PENATALAKSANAAN BAYI BARU
LAHIR
DARI IBU YANG BERMASALAH
ABSTRAK
Sebagian
besar Bayi Baru Lahir yang terlahir dari Ibu yang bermasalah (menderita suatu
penyakit sebelum, selama hamil, atau pada saat menghadapi proses persalinan).
Sebenarnya banyak sekali macam penyakit yang dapat di derita ibu selama periode
tersebut, diantaranya manajemen Bayi Baru Lahir (BBL) dari ibu yang mengalami
penyakit HIV yang tampaknya jumlah penderita semakin meningkat. Dalam 4 tahun
terakhir Indonesia berada dalam keadaan epidemi terkonsentrasi karena HIV/AIDS
telah terjadi pada lapisan masyarakat tertentu dalam tingkat pravelensi yang
cukup tinggi terutama di propinsi Papua, DKI Jaya, Riau, Jawa Barat, Jawa Timur
dan Bali. Pada ibu HIV atau daerah di mana Prevalence HIV tinggi, maka proses
kelahiran disarankan dengan operasi cesar, dengan tujuan membiarkan lapisan
amnion tetap intak selama mungkin agar penularan HIV perinatal terhindar. Tidak
ada tanda-tanda spesifik HIV yang dapat ditemukan pada umur 2-6 minggu setelah
lahir. Tetapi tes antibodi baru dapat ditemukan pada umur 18 bulan atau HIV PCR
DNA sejak umur 1 sampai 6 bulan untuk menentukan status HIV bayi. Manajemennya
meliputi perawatan bayi seperti bayi yang lain, dengan perhatian pada
pencegahan infeksi dan cara pemberian minum; bayi tetap diberi imunisasi rutin
kecuali terdapat tanda klinis defisiensi imun yang berat, jangan diberi vaksin
hidup (BCG, OPV, Campak, MMR); pada waktu pulang, diperiksa DL, hitung
Lymphosit T, serologi anti HIV, PCR DNA/RNA HIV : pemberian Antiretrovirus
profilaksis (tergantung status pemberian antiretrovirus ibu), dan saat pulang
dilakukan pemeriksaan darah PCR DNA/RNA dilakukan pada umur 1, 2, 4, 6 dan 18
bulan dan bila pemeriksaan PCR DNA/RNA POSITIP dua kali berturut selang satu
bulan mulai diberikan pengobatan Antiretro Virus.
Kata kunci : Ibu HIV,
antiretrovirus
ABSTRACT
Most of newborn babies was born from problematic (the mother who have
disease before, during pregnancy or during delivery). Actually there are many
disease can occur during that periods, but in this time we discuss the
management problems of newborn babies born from HIV mother. In the last years,
the concentrated epidemic of HIV-AIDS has occurred in Indonesia with high prevalence of HIV-AIDS in
some provinces such papua, DKI Jaya, Riau, West Java and Bali.
The delivery process recommendation from HIV-mother or in the high prevalence
of HIV area is cessarian section that can make the amnion still intact so the
transmission of HIV perinatally can be prevented. There is no specific sign of
HIV found in the newborn. If the infection occurred during perinatal, the signs
found at 2-6 weeks of age, but the antibody test is not done until 18 months or
HIV PCR DNA from 1 month until 6 months of old to determine the HIV status of
the baby. The management are care of the baby like the other baby, with special
attention for precaution of infection and feeding of the baby; still give the
routine immunization except in the severe immune deficiency that can not be
given the live vaccine (BCG, OPV, Measles, MMR); check the routine blood
examination, lymphocyte T count, anti HIV serology, PCR DNA/RNA HIV;
prophylaxis antiretrovirus (depend on antiretrovirus that given to the mother)
and check the PCR DNA/RNA in 1, 2, 4, 6 and 18 months of age. If the test is
positive in two examination with 1 month interval, the antiretrovirus will be
administered.
Keyword : HIV mother,
antiretrovirus
Sebagian besar Bayi Baru Lahir yang terlahir dari
Ibu yang bermasalah dalam arti menderita suatu penyakit, tidak menunjukkan
gejala sakit pada saat dilahirkan atau beberapa waktu setelah lahir. Bukan
berarti bayi baru lahir tersebut aman dari gangguan akibat dari penyakit yang
diderita ibu. Hal tersebut dapat menimbulkan akibat yang merugikan bagi Bayi
Baru Lahir (BBL), dan dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas bayi. Ibu
bermasalah disini diartikan sebagai Ibu yang menderita sakit, sebelum, selama
hamil, atau pada saat menghadapi proses persalinan.
Dari State of the World’s Newborn, Save The
Children 2001, terdapat Rumus dua per tiga yaitu, Lebih dari 7 juta bayi
meninggal setiap tahun antara lahir hingga umur 12 bulan., hampir dua pertiga
bayi yang meninggal, terjadi pada bulan pertama, dari yang meninggal tersebut,
dua pertiga meninggal pada umur satu minggu, dan dua pertiga diantaranya
meninggal pada dua puluh empat jam pertama kehidupannya. Disini sangat
jelas bahwa masalah kesehatan Neonatal tidak dapat dilepaskan dari masalah
kesehatan perinatal dimana proses kehamilan, dan persalinan memegang faktor
yang amat penting
Sasaran kesehatan anak tahun 2010
diantaranya adalah angka kematian bayi turun dari 45,7 per seribu kelahiran,
menjadi 36 per seribu kelahiran (SKN), BBLR (Bayi Berat Lahir Rendah atau
kurang 2500 gram) menurun setinggi-tingginya 7% (SKN), di mana secara nasional
th 1995-1999 diperkirakan BBLR 8% (Save The Children 2001) akan tetapi kalau
dilihat dari tahun ke tahun, angka kematian Neonatus penurunannya sangat
lambat, dan menempati 47% dari angka kematian bayi, bahkan pada 2003 AKN 20 per
seribu kelahiran. Dari angka tersebut, 79,4%
kematian pada bayi baru lahir berumur kurang dari tujuh hari. Bila
dikaji lebih mendalam, ternyata dari kematian tersebut, 87% dapat dicegah
apabila deteksi dini bayi resiko cepat diketahui, dan dapat segera dirujuk agar
mendapat pertolongan yang akurat, dan cepat. Diperkirakan tiap jam terdapat 12
neonatus meninggal. Dari sumber SKRT 2001, ternyata dari bayi yang mendapat
masalah, yang mencari pertolongan pada tenaga kesehatan hanyalah 36%. Oleh
karena itu, tenaga kesehatan di lini terdepan baik di pelayanan perifer ataupun
di pusat, sangat diharapkan mempunyai ketrampilan baik deteksi dini bayi resiko
ataupun penanganan kegawatan, dan menentukan waktu yang tepat kapan bayi akan
dirujuk, dan persiapan apa yang harus dilakukan.
Bayi yang
berumur kurang dari tujuh hari, kelainan yang di derita lebih banyak terkait
dengan kehamilan dan persalinan, sedangkan bayi berumur lebih dari tujuh hari
sampai dua bulan banyak terkait dengan pola penyakit anak. Karena kebanyakan
bayi baru lahir yang sakit jarang dibawa oleh orang tua ke pusat pelayanan
karena kultur masyarakat, maka kunjungan rumah bagi tenaga kesehatan sangat diperlukan,
dengan ASUH yaitu awal sehat untuk hidup sehat. Karena kelainan BBL sangat erat
hubungannya dengan saat berada di dalam kandungan, maka komunikasi yang erat
diantara dokter Anak, dokter Obstetri dan Dokter Anaestesi serta bidan setempat
sangatlah penting.
Upaya pemerintah
untuk menurunkan angka kematian bayi, telah banyak dilakukan, diantaranya
adalah Asuhan Persalinan Normal, Safe Mother Hood, Pelayanan Obstetri Neonatal
Esensial Dasar dan Komprehensip, awal Sehat untuk hidup sehat, Manajemen Terpadu
Balita Sakit, dan Manajemen Bayi Muda Sakit karena kelainan BBL sangat erat
hubungannya dengan saat berada di dalam kandungan, maka komunikasi yang erat
diantara dokter Anak, dokter Obstetri dan dokter Anaestesi serta bidan setempat
sangatlah penting. Sebenarnya banyak sekali macam penyakit yang dapat diderita
ibu selama periode tersebut. Dalam makalah ini akan di bahas manajemen Bayi
Baru Lahir (BBL) dari ibu yang mengalami penyakit yang relatif sering, seperti kecurigaan
infeksi intra uterin, Hepatitis B, Tuberkulosis, Diabetes Mellitus, Sifilis, dan HIV yang tampaknya jumlah
penderita semakin meningkat serta Ibu dengan kecanduan Obat.
A. IBU DENGAN KECURIGAAN INFEKSI INTRA UTERIN
Tanda-tanda ibu
yang diduga mengalami infeksi dalam kandungan yang dapat berakibat infeksi atau
bakteriemi pada bayinya adalah bila :
·
Ibu
mengalami panas tubuh lebih atau sama dengan 380 C selama
proses persalinan sampai 3 hari
pasca persalinan,
·
Cairan
ketuban hijau keruh apalagi berbau busuk,
·
Cairan ketuban pecah 18 sampai 24 jam sebelum
bayi lahir,
·
Atau pecah pada saat umur kehamilan baru
menginjak 37 minggu.
Pada keadaan tersebut, BBL sangat rawan terhadap
terjadinya infeksi yang dapat mengancam jiwanya, karena BBL tersebut dapat
menderita sepsis. Perubahan Neonatus ke arah kondisi yang buruk berlangsung
sangat cepat.
Apabila suatu sebab, keluarga meminta pulang sebelum
waktunya, pengawasan yang perlu dilakukan oleh keluarga terhadap bayi adalah :
·
apakah pernapasan bayi menjadi cepat
·
bayi lethargi
·
hipotermi atau panas
·
muntah setiap minum
·
kembung, merintih
MANAJEMEN
Bayi umur lebih
dari 3 hari tanpa melihat umur kehamilan, tidak perlu antibiotika.
Nasehati ibu agar segera membawa bayinya kembali bila ada tanda sepsis dan
nasehati ibu kembali jika ada salah satu tanda sepsis.
Bayi berumur 3
hari atau kurang, ambil sampel darah bayi, dan kirim ke
Laboratorium untuk kultur/kultur kuman dan uji sensitivitas Obati sesuai umur
kehamilan seperti di bawah ini :
BAYI DENGAN
UMUR KEHAMILAN 35 MINGGU ATAU LEBIH, ATAU BERAT LAHIR 2000 gram ATAU LEBIH
Infeksi
Intra uterin yang telah jelas, atau demam dugaan infeksi, DENGAN ATAU TANPA
KPD :
·
Ambil sampel darah, beri antibiotika seperti
pemberian untuk kemungkinan besar sepsis.
· Bila
hasil kultur negatif, dan bayi tidak menunjukkan tanda sepsis hentikan
antibiotika.
· Bila hasil kultur positif, dan bayi
menunjukkan tanda sepsis kapan saja; obati untuk kemungkinan besar sepsis.
· Bila
kultur kuman tidak dapat dilakukan, dan bayi tidak menunjukkan tanda
sepsis, hentikan antibiotika setelah 5 hari.
Amati bayi selama 24 jam setelah
antibiotika dihentikan :
·
Bila
bayi keadaan baik, dan tidak ada tanda yang memerlukan perawatan di rumah
sakit, bayi dapat dipulangkan.
·
Nasehati
ibu untuk membawa kembali bayinya bila ada gejala sepsis atau infeksi.
ADA KPD TANPA Infeksi Intra Utertin atau demam dugaan infeksi :
·
Tidak perlu antibiotika.
·
Amati
tanda sepsis setiap 4 jam dalam waktu 48 jam.
·
Bila setelah 48 jam kultur darah negatif, bayi
tampak sehat, dan tidak ada gejala yang memerlukan perawatan di rumah sakit,
bisa dipulangkan, beri nasehat pada orang tua atau petugas, apabila ada tanda
infeksi, segera dibawa kembali ke Rumah Sakit.
·
Bila kapan saja ada tanda sepsis atau kultur
positif, diobati seperti kemungkinan besar sepsis.
·
Bila kultur darah tidak diperiksa, amati 3 hari
dan pulangkan bila keadaan bayi baik.
BAYI DENGAN UMUR KEHAMILAN KURANG DARI 35 MINGGU, ATAU BERAT LAHIR
KURANG 2000 gram
· Ada KPD , Infeksi Intra Utertin atau demam dugaan infeksi
Ambil sampel darah, beri antibiotika
untuk sepsis
Bila kultur darah negatif, bayi tidak ada tanda sepsis :
·
Ada KPD tanpa Infeksi Intra Uterin atau
demam dugaan infeksi, hentikan antibiotika setelah 3 hari.
·
Ada Infeksi Intra Utertin atau demam dugaan infeksi
berat, hentikan antibiotika setelah 5 hari.
Bila kultur darah positif, bayi
menunjukkan gejala sepsis atau kapan
saja bayi/ menunjukkan gejala
seosis, obati sebagai kemungkinan besar sepsis.
Bila kultur
darah tidak dapat dilakukan, bayi tidak menunjukkan gejala sepsis antibiotika dihentikan setelah
pemberian 5 hari.
Amati bayi selama 24 jam setelah antibiotika
dihentikan :
·
Bila bayi keadaan baik, dan tidak ada tanda yang
memerlukan perawatan di rumah sakit, bayi dapat dipulangkan.
·
Nasehati
ibu untuk membawa kembali bayinya bila ada gejala sepsis atau infeksi.
TABEL 1 : RINGKASAN
TATALAKSANA BAYI DARI IBU DENGAN KECURIGAAN
INFEKSI INTRA UTERIN
Bayi ≥ 35
minggu / 2000 gram
|
Bayi < 35
minggu / < 2000 gram
|
Infeksi Ibu ⊕ KPD ⊕/⊝
· Berikan antibiotika
· Kultur ⊝ ® Stop antibiotika
· Kultur ⊕ ® teruskan
antibiotika
· Kultur tidak dilakukan, Infeksi
bayi ⊝ ® antibiotika stop 5 hari, amati 24 jam
|
KPD ⊕
· Kultur ⊝ Infeksi Ibu ⊕ ® antibiotika 5 hari
· Kultur ⊝ Infeksi Ibu ⊝® antibiotika 3 hari
· Kultur ⊕ Infeksi bayi ⊕ ® antibiotika
manajemen sepsis
· Kultur tidak dilakukan, Infeksi bayi ⊝ ® antibiotika stop
setelah 5 hari
|
KPD ⊕Infeksi Ibu ⊝
· Tidak perlu antibiotika
· Amati tiap 4 jam sampai 48 jam :
ü Bila infeksi bayi ⊝ ® pulang
ü Bia infeksi bayi ⊕ ® antibiotika
ü Bila kultur tidak dilakukan, bayi baik, pulang
setelah umur 3 hari
|
B. IBU DENGAN
HEPATITIS B
Indonesia masih merupakan negara endemis
tinggi untuk Hepatitis B, di dalam populasi, angka prevalensi berkisar 7-10%. Pada
ibu hamil yang menderita Hepatitis B, transmisi vertikal dari ibu ke bayinya
sangat mungkin terjadi, apalagi dengan hasil pemeriksaan darah HbsAg positif
untuk jangka waktu 6 bulan, atau tetap positif selama kehamilan dan pada saat
proses persalinan, maka resiko mendapat infeksi hepatitis kronis pada bayinya
sebesar 80 sampai 95%. Perlu adanya komunikasi aktip antara ibu, dengan dokter
kandungan, dokter anak, atau dengan bidan penolong agar memanajemen terhadap
BBL dapat segera dimulai.
Definisi / Batasan Operasional (1,2,3,4,5,6)
Kriteria ibu mengidap atau
menderita hepatitis B kronik :
- Bila ibu mengidap HBsAg positif untuk jangka waktu lebih dari 6 bulan dan tetap positif selama masa kehamilan dan melahirkan. (1,3,4)
- Bila status HbsAg positif tidak disertai dengan peningkatan SGOT/PT maka, status ibu adalah pengidap hepatitis B. (1,5)
- Bila disertai dengan peningkatan SGOT/PT pada lebih dari kali pemeriksaan dengan interval pemeriksaan @ 2-3 bulan, maka status ibu adalah penderita hepatitis B kronik. (5)
- Status HbsAg positif tersebut dapat disertai dengan atau tanpa HBeAg positif.(1,5)
PENGELOLAAN
BAYI BARU LAHIR DENGAN IBU HEPATITIS B
Penanganan secara multidisipliner antara dokter spesialis
penyakit dalam, spesialis kebidanan & kandungan dan spesialis anak. Satu
minggu sebelum taksiran partus, dokter spesialis anak mengusahakan vaksin
hepatitis B rekombinan dan imunoglobulin hepatitis B. Pada saat partus, dokter
spesialis anak ikut mendampingi, apabila ibu hamil ingin persalinan diltolong
bidan, hendaknya bidan diberitahukan masalah ibu tersebut, agar bidan dapat
juga memberikan imunisasi yang diperlukan.
Ibu yang menderita hepatitis akut atau test serologis HBsAg positif,
dapat menularkan hepatitis B pada bayinya :
·
Berikan dosis awal Vaksin Hepatitis B (VHB) 0,5 ml segera
setelah lahir, seyogyanya dalam 12 jam sesudah lahir disusul dosis ke-2, dan
ke-3 sesuai dengan jadwal imunisasi hepatitis.
·
Bila tersedia pada saat yang sama beri
Imunoglobulin Hepatitis B 200 IU IM
(0,5 ml) disuntikkan pada paha yang lainnya, dalam waktu 24 jam sesudah
lahir (sebaiknya dalam waktu 12 jam setelah bayi lahir).
Mengingat mahalnya harga immunoglobulin
hepatitis B, maka bila orang tua tidak mempunyai biaya, dilandaskan pada beberapa
penelitian, pembelian HBIg tersebut tidak dipaksakan. Dengan catatan, imunisai
aktif hepatitis B tetap diberikan secepatnya.
·
Yakinkan ibu untuk tetap menyusui dengan ASI, apabila vaksin diatas sudah diberikan
(Rekomendasi CDC), tapi apabila ada luka pada puting susu dan ibu mengalami
Hepatitis Akut, sebaiknya tidak diberikan ASI.
Tatalaksana khusus sesudah periode perinatal :
a. Dilakukan pemeriksaan anti HBs dan HbaAg
berkala pada usia 7 bulan (satu bulan setelah penyuntikan vaksin hepatitis B
ketiga) 1, 3, 5 tahun dan selanjutnya setiap 1 tahun. (7,9)
1)
Bila pada usia 7 bulan tersebut anti HBs positif,
dilakukan pemeriksaan ulang anti HBs dan HBsAg pada usia 1, 3, 5 dan 10 tahun. (7,9)
2) Bila
anti HBs dan HBsAg negatif, diberikan satu kali tambahan dosis vaksinasi dan
satu bulan kemudian diulang pemeriksaan anti HBs. Bila anti HBs positif, dilakukan pemeriksaan yang
sama pada usia 1, 3, dan 5 tahun seperti pada butir a. (8,9)
3)
Bila
pasca vaksinasi tambahan tersebut anti HBs dan HBsAg tetap negatif, bayi
dinyatakan sebagai non responders dan memerlukan pemeriksaan lanjutan yang
tidak akan dibahas pada makalah ini karena terlalu teknis. (10)
4)
Bila pada usia 7 bulan anti HBs negatif dan HBsAg
positif, dilakukan pemeriksaan HBsAg ulangan 6 bulan kemudian. Bila masih
positif, dianggap sebagai hepatitis kronis dan dilakukan pemeriksaan SGOT/PT,
USG hati, alfa feto protein, dan HBsAg, idealnya disertai dengan pemeriksaan
HBV-DNA setiap 1-2 tahun. (1,4,5)
b.
Bila HBsAg positif selama 6 bulan, dilakukan pemeriksaan
SGOT/PT setiap 2-3 bulan. Bila SGOT/PT meningkat pada lebih dari 2 kali
pemeriksaan dengan interval waktu 2-3 bulan, pertimbangkan terapi anti virus.
Tatalaksana umum
Pemantauan tumbuh-kembang, gizi,
serta pemberian imunisasi, dilakukan sebagaimana halnya dengan pemantauan
terhadap bayi normal lainnya.
Pada HCV sebaiknya tidak
memberikan ASI karena 20 % ibu dengan Hepatitis C ditemukan Virus dalam
kolostrumnya. Pada penelitian Kumal dan Shahul, ditemukan infeksi HCV pada bayi
yang tidak mengandung HCV RNA padahal
bayi-bayi tersebut mendapat ASI eksklusif dari Ibu dengan HCV.
C. BAYI BARU LAHIR
DENGAN IBU TUBERKULOSIS
Pada ibu yang menderita Tuberkulosis aktif, penularan
dapat terjadi sebelum bayi lahir melalui plasenta, atau menghirup amnion yang
tercemar, atau melalui pernapasan setelah bayi lahir. Ibu perlu berterus terang
pada dokter atau bidan dalam hal ini, karena sehubungan dengan pemberian vaksin
BCG dan peningkatan morbiditas dan mortalitas, dapat menimbulkan abortus dan
kematian bayi.
Tuberkulosis kongenital amat sangat jarang, dapat terjadi
apabila terjadi infeksi aktif pada placenta. Yang sangat tinggi resiko terjadi
TB bayi adalah pada saat proses persalinan dan segera sesudah lahir.
Kematian TBC kongenital yang tidak diobati adalah 38% dan
yang diobati 22%, dengan gejala distres nafas, lethargi, panas, pembesaran
kelenjar getah bening, hepatosplenomegali. Bila selama hamil ibu mendapat
terapi Streptomycin atau Kanamycin, waspada terjadinya gangguan pendengaran
pada bayi.
Bila menderita Tuberkulosis paru aktif dan mendapat
pengobatan kurang dari 2 bulan
sebelum melahirkan, atau didiagnosis TBC setelah melahirkan : (7)
·
Jangan diberi vaksin BCG saat setelah lahir;
·
Beri
profilaksis Isoniazid (INH) 5 mg/kg sekali sehari secara oral;
·
Pada
umur 8 minggu lakukan evaluasi kembali, catat berat badan dan
lakukan pemeriksaan tes Mantoux dan radiologi bila memungkinkan :
§
bila ditemukan kecurigaan TBC aktif, mulai berikan pengobatan anti TBC
lengkap (sesuaikan dengan program pengobatan TBC pada bayi dan anak dan kirim
ke pusat pelayanan kesehatan setempat);
§
bila bayi baik dan dan
hasil tes negatif, lanjutkan pencegahan dengan isoniazid selama waktu 6 bulan.
·
Tunda pemberian vaksin BCG sampai 2 minggu setelah pengobatan selesai.
Bila vaksin BCG sudah terlanjur
diberikan, ulang pemberiannya 2 minggu setelah pengobatan INH selesai.
·
Yakinkan ibu bahwa ASI tetap boleh diberikan. Lakukan tindak lanjut
terhadap bayinya tiap 2 minggu untuk menilai kenaikan berat bayi.
·
Obat yang diminum ibunya seperti INH, Rifampisin, Ethambutol, aman untuk
Breast Feeding. Tapi pemberian PAS pada ibu, hati hati karena efek pada
bayinya.
D. IBU DENGAN DIABETES MELLITUS (7,8)
Bayi lahir dari ibu dengan Diabetes
Melitus, berisiko untuk terjadi hipoglikemia pada 3 hari pertama setelah lahir,
walaupun bayi sudah dapat minum dengan baik. Ibu dengan DM mempunyai resiko
kematian bayi lima kali dibanding ibu tidak dengan DM., dan sering mengalami
abortus ataupun kematian dalam kandungan. Bayi dengan ibu DM mengalami Transient
Hiperinsulinism yang dapat mengakibatkan Hipoglikemia, Macrosomia pada
bayi yang dilahirkan, dan dapat berakibat kesulitan lahir. Tanda bayi
hipoglikemia adalah Distres nafas, malas minum, jitteriness, mudah
terangsang, sampai kejang.
KADAR GLUKOSE DARAH RENDAH (HIPOGLIKEMIA)
Adalah bila kadar glukosa darah kurang dari 45 mg/dL (2,6 mmol/L)
MASALAH
a. Glukose darah kurang 25 mg/dL (1,1 mmol/L) atau
terdapat tanda Hipoglikemi.
b. Glukose darah 25 mg/dL (1,1 mmol/L) _ 45 mg/dL (2,6 mmol/L) tanpa tanda Hipoglikemia.
PENGELOLAAN HIPOGLIKEMIA
a.
Glukose darah kurang 25 mg/dL (1,1 mmol/L) atau terdapat tanda
hipoglikemi
·
Pasang jalur IV jika belum terpasang.
·
Berikan glukose 10% 2 mL/kg secara IV bolus pelan dalam lima menit.
|
·
Infus glukose 10%
sesuai kebutuhan rumatan.
·
Periksa kadar glukose
darah satu jam setelah bolus glukose dan kemudian tiap tiga jam :
-
Jika kadar glukose
darah masih kurang 25 mg/dL (1,1 mmol/L), ulangi pemberian bolus
glukose seperti tersebut di atas dan lanjutkan pemberian infus
-
Jika kadar glukose
darah 25-45 mg/dL (1,1-2,6 mmol/L), lanjutkan infus dan ulangi
pemeriksaan kadar glukose setiap tiga jam sampai kadar glukose 45 mg/dL (2,6
mmol/L) atau lebih ;
-
Bila kadar glukose
darah 45 mg/dL (2,6 mmol/L) atau lebih dalam dua kali pemeriksaan
berturut-turut, ikuti petunjuk tentang frekuensi pemeriksaan kadar glukose
darah setelah kadar glukose darah kembali normal.
-
Anjurkan ibu menyusui.
Bila bayi tidak dapat menyusu, berikan ASI peras dengan menggunakan salah satu alternatif
cara pemberian minum.
-
Bila kemampuan minum bayi meningkat turunkan pemberian cairan infus setiap
hari secara bertahap. Jangan menghentikan
infus glukose dengan tiba-tiba.
b. Glukose darah 25 mg/dL (1,1 mmol/L)-45 mg/dL
(2,6 mmol/L) tanpa tanda Hipoglikemia
·
Anjurkan ibu menyusui.
Bila bayi tidak dapat menyusu, berikan ASI peras dengan menggunakan salah satu
alternatif cara pemberian minum.
·
Pantau tanda hipoglikemia dan bila dijumpai tanda tersebut, tangani seperti
tersebut di atas.
·
Periksa kadar glukose darah dalam tiga jam atau sebelum pemberian minum
berikutnya :
-
Jika kadar glukose darah kurang 25 mg/dL (1,1 mmol/L), atau terdapat tanda
hipoglikemia, tangani seperti tersebut di atas;
-
Jika kadar glukose darah masih antara 25-45 mg/dL (1,1-2,6 mmol/L), naikkan
frekuensi pemberian minum ASI atau naikkan volume pemberian minum dengan
menggunakan salah satu alternatif cara pemberian minum;
-
Jika kadar glukose darah 45
mg/dL (2,6 mmol/L) atau lebih, lihat
tentang frekuensi pemeriksaan kadar glukose darah di bawah ini.
FREKUENSI PEMERIKSAAN GLUKOSE DARAH
SETELAH KADAR GLUKOSE DARAH NORMAL
- Jika bayi mendapatkan cairan IV, untuk alasan apapun, lanjutkan pemeriksaan kadar glukose darah setiap 12 jam selama bayi masih memerlukan infus. Jika kapan saja kadar glukose darah turun, tangani seperti tersebut di atas.
- Jika bayi sudah tidak lagi mendapat infus cairan IV, periksa kadar glukose darah setiap 12 jam sebanyak dua kali pemeriksaan:
-
Jika kapan saja kadar glukose darah turun, tangani seperti tersebut di
atas;
-
Jika
kadar glukose darah tetap normal selama waktu tersebut, maka pengukuran
dihentikan.
Anjurkan ibu untuk menyusui secara dini dan lebih sering,
paling tidak 8 kali sehari, siang dan malam.
Bila bayi berumur kurang 3 hari, amati sampai umur 3 hari,
periksa kadar glukose pada :
§
saat bayi datang atau pada umur 3
jam;
§
tiga jam setelah pemeriksaan pertama, kemudian tiap 6 jam selama 24 jam
atau sampai kadar glukose dalam batas normal dalam 2 kali pemeriksaan
berturut–turut.
Bila kadar glukose £ 45 mg/dL atau bayi
menunjukkan tanda hipoglikemi (tremor atau
letargi), tangani untuk hipoglikemi (lihat Hipoglikemi);
Bila dalam pengamatan tidak ada tanda hipoglikemi atau
masalah lain, bayi dapat minum dengan
baik, pulangkan bayi pada hari ke 3.
Bila bayi berumur 3 hari atau lebih dan tidak menunjukkan
tanda-tanda penyakit, bayi tidak perlu
pengamatan. Bila bayi dapat minum baik dan tidak ada masalah lain yang memerlukan perawatan di rumah sakit, bayi
dapat dipulangkan.
E. IBU DENGAN SIFILIS
Pada tahun 1987 Sifilis kongenital dilaporkan 10 kasus setiap 100.000
kelahiran hidup. Terjadi kenaikan menjadi 107 kasus setiap 100.000 kelahiran
pada 1991. Sehingga direkomendasikan oleh CDC pada semua ibu hamil harus
diperiksa VDRL pada kunjungan pertama antenatal care, (7,8) dan pada trimester
ketiga. Apabila hasil positip, pemeriksaan Serologi untuk Treponema harus
diperiksa, sehingga tidak ada satupun Bayi yang pulang dari Rumah Sakit tanpa
diketahui status sereologi Ibu untuk Sipilis.
·
Bila
hasil tes pada ibu positif dan sudah diobati dengan Penisillin 2,4 juta unit
dimulai sejak 30 hari sebelum melahirkan, bayi tidak perlu diobati.
· Bila
ibu tidak diobati atau diobati secara tidak adekuat atau tidak diketahui status
pengobatannya, maka :
-
Beri bayi Benzathine
Benzylpenicillin IM dosis tunggal (lihat Dosis Pemberian Antibiotika) ;
-
Beri Ibu dan Bapaknya
Benzathine penicillin 2,4 juta unit I.M dibagi dalam dua suntikan pada tempat
yang berbeda ;
-
Rujuk Ibu dan Bapaknya
ke rumah sakit yang melayani penyakit menular seksual untuk tindak lanjut.
1.
Lakukan tindak lanjut
dalam 4 minggu untuk memeriksa pertumbuhan bayi dan memeriksa tanda-tanda
sifilis kongenital pada bayi;
2. Cari tanda-tanda sifilis
kongenital pada bayi (edema, ruam kulit, lepuh di telapak tangan/kaki,
kondiloma di anus, rinitis, hidrops fetalis/hepato-splenomegali);
3. Bila ada tanda-tanda di atas,
berikan terapi untuk sifilis kongenital (lihat bab Masalah kulit dan selaput
lendir);
4. Laporkan kasusnya ke Dinas
Kesehatan setempat.
F. IBU DENGAN HIV
Kasus AIDS pertama kali dilaporkan di Indonesia pada tahun 1987 pada
seorang WNA di Bali. Sejak itu HIV/AIDS di Indonesia telah dilaporkan hampir di
semua provinsi kecuali Sulawesi Tenggara. Setelah selama 13 tahun sejak
dilaporkannya kasus pertama Indonesia masih tercatat sebagai negara dengan
prevalensi infeksi HIV rendah akan tetapi
dalam 4 tahun terakhir ini Indonesia dinyatakan berada dalam keadaan epidemi terkonsentrasi (Concentrated
level epidemic) karena HIV/AIDS telah terjadi pada lapisan masyarakat
tertentu dalam tingkat prevalensi yang
cukup tinggi terutama di provinsi Papua, DKI Jaya, Riau, Jawa Barat, Jawa Timur
dan Bali.
Arti
penting pencegahan infeksi HIV di
Indonesia
Dalam sudut pandang epidemi HIV/AIDS, Indonesia saat ini berada dalam concentrated
level epidemic artinya prevalensi pada masyarakat tertentu sudah cukup
tinggi terutama di Provinsi Riau, DKI Jaya, Jawa Barat, Jawa Timur, Bali dan
Papua. Potensi penularan HIV terutama masih berada pada pola penularan melalui
jalur hubungan seksual, yang harus diatasi melalui kampanye peningkatan
kewaspadaan publik (public awareness campaign) seperti pendidikan seks,
kampanye seks sehat dan kampanye penggunaan kondom. Meskipun angka kejadiannya
kecil akan tetapi pencegahan penularan melalui jalur suntikan dan transfusi
darah harus pula dilakukan secara intensif. Hal itu dimaksudkan agar
kewaspadaan petugas kesehatan terhadap penyebaran infeksi HIV melalui jalur ini
terutama yang terkait dengan kesehatan kerja dapat ditingkatkan.
MASALAH (8,9,10,11,12)
· Ibu dengan HIV positifLA KLINIK
Tidak ada tanda-tanda spesifik HIV yang dapat
ditemukan pada saat lahir. Bila terinfeksi pada saat peripartum,tanda klinis
dapat ditemukan pada umur 2-6 minggu setelah lahir. Tetapi tes antibodi baru
dapat dideteksi pada umur 18 bulan untuk menentukan status HIV bayi.
GEJALA KLINIK
Tampak pada umur
1 tahun 23 %
4 tahun 40 %
Gejala klinik : BBLR,
Infeksi saluran nafas berulang, PCP (Pneumocystis carinii Pneumonia), sinusitis, sepsis,
moniliasis berulang, hepatosplenomegali febris yang tidak diketahui penyebabnya
Encephalopati (50%-90% terjadi sebelum obat anti Retrovirus dipergunakan).
DIAGNOSIS berdasarkan :
1. HIV Persangkaan infeksi, gejala klinik,
resiko penularan di daerah yang banyak ditemukan
2. Tes serologi
3.
Pembuktian Virus HIV dalam darah, karena pada bayi masih terdapat
antibodi HIV
ibu
yang menetap sampai 18 bulan
TES DIAGNOSTIK UTK INFEKSI HIV PADA BAYI
• HIV Antibodi pada anak umur >
18 bulan. Dengan ELISA HIV.
IgG anti HIV ab,
melalui plasenta pada Trimester III
Bila hasil pos sebelum
umur 18 bulan, mungkin antibodi dari
ibunya
• VIRUS : HIV PCR DNA dari
darah perifer pada waktu lahir, dan umur 3-4 bulan
bila umur
4 bulan hasil negatip bayi bebas HIV
• CD4 count
rendah (normal 2500-3500/ml
pada anak, Dewasa 700-1000/ml)
P24 Antigen test sudah tidak
dipakai lagi untuk diagnostik, karena dipandang kurang
sensitip terutama
untuk bayi (Richard Polin dan Cloherty)
MANAJEMEN
(7,9)
MANAJEMEN UMUM
· Bayi yang dilahirkan ibu dengan HIV positif
maka :
-
Hormati kerahasiaan ibu dan keluarganya, dan
lakukan konseling pada keluarga;
- Rawat bayi seperti bayi yang
lain, dan perhatian khususnya pada pencegahan infeksi;
- Bayi tetap diberi imunisasi rutin, kecuali terdapat tanda klinis
defisiensi imun yang berat, jangan diberi vaksin hidup (BCG, OPV, Campak, MMR);
- Pada waktu pulang, periksa DL,
hitung Lymphosit T, serologi anti HIV, PCR DNA/RNA HIV.
· Beri dukungan mental pada orang tuanya
· Anjurkan
suaminya memakai kondom, untuk pencegahan penularan infeksi.
TERAPI ANTI RETROVIRUS
Tanpa pemberian Antiretrovirus,
25% bayi dengan ibu HIV positif akan tertular sebelum dilahirkan atau pada
waktu lahir, dan 15% tertular melalui ASI :
· Tentukan apakah ibu sedang mendapat pengobatan
Antiretrovirus untuk HIV, atau mendapatkan pengobatan antiretroviral untuk
mencegah transmisi dari ibu ke bayinya.Tujuan pemberian Antiretro Viral terapi adalah
untuk menekan HIV viral load sampai tidak terdeteksi dan mempertahankan jumlah
CD4 + sel sampai mencapai lebih dari 25%( Cloherty).
· Kelola
bayi dan ibu sesuai dengan protokol dan kebijakan yang ada, tujuannya untuk Profilaksis
-
Bila ibu sudah mendapat Zidovudine (AZT) 4 minggu sebelum melahirkan,
maka setelah lahir bayi diberi AZT 2 mg/kg berat badan per oral tiap 6 jam
selama 6 minggu, dimulai sejak bayi umur 12 jam.
-
Bila ibu sudah mendapat Nevirapine dosis tunggal selama proses
persalinan dan bayi masih berumur kurang dari 3 hari,
segera beri bayi Nevirapine dalam suspensi 2 mg/kg berat badan secara oral pada
umur 12 jam.
-
Untuk mencegah PCP,
berikan TMP 2,5 mg/kgBB 2 x sehari, pemberian 3
kali seminggu, diberikan sejak bayi umur 6 minggu sampai diagnosis HIV dapat
disangkal (Polin), karena peak onset PCP adalah pada umur 3-9 bulan.
-
Jadwalkan pemeriksaan tindak lanjut dalam 2
minggu untuk menilai masalah pemberian minum dan pertumbuhan bayi (lihat
Pemeriksaan Tindak Lanjut).
BILA BAYI SUDAH
TERKENA HIV
-
AZT untuk bayi cukup
bulan sampai bayi berumur 90 hari
oral 2mg/kgBB tiap 6 jam atau
IV
1,5 mg/kgBB tiap 6 jam
Untuk bayi kurang bulan
1,5 mg/kg BB tiap 12 jam
sampai 2 minggu kemudian 22mg/kgBB tiap 8 jam
-
NEVIRAPIN
Neonatus sampai umur 2 bulan
14 hari pertama 5 mg/kg
atau 120 mg/m2 2 kali sehari
14 hari kedua 120 mg/m2
2 kali sehari
berikutnya 200 mg/m2 2 kali
sehari sampai usia 2 bulan
PEMBERIAN MINUM
- Lakukan konseling pada ibu tentang pilihan pemberian minum kepada bayinya. Hargai dan dukunglah apapun pilihan ibu. Ijinkan ibu untuk membuat pernyataan sendiri tentang pilihan yang terbaik untuk bayinya.
- Terangkan kepada ibu bahwa menyusui dapat berisiko menularkan infeksi HIV. Meskipun demikian, pemberian susu formula dapat meningkatkan risiko kesakitan dan kematian, khususnya bila pemberian susu formula tidak diberikan secara aman karena keterbatasan fasilitas air untuk mempersiapkan atau karena tidak terjamin ketersediaannya oleh keluarga.
- Terangkan pada Ibu tentang untung dan rugi pilihan cara pemberian minum :
-
Susu formula dapat diberikan bila mudah didapat, dapat dijaga
kebersihannya dan selalu dapat tersedia;
-
ASI Eksklusif dapat segera dihentikan bila susu
formula sudah dapat disediakan. Hentikan ASI pada saat memberikan susu formula;
-
Rekomendasi yang biasa diberikan adalah memberikan ASI eksklusif selama 6
bulan, kemudian dilanjutkan ASI ditambah makanan padat setelah umur 6 bulan.
- Dalam beberapa situasi, kemungkinan lain adalah :
-
Memeras ASI dan menghangatkannya waktu akan
diberikan;
-
Pemberian ASI oleh Ibu susuan (”Wet Nursing”) yang jelas HIV negatif;
-
Memberi ASI peras dari Ibu dengan HIV negatif.
·
Bantu ibu menilai kondisinya dan putuskan mana
pilihan yang terbaik, dan dukunglah pilihannya.
·
Bila ibu memilih untuk memberikan susu formula
atau menyusui, berikan petunjuk khusus (lihat bawah).
·
Apapun pilihan ibu, berilah petunjuk khusus
(seperti dibawah ini) :
-
Apabila memberikan susu formula, jelaskan bahwa
selama 2 tahun ibu harus menyediakannya termasuk makanan pendamping ASI;
-
Bila tidak dapat menyediakan susu formula,
sebagai alternatif diberikan ASI secara eklusif dan segera dihentikan setelah
tersedia susu formula;
-
Semua bayi yang mendapatkan susu formula, perlu
dilakukan tindak lanjut dan beri dukungan kepada ibu cara menyediakan susu
formula dengan benar.
-
Jangan memberikan minuman kombinasi (misal
selang-seling antara susu hewani, bubur buatan, susu formula, disamping
pemberian ASI), karena risiko terjadinya infeksi lebih tinggi dari pada bayi
yang mendapatkan ASI eksklusif.
Pemberian susu formula :
·
Ajari ibu cara mempersiapkan dan memberikan susu formula dengan
menggunakan salah satu alternatif cara pemberian minum.
·
Anjurkan ibu untuk memberi susu formula 8 kali sehari, dan beri lagi
apabila bayi menginginkan.
·
Beri ibu petunjuk secara tertulis cara
mempersiapkan susu formula.
·
Jelaskan mengenai risiko memberi susu formula dan
cara menghindarinya.
Bayi
akan diare apabila tangan Ibu, air atau alat-alat yang digunakan tidak bersih
dan steril, atau bila susu yang disediakan terlalu lama tidak diminumkan;
-
Bayi tidak akan tumbuh baik apabila :
§
jumlah tiap kali minum terlalu sedikit;
§
frekuensi
pemberiannya terlalu sedikit;
§
susu formula
terlalu encer;
§
bayi mengalami
diare.
·
Nasihati Ibu
untuk mengamati apakah terdapat tanda bahaya pada bayinya, seperti :
-
Minum kurang dari 6 kali dalam sehari atau minum
hanya sedikit;
-
Diare;
-
Berat badan
sulit naik.
·
Nasihati Ibu untuk melakukan kunjungan tindak lanjut
:
-
Kunjungan rutin untuk memonitor pertumbuhan;
-
Meberi dukungan cara-cara menyiapkan formula yang
aman;
-
Nasihati ibu untuk membawa bayinya bila
sewaktu-waktu ditemukan tanda bahaya (lihat atas).
Pemberian ASI
·
Bila ibu
memilih menyusui, dukung dan hargai keputusannya.
·
Pastikan bayi
melekat dan mengisap dengan baik untuk mencegah terjadinya Mastitis dan
gangguan pada puting susu.
·
Nasihati Ibu
segera kembali apabila ada masalah pada payudara atau putingnya, atau bayi
mengalami kesulitan minum.
·
Pada minggu
pertama, nasihati Ibu melakukan kunjungan ke rumah sakit untuk menilai
perlekatan dan posisi bayi waktu menyusu sudah baik, serta keadaan payudara
ibu.
·
Atur konseling
selanjutnya untuk mempersiapkan kemungkinan ibu menghentikan menyusui lebih
awal.
PEMERIKSAAN TINDAK LANJUT SETELAH PULANG
Pemeriksaan darah PCR DNA/RNA dilakukan pada umur 1, 2,
4, 6 dan 18 bulan. Diagnosis HIV ditegakkan apabila
pemeriksaan PCR DNA/RNA HIV POSITIP dua kali berturut selang satu minggu, bila keadaan demikian ditemukan, mulai diberikan
pengobatan Antiretro Virus.
G. IBU DENGAN
KECANDUAN OBAT
Obat-obatan yang kita bahas hanya terbatas obat Narcotic
misalnya Heroin dan Methadone, atau obat stimulant (non narcotic) misalnya Cocain karena disamping
macam obat yang sangat banyak tapi tempat terbatas, juga karena obat tersebut
sering digunakan oleh Ibu-ibu pengguna. (9,11,12)
Kita harus waspada terhadap ibu-ibu pengguna obat
apabila kita temui Ibu yang habis melahirkan tanpa prenatal care yang disertai
tanda-tanda pengguna diantaranya adalah ada bekas jaringan-jaringan parut
disertai hepatitis, yang sangat tergesa-gesa ingin meninggalkan Rumah Sakit,
atau meminum obat dengan dosis besar dan berulang selama di Rumah Sakit. Bayi
Baru Lahir dapat mengalami Withdrawel karena obat-obat tersebut dapat melalui
plasenta.
TANDA WITHDRAWEL
Terjadinya Onset
Gejala Withdrawel Narcotic yang akut bervariasi waktunya, dapat sejak
lahir sampai umur 2 minggu, sedangkan simtom dapat dilihat pada 24 sampai 48
jam tergantung kapan pengguna memakai obatnya.yang terakhir kali, dan dicampur
dengan obat lain atau tidak. Ibu dengan Heroin, withdrawel dapat terjadi pada
50-75 % bayi, biasanya mulai pada 48 jam pertama, tergantung dosis. Tanda-tanda
withdrawel dapat dilihat pada tabel 2.
Withdrawel tergantung beberapa fakror, yaitu Dosis
Obat yang dikonsumsi, Durasi kecanduan, dan dosis terakhir yang dikonsumsi.
·
Bila dosis 6mg/hari, Bayi mengalami gejala ringan,
atau tanpa gejala.
·
Bila kecanduan telah lebih dari satu tahun,
withdrawel pada bayi dapat terjadi lebih dari 70%.
·
Bila obat dikonsumsi terutama dalam 24 jam sebelum
melahirkan,maka kejadian withdrawel akan tinggi.
Diagnosis
Banding adalah Hipoglikemia dan Hipocalcemia.
Ibu pengguna Heroin
atau Methadone, dapat mempunyai bayi dengan Abstinence
Syndrome dengan ciri khas iritable, jitteriness, kejang, hipertoni,
bersin-bersin, takikardi, diare, dan gangguan minum. Gangguan ini dapat lama
terutama pada Ibu pengguna Methadone.
Bila
Ibu kecanduan Methadone, simtom
Withdrawel pada Bayinya dapat terjadi 75% walaupun obat yang dikonsumsi ibu
rendah (20 mg/hari). Bila dosis yang dikonsumsi besar, bayi dapat terjadi :
·
Timbul gejala segera sesudah lahir, hilang, kemudian
timbul lagi pada umur 2 sampai 4
minggu.
·
Tanpa gejala, tapi baru timbul withdrawel pada 2
sampai 3 minggu setelah lahir.
·
Beberapa bayi dapat mengalami BBLR, Lingkar Kepala
kecil dari bayi normal, defisit motoric, gangguan pendengaran, kejang, dan moro
reflex yang menetap, dan peningkatan resiko SIDS (Sudden Infant Death Syndrome).
Ibu dengan
kecanduan Cocain, dapat
mengalami meningkatnya kontraksi Uterus, Vasokonstruksi pembuluh darah
plasenta, sehingga uterine aliran darah uterin menurun, bayi dapat mengalami
Asfiksi, Prematur, Kecil Masa Kehamilan, Perdarahan Otak, SIDS, kelainan pada
saluran pencernaan, dan ginjal, gangguan syaraf dengan adanya pertumbuhan yang
terlambat, kekakuan, gangguan belajar, Prune Belly Syndrome. Pada akhirnya anak
mengalami kekerasan keluarga (Child Abuse).
PENATALAKSANAAN
OBAT NARCOTIC
Tujuan penatalaksanaan adalah agar
supaya bayi Tidak mudah terangsang (irritable), tidak muntah, tidak diare,
dapat tidur diantara waktu minumnya, dan tidak mengalami Withdrawel.
Jangan sekali-kali memberi Narcan (Naloxon)
pada bayi dengan Ibu yang kecanduan Methadone, karena dapat merangsang
terjadinya reaksi withdrawel atau kejang.
Tabel 2 : SINDROMA
WITHDRAWEL SETELAH IBU MENGKONSUMSI OBAT (9)
Tanda
|
HRN
|
MTD
|
Coc
|
Tanda
|
HRN
|
MTD
|
Coc
|
Abdom.Dist
|
-
|
-
|
-
|
Ineffective Suck
|
-
|
-
|
+
|
Alter.Sleep
|
+
|
+
|
+
|
Irritability
|
+
|
+
|
-
|
Cyanosis
|
-
|
-
|
+
|
Jitteriness
|
+
|
+
|
-
|
Diare
|
+
|
+
|
-
|
Lethargy
|
-
|
-
|
+
|
Diaforesis
|
+
|
+
|
-
|
Nasal Congestion
|
+
|
+
|
+
|
Exc.Regurg.
|
+
|
+
|
-
|
RavenousAppetide
|
+
|
+
|
-
|
Fever
|
+
|
+
|
-
|
Seizures
|
+
|
+
|
+
|
High Pitch Cry
|
+
|
+
|
+
|
Sneezing/Yawning
|
+
|
+
|
+
|
Hypotonicity
|
-
|
-
|
-
|
Tremors
|
+
|
+
|
+
|
Hypertonicity
|
+
|
+
|
+
|
Tachypnea
|
+
|
+
|
+
|
Hyperreflexia
|
+
|
+
|
+
|
Tachycardia
|
+
|
+
|
+
|
Increase Suck
|
+
|
+
|
+
|
Vomiting
|
+
|
+
|
-
|
Lethargi
|
-
|
-
|
+
|
Poor State Control
|
-
|
-
|
+
|
|
|
|
|
Weight loss
|
+
|
+
|
-
|
ONSET
|
1-144 jam
|
1-14 hari
|
1-3 hari
|
DURATION
|
7-20 hari
|
20-45 hari
|
-
|
Cloherty 5rd ed 2004 page 224-25
HRN :Heroin MTD
: Methadone COC: Cocain
Dalam hal pemberian Narcotic pada Ibu yang akan dioperasi
karena kesakitan, bila pemberian dalam 4 jam sebelum melahirkan, bayi boleh
diberi narcan bila ada depresi napas, asal Ibu bukan Pecandu Narcotic, bila
simtom timbul setelah 4 jam, mungkin bukan akibat dari efek narcotic obat
tersebut.
ASI dari Ibu pengguna Cocain dapat
menyebabkan Bayi dengan Hipertensi, kejang Pengelolaan
meliputi Terapi Simtomatik dan Obat.
Terapi Simtomatik
Sebanyak 40% hanya membutuhkan terapi simtomatik tanpa
obat. Meliputi penempatan di Ruang yang temeraman, dan tenang, dibedong, diayun
perlahan agar tidur tenang, diberi P-ASI formula 24 calori per onz.
Terapi dengan Obat
Untuk mengetahui apakah Bayi perlu Obat atau tidak,
sebaiknya menggunakan Skoring Sistim seperti pada tabel 4. Bila skore 8 atau
lebih, pertanda Bayi perlu pengobatan Neonatal Morphine Solution ( NMS), lihat
tabel 3.
Apabila dosis sudah dicapai yang sesuai, bila sudah 72
jam, dosis diturunkan pelan-pelan sebanyak 10 %dari dosis total, setiap
harinya.
Bila sudah mencapai 0,3 mL/kg BB/hari, obat dapat
diberhentikan. Bila pada waktu penyapihan obat terjadi timbul gejala lagi,
dosis terakhir sebelum diturunkan diulang lagi. Tambahkan Phenobarbital loading
dose 10mg/kg BB kemudian dosis rumatan yang dibagi tiap 8 jam., apabila dosis
NMS mencapai 2,0 mL/kg BB/hari. Pengisian Skore lihat lampiran.
Tabel 3 : SKORING DAN NEONATAL MORPHINE SOLUTION (9)
SCORE
|
NEONATAL MORPHINE SOLUTION
|
8-10
|
0,8 mL/Kg BB/hari dibagi tiap 4
jam
|
11-13
|
1,2 mL/kg BB/ hari dibagi tiap 4
jam
|
14-16
|
1,6 mL/kg BB/hari dibagi tiap 4
jam
|
17 ATAU LEBIH
|
2,0 mL/kg BB/hari dibagi tiap
4 jam,dinaikkan 0,4 mL sampai gejala terkontrol
|
TERAPI KECANDUAN OBAT STIMULAN( COCAIN)
Beri terapi Phenobarbital loading
dose 10 mg/kg BB, kemudian dosis rumatan. SIDS mempunyai resiko 3 sampai 7 kali
pada Ibu pecandu Cocain.
Tabel 4 : RUMATAN PHENOBARBITAL PADA BAYI DARI IBU
KECANDUAN COCAIN
SCORE
|
RUMATAN Phenobarbital
|
8-10
|
6 mg/Kg BB/hari dibagi tiap 8 jam
|
11-13
|
8 mg//kg BB/ hari dibagi tiap 8
jam
|
14-16
|
10 mg/kg BB/hari dibagi tiap 8
jam
|
17 ATAU LEBIH
|
12 mg/kg BB/hari dibagi tiap 8
jam
|
TINDAK LANJUT
Koordinasi petugas Kesehatan Rumah
Sakit dengan petugas setempat, karena bayi-bayi tersebut rawan untuk terjadinya
kekerasan dalam rumah tangga. Bayi-bayi tersebut termasuk bayi yang sulit untuk
perawatan selanjutnya, apalagi bayi yang menderita Withdrawel, karena bayi
sering mudah terangsang, mengalami gangguan tidur, sehingga membutuhkan orang
yang sabar dalam merawatmya.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
1.
American
Academy of Pediatrics.
Hepatitis A, B, C and E. Dalam peter G, Hall CB, Halsey NA, Marcey SM,
Pickering LK, penyunting. 1997 red Book. Report of The Committee on Infectious
disease., edisi ke-24, 1997 : 237-63.
2. Charman
WF, Zanetti AR, Karayiannis P, dan kawan-kawan.
Vaccine-Induced Escape Mutant of Hepatitis B Virus. Lancet 1990 ; 336 : 325-9.
3.
Jacyna MR, Thomas HC. Hepatitis B. Pathogenesis and
Treatment of Chronic Infection. Dalam; Suchy FJ, penyunting. Liver Disease in
Children, edisi ke-1, St. Louis : Mosby, 1994 : 185-207.
4.
Poovoravan Y, Sanpavat S, Chumdermpadelsak S, safary A.
Long term Hepatitis B Vaccine in Infants Born to Hepatitis B e Antigen Positive
mothers. Arch Dis Child 1997 : 77 : F47-51.
5.
Tang J-R,
Hou H-Y, Lin H-H, Ni Y-H, Chang M-H. Hepatitis B Surface Antigenemia at
Birth. A long term folloe up study. J. Pediat 1998 ; 133 (3) : 374-7.
6. Gomella.L.T;
Cunningham.M.D. In a Lange Clinical Manual Neonatology 5th ed New York, Chicago, Sydney
. 2004 : 451-53, 612.
7. Buku
Panduan Manajemen Masalah Bayi Baru Lahir untuk Dokter, Perawat, Bidan di Rumah
Sakit, edisi Pertama, Kerjasama MNH-JHPIEGO-IDAI UKK Perinatologi dan
Departemen Kesehatan RI, 2004.
8.
Harlingue D.A Durand D.J. Recognation, Stabilization,
and Transport of the High- Risk Newborn. In. Care of The High-Risk Neonate
Fanaroff A.A 5TH ed W.B Saunders London, New York 2001: 65-71, 93.
9.
Polin R.A, Fetal and Neonatal Secrets, 1st
ed. 2001 Hanley & Belfus Inc. Philadelphia,
90-2 : 295-7.
10. Arwin
AP Akip. Infeksi HIV pada Bayi dan Anak. Sari Pediatri Vol. 6 No. 1 (Suplemen), Juni 2004.
11. Schechner.
S. In.Cloherty J.P Manual of Neonatal Care 5th ed. 2004 Lippincot
& Wilkins. Philadelphia, Baltimore, New York
p. 223-35 : 270-74.
12. Behrman
R.E, Kliegman R.M, Jenson H.B Substance Abuse and Withdrawel In. Nelson Text
Book of Pediatric 16thed. W.B Saunders Co. Philadelphia,
London. 2000 :
530-1.
PANDUAN SISTEM SKORING NEONATAL ABSTINENCE
DATE :
|
|||||||||||||||
SYSTEM
|
SIGNS AND SYMPTOMS
|
SCORE
|
AM
|
|
|
|
|
|
PM
|
|
|
|
|
|
COMMENTS
|
CENTRAL NERVOUS SYSTEM DISTURBANCES
|
Excessive
High-pitched (OR Other) Cry
Continuous
High-pitched (OR Other) Cry
|
2
3
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Daily
Weight :
|
|
|||||||||||||||
Sleeps
< 1 Hours After Feeding
Sleeps
< 2 Hours After Feeding
Sleeps
< 3 Hours After Feeding
|
3
2
1
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|||||||||||||||
|
|||||||||||||||
Hyperactive
Moro Reflex
Markedly
Hyperactive Moro Reflex
|
2
3
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|||||||||||||||
Mild
Tremors Disturbed
Moderate-Severe
Tremors Disturbed
|
1
2
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|||||||||||||||
Mild
Tremors Undisturbed
Moderate-Severe
Tremors Undisturbed
|
3
4
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|||||||||||||||
Increased
Muscle Tone
|
2
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Excorlation (Specify Area) : ________________
|
1
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Myoclonic
Jerks
|
3
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Generalized
Convulsions
|
5
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
METABOLIC VASOMOTOR
RESPIRATORY DISTURBANCES
|
Sweating
|
1
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Fever
: 101 (99-100.8 F ; 37.2-38.2 C)
Fever
: 101 (38.4 C and Higher)
|
1
2
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|||||||||||||||
Frequent
Yawning (>3-4 times interval)
|
1
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Mottling
|
1
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Nasal
Stuffiness
|
1
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Sneezing
(> 3-4 times interval)
|
1
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Nasal
Flaring
|
2
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Respiratory
Rate > 60/Min.
Respiratory
Rate > 50/Min. with Retractions
|
1
2
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|||||||||||||||
GASTROINTESTINAL
DISTRURBANCES
|
Excessive
Sucking
|
1
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Popr
Feeding
|
2
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Regurgitation
Projectile
Vomiting
|
2
3
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|||||||||||||||
Loose
Stools
Watery
Stools
|
2
3
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|||||||||||||||
TOTAL SCORE
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||
|
|||||||||||||||
INITIALS OF SCORER
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar