PENDAHULUAN
Preeklampsia
berat (PEB) dan eklampsia masih merupakan salah satu penyebab utama
kematian maternal dan perinatal di Indonesia. Hal ini diklasifikasikan
kedalam penyakit hipertensi yang disebabkan karena kehamilan. PEB
ditandai oleh adanya hipertensi sedang-berat, edema, dan proteinuria
yang masif. Sedangkan eklampsia ditandai oleh adanya koma dan/atau
kejang di samping ketiga tanda khas PEB. Diagnosis dini dan penanganan
adekuat dapat mencegah perkembangan buruk PER kearah PEB atau bahkan
eklampsia. Semua kasus PEB dan eklampsia harus dirujuk ke rumah sakit
yang dilengkapi dengan fasilitas penanganan intensif maternal dan
neonatal, untuk mendapatkan terapi definitif dan pengawasan terhadap
timbulnya komplikasi.
Di
Indonesia preeklampsia-eklampsia masih merupakan salah satu penyebab
utama kematian maternal dan kematian perinatal yang tinggi. Oleh karena
itu diagnosis dini pre-eklampsia yang merupakan tingkat pendahuluan
eklampsia, serta penanganannya perlu segera dilaksanakan untuk
menurunkan angka kematian ibu (AKI) dan anak. Preeklampsia-Eklampsia
adalah penyakit pada wanita hamil yang secara langsung disebabkan oleh
kehamilan.
DEFINISI
Suatu
komplikasi kehamilan yang ditandai dengan timbulnya hipertensi >=
160/110 disertai protein urine dan atau edema, pada kehamilan 20 minggu
atau lebih.
Pre-eklampsia
adalah hipertensi disertai proteinuri dan edema akibat kehamilan
setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Gejala
ini dapat timbul sebelum 20 minggu bila terjadi. Eklampsia adalah
timbulnya kejang pada penderita preeklampsia yang disusul dengan koma.
Kejang disini bukan akibat kelainan neurologis. Preeklampsia-Eklampsia
hampir secara eksklusif merupakan penyakit pada nullipara. Biasanya
terdapat pada wanita masa subur dengan umur ekstrem yaitu pada remaja
belasan tahun atau pada wanita yang berumur lebih dari 35 tahun. Pada
multipara, penyakit ini biasanya dijumpai pada keadaan-keadaan berikut:
1) Kehamilan multifetal dan hidrops fetalis.
2) Penyakit vaskuler, termasuk hipertensi essensial kronis dan diabetes mellitus.
3) Penyakit ginjal.
ETIOLOGI
Sampai dengan saat ini etiologi pasti dari preeklampsia/ eklampsi masih belum diketahui.
Ada
beberapa teori mencoba menjelaskan perkiraan etio-logi dari kelainan
tersebut di atas, sehingga kelainan ini sering dikenal sebagai the
diseases of theory. Adapun teori-teori tersebut antara lain:
1) Peran Prostasiklin dan Tromboksan
Pada
PE-E didapatkan kerusakan pada endotel vaskuler, sehingga terjadi
penurunan produksi prostasiklin (PGI 2) yang pada kehamilan normal
meningkat, aktivasi penggumpalan dan fibrinolisis, yang kemudian akan
diganti trombin dan plasmin. Trombin akan mengkonsumsi antitrombin III,
sehingga terjadi deposit fibrin. Aktivasi trombosit menyebabkan
pelepasan tromboksan (TXA2) dan serotonin, sehingga terjadi vasos-pasme
dan kerusakan endotel.
Pengeluaran hormone ini memunculkan efek “perlawanan” pada tubuh. Pembuluh-pembuluh darah menjadi menciut,
terutama
pembuluh darah kecil, akibatnya tekanan darah meningkat. Organ-organ
pun akan kekurangan zat asam. Pada keadaan yang lebih parah, bisa
terjadi penimbunan zat pembeku darah yang ikut menyumbat pembuluh darah
pada jaringan-jaringan vital.
2) Peran Faktor Imunologis
Preeklampsia
sering terjadi pada kehamilan pertama dan tidak timbul lagi pada
kehamilan berikutnya. Hal ini dapat diterangkan bahwa pada kehamilan
pertama pembentukan blocking antibodies terhadap antigen placenta tidak
sempurna, yang semakin sempurna pada kehamilan berikutnya.
Fierlie FM (1992) mendapatkan beberapa data yang men-dukung adanya sistem imun pada penderita PE-E:
a. Beberapa wanita dengan PE-E mempunyai komplek imun dalam serum.
b. Beberapa studi juga mendapatkan adanya aktivasi sistem komplemen pada PE-E diikuti dengan proteinuri.
Stirat
(1986) menyimpulkan meskipun ada beberapa pen-dapat menyebutkan bahwa
sistem imun humoral dan aktivasi komplemen terjadi pada PE-E, tetapi
tidak ada bukti bahwa sistem imunologi bisa menyebabkan PE-E.
3) Peran Faktor Genetik/Familial
Beberapa bukti yang menunjukkan peran faktor genetik pada kejadian PE-E antara lain:
a. Preeklampsia hanya terjadi pada manusia.
b. Terdapatnya kecendrungan meningkatnya frekwensi PE-E pada anak-anak dari ibu yang menderita PE-E.
c. Kecendrungan meningkatnya frekwensi PE-E pada anak dan cucu ibu hamil dengan riwayat PE-E dan bukan pada ipar mereka.
d. Peran Renin-Angiotensin-Aldosteron System (RAAS)
PATOGENESIS
Vasokonstriksi
merupakan dasar patogenesis PE-E. Vasokonstriksi menimbulkan
peningkatan total perifer resisten dan menimbulkan hipertensi. Adanya
vasokonstriksi juga akan menimbulkan hipoksia pada endotel setempat,
sehingga terjadi kerusakan endotel, kebocoran arteriole disertai
perdarahan mikro pada tempat endotel. Selain itu Hubel (1989) mengatakan
bahwa adanya vasokonstriksi arteri spiralis akan menyebabkan
terjadinya penurunan perfusi uteroplasenter yang selanjutnya akan
menimbulkan maladaptasi plasenta. Hipoksia/ anoksia jaringan merupakan
sumber reaksi hiperoksidase lemak, sedangkan proses hiperoksidasi itu
sendiri memerlukan peningkatan konsumsi oksigen, sehingga dengan
demikian akan mengganggu metabolisme di dalam sel Peroksidase lemak
adalah hasil proses oksidase lemak tak jenuh yang menghasilkan
hiperoksidase lemak jenuh. Peroksidase lemak merupakan radikal bebas.
Apabila keseimbangan antara perok-sidase terganggu, dimana peroksidase
dan oksidan lebih domi-nan, maka akan timbul keadaan yang disebut stess
oksidatif.
Pada
PE-E serum anti oksidan kadarnya menurun dan plasenta menjadi sumber
terjadinya peroksidase lemak. Se-dangkan pada wanita hamil normal,
serumnya mengandung transferin, ion tembaga dan sulfhidril yang berperan
sebagai antioksidan yang cukup kuat. Peroksidase lemak beredar dalam
aliran darah melalui ikatan lipoprotein. Peroksidase lemak ini akan
sampai kesemua komponen sel yang dilewati termasuk sel-sel endotel yang
akan mengakibatkan rusaknya sel-sel endotel tersebut. Rusaknya sel-sel
endotel tersebut akan meng-akibatkan antara lain:
1. Adhesi dan agregasi trombosit.
2. Gangguan permeabilitas lapisan endotel terhadap plasma.
3. Terlepasnya enzim lisosom, tromboksan dan serotonin sebagai akibat dari rusaknya trombosit.
4. Produksi prostasiklin terhenti.
5. Terganggunya keseimbangan prostasiklin dan tromboksan.
6. Terjadi hipoksia plasenta akibat konsumsi oksigen oleh peroksidase lemak.
KRITERIA DIAGNOSIS PREEKLAMPSIA BERAT
Diagnosis
Preeklamsi ditegakkan berdasarkan adanya dua factor dari tiga gejala
yaitu penambahan berat badan yang berlebihan, edema, hipertensi dan
proteinuria. Penambahan berat badan yang berlebihan bila terjadi
kenaikan 1 kg seminggu beberapa kali. Edema terlihat sebagai peningkatan
berat badan, pembengkakan kaki, jari tangan dan wajah.
Apabila pada kehamilan > 20 minggu didapatkan satu/ lebih gejala/tanda di bawah ini:
1.
Tekanan darah > 160/110mmHg dengan syarat diukur dalam keadaan
relaksasi (pengukuran minimal setelah istirahat 10 menit) dan tidak
dalam keadaan his.
2. Proteinuria > 5 g/24 jam atau 3+ pada pemeriksaan secara kuantitatif.
3. Oliguria, produksi urine < 500 cc/24 jam yang disertai kenaikan kreatinin plasma.
4. Gangguan visus dan serebral.
5. Nyeri epigastrium/hipokondrium kanan.
6. Edema paru dan sianosis.
7. Gangguan pertumbuhan janin intrauteri.
8. Adanya Hellp Syndrome (hemolysis, Elevated liver enzyme, Low Platelet count).
PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Urin : Protein, Reduksi, bilirubin, sidimen urin
- Darah: Trombosit, Ureum, Kreatinin, SGOT, LDH dan Bilirubin
- USG
DIAGNOSIS BANDING
1. Kronik hipertensi dan kehamilan
2. Kehamilan dengan sindrom nefrotik
3. Kehamilan dengan payah jantung.
Kejang bias disebabkan ensefalopati hipertensi, epilepsy, tromboemboli, intoksikasi, obat, trauma, hipoglikemia atau alkalosis
Koma bias disebabkan epilepsy, sinkop, intoksikasi alcohol atau obat, asidosis, hipoglikemia.
PENATALAKSANAAN
A) Penanganan di Puskesmas
Mengingat
terbatasnya fasilitas yang tersedia di puskesmas, maka secara prinsip,
kasus-kasus preeklampsia berat dan eklampsia harus dirujuk ke tempat
pelayanan kesehatan dengan fasilitas yang lebih lengkap.
Persiapan-persiapan yang dilakukan dalam merujuk penderita adalah
sebagai berikut:
- Menyiapkan surat rujukan yang berisikan riwayat penderita.
- Menyiapkan partus set dan tongue spatel (sudip lidah).
- Menyiapkan obat-obatan antara lain: valium injeksi, antihipertensi, oksigen, cairan infus dextrose/ringer laktat.
- Pada penderita terpasang infus dengan blood set.
- Pada
penderita eklampsia, sebelum berangkat diinjeksi valium 20 mg/iv,
dalam perjalanan diinfus drip valium 10 mg/500 cc dextrose dalam
maintenance drops. Selain itu diberikan oksigen, terutama saat kejang,
dan terpasang tongue spatel.
B) Penanganan di Rumah Sakit
I. Pengobatan Medisinal (Perawatan Aktif)
1. Segera rawat di ruangan yang terang dan tenang, terpasang infus Dextrose 5%/RL dari IGD dengan Blood set.
2. Total bed rest dalam posisi lateral decubitus.
3. Diet cukup protein, rendah KH, lemak dan garam.
4. Antasida.
5. Anti kejang:
a) Sulfas Magnesikus (MgSO4)
Syarat- syarat pemberian MgSO4
- Tersedia antidotum Ca. Glukonas 10% (1 amp/iv dalam 3 menit).
- Reflek patella (+) kuat
- RR > 16 x/menit, tanda distress nafas (-)
- Produksi urine > 100 cc dalam 4 jam sebelumnya.
Cara Pemberian:
Loading
dose secara intravena: 4 gr/MgSO4 20% dalam 4 menit, intramuskuler: 4
gr/MgSO4 40% gluteus kanan, 4 gr/ MgSO4 40% gluteus kiri. Jika ada
tanda impending eklampsi LD diberikan iv+im, jika tidak ada LD cukup im
saja.
Maintenance dose diberikan 6 jam setelah loading dose, secara IM 4 gr/MgSO4 40%/6 jam, bergiliran pada gluteus kanan/kiri.
Penghentian MgSO4 :
Pengobatan
dihentikan bila terdapat tanda-tanda intoksikasi, setelah 6 jam pasca
persalinan, atau dalam 6 jam tercapai normotensi.
b) Diazepam
Digunakan
bila MgSO4 tidak tersedia, atau syarat pemberian MgSO4 tidak dipenuhi.
Cara pemberian: Drip 10 mg dalam 500 ml, max. 120 mg/24 jam. Jika
dalam dosis 100 mg/24 jam tidak ada peerbaikan, alih rawat R ICU.
6. Diuretika Antepartum: manitol
Postpartum: Spironolakton (non K release), Furosemide (K release).
Indikasi: Edema paru-paru, gagal jantung kongestif, Edema anasarka.
7. Anti hipertensi
Indikasi: TD > 180/110mmHg
Diturunkan secara bertahap.
Alternatif: antepartum Adrenolitik sentral:
- Antihipertensi (Klonidin 0,15 mg i.v. dilanjutkan Nifedipin 3 x 10 mg atau Metildopa 3 x 250 mg)
- Dopamet 3X125-500 mg.
- Catapres drips/titrasi 0,30 mg/500 ml D5 per 6 jam : oral 3X0,1 mg/hari. Post partum
- Kardiotonika
8. Lain-lain:
Antipiretika, jika suhu>38,5°C
Antibiotika jika ada indikasi
Analgetika
Anti Agregasi Platelet: Aspilet 1X80 mg/hari
Syarat: Trombositopenia (<60.000/cmm).
II. Pengobatan obstetrik
a. Belum inpartu
Amniotomi & Oxytocin drip (OD). Syarat: Bishop score >8, setelah 3 menit tx. Medisinal.
Sectio Caesaria. Syarat: kontraindikasi oxytocin drip 12 jam OD belum masuk fase aktif.
b. Sudah inpartu
Kala I Fase aktif: 6 jam tidak masuk f. aktif dilakukan SC.
Fase laten: Amniotomy saja, 6 jam kemudian pembuatan belum lengkap lakukan SC (bila perlu drip oxytocin).
Kala II Pada persalinan pervaginam, dilakukan partus buatan VE/FE.
Untuk kehamilan < 37 minggu, bila memungkinkan terminasi ditunda 2X24 jam untuk maturasi paru janin.
III. Perawatan Konservatif
Perawatan konservatif kehamilan preterm<37 minggu tanpa disertai tanda-tanda impending eklampsia, dengan keadaan janin baik.
Perawatan tersebut terdiri dari:
MgSO4 Therapy: Loading dose: IM saja.
Maintenance dose: sama seperti di atas.
Sulfas Magnesikus dihentikan bila sudah mencapai tanda Preeklampsia ringan, selambat-lambatnya dalam waktu 24 jam.
- Terapi lain sama seperti di atas.
- Dianggap gagal jika > 24 jam tidak ada perbaikan, harus diterminasi.
- Jika sebelum 24 jam hendak dilakukan tindakan, diberikan MgSO4 20% 2 gr/IV dulu.
-
Penderita pulang bila: dalam 3 hari perawatan setelah penderita
menunjukkan tanda-tanda PER keadaan penderita tetap baik dan stabil.
EKLAMPSIA
Terdapat tanda-tanda PEB disertai koma dan atau kejang.
a) Pengobatan Medisinal
Rawat di ICU
Total Bed Rest dalam Snipping position jika Kesadaran menurun. Lateral decutitus jika kesadaran compos mentis.
- Pada penderita koma yang lama berikan nutrisi per NGT
- Pasang spatel lidah jika terdapat kejang
- Oksigen 4-5 liter/mnt
- Pasang Folley Catheter
- Perawatan dekubitus pada penderita dengan kesadaran menurun
- Infus Dx/RL maintenance drops
- Anti kejang
MgSO4 jika persyaratan memenuhi:
Loading Dose: –> SM 20% 4 gr/IV/4 menit.
SM 40% 8 gr/IM ( 4gr kanan dan 4gr kiri)
Jika dalam 20 menit setelah LD terjadi kejang lagi, diberikan SM 20% 2 gr/IV.
Jika dalam 30 menit terjadi kejang lagi diberikan Fenitoin 100 mg/IV perlahan.
Maintenance Dose –> SM 40% 4 gr/IM/6 jam kanan/kiri sampai 24 jam bebas kejang/pasca persalinan.
VALIUM Therapy:
Valium
20 mg/iv perlahan, diikuti drips 10 mg/500 ml Dx dalam 30 tetes/menit.
Jika dalam 30 menit masih kejang berikan valium 10 mg/iv perlahan.
Terapi lain sama seperti PEB.
b) Penanganan Obstetrik
Sikap
dasar adalah semua kehamilan dengan eklampsia harus diakhiri tanpa
memandang umur kehamilan dan keadaan janin. Saat terminasi setelah
terjadi stabilisasi hemodinamik dan metabolisme ibu, yaitu 4-8 jam
setelah salah satu keadaan di bawah ini:
- pemberian antikonvulasi
- kejang terakhir
- pemberian antihipertensi terakhir
- penderita mulai sadar
- Cara terminasi sama dengan cara terminasi pada PEB.
KOMPLIKASI AKIBAT PREEKLAMPSIA dan EKLAMPSIA
Komplikasi
yang terberat adalah kematian ibu dan janin. Komplikasi dibawah ini
biasanya terjadi pada Preeklampsia berat dan eklampsia.
1.
Solusio plasenta. Komplikasi ini terjadi pada ibu yang menderita
hipertensi akut dan lebih sering terjadi pada Preeklampsia.
2. Hipofibrinogenemia. Pada Preeklampsia berat
3.
Hemolisis. Penderita dengan Preeklampsia berat kadang-kadang
menunjukkan gejala klinik hemolisis yang di kenal dengan ikterus. Belum
di ketahui dengan pasti apakah ini merupakan kerusakan sel-sel hati
atau destruksi sel darah merah. Nekrosis periportal hati sering di
temukan pada autopsi penderita eklampsia dapat menerangkan ikterus
tersebut.
4. Perdarahan otak. Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal penderita eklampsia.
5. Kelainan mata. Kehilangan penglihatan untuk sementara, yang berlansung sampai seminggu.
6. Edema paru-paru.
7. Nekrosis hati. Nekrosis periportal hati pada Preeklampsi – eklampsia merupakan akibat vasopasmus arteriol umum.
8. Sindrom HELLP yaitu haemolysis, elevated liver enzymes, dan low platelet.
9. Kelainan ginjal
10. Komplikasi lain. Lidah tergigit, trauma dan fraktura karena jatuh akibat kejang-kejang pneumonia aspirasi.
11. Prematuritas, dismaturitas dan kematian janin intra – uterin.
PENCEGAHAN
1.
Pemeriksaan antenatal yang teratur dan bermutu serta teliti,
mengenali tanda-tanda sedini mungkin (Preeklampsia ringan), lalu
diberikan pengobatan yang cukup supaya penyakit tidak menjadi lebih
berat.
2. Harus selalu waspada terhadap kemungkinan terjadinya Preeklampsia kalau ada faktor-faktor predeposisi
3.
Penerangan tentang manfaat istirahat dan diet berguna dalam
pencegahan. Istirahat tidak selalu berarti berbaring ditempat tidur,
namun pekerjaan sehari-hari perlu dikurangi, dan dianjurkan lebih
banyak duduk dan berbaring. Diet tinggi protein, dan rendah lemak,
karbohidrat, garam dan penambahan berat badan yang tidak berlebihan
perlu dianjurkan.
4. Mencari pada tiap pemeriksaan tanda-tanda Preeklampsia dan mengobatinya segera apabila di temukan.
5. Mengakhiri
kehamilan sedapat-dapatnya pada kehamilan 37 minggu ke atas apabila
setelah dirawat tanda-tanda Preeklampsia tidak juga dapat di hilangkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar