PENYIMPANGAN PERTUMBUHAN JANIN
1. Gangguan pertumbuhan janin
Gangguan pertumbuhan janin dalam kehamilan (=IUGR=FGR) merupakan kejadian yang sering ditemukan dalam bidang obstetri. Kelainan ini meningkatkan morbiditas dan mortalitas bayi nomor 2 setelah prematuritas.

Definisi.
Janin yang beratnya dibawah presentil ke 10 usia kehamilannya dan lingkaran perut dibawah presentil ke 2,5. Standar berat badan bayi yang disebut cukup bulan adalah 2500 gr.

Penyebab
Bisa berasal dari ibu maupun janin. Secara garis besar penyebabnya adalah insufisiensi Plasenta (terganggunya aliran darah ke ari2), Penyakit Kronis ibu (jantung, hipertensi), Masalah plasenta (plasenta tidak pada tempatnya dan lepasnya plasenta sebelum waktunya, kelainan genetik (trisomi, triploidi), infeksi (rubella, herpes, toxo), Bahan2 (rokok alkohol), dan sosial ekonomi (ketidak tahuan, kemiskinan).

Pembagian
Ada dua jenis IUGR, simetris dan tidak simetris. Simetris artinya ukuran kepala dan perut seimbang, sedangkan yang tidak simetris, ukuran kepala normal sedangkan perutnya kecil dari standar.

Penanganan
Monitoring kondisi janin dengan pengukuran berat 3 minggu sekali, hitung gerak janin, CTG (rekam denyut jantung janin) 2 minggu sekali, Profil biofisik (kesejahteraan janin). Jika hasil pemantauan tidak normal, pertimbangkan untuk meleahirkan bayi setelah sebelumnya memberikan obat untuk mematangkan paru-paru janin. Jika hasil pemantauan baik maka kehamilan dapat diteruskan. Persalinan tetap diusahakan pervaginam selagi monitoring kondisi bayi baik, jika selama proses persalinan keadaan bayi tidak baik maka dilakukan operasi Cesar. Fungsi USG adalah mengukur biometri janin, kemudian dibandingkan dengan usia kehamilan berdasarkan hari terakhir (LMP=last menstrual periode). Ukuran yang dipakai adalah AC, BPD dam FL

2. Kelainan Pada Janin
Tidak semua janin dapat berkembang dengan sempurna, ada kalanya terjadi kelainan-kelainan pada janin,

Kelainan-kelainan pada janin
Malformasi atau cacat dapat terjadi melalui tiga cara yaitu:
a. Pengaruh bahan berbahaya dari lingkungan luar selama periode awal perkembangan
b. Penerusan abnormalitas genetik dari induknya.
c. Aberasi kromosom yang terdapat pada salah satu gamet atau yang timbul pada pembelahan pertama.

Kelainan-kelainan pada janin diantaranya adalah :
a. Teratoma
Teratoma adalah tumor yang mengandung jaringan derivat dua, tiga lapis benih. Terjadi saat janin masih embrio. Terjadinya teratoma adalah karena embrio awal (tingkat clivage, blastula, awal grastula) lepas dari kontrol organizer. Ia seperti tubuh yang kembar tidak seimbang yang satu dapat tumbuh normal yang lain hanya gumpalan jaringan yang tidak utuh atau tidak wajar. Teratoma disebut juga fetus in fetu atau bayi dalam bayi.

b. Sindrom Down
Sindrom down merupakan kelainan fisik janin dengan ciri - ciri yang khas seperti retardsi mental, kelainan jantung bawaan, otot-otot melemah (hypotonia), leukimia, hingga gangguan penglihatan dan pendengaran,. Kelainan ini terjadi karena kelainan pada kromosom yaitu pada kromosom 21. Pada penderita ini memiliki tiga unting kromosom 21 (Corebima, 1997).

c. Sindrom edward
Adalah kelainan pada janin karena kromosom janin mengalami kelainan. Kelainan ini terjadi karena kromosom 18 nya mengalami kelebihan yaitu terdapat tiga untai kromosom 18. ciri kelaian janin ini adalah retardasi mental berat, gangguan pertumbuhan, ukuran kepala dan pinggul kecil, kelaianan pada tangan dan kaki.

d. Sindrom patau
Nama lain dari kelaianan janin ini adalah trisomi 13. hal ini karena terjadi kelainan pada kromosom ke13 dari pendeita tersebut, yaitu memiliki tiga untai kromosom 13. Ciri dari kelainan ini adalah bibir sumbing, ganggaun berat pada perkembangan otak, jantung, ginjal, tangan dan kaki.biasanya jika gejalanya sangat berat janin akan mati setelah beberapa saat dari kelahiran.

e. Talasemia
Talasemia adalah salah satu kelainan pada janin. Talasemia ini memiliki ciri dimana tubuh kekurangan salah satu zat pembentuk hemoglobin (Hb) sehingga penderita mengalami anemia berat akibatnya harus transfusi darah seumur hidup.

f. Fenilketinoria
Adalah gangguan metabolisme salah satu jenis asam amino pembentuk protein yaitu fenilalanin yang menyebabkan hambatan atau radiasi mental. Kelainan ini jika dideteksi sejak dini dapat diminimalkan dengan cara memberi asupan fenilalanin yang banyak terdapat pada keju, susu, telur, ikan, daging, pemberian obat atau vitamin tertentu.

g. Hipotiroid Konginetal
Merupakan penyakit yang dibawa sejak janin atau bisa disebut dengan kelainan janin. Hal ni karena tubuh tidak mampu atau hanya mampu sedikit memproduksi hormon tiroid. Karena hormon tiroid adalah hormon petumbuhan maka jika kekurangan hormon ini maka pertumbuhan fisik dan mental akan terganggu. Pencegahan dapat dilakukan dengan memberi suplemen tiroid sejak dini.

h. Fokomelia
Cacat pada lengan, merupakan cacat yang disebabkan oleh Thalidomide. 10 % dari wanita hamil yang memakan obat ini periode sensitive akan melahirkan bayi cacat

i. Selosomi
Kelainan pada waktu menutupnya dinding perut. Organ-organ visceral dan terdapat di luar rongga perut

j. Kraniorakiskisis
Kegagalan bumbung neural untuk menutup. Tidak ada rongga kepala, tidak berbentuk lengkung vertebra (Sudarwati dkk, 1990).

Faktor-Faktor Penyebab Kelainan pada Janin
1. Faktor intern
a. Faktor genetic :
Mutasi : Perubahan pada susunan nukleutida gen (DNA). Mutasi menimbulkan allel cacat, yang mungkin dominant, kodominan atau resesif. Ada allel cacat yang rangkai kelamin artinya diturunkan bersama-sama dengan karakter jenis kelamin. Contoh : Polydactil, hemofili
Aberasi : Perubahan pada susunan kromosom. Contoh : Sindrom Turner, Sindrom Down.

b. Faktor umur ibu
Telah diketahui bahwa mongolisme lebih sering ditemukan pada bayi-bayi yang dilahirkan oleh ibu yang mendekati masa menopause. Di bangsal bayi baru lahir Rumah Sakit Dr Cipto Mangunkusumo pada tahun 1975-1979, secara klinis ditemukan angka kejadian mongolisme 1,08 per 100 kelahiran hidup dan ditemukan resiko relatif sebesar 26,93 untuk kelompok ibu berumur 35 tahun atau lebih; angka keadaan yang ditemukan ialah 1: 5500 untuk kelompok ibu berumur < 35 tahun, 1: 600 untuk kelompok ibu berumur 35-39 tahun, 1 : 75 untuk kelompok ibu berumur 40 - 44 tahun dan 1 : 15 untuk kelompok ibu berumur 45 tahun atau lebih. c. Faktor hormonal Faktor hormonal diduga mempunyai hubungan pula dengan kejadian kelainan kongenital. Bayi yang dilahirkan oleh ibu hipotiroidisme atau ibu penderita diabetes mellitus kemungkinan untuk mengalami gangguan pertumbuhan lebih besar bila dibandingkan dengan bayi yang normal. 2. Faktor Ekstern a. Infeksi Cacat dapat terjadi pada janin induk yang terkena penyakit infeksi terutama oleh virus. Contoh cacar air dan campak. Dikenal pula sitomegalovirus (CMV) yang menginveksi ibu yang sedang hamil yang menyebabkan bayinya menjadi tuli, gangguan hati dan mental terbelakang. b. Obat Berbagai macam obat yang diminum oleh ibu hamil dapat menimbulkan cacat pada janinnya.

Contoh obat yaitu aminopterin yang mempunyai sifat antagonis terhadap asam folat. c. Radiasi Ibu hamil yang diradiasi sinar x akan melahirkan bayi cacat pada otak. Ini disebabkan karena mineral radioaktif tanah sekeliling berhubungan erat dengan lahoir cacat bayi di daerah yang bersangkutan. d. Defisiensi Ibu yang defisiensi vitamin atau hormone dapat menimbulkan cacat pada janin. Contohnya devisiensi vit. A akan menimbulkan cacat mata. e. Emosi Sumbing dan Labio palatosciziz (ada celah di langit – langit mulut), kalau terjadi pada minggu ke-7 sampai ke 10 kehamilan orang, dapat disebabkan emosi ibu. Emosi itu mungkkin lewat system hormone. Stress psikis ibu membuat cortex adrenal hyperactive, sehingga penggetahan hydrocortisone tinggi, hormone ini, dapat menginduksi terjadinya langit-langit pecah. Pengaruh emosi itu mungkin juga lewat otak dulu, terus ke hypothalamus , dan ini merangsang penggetahan adrenocoriticotropin dari hipofisa, yang akan mendorong korteks adrenal menggetahkan hormone tersebut.

B. HAL – HAL YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN JANIN Meliputi :

a. Faktor Genetic
Faktor genetic dilihat dari pihak ibu dan ayah, perlu dipertimbangkan dalam pengembangan dan pertumbuhan janin yang normal. Faktor genetic mempengaruhi pertumbuhan janin secara langsung. Alel dari janin sesuai dengan alel yang ada pada gen orang tuanya. Gen mempunyai faktor penting dalam pengaturan pertumbuhan manusia. Pada sebagian besar gen ibu menekan pertumbuhan, sedangkan gen ayah mendukung pertumbuhan seperti IGF 2. IGF 2 muncul dikarenakan adanya konflik antara gen ibu dan ayah dan transfer nutrisi dari ibu ke janin. IGF 2 menunjukkan adanya pertumbuhan janin yang abnormal dikenal dengan syndrome beckwith-wiedemann yang memiliki karakteristik sebagai berikut : Berat lahir yang lebih, organomegali, makroglosia dan hipoglikemi neonatal.

b. Faktor Plasenta
Perfusi plasenta dan fungsi plasenta yang adekuat sangat penting. Kemampuan palsenta dalam mentransfer nutrisi dari ibu ke janin menentukan pertumbuhan janin yang normal. Perkembangan dari plasenta itu sendiri dipengaruhi oleh hormon plasenta. Ukuran plasenta mempengaruhi kemampuannya untuk pengangkutan bahan gizi dan supply oksigen. Glukosa merupakan bahan bakar utama yang dapat diperoleh dari darah ibu secara langsung. Jadi fungsi plasenta ; sebagai alat untuk memberi makanan pada janin, sebagai alat yang mengeluarkan bekas metabolisme ( ekskresi), sebagai alat yang mengeluarkan zat asam dan mengeluarkan CO2 (respirasi),sebagai alat yang membentuk hormon, sebagai penyalur berbagai antibodi ke janin.

c. Nutrisi
Status gizi ibu bukan merupakan yang membatasi kecuali pada kasus- kasus kelaparan yang ekstrim, kekurangan gizi yang ekstrim dapat menyebabkan BBLR.

d. Faktor Ibu
Berbagai faktor ibu mempengaruhi pertumbuahan janin. Faktor ini meliputi berat badan saat hamil, kesehatan umumnya, genotip. Pada ibu yang memiliki kelebihan berat badan perlu diperhatikan adanya kemungkinan kehamilan dengan kencing manis ( diabetes millitus) dan perlu untuk mengurangi kepekaan dari hormon insullin. Kondisi rahim ibu yang sehat berpengaruh terhadap proses implantasi dan tumbuh kembang janin yang normal.

sumber
1. Langman, (2000), Embriologi Kedokteran, EGC : Jakarta
2. Llewellyn D, (2001), Dasar – dasar Obstetri dan Ginekologi, Edisi 6, Jakarta
3. Saifudin AB,dkk, (1999), Ilmu Kebidanan, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirihardjo, Jakarta.
4. http:// iqbalali.com.kelainan pada janin.
5. www.kesrepro.com
6. http://konsultasi spesialis obsgin blogspot. com

PENTINGNYA PLASENTA (ARI-ARI)



Plasenta merupakan organ yang luar biasa. Plasenta berasal dari lapisan trofoblas pada ovum yang dibuahi, lalu terhubung dengan sirkulasi ibu untuk melakukan fungsi-fungsi yang belum dapat dilakukan oleh janin itu sendiri selama kehidupan intra uterin. Keberhasilan janin untuk hidup tergantung atas keutuhan dan efisiensi plasenta.

Plasenta terbentuk pada kira-kira minggu ke-8 kehamilan berasal dari bagian konseptus yang menempel pada endometrium uteri dan tetap terikat kuat pada endometrium sampai janin lahir. Fungsi plasenta sendiri sangat banyak, yaitu sebagai tempat pertukaran zat dan pengambilan bahan nutrisi untuk tumbuh kembangnya janin, sebagai alat respirasi, sebagai alat sekresi hasil metabolisme, sebagai barrier, sebagai sumber hormonal kehamilan. Plasenta juga bekerja sebagai penghalang guna menghindarkan mikroorganisme penyakit mencapai fetus. Kebanyakan obat-obatan juga dapat menembus plasenta seperti morfin, barbiturat dan anestesi umum yang diberikan kepada seorang ibu sewaktu melahirkan, dapat menekan pernafasan bayi yang baru lahir.

Struktur Placenta
Plasenta merupakan salah satu sarana yang sangat penting bagi janin karena merupakan alat pertukaran zat antara ibu dan anak dan sebaliknya, berbentuk bundar atau hampir bundar dengan diameter 15-20 cm dan tebal lebih kurang 2,5 cm. Beratnya rata-rata 500 gram.

Letak plasenta umumnya di depan atau di belakang dinding uterus, agak ke atas ke arah fundus uteri. Hal ini adalah fisiologis karena permukaan bagian atas korpus uteri lebih luas sehingga lebih banyak tempat untuk melakukan implantasi. Permukaan fetal ialah yang menghadap ke janin, warnanya keputih-putihan dan licin karena tertutup oleh amnion, di bawah nampak pembuluh-pembuluh darah. Permukaan maternal yang menghadap dinding rahim, berwarna merah dan terbagi-bagi oleh celah-celah/sekat-sekat yang berasal dari jaringan ibu. Oleh sekat ini, plasenta dibagi menjadi 16-20 kotiledon. Pada penampang sebuah plasenta,yang masih melekat pada dinding rahim nampak bahwa plasenta terdiri dari dua bagian yaitu bagian yang dibentuk oleh jaringan anak dan bagian yang dibentuk oleh jaringan ibu.

Bagian yang terdiri dari jaringan anak disebut piring penutup (membrana chorii), yang dibentuk oleh amnion, pembuluh-pembuluh darah janin, chorion dan villi. Bagian yang terbentuk dari jaringan ibu disebut piring desidua atau piring basal yang terdiri dari desidua compacta dan sebagian dari desidua spongiosa, yang kelak ikut lepas dengan plasenta.

a. Ultrastruktur trofoblas dipermukaan sinsitium tampak jelas mikrofilus, setara dengan bushborder yang terlihat pada mikroskop cahaya. Keberadaan vesikel dan fakuol pinositotik berkaitan dengan fungsi absorbsi dan sekretorik placenta. Lapisan dalam vilus-sitrotofoblas, menetap sampai kehamilan aterm, walaupun sering tertekan ke lamina basalis trofoblas dan mempertahankan ultrastrukturnya.

b. Vilikorionik.
Vilus pertama kali dapat dikenali dengan mudah pada placenta manusia dapat dikenali setelah hari ke 12 setelah fertilisasi. Saat korda mesenkim yang berasal dari sitotrofoblas menginfasi kolom trofoblas padat terbentuk vilus sekunder. Setelah terjadi angiogenesis dari inti mesenkim insitu, vilus yang terbentuk disebut vilus terseir. Sinus-sinus vena ibu telah terbuka pada awal proses inplantasi tetapi sampai hari ke 14 – 15 setelah fertilisasi darah arteri ibu belum masuk ke ruang antar vilus. Pada sekitar hari ke 17 pembuluh darah janin sudah berfungsi dan telah terbentuk sirkulasi placenta. Sirkulasi janin placenta terbentuk sempurna saat pembuluh darah janin sudah berfungsi, dan telah terbentuk sirkulasi placenta. Sirkulasi janin placenta terbentuk sempurna saat pembuluh darah mudigah bertemu dengan pembuluh darah korion. Pada awal kehamilan vilus tersebar diseluruh perifer membran korion. Vilus yang berkontak dengan desidua basalis berproliferasi untuk membentuk korion frondosum yang merupakan komponen janin placenta. Vilus yang berkontak dengan desidua kapsularis akan berhenti tumbuh dan mengalami degenerasi menjadi korion leave. Sampai menjelang akhir bulan ke 3 korion leave akan dipisahkan oleh rongga eksosoelum. Setelah itu korion dan amnion akan berkontak secara erat.

c. Kotiledon Placenta
Beberapa vili di korion frondosum meluas dari lempeng korionik ke desidua dan berfungsi sebagai vilus penambat. namun sebagian besar vilus membentuk percabangan dan berakhir secara bebas di ruang antar vilus tanpa mencapai desidua. ketika placenta matang, vilus muda yang pendek dan tebal mengalami percabangan yang ekstensif, membentuk subdifisi-subdifisi yang semakin banyak. Setiap kotiledon placenta diperdarahi oleh cabang arteri korionik dan untuk setiap kotiledon terdapat sebuah vena, yang membentuk rasio arteri terhadap vena terhadap kotiledon yaitu sebesar 1 : 1 : 1.

d. Ukuran Dan Berat Placenta
Jumlah total kotiledon tidak bertambah sepanjang gestasi. masing-masing kotiledon terus tumbuh walaupun tidak terlalu aktif pada minggu-minggu terakhir. Berat placenta cukup bervariasi bergantung pada bagaimana placenta dipersiapkan. Menurut Boed dan Hamilton (2) placenta pada kehamilan aterm memiliki ukuran rata-rata bergaris tengah 185 mm dan ketebalan 23 mm dengan volume 497 ml dan berat 508 gr tetapi ukuran-ukuran sangat bervariasi.

Fungsi Plasenta
Fungsi plasenta ialah mengusahakan janin tumbuh dengan baik. Salah satu fungsi plasenta adalah untuk perfusi dan transfer nutrisi, yaitu sebagai tempat pertukaran zat dan pengambilan bahan nutrisi untuk tumbuh dan berkembangnya janin di dalam rahim, berupa penyaluran zat asam, asam amino, vitamin dan mineral dari ibu ke janin, dan pembuangan karbondioksida dan sampah metabolisme janin ke peredaran darah ibu.

Fungsi lain dari plasenta adalah :
1. Nutrisi : memberikan bahan makanan pada janin
2. Ekskresi : mengalirkan keluar sisa metabolisme janin
3. Respirasi : memberikan O2 dan mengeluarkan CO2 janin
4. Endokrin : menghasilkan hormon-hormon : hCG, HPL, estrogen,progesteron, dan sebagainya.
5. Imunologi : menyalurkan berbagai komponen antibodi ke janin
6. Farmakologi : menyalurkan obat-obatan yang mungkin diperlukan janin, yang diberikan melalui ibu.
7. Proteksi : barrier terhadap infeksi bakteri dan virus, zat-zat toksik (tetapi akhir2 ini diragukan, karena pada kenyataannya janin sangat mudah terpapar infeksi / intoksikasi yang dialami ibunya).

Sirkulasi Darah Pada Placenta
a. Sirkulasi Fetal
Darah janin yang terdeoksigenasi, atau darah yang menyerupai darah ibu mengalir ke placenta melalui 2 arteri umbilikalis. Pada taut antara tali pusat dan placenta, pembuluh-pembuluh umbilikus bercabang berkali-kali dibawah amnion dan bercabang kembali didalam vilus yang terpecah-pecah, dan akhirnya membentuk jaringan kapiler pada percabangan terakhir. Darah dengan kandungan oksigen yang jelas lebih tinggi kembali dari placenta ke janin melalui sbuah vena umbilikalis. Cabang-cabang pembuluh umbilikalis yang berjalan disepanjang permukaan fetal placenta disebut sebagai pembuluh permukaan placenta atau pembuluh korion. Kedua arteri umbilikalis berpisah di lepeng korion untuk mendarahi cabang-cabang kotiledon. Terdapat dua pola percabangan arteri korion yang berlainan. satu menyebar : pada tipe ini adalah pola jaringan pembuluh halus yang berjalan dari tempat insersi tali pusat ke berbagai kotiledon. Tipe magistral ditandai oleh arteri-arteri yang berjalan ke tepi placenta tanpa banyak mengalami penyusutan diameter. Arteri-arteri ini merupakan end-arteri dan mendarahi satu kotiledon sewaktu percabangan membelok ke bawah untuk menembus lempeng korion. Pada minggu ke 10 pasca konsepsi, pola kecepatan aliran darah, tali pusat yang berbentuk gelombang mendadak berubah. Sebelum waktu ini tidak dijumpai frekuensi akhir diastol. Pada masa gestasi yang lebih lanjut akan dianggap abnormal.

b. Sirkulasi Maternal
Homeostatis janin tergantung pada sirkulasi ibu placenta yang efisien oleh karena itu para peneliti mencoba mendefinisikan faktor-faktor yang mengendalikan aliran darah ke dan dari ruang antar vilus. Detil-detil fisiologis yang terdapat pada sirkulasi placenta ibu adalah sebagai berikut : darah ibu masuk melalui lempeng basal dan terdorong keatas lempeng korion oleh puncak tekanan arteri ibu sebelum terjadi dispersi ke lateral. Setelah membasahi permukaan mikrovilus eksterna vilus korion, darah ibu mengalir kembali melalui lubang-lubang vena dilempeng basal dan masuk ke vena-vena uterus. Dengan demikian, darah ibu melintasi placenta secara acak tampa melalui saluran-saluran yang sudah ada. Secara umum arteri spiralis berjalan tegak lurus, tetapi vena berjalan sejajar terhadap dinding uterus membentuk suatu tatan yang mempermudah vena menutup saat uterus berkontraksi dan mencegah terperasnya darah ibu ke ruang antar vilus.

Ramsay dan Donner menyajikan sebuah ringkaran tentang studi anatomis pembuluh darah uteroplacenta. lemen-elemen sitotropoblastik mula-mula terbatas dibagian terminal arteri utero placenta. Pada minggu ke 16 sitotropoblas ditemukan pada banyak arteri dilapisan dalam miometrium. Pada beberapa pembuluh, penumpukan tropoblas dapat menyebabkan berhentinya sirkulasi. Jumlah saluran arteri ke ruang antar vilus secara bertahap dikurangi oleh sitotropoblas dan oleh penetrasi dalam tropoblas terhadap dinding arteri bagian proksimal. Setelah minggu ke 30 terbentuk fleksus vena prominen yang memisahkan desidua basalis dari miometrium yang ikut membentuk bidang pembelahan.

Perfusi Dan Transport Placenta
Beberapa teori yang berhubungan dengan perfusi placenta dan transportnya, dan dalam beberapa penelitian klinik menunjukkan hasil yang signifikan dan dapat dijadikan pedoman. Salah satu penelitian klinik berupa observasi pada kehamilan lanjut, dimana uterus mengalami over dilatasi. Hal ini mengakibatkan otot-otot uterus tidak dapat menjepit pembuluh darah yang terbuka secara tiba-tiba. Dari penelitian itu dikatakan bahwa ibu yang mengalami hipotensi merupakan penyebab utama terjadinya penurunan aliran darah ke uterus dan placenta. Pada karakteristik yang lain pembuluh uterus tidak dapat melakukan respon untuk pertukaran O2 dan CO2 maka dari itu terapi dengan memberikan oksigen pada ibu dengan risiko janin hipoksia yang disebabkan oleh vasodilatasi dari otot-otot uterus merupakan tindakan yang perlu dipertimbangkan. Hubungan antara oksigenisasi janin dan ibu sangat kompleks karena beberapa faktor ikut menentukan apakah tekanan O2 dalam vena tali pusat janin normal atau tidak.

Berikut adalah beberapa faktor yang mempengaruhinya :
a. Asupan oksigen ke placenta.
b. Peredaran darah uterus dan tali pusat.
c. Permeabilitas placenta.
d. Pola perfusi placenta.
e. Tekanan O2 dalam arteri ibu dan konsentrasi hemoglobin.
f. Bentuk kurva oksigen ibu dan janin.

Pada manusia, tekanan O2 pada vena umbilikus cenderung seimbang dengan vena uterus, tidak pada tekanan O2 arteri. tekanan O2 pada umbilikal menstimulasi pertukaran O2. Dengan adanya teknik penambilan sampel darah pada vena umbilikus melalui abdomen, sekarang data yang dibutuhkan tentang O2 pada vena umbilikus dapat diketahui pada pertengahan kehamilan. Tekanan O2 pada vena umbilikus pada janin manusia meningkat pada pertengahan kehamilan dan menurun pada akhir kehamilan. Perubahan PO2 pada kehamilan lanjut tidak meningkatkan hipoksia janin sebab hal ini berhubungan dengan peningkatan konsentrasi hemoglobin pada perkembangan kehamilan. Hal ini mempertahankan kandungan oksigen dalam vena umbilikal disepanjang kehamilan.

Peningkatan aliran darah uterus meningkat dengan pesat selama kehamilan lanjut. Bagaimanapun peningkatan aliran darah dalam uterus tidak ada hubungan dengan peningkatan asupan oksigen dalam uterus, yang mana kadar O2 dalam vena uterus menurun seiring dengan penambahan usia kehamilan. Dalam kehamilan penurunan kadar O2 dalam vena uterus dapat menurunkan transport O2 kedalam vena umbilikalis. Dalam penerapan di klinis salah satu kontribusi yang penting dari fisiologi janin telah digambarkan dalam penelitian bahwa tidak ada hubungan yang linier antara peredaran uterus dengan transport O2 dan nutrisi pada placenta janin.

Penelitian sekarang gencar dilakukan di beberapa bagian, yang difokuskan untuk mencari mode spesifik tentang vasokonstriksi dan vasodilatasi pada kehamilan normal dan kehamilan patologi, terutama pada kehamilan dengan hipertensi. Bagaiamanapun satu alur umum utuk kontraksi vasomotor diikuti dengan produksi nitrit oksida dari uterus dan endotelium placenta. Metabolisme dalam placenta sangat aktif membutuhkan oksigen dan glukosa yang serupa dengan jaringan otak. Salah satu ciri metabolisma placenta adalah memproduksi laktat dan amonia sebagai produk akhir yang dihantarkan kedalam sirkulasi uterus dan tali pusat. Karena produksi laktat dan amonia oleh uterus wanita hamil merupakan karakteristik umum antara spesies dengan tipe placenta yang sangat berbeda. Tampaknya layak untuk dijadikan hipotesis bahwa ini mencerminkan aktifitas metabolik dari trofoblas sebagai lapisan epitel yang ada pada semua tipe placenta. Sebagai tambahan, ada kemungkinan peningkatan transport glukosa di plasenta. Pada janin dengan IUGR kadar glukosa ibu dan janin meningkat dan tampak berkorelasi dengan peningkatan kebutuhan secara nyata. Pada kehamilan kembar kebutuhan glukosa akan semakin meningkat pula.

Tranfer nutrisi dari ibu ke janin melalui metode transfer aktif memerlukan enzim dalam prosesnya. Nutrisi yang komplek dipecah menjadi lebih sederhana sebelum ditransfer dan disusun kembali didalam vili korionik janin. Glukosa merupakan partikel penting sebagai sumber energi untuk pertumbuhan Transfer glukosa meningkat setelah umur kehamilan 30 minggu. Setelah umur kehamilan mendekati aterm kebutuhan glukosa menjadi 10 gram per berat badan perhari janin. Kebutuhan glukosa janin lebih dari 90% (10% didapat dari asam amino), jika terjadi kelebihan suplai glikosa dari ibu kejanin maka glukosa yang lebih akan dikonversi menjadi lemak dan glikogen. Glikogen disimpan didalam hati dan lemak dan disimpan disekitar jantung dan dibawah skapula. Pada trimester ketiga kehamilan 2 gram dari lemak disintesa setiap harinya dan setelah umur kehamilan 40 minggu 15% dari berat badan janin adalah lemak. Namun lemak seperti asam lemak bebas sedikit sekali yang ditransfer kejanin. Dan sebelum ditransfer disintesa dahulu menjadi posfor dan lemak lain. Lemak ini akan disimpan sampai umur kehamilan 30 minggu. Setelah lebih dari 30 minggu dan hati telah mampu untuk mensintesis lemak maka hati akan mengambil alih sintesa tersebut.
Salah satu fungsi plasenta adalah untuk perfusi dan transfer nutrisi, yaitu sebagai tempat pertukaran zat dan pengambilan bahan nutrisi untuk tumbuh dan berkembangnya janin di dalam rahim. Untuk dapat terjadinya pertukaran gas CO2 dan O2 dalam plasenta, diperlukan aktivitas khusus plasenta selain adanya perbedaan tekanan kedua gas. Dengan kemampuan pertukaran gas ini, seolah-olah plasenta dapat ikut serta dalam keseimbangan asam-basa antara darah ibu dan fetal sehingga pH-nya tetap terkendali.

Lebih lanjut, aktivitas terbatas placenta ini dapat mempertahankan keseimbangan tekanan gas pada ruang intervillous sehingga pertukaran gas ini berlangsung mantap. Dikemukakan bahwa terdapat perbedaan PO2 sekitar 10 mmHg antara vena umbilikalis dan vena uterine dan besar perbedaan yang sama antara vena umbilikalis dengan ruang intervillous. Sekalipun diketahui bahwa CO2 larut dalam darah dan jaringan tetapi perbedaan tekanan PCO2 antara vena umbilikalis dan vena uterine hanya 3 mmHg. Kecilnya perbedaan PO2 dan PCO2 antara artei dan vena umbilikalis, dapat disebabkan tingginya metabolisme yang terdapat pada plasenta. Selain itu, terjadi ketidakmerataan pertukaran gas di semua bagian plasenta.

Karbondioksida dalam darah dapat berbentuk larutan CO2 atau sebagai bikarbonat yang berfungsi sebagai keseimbangan asam basa atau buffer. Oleh karena itu, aliran karbondioksida dari janin ke ibu terjadi dalam bentuk molekul yang berlangsung secara difusi.Disamping itu, terdapat perbedaan afinitas eritrosit janin yang lebih tinggi terhadap O2 sehingga dengan mudah dapat melepaskan CO2 ke dalam darah ibu. Sedangkan afinitas eritrosit dewasa terjadi sebaliknya, yaitu dengan mudah melepaskan O2 dan mudah menarik CO2. Sejumlah konsep tentang hubungan perfusi dan transport plasenta menunjukkan hasil yang sangat signifikan, serta mempunyai hubungan yang baik. Salah satunya adalah tidak adanya autoregulasi dalam pembuluh darah uterus. Ini ditunjukkan pada penelitian terhadap binatang dimana tidak ada reaksi hiperemi setelah terjadinya oklusi arteri uteri. 4)Implikasi klinis dari penelitian tersebut adalah uterin bed pada kehamilan lanjut mungkin dilihat sebagai dilated bed yang hamper lengkap. Dengan demikian, itu tidak mudah mengganti kerugian pada saat terjadi penurunan vasodilatasi yang tiba-tiba. Dari perspektif klinis, hipotensi pada ibu harus dilihat sebagai factor penyebab langsung dalam pengurangan produksi aliran darah uterus dan plasenta. Hipotensi ibu seharusnya dihindari, khususnya pada kehamilan lanjut.

Karakteristik lain pada pembuluh darah uterus adalah tidak adanya respon dari ruang pembuluh darah uterus dalam pergantian PO2 atau PCO2. Lagi, ini memperlihatkan signifikansi klinik yang besar, karena itu berarti terapi oksigen untuk ibu mendukung resiko peningkatan hipoksia janin dengan adanya vasokonstriksi pada uterus. Pada penelitian lainnya, dengan percobaan pada binatang dimana pemberian oksigen pada ibu meningkatkan oksigenasi janin. Penelitian ini didukung oleh pendekatan klinik yang menggunakan terapi oksigen pada ibu pada saat terdapat tanda fetal distress selama kala I dan kala II. Beberapa penelitian pada binatang mendukung penggunaan terapi oksigen pada ibu pada hipoksia janin.

Dampak dari pemberian oksigen ketika aliran darah umbilicus dan uterus dan oksigenasi janin bahwa tidak ada efek peningkatan PO2 ibu ketika darah uterus dan umbilicus mengalir, dan hal itu berarti harapan bahwa PO2 vena umbilical mewakili darah yang teroksigenasi pada janin,meningkat secara signifikan. Secara klinis, penelitian pertama memperlihatkan efek ketika oksigenasi janin dengan pemberian oksigen ibu menjadi dasar perubahan PO2 kulit kepala janin dan dengan mengambil sample kulit kepala janin selama persalinan. Baru-baru ini, pemberian oksigen pada ibu digunakan pada komplikasi kehamilan dengan IUGR. Efek menguntungkannya adalah keduanya ditetapkan dengan adanya perubaan PO2 darah janin dan saturasi darah yang didapatkan dari cordosintesis dan dengan kemajuan percepatan yang berbentuk gelombang pengukuran pada aorta asenden janin dianjurkan untuk mengurangi impedansi plasenta selama terapi oksigen pada ibu. Pada manusia, PO2 vena umbilicus cenderung sama dengan vena uterus, bukan arteri. PO2 vena umbilikal pertengahan kehamilan manusia lebih tinggi pada pertengahan kehamilan dan menurun pada kehamilan lanjut. PO2 vena umbilical pada masa post natal sangat rendah. Afinitas Hb yang lebih rendah menjamin curah Hb akan teroksigenasi bahkan pada PO2 darah vena umbilical janin yang rendah. Perubahan PO2 janin pada kehamilan lanjut tidak berimplikasi menyebabkan peningkatan hipoksia janin, karena asosiasi kemajuan kehamilan. Perubahan yang lambat ini mempertahankan isi oksigen dari darah vena umbilical dalam kehamilan. Pengukuran kandungan O2 janin khususnya sangat berguna karena mereka berkaitan dengan umur kehamilan. Penelitian pada pertengahan kehamilan anak domba menunjukkan PO2 yang lebih tinggi dan saturasi O2 pada janin daripada kehamilan lanjut.

Aliran Vena Uterus
Aliran placenta tidak didistribusikan secara merata ke aliran vena dua sisi uterus. Pada salah satu penelitian menggambarkan bahwa ketika pembuluh darah arteri diambil sebagai sampel secara menyilang pada uterus selama SC disana menunjukkan adanya variabilitas yang cukup besar didalam saturasi oksigen dan ini tidak tergantung pada posisi placenta. Hal ini mungkin karena ada suatu distribusi pengaliran placenta yang berbeda bagi salah satu pembuluh darah uterus yang lain. Yang menjadi pertanyaan adalah apakah penekanan pada pembuluh darah uterus merupakan efek dari posisi ibu yang mempengaruhi kesejahteraan janin, hal ini penting untuk investigasi. Pada prinsipnya posisi dapat membebaskan vena cava inferior dari tekanan uterus dan meningkatkan arus balik vena menuju jantung. Dengan posisi ibu miring ke kiri dapat menurunkan fetal distress.

Aliran darah uterus meningkat selama kehamilan lanjut. Walaupun demikian, peningkatan aliran darah uterus tidak sesuai dengan peningkatan kandungan O2 uterus. PO2 vena uterus cenderung menurun dengan meningkatnya umur kehamilan. Pada kehamilan manusia, hal itu menunjukkan penurunan PO2 vena uterus menuju ke PO2 vena umbilical yang lebih rendah. Secara klinis, salah satu kontribusi penting untuk fisiologi terjadinya janin, hubungan nonlinear antara aliran darah uterus dan transport oksigen dan nutrisi dari plasenta ke janin, dimana aliran darah uterus dapat menurun lebih luas tanpa banyak efek transport oksigen.

Transfer Nutrisi
Pengambilan nutrisi ke dalam sirkulasi umbilicus dari plasenta adalah point referensi untuk mengerti tentang metabolisme janin. Alasannya adalah adanya pengambilan cadangan nutrisi umbilicus ke janin. Walaupun kemungkinan janin dapat mensintesis nutrisi seperti glukosa atau asam amino esensial dengan jaringan janin seperti campuran tidak aman untuk oksigenasi janin, cadangan nitrogen untuk pertumbuhan dan oksidasi. Nutrisi penting yang diterima bayi termasuk glukosa, laktat dan asam amino. Glukosa dan asam amino esensial diperoleh dari sirkulasi darah ibu. Asam amino esensial issuenya jauh lebih rumit. Beberapa asam amino diproduksi dengan plasenta pada area yang luas dengan komponen yang relative kecil dan datang dari transport langsung transplasenta. Perbedaan glutamate vena-arteri dengan sirkulasi darah umbilical janin manusia pada saat SC menunjukkan glutamat yang diperoleh dari sirkulasi janin dan plasenta yang kemungkinan digunakan sebagai bahan baker metabolisme pada plasenta manusia saat pembentukan plasenta.

Kandungan glukosa dan laktat menunjukkan oksidasi dengan kecepatan tinggi setelah janin hidup. Jika transportnya meningkat, kontribusinya ke oksidasi juga meningkat, kegunaan asam amino sebagai bahan bakar metabolisme. Sebaliknya, selama ibu puasa, transport glukosa dalam plasenta menurun dan oksidasi asam amino meningkat. Sebagai tambahan untuk bahan bakar metabolisme janin, asam amino digunakan untuk sintesa protein. Pada beberapa kasus dalam percobaan untuk memperkirakan kadar sintesis protein yang ditakar pergram akan meningkat pada awal kehamilan dan menurun jika kehamilan mendekati aterm, hal ini berkaitan dengan tingkat metabolisme. Kadar sintesa protein melebihi batas minimal protein yang dibutuhkan untuk pertumbuhan, hal ini mencerminkan tingginya perputaran protein selama pertumbuhan janin yang normal.

Baru-baru ini teknologi ultrasonografi terus ditingkatkan untuk mendapatkan data tentang percepatan peredaran yang dapat dijadikan alat investigasi untuk menilai volume aliran secara akurat. Bagaimanapun dopler velosimetri telah banyak digunakan dalam menilai dan menangani janin dengan IUGR dan ini diperoleh dari peredaran darah. Penelitian pada tahun 1999 menunjukan bahwa pengukuran peredaran darah vena umbilikalis (mL/Min) dapat diperoleh pada janin dengan akurasi dan ketepatan dan penilaian bisa lebih kompleks rata-rata kurang dari 5 menit. Teknik ini melibatkan kombinasi dari USG. Color Dopler dan Pulsed-wave Doopler Velocimetry untuk menghitung aliran vena umbilikalis dengan rumus : Aliran vena umbilikal (mL/min) luas potongan melintang pembuluh darah (Πr2) x Kecepatan rata-rata (cm s) x 60 s
Informasi secara kuantitatif tentang transport asam amino dan nitrogen ke janin manusia tidak dibentuk dengan kuat karena sulit untuk memperoleh data yang reliabel untuk membedakan asam amino arteri-vena umbilical oada saat persalinan.

Untuk dapat melaksanakan fungsi transfer nutrisi, plasenta dapat melakukannya dengan jalan :

Pertukaran zat pasif
a. Secara filtrasi
1.1. Plasenta bertindak sebagai membrane semi permiabel
1.2. Perbedaan tekanan hidrostatik dapat menimbulkan filtrasi zat yang larut dalam air, mengalir ke tempat dengan tekanan yang lebih rendah.

b. Difusi
1.1. Molekul kecil yang dapat melalui sifat membrane semi permeable plasenta.
1.2. Arah aliran zat yang larut dalam air, tergantung dari konsentrasinya.
1.3. Difusi ini akan lebih cepat aktif karena terdapat molekul pengangkut atau system saluran disebut “system karier”.

c. Dengan diapedesis khususnya untuk eritrosit

Melalui transport aktif
1. Diatur oleh system enzim
a. Dijumpai bahwa terdapat aliran kontinu beberapa zat yang sangat diperlukan janin untuk tumbuh-kembangnya walaupun konsentrasinya sudah cukup tinggi.
b. Cara kerja enzim untuk tetap mengalirkan keperluannya dapat dipecah dulu pada vili korealis dan selanjutnya disintesis kembali setelah dimasukkan ke dalam darahnya.
c. Untuk dapat melaksanakan tugas transportasi aktif ini diperlukan metabolisme tinggi dalam plasenta.
d. Bahan yang ditransportasi aktif dan dipecah dulu adalah:
- Protein menjadi asam amino
- Lemak menjadi asam lemak bebas
- Polisakarida menjadi monosakarida

2. System pinositosis
• Pengambilan zat secara khusus dengan metode ameboid.
• Zat yang masuk melalui pinositosis adalah protein dan antibodi.

Terjadinya pertukaran gas CO2 dan O2 dalam plasenta, diperlukan aktivitas khusus plasenta selain adanya perbedaan tekanan kedua gas. Dengan kemampuan pertukaran gas ini, seolah-olah plasenta dapat ikut serta dalam keseimbangan asam-basa antara darah ibu dan fetal sehingga pH-nya tetap terkendali. Aktivitas terbatas plasenta ini dapat mempertahankan keseimbangan tekanan gas pada ruang intervillous sehingga pertukaran gas ini berlangsung mantap. Dikemukakan bahwa terdapat perbedaan PO2 sekitar 10 mmHg antara vena umbilikalis dan vena uterine dan besar perbedaan yang sama antara vena umbilikalis dengan ruang intervillous.

Adapun untuk transfer nutrisi dari ibu ke janin dapat dilakukan dengan beberapa cara diantaranya pertukaran zat pasif maupun melalui fungsi transport aktif yang melibatkan enzim. Tranfer nutrisi dari ibu ke janin melalui metode transfer aktif memerlukan enzim dalam prosesnya. Nutrisi yang komplek dipecah menjadi lebih sederhana sebelum ditransfer dan disusun kembali didalam vili korionik janin.


DAFTAR PUSTAKA

1. Evelyn C. Pearce. Anatomi Dan Fisiologi. 2002 Gramedia. Jakarta
2. E. Albert Reece and John C. Hobbins. Clinical Obstetrics The Fetus and Mother. Third edition. 55-66, 2007 Blackwell Publishing , Jakarta
3. F. Garry Cunningham, Obstetri Williams, edisi 21 2006, EGC. Jakarta
4. IBG Manuaba dkk. Pengantar Kuliah Obstetri. 2006 EGC. Jakarta
5. Salmah, dkk. Asuhan kebidanan antenatal.2006, EGC. Jakarta

PERJALANAN KEHAMILAN DENGAN TBC



       Sistem pernafasan pada dasarnya dibentuk oleh jalan atau saluran nafas dan paru-paru beserta pembungkusnya (pleura) dan rongga dada yang melindunginya. Di dalam rongga dada terdapat juga jantung di dalamnya. Rongga dada dipisahkan dengan rongga perut oleh diafragma.

Saluran nafas yang dilalui udara adalah hidung, faring, laring, trakea, bronkus, bronkiolus dan alveoli. Di dalamnya terdapat suatu sistem yang sedemikian rupa dapat menghangatkan udara sebelum sampai ke alveoli. Terdapat juga suatu sistem pertahanan yang memungkinkan kotoran atau benda asing yang masuk dapat dikeluarkan baik melalui batuk ataupun bersin.

Paru-paru dibungkus oleh pleura. Pleura ada yang menempel langsung ke paru, disebut sebagai pleura visceral. Sedangkan pleura parietal menempel pada dinding rongga dada dalam. Diantara pleura visceral dan pleura parietal terdapat cairan pleura yang berfungsi sebagai pelumas sehingga memungkinkan pergerakan dan pengembangan paru secara bebas tanpa ada gesekan dengan dinding dada. Rongga dada diperkuat oleh tulang-tulang yang membentuk rangka dada. Rangka dada ini terdiri dari costae (iga-iga), sternum (tulang dada) tempat sebagian iga-iga menempel di depan, dan vertebra torakal (tulang belakang) tempat menempelnya iga-iga di bagian belakang.

Terdapat otot-otot yang menempel pada rangka dada yang berfungsi penting sebagai otot pernafasan. Otot-otot yang berfungsi dalam bernafas adalah sebagai berikut :
1. interkostalis eksterrnus (antar iga luar) yang mengangkat masing-masing iga.
2. sternokleidomastoid yang mengangkat sternum (tulang dada).
3. skalenus yang mengangkat 2 iga teratas.
4. interkostalis internus (antar iga dalam) yang menurunkan iga-iga.
5. otot perut yang menarik iga ke bawah sekaligus membuat isi perut mendorong diafragma ke atas.
6. otot dalam diafragma yang dapat menurunkan diafragma.

Percabangan saluran nafas dimulai dari trakea yang bercabang menjadi bronkus kanan dan kiri. Masing-masing bronkus terus bercabang sampai dengan 20-25 kali sebelum sampai ke alveoli. Sampai dengan percabangan bronkus terakhir sebelum bronkiolus, bronkus dilapisi oleh cincin tulang rawan untuk menjaga agar saluran nafas tidak kolaps atau kempis sehingga aliran udara lancar. Bagian terakhir dari perjalanan udara adalah di alveoli. Di sini terjadi pertukaran oksigen dan karbondioksida dari pembuluh darah kapiler dengan udara. Terdapat sekitar 300 juta alveoli di kedua paru dengan diameter masing-masing rata-rata 0,2 milimeter.

TUBERKULOSIS (TBC) PADA KEHAMILAN
Di Indonesia, kasus baru tuberkulosis hampir separuhnya adalah wanita dan menyerang sebagian besar wanita pada usia produktif. Kira-kira 1-3% dari semua wanita hamil menderita tuberkulosis. Pada kehamilan terdapat perubahan-perubahan pada sistem hormonal, imunologis, peredaran darah, sistem pernafasan, seperti terdesaknya diafragma ke atas sehingga paru-paru terdorong ke atas oleh uterus yang gravid menyebabkan volume residu pernafasan berkurang. Pemakaian oksigen dalam kehamilan akan bertambah kira-kira 25% dibandingkan diluar kehamilan, apabila penyakitnya berat atau prosesnya luas dapat menyebabkan hipoksia sehingga hasil konsepsi juga ikut menderita. Dapat terjadi partus prematur atau kematian janin.
Proses kehamilan, persalinan, masa nifas dan laktasi mempunyai pengaruh kurang menguntungkan terhadap jalannya penyakit. Hal ini disebabkan oleh karena perubahan-perubahan dalam kehamilan yang kurang menguntungkan bagi proses penyakit dan daya tahan tubuh yang turun akibat kehamilan.

IMUNOLOGI
Imunitas manusia menunjukkan imunitas alamiah terhadap tuberkulosis, dengan variasi individu yang besar. Usia merupakan faktor penentu penting bagi imunitas alamiah terhadap tuberkulosis. Imunitas spesifik antigen tergantung pada Limposit T.

BAKTERIOLOGI
Penyebab tuberkulosis adalah Mycobacterium tuberkulosis, sejenis kuman berbentuk batang dengan panjang 1-4/um dan tebal 0,3-0,6/um. Sebagian besar kuman ini terdiri dari asam lemak(Lipid). Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam dan terhadap gangguan kimia dan fisik.

Kuman dapat tahan hidup padaa udara kering maupun dalam keadaan dingin(dapat bertahun-tahun dalam lemari es) Hal ini terjadi karena kuman yang ada pada sifat yang dormant, yang kemudian dapat bangkit kembali dan menjadi tuberkulosis aktif kembali. Sifat lain kuman ini adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang kandungan oksigennya tinggi. Cara penularan melalui udara pernafasan dengan menghirup partikel kecil yang mengandung bakteri tuberkulosis, minum susu sapi yang sakit tuberkulosis. Masa tunas berkisar antara 4-12 minggu. Masa penularan terus berlangsung selama sputum BTA penderita positif.

KLASIFIKASI TUBERKULOSIS
Di Indonesia, Klasifikasi yang banyak dipakai adalah :
1) Tuberkulosis paru
2) Bekas tuberkulosis paru
3) Tuberkulosis paru tersangka yang dibagi menjadi :
a. Tuberkulosis paru tersangka yang diobati, sputum BTA negatif tapi tanda klinis positif.
b. Tuberkulosis paru tersangka yang tidak diobati, sputum BTA negatif dan tanda-tanda klinis juga meragukan.

PATOGENESIS :
Tuberkulosis Primer
Penularan tuberculosis paru terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersinkan keluar menjadi droplet dalam udara. Partikel ini dapat menetap di udara selama 1-2 jam, tergantung ada atau tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang baik, dan kelembaban. Dalam suasana gelap dan lembab kuman dapat bertahan berhari-hari sampai berbulan-bulan. Bila partikel infeksi ini terhisap oleh orang sehat, maka ini akan menempel pada jalan nafas atau paru-paru. Kebanyakan partikel ini akan mati oleh makrofag yang keluar dari cabang trakeo-bronchial deserta gerakan silia dengan sekretnya. Bila kuman menetap dalam jeringan paru, ia akan menetap dalam sitoplasma makrofag. Dari sini ia akan terbawa ke organ tubuh lainnya. Kuman yang bersarang di paru akan membentuk sarang primer atau efek primer. Kemudian timbul peradangan saluran getah bening menjadi kompleks primer yang selanjutnya dapat menjadi : sembuh tanpa cacat, sembuh dengan sedikit cacat atau bekas berupa garis-garis fibrotik, klasifikasi hilus, berkompilasi dan menyebar secara perkontinuitatum, bronkogen, limfogen, hematogen.

Tuberulosis post primer
Kuman yang dormant pada tuberkulosis primer akan muncul setelah beberapa tahun kemudian sebagai infeksi endogen menjadi tuberkulosis dewasa(postprimer). Tuberkulosis post primer ini dimulai dengan sarang dini yang berlokasi di regio atas paru-paru. Invasnya adalah ke daerah parenkim paru.

BATASAN :
TBC paru adalah penyakit pada parenkim paru yang disebabkan oleh micobakterium tuberkulosis.

PERJALANAN PENYAKIT TUBERKULOSIS PADA KEHAMILAN
1. Pengaruh kehamilan pada tuberkulosis
2. Pengaruh tuberkulosis pada kehamilan
3. Pengaruh tuberkulosis pada persalinan.
4. Pengaruh tuberkulosis pada bayi

Pengaruh kehamilan pada tuberkulosis paru
Tidak selalu mudah untuk mengenali ibu hamil dengan tuberkulosis paru, apalagi penderita tidak menunjukkan gejala-gejala yang khas seperti badan kurus, batuk menahun atau hemaptoe. Tuberkulosis aktif tidak membaik atau memburuk dengan adanya kehamilan. Tetapi kehamilan bisa meningkatkan risiko tuberkulosis inaktif terutama pada post partum. Reaktifasi tuberkulosis paru yang inaktif juga tidak mengalami peningkatan selama kehamilan. Angka reaktifasi tuberkulosis paru-paru kira-kira 5-10% tidak ada perbedaan antara mereka yang hamil maupun tidak hamil.

Tuberkulosis pada kehamilan
Prognosis bagi wanita hamil dengan penyakit tuberculosis yang aktif telah mengalami perbaikan yang luar biasa selama waktu 30 tahun terakhir ini. Beberapa preparat tuberculosis urutan pertama tidak terlihat memberikan efek yang merugikan bagi janin. Penyakit tuberculosis yang aktif selalu dapat diobati paling tidak dengan dua .macam preparat tuberculosis. Dalam suatu tinjauan (Snider,dkk 1980) tidak menemukan frekuensi cacat lahir pada anak-anak yang ibunya mendapatkan pengobatan isoniazid, ethambutol maupun rifampisin selama kehamilannya. Kelainan auditorius dan vestibuler yang ringan pernah ditemukan pada terapi dengan streptomisin. Kalau isoniazid digunakan selama kehamilan, piridoksin harus pula diberikan sebagai suplemen untuk mengurangi kemungkinan neurotoksisitas yang potensial pada janin.
Bayi dari wanita yang menderita tuberculosis, mempunyai berat badan lahir rendah, 2 x lipat meningkatkan persalinan premature, kecil masa kehamilan, dan meningkatkan kematian perinatal 6 kali lipat. Pengaruh utama tuberculosis terhadap kehamilan adalah mencegah terjadinya konsepsi sehingga banyak penderita tuberculosis yang mengalami infertilitas.
Jika seorang wanita positif tuberculosis, riwayat penyakit harus dianamnesis dengan cermat dan pemeriksaan fisik yang lengkap harus dilakukan dengan melakukan foto thorks dan bagian abdomen dilindungi ketika pemeriksaan kardiologi itu dilakukan. Jika hasilnya negative, pengobatan tidak diberikan sampai sesudah persalinan bayi, yaitu dengan pemberian isoniazid selama satu tahun sebagai tindakan profilaksis. Bayi yang lahir dari ibu dengan tuberculosis cukup rentan terhadap penyakit tersebut. Karena itu bayi harus diisolasi segera dari ibunya yang dicurigai tuberculosis aktif. Karena adanya risiko untuk terjadinya penyakit tuberculosis yang aktif pada bayi, maka terapi profilaksis dengan isoniazid ataukah tindakan vaksinasi BCG, keduanya mempeunyai manfaat yang cukup besar.

Pengaruh tuberculosis dalam persalinan
Setengah dari jumlah kasus yang dilaporkan selama proses persalinan terjadi infeksi pada bayi yang disebabkan karena teraspirasi secret vagina yang terinfeksi kuman tuberculosis.

Pengaruh tuberculosis pada bayi
Bakteriemia selama kehamilan dapat menyebabkan infeksi plasenta, sehingga janinpun dapat terinfeksi, kalaupun ada, kejadian ini jarang tetapi fatal. Pada setengah kasus infeksi didapatkan penyebaran hematogen pada hati atau paru melalui vena umbilikalis, setengah kasus lagi infeksi pada bayi disebabkan aspirasi secret vagina yang terinfeksi selama proses persalinan.
Infeksi neonatal tidak mungkin terjadi jika ibunya yang menderita tuberculosis aktif telah berobat minimal 2 minggu sebelum bersalin atau kultur BTA mereka negative.

PENGOBATAN
Pengobatan tuberculosis dalam kehamilan dibagi 2 yaitu :
a. Pengobatan medis
Pengobatan tuberculosis aktif pada kehamilan hanya berbeda sedikit dengan penderita yang tidak hamil. Ada 11 obat tuberkulosis yang terdapat di Amerika Serikat, 4 diantaranya dipertimbangkan sebagai obat primer karena kefektifannya dan toleransinya pada penderita, obat tersebut adalah isoniazid, rifampisin, ethambutol dan streptomycin. Obat sekunder adalah obat yang digunakan dalam kasus resisten obat atau intoleransi terhadap obat, yang termasuk adalah paminasalisilic acid, pyrazinamide, cycloserine, ethionamide, kanamycin, voimycin dan capreomycin.

Pengobatan selama setahun dengan isoniazid diberikan kepada mereka yang tes tuberkulin positif, gambaran radiologi atau gejala tidak menunjukkan gejala aktif. Pengobatan ini mungkin dapat ditunda dan diberikan pada postpartum. Walaupun beberapa penelitian tidak menunjukkan efek teratogenik dari isoniazid pada wanita postpartum. Beberapa rekomendasi menunda pengobatan ini sampai 3-6 bulan post partum. Sayangnya, penyembuhannya akan membawa waktu yang sangat lama.

Isoniazid termasuk kategori obat C dan ini perlu dipertimbangkan keamanannya selama kehamilan. Alternatif lain dengan menunda pengobatan sampai 12 minggu pada penderita asimtomatik. Karena banyak terjadi resistensi pada pemakaian obat tunggal, maka sekarang direkomendasikan cara pengobatan dengan menggunakan kombinasi 4 obat pada penderita yang tidak hamil dengan gejala tuberkulosis. Ini termasuk isoniazid, rifampisin, pirazinamide atau streptomycin diberikan sampai tes resistensi dilakukan. Beberapa obat tuberkulosis utama tidak tampak pengaruh buruknya terhadap beberapa janin. Kecuali streptomycin yang dapat menyebebkan ketulian kongenital, maka sama sekali tidak boleh dipakai selama kehamilan.

The center for disease control(1993) merekomendasikan resep pengobatan oral untuk wanita hamil sebagai berikut :
1. Isoniazid 5 mg/kg, dan tidak boleh lebih 300 mg per hari bersama pyridoxine 50 mg per hari.
2. Rifampisin 10 mg/kg/hr, tidak lebih 600 mg sehari.
3. Ethambutol 5-25 mg/kg/hari, dan tidak lebih dari 2,5 gram sehari(biasanya 25 mg/kg/hari selama 6 minggu kemudian diturunkan 15 mg/kg/hr.

Pengobatan ini diberikan minimal 9 bulan, jika resisten terhadap obat ini dapat dipertimbangkan pengobatan dengan pyrazinamide. Selain itu pyrazinamide 50 mg/hari harus diberikan untuk mencegah neuritis perifer yang disebabkan oleh isoniazid. Pada tuberkulosis aktif dapat diberikan pengobatan dengan kombinasi 2 obat biasanya digunakan isoniazid 5 mg/kg/hari (tidak lebih 300 mg/hari) dan ethambutol 15 mg/kg/hari. Pengobatan dilanjutkan sekurang-kurangnya 17 bulan untuk mencegah relaps. Pengobatan ini tidak dianjurkan jika diketahui penderita telah resisten terhadap isoniazid. Jika dibutuhkan pengobatan dengan 3 obat atau lebih, dapat ditambah dengan rifampisin tetapi stretomycin sebaiknya tidak digunakan. Terapi dengan isoniazid mempunyai banyak keuntungan (manjur, murah, dapat diterima penderita) dan merupakan pengobatan yang aman selama kehamilan.

Efek Samping dari tiap-tiap obat tersebut ialah:
1. Isoniazid :
1. Hepatotoksik maka tes fungsi hati seharusnya dilakukan dan diulang secara periodik.
2. Reaksi hipersensitif
3. Neurotoksik yang sering adalah neuropati perifer yang dapat dicegah dengan pemberian vitamin B6, selain itu kadang dapat terjadi kejang, neuritis optik dan ataksia, stupor, enselopati toksik yang paling jarang terjadi.
4. Gannguan saluran pencernaan.
2. Rifampisin : Sindrom flu, hepatotoksik
3. Pyrazinamide : Hepatotoksik, hiperuresemia
4. Streptomicin : Nefrotoksik, gangguan N.VIII kranial
5. Ethambutol : Neuritis optika, nefrotoksik, skin rash/dermatitis
6. Etionamid : Hepatotoksik, gangguan saluran cerna, teratogenik
7. P.A.S : Hepatotoksis dan gangguan saluran cerna.

Evaluasi pengobatan :
1. Klinis : Biasanya penderita dikontrol setiap minggu selama 2 minggu, selanjutnya setiap 2 minggu selama sebulan sampai akhir pnegobatan. Secara klinis hendaknya terdapat perbaikan dari keluhan-keluhan penderita seperti : batuk-batuk berkurang, batuk darah hilang, nafsu makan bertambah.
2. Bakteriologis : Biasanya estela 2-3 minggu pengobatan, sputum BTA mulai jadi negatif. Pemeriksaan control sputum BTA dilakukan sekali sebulan. Bila sudah negatif, sputum BTA tetap diperiksa sedikitnya sampai 3x berturut-turut bebas kuman. Sewaktu-waktu mungkin terjadi silent bacterial shedding, dimana sputum BTA positif dan tanpa keluhan yang relevan pada kasus-kasus yang memperoleh kesembuhan. Bila ini terjadi, yakni BTA positif pada 3 kali pemeriksaan biakan (3 bulan), berarti penderita mulai kambuh lagi tuberkulosisnya. Bila bakteriologis ada perbaikan, tetapi klinis dan radiologis, harus dicurigai adanya penyakit lain disamping tuberkulosis paru. Bila klinis, bakteriologis dan radiologis tetap tidak ada perbaikan padahal penderita sudah diobati dengan dosis adekuat serta teratur, perlu dipikirkan adanya gangguan imunologis pada penderita tersebut.

Kegagalan pengobatan
Sebab-sebab kegagalan pengobatan pada kehamilan :
1. Obat :
1. Paduan obat tidak adekuat
2. Dosis obat tidak cukup
3. Minum obat tidak teratur/tidak sesuai dengan petunjuk yang diberikan
4. Jangka waktu pengobatan kurang dari semestinya
5. Terjadinya resistensi obat.
2. Drop out :
1. Kekurangan biaya pengobatan
2. Merasa sudah sembuh
3. Malas terlibat/kurang motivasi
3. Penyakit :
1. Lesi paru yang sakit terlalu luas/sakit berat
2. Penyakit lain yang menyertai tuberkulosis seperti DM, alkoholisme dll
3. Adanya gangguan imunologis pada kehamilan.

Penyebab kegagalan pengobatan yang terbanyak pada kehamilan adalah karena kekurangan biaya pengobatan atau merasa sudah sembuh. Kegagalan pengobatan pada kehamilan ini dapat mencapai 50% pada pengobatan jangka panjang, karena sebagian besar penderita tuberkulosis adalah golongan yang tidak mampu sedangkan pengobatan tuberkulosis memerlukan waktu yang lama dan biaya yang banyak.Untuk mencegah kegagalan pengobatan pada kehamilan ini perlu adanya motivasi yang kuat dari penderita.

Penanggulangan terhadap kasus-kasus yang gagal pada kehamilan adalah :
a. Terhadap penderita yang sudah berobat secara teratur :
1. Menilai kembali apakah paduan obat sudah adekuat mengenai dosis dan cara pemberiannya.
2. Lakukan tes resistensi kuman terhadap obat
3. Bila sudah dicoba dengan obat tetapi gagal, maka pertimbangkan akan pengobatan dengan pembedahan terutama pada penderita dengan kavitas.

b. Terhadap penderita dengan riwayat pengobatan yang tidak teratur :
1. Teruskan pengobatan selama lebih 3 bulan dengan evaluasi bakteriologis tiap-tiap bulan
2. Nilai kembali tes resistensi kuman tterhadap obat
3. Bila ternyata terdapat resistensi terhadap obat, ganti dengan paduan obat yang masih sensitif

Penanganan obstetri
1. Pemeriksaan antenatal care yang teratur
2. Istirahat yang cukup
3. Makan makanan yang bergizi
4. Pemeriksaan kehamilan yang baik
5. Dukungan keluarga
6. Berikan isolasi yang memadai selama persalinan,
7. Kelahiran dan periode pasca persalinan.
8. Plasenta harus diukur
9. Bayi diperiksa untuk mengetahui adanya tuberculosis
10. Untuk perlindungan terhadap bayi yang tidak menunjukkan gejala dan tanda penyakit aktif berikan baik isoniazid maupun vaksinasi BCG.

Diagnosis :
1. Anamnesis : Pernah kontak dengan pasien TBC, batuk kronis, batuk darah, nyeri dada, keringat malam, berat badan menurun, demam.
2. Laboratorium : Pemeriksaan BTA dan kultur, LED sangat tinggi
3. PPD : (+) jika >10 mm
4. Foto thorak tidak rutin dikerjakan pada kehamilan.

Pengelolaan :
1. Rawat bersama dengan bagian penyakit dalam

2. Medikamentosa :
a. Bila PPD positif tanpa kelainan radiologis ataupun gejala klinik diberikan : INH 400 mg selama 1 tahun.
b. Bila TBC paru (BTA +) : IR7H7E7 – 5-gr 8 R2H2.
1. Rifampisin 450-600 mg/hari selama 1 bulan, dilanjutkan dengan 600 mg 2x seminggu selama 5-8 bulan
2. INH 400 mg/hari selama 1 bulan, dillanjutkan 700 mg 2x seminggu selama 5-8 bulan.
3. Ethambutol 1000 mg/hari selama 1 bulan.

3. Obstetri :
Kehamilan : PNC teratur, kegiatan fisik dikurangi, istirahat cukup, Diit TKTP, koreksi anemia.
Persalinan : Kala II diperpendek hanya atas indikasi obstetri.
Pasca salin :
1. Bila TBC aktif, bayi harus dipisahkan dari ibu, dan baru dapat menyusui paling cepat bila ibu telah mendapat therapi antituberkulosis selama 3 minggu.
2. Bayi : Terapi INH profilaksis dan vaksinasi BCG.

Penanganan Tuberkulosis dalam persalinan.
1. Bila proses tenang, persalinan akan berjalan seperti biasa, dan tidak perlu tindakan apa-apa.
2. Bila proses aktif, kala I dan II diusahakan mungkin. Pada kala I, ibu hamil diberi obat-obat penenang dan analgetik dosis rendah. Kala II diperpendek dengan ekstraksi vakum/forceps.
3. Bila ada indikasi obstetrik untuk sectio caesarea, hal ini dilakukan dengan bekerja sama dengan ahli anestesi untuk memperoleh anestesi mana yang terbaik.

Penanganan tuberkulosis dalam masa nifas
1. Usahakan jangan terjadi perdarahan banyak : diberi uterotonika dan koagulasia.
2. Usahakan mencegah adanya infeksi tambahan dengan memberikan antibiotika yang cukup.
3. Bila ada anemia sebaiknya diberikan tranfusi darah, agar daya tahan ibu kuat terhadap infeksi sekunder.
4. Ibu dianjurkan segera memakai kontrasepsi atau bila jumlah anak sudah cukup, segera dilakukan tubektomi,

Penanganan Bayi Baru Lahir Yang Sehat dari Ibu yang menderita Tuberkulosis
Bayi baru lahir yang sehat dari ibu yang menderita tuberkulosis, harus dipisahkan dengan segera setelah lahir sampai pemeriksaan bakteriologi ibu negatif dan bayi sudah mempunyai daya tahan tubuh yang cukup. 50% bayi baru lahir dari ibu yang menderita tuberkulosis aktif, menderita tuberkulosis pada tahun pertamanya, maka kemoprofilaksis dengan isonizid 1 tahun dan vaksinasi BCG harus segera dilakukan sebelum menyerahkan bayi pada ibunya. Pendapat ini masih diperdebatkan, tetapi keputusan akhir dilakukan dengan pertimbangan lingkungan sosial ibu, ibu dapat dipercaya dapat mengobati diri sendiri dan bayinya yang baru lahir.
Vaksin BCG termasuk golongan kuman hidup yang dilemahkan dari M.bovon yang telah dikembangkan 50 tahun yang lalu. Semua BBL dari ibu yang TBC aktif atau reaktif harus divaksinasi pada hari pertama kelahitan dengan dosis 0,1 ml intracutan pada regio deltoid jika divaksinasi. Efek sampingnya dapat membesar dan terjadi ulkus. Setelah 6 bulan papul merah tadi dapat mengecil, berlekuk dengan jaringan parut putih seumur hidup.

Untuk mengurangi waktu pemisahan ibu yang menderita tuberkulosis aktif dengan bayinya, dapat diberikan INH dan BCG segera setelah bayi lahir, bayi dipulangkan ke ibunya jika INH profilaksis telah diberikan sampai tes tuberkulin positif. Dua syarat menggunakan cara pengobatan ini adalah kuman tuberkulosis ibu sensitiv terhadap INH dan penderita dapat dipercaya bisa dan mampu memberikan obat tersebut pada ibunya.

Cara pemberian ASI pada wanita dengan tuberculosis
Pemberian ASI dari ibu yang meminum obat tuberculosis selama kehamilan dan tetap diteruskan estela persalinan tidak berbahay bagi bayi. Wanita yang tenderita tuberculosis dapat menyusui bayinya dengan menggunakan master sehingga dapat mencegah terjadinya penularan pada bayi.

Prognosis
Pada wanita hamil dengan tuberculosis aktif yang diobati secara adekuat, secara umum tuberculosis tidak memberikan pengaruh yang buruk terhadap kehamilan, masa nifas dan janin. Prognosis pada wanita hamil sama dengan prognosis wanita yang tidak hamil, abortus terapeutik Sekarang tidak dilakukan lagi.

Sumber :
Guyton & Hall, Textbook of Medical Physiology. k
Despopoulos & Agamemnon, Color Atlas of Physiology
Ilmu kedokteran fetomaternal, Jilid II hal 705-720, 2004
Berbagai sumber

KEPUTIHAN DALAM KEHAMILAN



PENDAHULUAN :
Keputihan dalam kehamilan sering dianggap sebagai hal yang biasa terjadi dan sering luput dari perhatian ibu maupun petugas kesehatan yang melakukan pemeriksaan kehamilan. Meskipun tidak semua keputihan disebabkan karena infeksi, beberapa keputihan dalam kehamilan yang dapat berbahaya karena dapat menyebabkan persalinan kurang bulan (prematuritas), ketuban pecah sebelum waktunya atau bayi lahir dengan berat badan rendah (<2500 gram).

Beratnya gejala keputihan tidak selalu sejalan dengan hasil persalinan. Sebagian wanita hamil tidak mengeluhkan keputihannya karena tidak merasa terganggu padahal keputihannya dapat membahayakan kehamilannya; sementara wanita hamil lain mengeluhkan gejala gatal yang sangat, cairan berbau namun tidak berbahaya bagi hasil persalinannya.

Dari bermacam keputihan yang dapat terjadi pada kehamilan, maka tiga besar yang sering didapatkan adalah :
1. Kandidosis vaginal (Vulvovaginal kandidosis)\
2. Vaginosis bakterial
3. Trikomoniasis.

I. KANDIDOSIS VULVOVAGINAL
(Vulvovaginal Candidiasis , VVC, kandidosis, candidal vaginitis, monilial infection atau vaginal yeast infection )

Penyebab utama
Pada umumnya adalah Candida albicans suatu mikroorganisme komensal dari ekosistem vagina dan terdapat dalam populasi kecil pada sekitar sepertiga vagina wanita sehat (Plourd,1997). Kandidiasis vulvovaginal dapat terjadi karena pertumbuhan berlebih sel-sel jamur yang secara normalpun terdapat dalam vagina wanita sehat. Kehamilan merupakan salah satu penyebabnya, selain itu sering juga terjadi pada pemakai kontrasepsi oral atau pemakaian antibiotika berlebihan, menstruasi, diabetes mellitus , penyakit-penyakit yang menurunkan daya kekebalan tubuh, kebiasaan irigasi vagina, cairan pewangi / pembersih vagina (vaginal cosmetics, perfumed feminine sprays), antimikrobial yang topikal , vaginal jelly, atau pemakaian celana dalam yang ketat dengan ventilasi yang kurang (Odds,1988).

Gejala klinis:
Gejala yang khas adalah adanya cairan vagina yang kental, seperti keju lembek ( spread cheese, cottage-cheese like appearance ) atau susu basi (curdled) yang dapat disertai oleh rasa gatal, iritasi atau rasa panas pada vulva. Vagina tidak mempunyai reseptor gatal, sehingga rasa gatal baru akan terjadi bila duh vaginal sudah mengiritasi vulva. Duh vaginal tidak selalu ada, atau bisa juga sangat sedikit, putih, encer dan tidak berbau. Bila terjadi infeksi sekunder maka duh vaginal bisa berwarna kekuningan atau kehijauan; juga dapat berbau.Vulva bengkak, sering terlihat ekskoriasi atau kemerahan (erythematous) Rasa nyeri berkemih atau disparenia dapat ada. Pria pasangannya jarang mempunyai gejala, bila ada, dapat berupa rasa gatal atau panas setelah hubungan seksual yang biasanya hilang dengan sendirinya tanpa pengobatan.

Akibat terhadap kehamilan :
Meskipun keadaan ini sering menjengkelkan karena gejalanya tidak menyenangkan dan sering terjadi perkambuhan namun ternyata tidak menyebabkan hasil persalinan yang buruk. Kejadian prematuritas, ketuban pecah sebelum waktunya dan bayi berat lahir rendah tidak bertambah pada keadaan ini(Plourd,1997).

Diagnosis :
Kadang-kadang pasien tidak dapat mengutarakan anamnesis secara jelas karena malu atau hal lainnya. Dalam keadaan seperti ini pemeriksaan klinis harus lebih cermat dilakukan. Bagaimanapun diagnosis tidak mungkin ditegakkan hanya dari anamnesis. Karakteristik duh vaginal dapat dipakai sebagai pedoman dalam menegakkan diagnosis klinik, dalam keadaan duh vaginal tidak karakteristik, secara klinis dapat terjadi kesulitan untuk menegakkan diagnosis; pemeriksaan tambahan sederhana lainnya dapat membantu penegakan diagnosis klinis yakni dengan memeriksa pH sekret vagina, Uji amin dan Uji H2O2.

Bila gejala-gejala klinis diatas jelas , diagnosis klinis dapat ditegakkan, namun kepastian diagnosis harus dengan pemeriksaan mikroskopis terhadap sekresi vagina. Dengan penambahan KOH, dibawah mikroskop akan ditemukan hifa (hyphae) atau “budding yeast” pada 50%-70% kasus. C.albicans mudah diidentifikasi , mereka mempunyai hifa yang panjang dengan blastospora sepanyang hifa dan “cluster” pada ujungnya menggambarkan “snowman” Bila tidak ada komplikasi pH vagina biasanya normal (3,8 – 4,2) . Sebagian pasien dapat mengeluh kandidiasis rekuren; keluhan ini harus diperhatikan dan petugas kesehatan harus mencari faktor-faktor predisposisi yang mendasarinya atau mengevaluasi keadaan higiene vulva dan hal-hal yang berhubungan dengannya seperti cara membersihkan, kebiasaan berpakaian , dsb. Penilaian terhadap adanya infeksi sekunder (adanya vaginitis lainnya) juga harus dilakukan mengingat pengobatannya tidak sama.

Pengobatan :(Sobel,1990; Plourd,1997; Depkes, 1999)
Pengobatan antifungal topikal
Pengobatan topikal efisien dan dapat ditolerir oleh sebagian besar pasien. Demikian juga pada wanita hamil, terutama pada trimester pertamapengobatan topikal sangat dianjurkan.Terapi oral sebaiknya hanya digunakan pada kasus berat atau rekuren dalam usia kehamilan lebih dari 13 minggu. Pemakaian preparat topikal didasari dengan rumus umum pengobatan bahwa kelainan topikal dapat diobati dengan terapi topikal.
Berbagai preparat topikal untuk VVC tersedia dalam bentuk krim, tablet vagina, losion atau supositoria.
1. Klotrimazol 500 mg tablet vagina, dosis tunggal intravaginal sebelum tidur. Mikonazol atau kotrimazol 200 mg tablet vagina, intravaginal tiga hari berturut- turut, sebelum tidur.
2. Nistatin 100.000 unit tablet vagina,Intravaginal sekali sehari selama 2 minggu

Pengobatan antifungal sistemik
Pengobatan VVC secara sistemik sebaiknya dikhususkan pada mereka yang telah mendapat terapi topikal sebelumnya dan tidak berhasil, atau pada kasus-kasus khusus seperti VVC yang berat, atau rekuren pada trimester kedua kehamilan. Perlu untuk mengevaluasi adanya PMS disamping VVC; karena VVC yang rekuren sering berhubungan dengan adanya PMS lain yang tentu saja lain terapinya
1. Ketokonazol 200 mg peroral,2 kali sehari untuk 5 hari
2. Itrakonazol 200 mg per oral,2 kali sehari , hanya satu hari
3. Flukonazol 150 mg per-oral dosis tunggal
4. Flukonazol 150 mg / minggu untuk 12 minggu pada kasus rekuren
Pemakaian obat-obatan ini dalam kehamilan trimester ke dua tidak menunjukkan adanya hasil persalinan yang buruk.

II. TRIKOMONIASIS
Penyebabnya adalah Trichomonas vaginalis suatu protozoa yang mempunyai flagel, pada manusia biasanya terdapat di urethra (pria dan wanita) atau pada vagina terutama pada wanita pascamenopause. Ditransmisikan pada umumnya melalui hubungan seksual (CDC,1993).
Kejadiannya sekitar 25% dari seluruh vaginitis dan bila didiagnosis pada wanita yang tidak mengeluhkan gejala, kejadiannya dapat mencapai 50% (McLellan,1982). Keadaan kehamilan tidak menyebabkan penyakit ini bertambah insidensinya.

Gejala Klinis:
Gejala klinisnya bervariasi tergantung beratnya penyakit; bila gejala klinis ada, maka tampilannya berupa iritasi, gatal, rasa panas atau nyeri yang dapat terasa di daerah vulva,perineum dan paha; dapat disertai dispareni dan disuri. Dapat juga terjadi perdarahan bercak setelah koitus akibat kontak langsung dengan serviks yang meradang. Karakteristik duh vaginalnya berbuih; bisa berwarna putih keabuan atau berwarna kuning kotor kehijauan dan berbuih serta berbau busuk. Tergantung beratnya penyakit, vulva , vagina dan serviks dapat bengkak dan meradang kemerahan. Pemeriksaan apus serviks dengan lidi kapas sering menyebabkan perdarahan serviks.( McLelan,1982)

Akibat terhadap kehamilan:
Trikomoniasis berhubungan dengan kejadian prematuritas dan bayi berat lahir rendah.

Diagnosis:
1. Duh vaginal berbuih berbau busuk (pada 35% kasus)
2. PH vagina > 4,5 (pada 70% kasus)
3. Serviks dengan punctate microhaemorrhage (“strawberry appearance”) (25%)
4. Trichomonas vaginalis yang bergerak pada preparat basah ( 50-75%)

Pengobatan:
1. 2 gram metronidazol dosis tunggal,untuk mereka yang tidak dapat mentolerir dosis yang besar ini , dapat diberikan:
2. metronidazol 500 mg bid selama 7 hari
Pasangan seksualnya juga harus diberi terapi. Beberapa peneliti menganjurkan dosis tinggi (2gram) selama beberapa hari (CDC,1993) . Rejimen ini dapat disertai oleh metronidazol supositori vaginal (500 mg) 2 kali sehari. Terapi topikal dengan vaginal supositori saja hanya efektif 50%. Meskipun secara klasik dalam kehamilan ,metronidazol tidak diberikan pada trimester pertama, namun pemberian dosis tunggal 2 gram terbukti aman Saat ini pemberian metronidazol pada trimester kedua dan ketiga kehamilan tidak dipersoalkan lagi.

III. VAGINOSIS BAKTERIALIS
Vaginosis bakterialis merupakan penyebab flour albus yang umum ditemukan pada wanita usia subur (Bouchard dkk, 1997). Di USA keadaan ini merupakan sekitar 50% penyebab vaginitis pada seluruh populasi wanita dan merupakan 10%-30% penyebab vaginitis pada wanita hamil (Majeroni 1998). Sebelum tahun 1955, penyakit ini dikenal dengan nama nonspecific vaginitis, Haemophilus vaginitis, Gardnerella vaginitis, Corynebacterium vaginitis , nonspecific vaginosis atau anaerobic vaginosis (Hill GB,1993). Ekosistem vagina normal sangat kompleks, flora bakterial yang predominan adalah laktobasili (95%) ,disamping itu terdapat pula sejumlah kecil (5%) variasi yang luas dari bakteri erobik maupun anerobik. Ekosistem vagina yang normal mengandung 105 sampai 106 /gr dari sekresi vagina; sedangkan pada vaginosis bakterialis terjadi peningkatan sangat besar yaitu mencapai 109 – 1011/gram sekresi.

Vaginosis bakterialis diketahui kemudian sebagai infeksi superfisial pada vagina yang menyertai keadaan menghilangnya laktobasili yang normal dan disertai oleh pertumbuhan berlebihan dari mikroorganisme lain dalam konsentrasi yang tinggi. Anggota utama mikroorganisme tersebut adalah Gardnerella vaginalis, bakteri batang anerob gram negatif yang termasuk dalam genera Prevotella, Porphyromonas dan Bacteroides, Peptostreptococcus sp, Mycoplasma hominis, Ureaplasma urealyticum dan seringkali Mobiluncus sp.Bakteri anerob inilah yang memproduksi ensim-ensim yang menimbulkan bau amis tajam pada keadaan vaginosis bakterialis, (Thomason 1991). Gardnerella vaginalis-nya sendiri tidak selalu ditemukan pada sindroma ini, bahkan dapat ditemukan pada 16-42% wanita yang tidak mempunyai gejala vaginitis.

Sampai saat ini penyebab pergeseran ekosistem vaginal ini belum jelas. Pemasangan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) merupakan risiko untuk terjadinya vaginosis bakterialis (Avont, 1990) sedangkan Barbone dkk(1991) menghubungkan peningkatan kejadian ini dengan jumlah partner sex dalam satu bulan terakhir. Peneliti lainnya menghubungan dengan alat kontrasepsi yang bukan metoda barier; hal ini diduga karena cairan semen akan merubah keasaman vagina yang akan memacu ketidakseimbangan flora vagina. Vaginosis bakterialis jarang didapatkan pada anak wanita prepubertas atau wanita pascamenopause; sedangkan pada sebagian wanita dapat terjadi secara siklis. Hal ini menunjukkan hubungan antara keadaan ini dengan siklus hormonal.

Diagnosis:
Diagnosis vaginosis bakterialis ditegakkan bila 3 kriteria terpenuhi dari 5 kriteria dibawah ini (Majeroni,1998):
• Cairan vagina yang homogen (jumlah dan warnanya dapat bervariasi)
• PH vagina > 4.5
• Uji Amin (+)
• Terdapat “clue cell” > 20% pada preparat basah atau pewarnaan Gram
• Tidak adanya / berkurangnya laktobasil pada pewarnaan Gram.

Implikasi klinis dan morbiditas:
Secara klinis vaginosis bakterialis dapat ditemukan dengan adanya cairan vagina yang berlebihan, biasanya homogen dan berbau amis. Jumlah dan warna cairan vagina bervariasi namun biasanya homogen dan encer .Seringnya cairan ini menjadi sangat berlebihan setelah koitus. Sekitar 50% dari penderita vaginosis bakterialis ini sering tidak mengeluhkan gejalanya padahal secara klinis memenuhi kriteria vaginosis bakterialis .(Bouchard ,1997)

Pada wanita hamil meskipun frekuensi vaginosis bakterialis cukup tinggi, 16%-24%(Hill 1988, Hillier 1992) namun sebagian besar menganggap adanya cairan vagina berlebih sebagai hal yang normal. Beberapa penelitian telah membuktikan adanya peningkatan risiko terjadinya persalinan kurang bulan, kontraksi prematur atau kelahiran dengan BBLR.. Vaginosis bakterialis juga berhubungan dengan keberadaan fetal fibronectin yang terbukti meningkatkan kejadian korioamnionitis dan neonatal sepsis.. Wanita hamil yang menderita vaginosis bakterialis dua kali lebih sering terkena infeksi gonore dan klamidia dibandingkan dengan wanita hamil yang mempunyai laktobasili predominan sebagai flora vaginanya (Hillier,1992) . Penelitian pada pekerja seks di Thailand menunjukkan bahwa wanita dengan vaginosis bakterialis lebih banyak yang menderita HIV (Cohen,1995).

Morbiditas lain akibat vaginosis adalah:
1. Postpartum endometritis
2. Selulitis tumpul vagina pasca histerektomi
3. Peradangan Panggul pasca kuretasi
4. Plasma sel endometritis

Pengobatan:(Thomason,1991;Sweet,1993;Prietsley,1996;Bouchard,1997; Majeroni,1998)
Pengobatan Topikal:
Clindamycin (krim vagina) 5 gram waktu tidur, selama 7 hari
Metronidazol gel 5 gram bid waktu tidur selama 7 hari.

Pengobatan Oral :
Metronidazol 500 mg bid selama 7 hari atau 2 gram dosis tunggal
Clindamycin 300 mg bid selama 7 hari

Pencegahan infeksi :
Pencegahan vaginitis atau vaginosis yakni :
1. Jangan memakai celana dalam dari bahan sintetis atau celana ketat
2. Pakailah selalu celana katun
3. Jangan memakai panty-liner setiap hari
4. Sesudah mandi keringkan daerah vulva dengan baik sebelum berpakaian (bisa memakai hairdryer )
5. Cebok dari depan ke belakang setiap berkemih/b.a.b dapat membantu mengurangi kontaminasi mikroorganisme dari rektum
6. Kurangi mengkonsumsi gula-gula, alkohol, coklat atau kafein dalam diet sehari-hari
Jangan terbiasa melakukan irigasi vagina, memakai tampon, pewangi/spray vagina atau tissue/ sanitary napkins berparfum

Uji Amin (KOH whiff test) :
Pemberian setetes KOH 10% pada sekret vagina diatas gelas objek akan menghasilkan bau amis yang karakteristik ( fishy / musty odor )

Uji H2O2 :
Pemberian setetes H2O2 (hidrogen peroksida) pada sekret vagina diatas gelas objek akan segera membentuk gelembung busa ( foaming bubbles) karena adanya sel darah putih yang karakteristik untuk trikomoniasis atau pada vaginitis deskuamatif, sedangkan pada vaginosis bakterialis atau kandidiasis vulvovaginal tidak bereaksi

Prof Dr. dr Sofie R. Krisnadi, SpOG(K). Problema keputihan dalam kehamilan. Diunduh tgl: 03 april 2010;tersedia di http://fmrshs.com

Daftar Pustaka :
• Avonts D, Sercu M, Heyetick P, et al. : Incidence of uncomplicated genital infections in women using oral contraception or an intrauterine device : a prospective study. Sex trans Dis. 1990;17:23-9.
• Barbone F, Austin H, Louv WC, et al.: A follow-up study of methods of contraception, sexual activity, and rates of trichomoniasis, candidiasis, and bacterial vaginosis. Am J Obstet Gynecol. 1990 ; 163:510-4.
• Bouchard C, Hetwood MS, Lea RH et al.: Bacterial vaginosis, SOGC clinical practice guidelines. Committee opinion no. 14, March 1997.